Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

MAKNA KETUHANAN YANG MAHA ESA

BAGI MASYARAKAT INDONESIA


Dibuat Untuk Memenuhi Nilai Tugas Mata Kuliah Pancasila

DISUSUN OLEH :

NAMA : MUHAMMAD TAUFAN REDHA

NIM : 11.12.5963

KELOMPOK I

PROGRAM STUDI : S1

JURUSAN : SISTEM INFORMASI

DOSEN PEMBIMBING :

Bpk. Muhammad Idris P, Drs., MM.

STMIK AMIKOM YOGYAKARTA


TAHUN AJARAN 2011/2012
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan
rahmat serta hidayahnya kepada kami. Sehingga kami mampu menyelesaikan Makalah
Pendidikan Pancasila ini sesuai dengan waktu yang telah kami rencanakan. Makalah ini
kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah Pancasila.

Penyusunan makalah ini tidak berniat untuk mengubah materi yang sudah tersusun.
Namun, hanya membandingkan beberapa materi yang sama dari berbagai referensi.
Yang semoga bisa memberi tambahan pada hal yang terkait dengan Kepentingan
Pendidikan Pancasila dalam perkembangan Negara Indonesia di Era Modern ini.

Pembuatan makalah ini menggunakan metode study pustaka, yaitu mengumpulkan dan
mengkaji materi Pendidikan Pancasila dari berbagai referensi. Kami gunakan metode
pengumpulan data ini, agar makalah yang kami susun dapat memberikan informasi
yang akurat dan bisa dibuktikan.

Penyampaian pembandingan materi dari referensi yang satu dengan yang lainnya akan
menyatu dalam satu makalah kami.

Kami sebagai penyusun pastinya tidak pernah lepas dari kesalahan. Begitu pula dalam
penyusunan makalah ini, yang mempunyai banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mohon maaf atas segala kekurangan dari dibuatnya makalah ini.

Kami ucapkan terima kasih kepada bapak idris sebagai pengajar mata kuliah Pancasila
yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Tidak lupa pula kepada
orang tua, saudara serta teman-teman yang telah ikut mendukung, sehingga makalah ini
selesai tepat pada waktunya.

Penyusun

Muh. Taufan Redha


I. LATAR BELAKANG MASALAH

Negara Indonesia, adalah Negara yang kaya akan keanekaragaman kebudayaan,


alam, jumlah penduduk, serta wilayah yang sangat luas. Dimana terdapat pemikiran-
pemikiran, pendapat-pendapat yang berbeda pula.

Oleh Karena itu para pendiri bangsa Indonesia berusaha memecahkan masalah
tersebut dengan membuat pancasila, yang didalamnya terdapat semboyan “BHINEKA
TUNGGAL IKA” yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua”. Jadi kita sebagai
penerus bangsa harus menghormati serta memaklumi perbedaan-perbedaan tersebut,
karena kita adalah satu bangsa, yaitu bangsa Indonesia.

Di Indonesia, ada sebagian orang Jawa di pedesaan menganggap Mantan Presiden


RI-1 Soekarno itu belum meninggal, bahkan sering muncul di daerah asal kelahirannya
(Blitar) atau kadang ia berada di Istana Bogor (benar tidaknya wallahu a'lam).

Di daerah Jawa Barat, Prabu Siliwangi (Raja Pajajaran) dianggap masih hidup sampai
sekarang (di Istana Bogor) yang hal ini bermula karena beliau adalah Raja yang sangat
dikagumi oleh rakyatnya ditanah Pasundan, namun dengan terpaksa ia harus menyerah
kalah dengan kerajaan Islam di Jawa. Pengikut Prabu Siliwangi tidak dapat menerima
kenyataan tersebut dan menganggap beliau bukan/tidak mati tetapi hanya Muksa
(Masuk ke alam Ghaib) dan menjelma sebagai Harimau. Mitos itu sampai sekarang
masih melekat pada sebagian masyarakat Pasundan (Jawa Barat)

Kisah Yesus dianggap Tuhan oleh umatnya, sebenarnya telah banyak terjadi semenjak
kaum primitif kesulitan mengungkapkan masalah wujud Tuhan. Sehingga dengan
sangat sederhana membuat sarana-sarana yang memudahkan pikirannya tertuju
kepada objek Tuhan yang tidak tampak (Ghaib). Sehingga ia menggambarkan tentang
Tuhan kepada apa yang dipikirkan (konsepsi manusia) dengan sesuatu yang sangat
besar dan menakutkan atau berwibawa .

