TENTANG
TOKOH PENDIDIKAN YANG BERPENGARUH DI
INDONESIA
DI SUSUN OLEH
ABDUL LATHIF (NIM. 22115004)
DOSEN PENGAMPU
ENA SUMA INDRAWATI, M,Pd.
1
A. Tokoh Pendidikan yang Berpengaruh di Indonesia
1. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara yang sebelumnya bernama Raden Mas Suwardi
Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Putra dari K.P.H
Suryaningrat, dan cucu dari Pakualam III.
Perguruan Taman Siswa yang didirikan pada tanggal 3 Juli 1922, pada
mmulanya bernama “National Onderwijs Institut Taman Siswa” di
Yogyakarta. Pertama-tama yang dibuat hanya taman anak dan kursus guru.
Namun, setelah itu berkembang menjadi perguruan tinggi. Bagian-bagian
pendidikan pada perguruan tinggi Taman Siswa ini adalah:
f. Taman Guru B-1 (mendidik calon guru untuk Taman Anak dan Taman
Muda)
2
h. Taman Guru B-3 (mendidik calon guru untuk taman dewasa) Taman
Guru B-3 ini terdiri dari 2 bagian, bagian A untuk jurusan ilmu pasti dan
bagian B untuk jurusan budaya.
i. Taman Guru Indria (mendidik anak wanita yang ingin menjadi guru
pada taman indria)
a. Asas kemerdekaan
c. Asas kebudayaan
d. Asas kebangsaan
e. Asas kemanusiaan
b. Suci tata ngesti tunggal; dengan kesucian batin dan teraturnya hidup
batin, kita mengejar kesempurnaan.
3
d. Rawe-rawe rantas, malang-malang patung; segala yang menghalangi
akan hancur.
2. Mohammad Syafei
Mohammad Syafei lahir di Kalimantan pada tahun 1899. Perjuangan beliau
juga dititikberatkan pada bidang pendidikan.
Pada tahun 1922 beliau menjadi guru pada Sekolah Kartini di Jakarta dan
sejak itu aktivitasnya di bidang pendidikan terus berkembang. Sebagai
seorang tokoh pendidikan Mohammad Syafei berjasa besar dalam
mendirikan sekolah yang diberi nama “Indonesische Nederlansche School”
atau yang lebih dikenal dengan INS di Kayuttanam Sumatera Barat.
4
a. Mendidik anak-ana agar mampu berpikir rasional
5
3. Kiyai H. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan nama kecilnya adalah Muhammad Darwis lahir di
Yogyakarta pada tahun 1869. Ayahnya seorang ulama yang bernama K.H.
Abu Bakar bin K.H. Sulaiman, pejabat khatib di Masjid Besar Kesultanan
Yogyakarta. Ahmad Dahlan adalah seorang yang memiliki pengetahuan
yang luas. Meskipun usianya baru dua puluh tahun, ia mulai merintis jalan
pembaruan di kalangan umat Islam. Misalnya, membetulkan arah kiblat
shalat pada masjid yang dipandang tidak tepat arahnya yang sesuai
dengan perhitungan menurut ilmu falakiyah yang dikuasainya. Usaha ini
sempat menimbulkan insiden yang membuat diri dan istrinya hampir saja
meninggalkan Kauman Yogyakarta selamanya. Kemudian memberikan
pelajaran agama di sekolah negeri yang saat itu tidak pernah dilakukan
oleh kyai lainnya.
Ahmad Dahlan juga sangat memperhatikan kaum dhuafa, anak yatim, dan
fakir miskin agar selalu diperhatikan dan diayomi. Hal ini selalu ia ingatkan
kepada murid-muridnya agar selalu memperhatikan dan menolong kaum
dhuafa tersebut. Pernah suatu ketika beliau memberikan pelajaran kepada
murid-muridnya tentang surat Al-Ma’un. Namun, surat Al-Ma’un ini selalu
beliau ulang-ulang dalam setiap pertemuan pengajian sehingga
menimbulkan protes dari murid-muridnya. Setelah dijelaskan lalu setelah
pengajian selesai dan murid-muridnya masing-masing membawa anak
yatim dan disantuni secukupnya.