Konsepsi primitif ini sangat sederhana dan mudah mencari padanannya dalam
pengungkapannya, misalnya dengan membuat patung-patung besar dengan wajah yang
menakutkan, gunung yang paling tinggi seperti Gunung Fuji di Jepang, Gunung Maha
Meru di India atau Sungai yang sangat besar seperti Gangga. Dengan mengungkapkan
keadaan atau melambangkan sifat ketuhanan, umat Hindu menggambarkan sifat Tuhan
Yang Maha Pencipta dengan wajah seorang Yang Arif dan bertangan banyak,dan
ungkapan bahwa Tuhan adalah Sang Perusak digambarkan dengan wajah yang
menakutkan dan sangar, atau Sang Pemelihara digambarkan dengan wajah yang teduh
dan menyenangkan. Semuanya terwujud dalam tiga sifat tetapi satu, yaitu TRIMURTI
terdiri dari Brahmana, Siwa, dan Wisnu. Semua itu adalah sifat Tuhan Yang Maha Esa
(Sang Hyang Widi Wasa) yaitu Brahman Yang Agung, yang tidak berupa, tidak laki-laki
atau perempuan, tidak bisa dibayangkan dengan pikiran dan tidak sama dengan
makhluknya terangkum dalam mantra suci "AUM" yang berarti tidak mampu seluruh
kata menggambarkan-Nya, dari terbukanya mulut sampai terkatupnya mulut.

Demikan juga ajaran Tao, yang mengatakan semua alam berada didalam keabadian dan
segala alam adalah liputan-Nya. TAO adalah wujud yang tidak tergambarkan , tidak laki-
laki dan tidak perempuan. Dialah yang Universal yang menggerakkan alam semesta.
dilambangkan dengan Yin dan Yang. Tokoh yang membawakan ajaran ini adalah
Chuang-Tsu (369 SM-286 SM ) atau lebih dikenal dengan Confucius dan agamanya
disebut Confucianisme (belakangan orang banyak mengagungkan beliau sehingga
patungnya dijadikan untuk perantara menuju Tao).

Didalam ajaran Budha dikenal dengan keabadian sejati atau Hong Wilaheng sekaring
bawana langgeng , bahwa dibalik semua alam ini adalah Keabadian. Semuanya diliputi
oleh keabadian Dzat Yang Mutlak ( Tuhan ). Ajaran ini dibawakan oleh Sang Budha
Gautama (namun akhirnya sang Budha dijadikan objek ketuhanan ,karena sang Budha
adalah Tuhan itu sendiri)

Dalam kitab Samuel yang kedua pasal 7 ayat 22 disebutkan sebagai berikut : " maka
sebab itu besarlah Engkau, ya Tuhan Allah karena tiada yang dapat disamakan dengan
dikau dan tiada Tuhan melainkan Engkau sekedar yang telah kami dengar dari telinga
kami."(akan tetapi Yesus dijadikan objek ketuhanan karena dianggap Yesus adalah anak
Allah, karena di dalam Yesus adalah Allah ) .

Kalau kita perhatikan seluruh agama yang ada (sebelum Islam), masih tersisa pesan-
pesan tentang nilai ketuhanan yang Menggambarkan kelanggengan (keabadian) bentuk
Dzat Yang tidak tergambarkan, itulah Tuhan Yang Hakiki….yang menggerakkan alam,
meliputi segenap keadaan, tidak bisa diserupakan dengan keadaan atau makhluk
ciptaan, tidak terikat oleh kata, waktu dan ruang karena Dia adalah La syarkiyyah wala
Gharbiyyah (tidak timur dan tidak barat), Yang awal dan Yang Akhir, Dia Alfa Omega,
Dialah AUM, OM dan Dialah TAO (inilah WUJUD kemurnian tentang Dzat Tuhan yang
merupakan Misi setiap agama ) akan tetapi hal ini menjadi rancu, ketika orang sudah
mengaitkan dengan kefanatikannya terhadap sang utusan. Sehingga tidaklah heran
mereka menganggap orang yang suci seperti nabi-nabi adalah AFATHARA, yang
menjadi perantara kalam ilahy (afathara/ Bethara) dengan jalan emanasi kepada
manusia. Kasus ketuhanan Yesus sebenarnya tidak ada bedanya dengan agama-agama
purba lainnya, karena selalu berakhir dengan "Penuhanan" pemimpin atau utusan
Tuhan karena dianggap Tuhan berada di dalam dirinya. Tradisi kuno ini masih
mempengaruhi umat Yesus yang ditinggalkannya, sampai sekarang.