6
kemajuan zaman merupakan akibat dari mengisolasi diri.
4. Rahmah El Yunusiah
Bentuk realisasi dari pemikiran pendidikan Rahmah el-Yunusiyah adalah
berupa pendirian sekolah–sekolah bagi perempuan. Hal ini merupakan
tanggapan dari situasi pada masa itu dan sejalan pula dengan teorinya
Arnold J. Toynbee yaitu : “Challenge and Respons”. Sedangkan tujuan
pendidikannya untuk mencerdaskan kaum perempuan agar pendidikan
pada masa itu tidak berpusat pada laki–laki, dengan demikian hal ini
sejalan dengan teori Feminisme, yaitu teori poststrukturalis dan
postmodernisme.
Beberapa hambatan pada kaum perempuan Indonesia. Pendidikan yang
belum berpihak pada kaum perempuan dapat pula ditemui dalam bidang
lain. Misalnya dalam bidang kesehatan dan pekerjaan. Perusahaan masih
banyak yang belum memberi lapangan kerja pada perempuan. Angka
perempuan menganggur lebih tinggi dapat ditemui dimana-mana
dibanding laki-laki. Kalaupun perempuan banyak ditemui bekerja disektor
informal (pabrik) itu bukan berarti hilangnya diskriminasi. Angka kaum
perempuan upahnya tidak dibayar oleh perusahaan mencapai 41,3% lebih
tinggi dibanding laki-laki yang hanya 10% menjadi bukti beban yang
7
diterima perempuan diluar rumah.
8
merupakan titik balik dari pergerakan Indonesia, oleh karena kaum revolusioner
yang mencoba menggerakkan rakyat dengan semboyan-semboyan asing dan
filsafat Marxiisme harus memberikan tempat untuk pergerakan baru, yang benar-
benar berasas kebangsaan dan bersikap nonkoperatif dengan pemerintah jajahan.
Taman Siswa ini memiliki pengaruh yang luar biasa dalam rangka pergerakan
perjuangan nasional Indonesia. Hal ini tercermin dalam usaha Ki Hajar
Dewantara yang berhasil mewujudkan keinginan bangsa Indonesia yakni usaha
untuk mendidik angkatan muda dalam jiwa kebangsaan Indonesia yang
merupakan bagian penting dari pergerakan Indonesia. Taman Siswa selalu ikut
mempertimbangkan kehidupan politik di dalam sepak terjangnya. Pertama dapat
disebut, bahwa berdirinya lembaga Taman Siswa merupakan tantangan terhadap
politik pengajaran kolonial dengan emdnirikan pranata tandingan. Kedua,
kedudukannya sebagai tempat swadaya anggota-anggota partai politik dan
secara tidak langsung memupuk kader-kader bangsa Indonesia untuk masa
mendatang. Ketiga, perlawanannya terhadap soal-soal asasi dengan pemerintah
jajahan. Salah satu ciri yang kentara dalam hubungan kolonial ialah kurangnya
perhatian pemerintah jajahan dalam usaha kemasyarakatan, terutama dalam
pengajaran dan pendidikan. Hubungan corak politik nasionalisme di dalam
Taman Siswa dijelaskan oleh Ki Hajar Dewantara demikian; “ Taman Siswa dan
segala lapangan usaha sosial lainnya merupakan ladang atau sawah, tempat
orang memupuk apa yang perlu bagi keperluan hidupnya. Gerakan politik
merupakan pagar, yang melindungi dari gangguan binatang-binatang buas yang
akan memakan dan menginjak-injak tunas-tunas tanaman.”
Nyatalah dengan ini, bahwa Taman Siswa bisa dianggap sebagai tempat
pemupukan kader dan berjuang pula untuk menumbangkan kekuasaan kolonial.
Oleh karena itu, pemerintah jajahan berusaha untuk menghalang-halangi
perkembangan Taman Siswa khususnya, sekolah-sekolah partikelir umumnya.
Sejak saat itu Taman Siswa akan menghadapi perjuangan asasi, melawan politik
pemerintah Hindia Belanda.
9
DAFTAR PUSTAKA
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta
10