Apabila kita melihat beberapa bulan yang lalu, ada sebuah kejadian dimana sebuah
gereja diledakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab, dan hanya
memikirkan diri sendiri, mereka tidak memikirkan dampak akibat perbuatan mereka,
yang bisa merugikan banyak orang. Kedamaian, ketentraman, serta keharmonisan
hubungan antar umat beragama di Indonesia yang telah disatukan serta dijaga oleh
para pendiri pendiri bangsa ini akan rusak karena perbuatan oknum tersebut. Jadi
marilah kita sebagai bangsa Indonesia yang berbudaya serta berbudi luhur, agar
menjaga hubungan tersebut, sehingga bangsa Indonesia bisa lebih berkembang dan
maju seperti yang menjadi harapan kita bersama.
II. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana pandangan masyarakat Indonesia tentang sila ketuhanan yang maha
esa ?
2. Apakah sila ketuhanan yang maha esa dapat menyatukan bangsa yang
mempunyai ciri multikultural ?
3. Mengapa sila ketuhanan yang maha esa menjadi sila pertama dalam pancasila ?
4. Apakah kaitan sila ketuhanan yang maha esa dengan sila-sila lainnya ?
III. PENDEKATAN HISTORIS

Rumusan-rumusan Pancasila secara historis terbagi dalam tiga kelompok.

1. Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-


usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan
sebagai dasar negara Republik Indonesia.
2. Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya
dengan Proklamasi Kemerdekaan.
3. Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama
belum berlaku kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam
Pembukaan UUD 1945.

Dari tiga kelompok di atas secara rinci rumusan Pancasila sampai dikeluarkannya
Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 ini ada 7 yakni :

1. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan dalam
pidato “Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia” (Rumusan
I).
2. Rumusan dari Mr. Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yang disampaikan sebagai
usul tertulis yang diajukan dalam Rancangan Hukum Dasar (Rumusan II).
3. Soekarno, tanggal 1 Juni 1945 sebagai usul dalam pidato Dasar
Indonesia Merdeka, dengan istilah Pancasila (Rumusan III).
4. Piagam Jakarta, tanggal 22 Juni 1945, dengan susunan yang sistematik hasil
kesepakatan yang pertama (Rumusan IV).
5. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 18 Agustus 1945 adalah
rumusan pertama yang diakui secara formal sebagai Dasar Filsafat Negara
(Rumusan V).
6. Mukaddimah KRIS tanggal 27 Desember 1949, dan Mukaddimah UUDS 1950
tanggal 17 Agustus 1950 (Rumusan VI).
7. Rumusan dalam masyarakat, seperti mukaddimah UUDS, tetapi sila keempatnya
berbunyi Kedaulatan Rakyat, tidak jelas asalnya (Rumusan VII).
IV. POKOK BAHASAN

A. SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Perkataan Ketuhanan berasal dari Tuhan. Siapakah Tuhan itu? Jawaban kita ialah
Pencipta segala yang ada dan semua makhluk. Yang Maha Esa berarti Maha Tunggal,
tiada sekutu bagi-Nya, Esa dalam zat-Nya, dalam sifat-Nya maupun dalam perbuatan-
Nya.
Pengertian zat Tuhan disini hanya Tuhan sendiri yang Maha Mengetahui, dan tidak
mungkin dapat digambarkan menurut akal pikiran manusia, karena zat Tuhan adalah
sesempurna-sempurnanya yang perbuatan-Nya tidak mungkin dapat disamakan dan
ditandingi dengan perbuatan manusia yang serba terbatas.

Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaan daripada makhluk hidup dan
siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan daripada makhluk dan siapapun justru
disebabkan oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah prima causa, yaitu
sebagai penyebab pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain.
Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal, yang menciptakan alam semesta beserta
isinya. Dan diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila
ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas,
sedangkan selain-Nya adalah terbatas.

Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga
negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama
dan kepercayaannya, seperti pengertiannya terkandung dalam:

A. Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi:

“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa “ Dari bunyi kalimat ini membuktikan
bahwa negara Indonesia tidak menganut paham maupun mengandung sifat sebagai
negara sekuler. Sekaligus menunjukkan bahwa negara Indonesia bukan merupakan
negara agama, yaitu negara yang didirikan atas landasan agama tertentu, melainkan
sebagai negara yang didirikan atas landasan Pancasila atau negara Pancasila.
B. Pasal 29 UUD 1945

1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan
kepercayaannya.

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, anti agama. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa
ini hendaknya diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama,
kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut
tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketentraman dan kesejukan di dalam
kehidupan beragama.

Untuk senantiasa memelihara dan mewujudkan kehidupan berbangsa dan bertanah air
yang baik, dibutuhkan 3 model kerukunan hidup yang meliputi :

1. Kerukunan hidup antar umat seagama.

2. Kerukunan hidup antar umat beragama.

3. Kerukunan hidup antar umat beragama dan Pemerintah.

Tri kerukunan hidup tersebut merupakan salah satu faktor perekat kesatuan bangsa. Di
dalam memahami sila I Ketuhanan Yang Maha Esa, hendaknya para pemuka agama
senantiasa berperan didepan dalam menganjurkan kepada pemeluk agama masing-
masing untuk menaati norma-norma kehidupan beragama yang dianutnya, misalnya :
bagi yang beragama Islam senantiasa berpegang teguh pada kitab suci Al-Qur’an dan
Sunnah Rasul, bagi yang beragama Kristen (Katolik maupun Protestan) berpegang
teguh pada kitab sucinya yang disebut Injil, bagi yang beragama Budha berpegang teguh
pada kitab suci Tripitaka, bagi yang beragama Hindu pada kitab sucinya yang disebut
Wedha.
Sila ke I, Ketuhanan Yang Maha Esa ini menjadi sumber utama nilai-nilai kehidupan
bangsa Indonesia, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan dan
Sila II sampai dengan Sila V.

B. MAKNA DIBALIK SILA KETUHANAN YANG MAHA ESA

Sejarah mengatakan bahwa Pancasila dasar Negara Kesatuan Repubrik Indonesia (NKRI) lahir
pada 1 Juni 1945. Pancasila lahir didasarkan pada pemikiran tokoh proklamator yang tidak lain
adalah Bung Karno.

Mungkin banyak di antara kita yang tidak mengetahui apa dasar pemikiran Bung Karno pada
waktu mencetuskan ide dasar negara hingga tercetuslah ide Pancasila. Dasar pemikiran Bung
Karno dalam mencetuskan istilah Pancasila sebagai Dasar Negara adalah mengadopsi istilah
praktek-praktek moral orang Jawa kuno yang di dasarkan pada ajaran Buddhisme. Dalam ajaran
Buddhisme terdapat praktek-praktek moral yang disebut dengan Panca Sila (bahasa Sanskerta /
Pali) yang berarti lima (5) kemoralan yaitu :

1. Bertekad menghindari pembunuhan makhluk hidup.


2. Bertekad menghindari berkata dusta.
3. Bertekad menghindari perbuatan mencuri.
4. Bertekad menghindari perbuatan berzinah.
5. Dan bertekad untuk tidak minum minuman yang dapat menimbulkan ketagihan dan
menghilangkan kesadaran.

Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Kalimat pada
sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sanskerta ataupun bahasa Pali.
Banyak di antara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila pertama ini. Baik dari
sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa arti dari Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan Yang jumlahnya satu. Jika kita membahasnya
dalam sudut pandang bahasa Sanskerta ataupun Pali, Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah
bermakna Tuhan Yang Satu. Lalu apa makna sebenarnya ? Mari kita bahas satu persatu kata dari
kalimat dari sila pertama ini.

Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan akhiran –an.
Penggunaan awalan ke- dan akhiran –an pada suatu kata dapat merubah makna dari kata itu
dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran -an dapat memberi
perubahan makna menjadi antara lain : mengalami hal…., sifat-sifat …. Contoh kalimat : ia
sedang kepanasan. Kata panas diberi imbuhan ke- dan –an maka menjadi kata kepanasan yang
bermakna mengalami hal yang panas. Begitu juga dengan kata ketuhanan yang berasal dari kata
tuhan yang diberi imbuhan ke- dan –an yang bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain
Ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat yang berhubungan dengan tuhan.

Kata “maha” berasal dari bahasa Sanskerta / Pali yang bisa berarti mulia atau besar (bukan
dalam pengertian bentuk). Kata “maha” bukan berarti “sangat”. Jadi adalah salah jika
penggunaan kata “maha” dipersandingkan dengan kata seperti besar menjadi maha besar yang
berarti sangat besar.

Kata “esa” juga berasal dari bahasa Sanskerta / Pali. Kata “esa” bukan berarti satu atau tunggal
dalam jumlah. Kata “esa” berasal dari kata “etad” yang lebih mengacu pada pengertian
keberadaan yang mutlak atau mengacu pada kata “ini” (this – Inggris). Sedangkan kata “satu”
dalam pengertian jumlah dalam bahasa Sanksertamaupun bahasa Pali adalah kata “eka”. Jika
yang dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya
digunakan adalah “eka”, bukan kata “esa”.

Dari penjelasan yang telah disampaikan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa arti dari
Ketuhanan Yang Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada
suatu individual yang kita sebut Tuhan yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya, Ketuhanan
Yang Maha Esa berarti Sifat-sifat Luhur/Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang
ditekankan pada sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur/mulia, bukan Tuhannya.

Setelah kita mengetahui hal ini kita dapat melihat bahwa sila pertama dari Pancasila NKRI
ternyata begitu dalam dan bermakna luas , tidak membahas apakah Tuhan itu satu atau banyak
seperti anggapan kita selama ini, tetapi sesungguhnya sila pertama ini membahas sifat-sifat
luhur/mulia yang harus dimiliki oleh segenap bangsa Indonesia. Sila pertama dari Pancasila
NKRI ini tidak bersifat arogan dan penuh paksaan bahwa rakyat Indonesia harus beragama
yang percaya pada satu Tuhan saja, tetapi membuka diri bagi agama yang juga percaya pada
banyak Tuhan, karena yang ditekankan dalam sila pertama Pancasila NKRI ini adalah sifat-sifat
luhur/mulia. Dan diharapkan Negara di masa yang akan datang dapat membuka diri bagi
keberadaan agama yang juga mengajarkan nilai-nilai luhur dan mulia meskipun tidak
mempercayai adanya satu Tuhan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Dari materi-materi diatas kita dapat menyimpulkan bahwa Tuhan adalah pencipta alam
semesta, penguasa segalanya.

Sila ketuhanan yang maha esa sangatlah penting karena merupakan kunci dari lahirnya sila-
sila selanjutnya, dan itu merupan penyatu bangsa Indonesia yang mempunyai sangat
banyak kebudayaan dan ras. Oleh karena itu kita harus menghormati perbedaan-perbedaan
yang ada didalam bangsa kita dengan tidak saling menghina antar agama, suku, dan ras,
karena itu semua merupakan hakikat pribadi masing-masing.

Kita dapat menjadi bangsa yang maju apabila kita dapat menghilangkan rasa tidak
suka/sentimen antar ras, suku, dan umat beragama, mungkin kita mempunyai kepercayaan
dan poendapat yang berbeda-beda, akan tetapi kita merupakan bangsa Indonesia, satu nusa
satu bangsa, satu ibu pertiwi, mulai dari Sabang sampai Merauke.

Pendiri bangsa kita adalah orang orang yang sangat berjasa, maka dari itu kita harus
menjunjung tinggi dan menghormati dengan sepenuh hati, karena berkat jasa-jasa
merekalah negara kita dapat merdeka.

B. SARAN

Kita masyarakat Indonesia, adalah para calon penerus bangsa yang akan berjuang
meneruskan cita-cita para leluhur/pendiri bangsa, kita harus mempersiapkanya mulai
dari sekarang, agar bangsa Indonesia bisa menjadi bangsa yang maju. Yang harus kita
lakukan adalah memperkuat mental kita, agar tidak mudah terpengaruh terhadap hal-
hal negatif yang dapat merugikan bangsa Indonesia tercinta ini, seperti korupsi, kolusi,
dan nepitisme. Hal tersebut harus dimulai dari dini, karena sifat tersebut harus kita
tancapkan didalam hati kita dengan tulus.

Selanjutnya kita harus memperbaiki SDM kita, agar kita dapat bersaing
denganbangsa-bangsa lain, seperti negara-negara besar yang ada di Amerika, Eropa, dll.
REFERENSI :

1. http://www.dzikrullah.com

2. http://www.google.co.id

Anda mungkin juga menyukai