Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Typhoid merupakan penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan

oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella paratyphi B,

salmonella typhi C. Penyakit ini mempunyai tanda – tanda khas berupa

perjalanan yang cepat yang berlangsung kurang lebih 3 minggu disertai gejala

demam, nyeri perut, dan erupsi kulit. Penyakit ini termasuk dalam penyakit

daerah tropis dan penyakit ini sangat sering di jumpai di Asia termasuk di

Indonesia. ( Widodo Djoko, 2012 )

Dewasa ini, perkembangan ilmu dan teknologi kedokteran telah

banyaK menyelamatkan nyawa manusia. Penyakit – penyakit yang selama ini

tida terdiagnosis dan terobati, sekarang sudah banyak teratasi. Tetapi untuk

memperbaiki taraf kesehatan secara global tidak dapat mengendalkan hanya

pada tindakan kuratif, karena penyakit yang memerlukan biaya mahal itu

sebagian besar dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan menjauhi pola hidup

beresiko. Artinya para pengambil kebijakan harus mempertimbangkan untuk

mengalokasi dana kesehatan yang lebih menekankan pada segi preventif dari

pada kuratif. ( Muttaqin Arif, 2012 )

Didunia pada tanggal 27 September 2011 sampai dengan 11 Januari

2016 WHO mencatat sekitar 42.564 orang menderita Typhoid dan 214 orang

1
meninggal. Penyakit ini biasanya menyerang anak-anak usia pra sekolah

maupun

sekolah akan tetapi tidak menutup kemugkinan juga menyerang orang dewasa.

Demam Typhoid atau tifus abdominalis banyak ditemukan dalam kehidupan

masyarakat kita, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Penyakit ini sangat

erat kaitannya dengan kualitas kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan

seperti lingkungan kumuh, kebersihan tempat-tempat umun yang kurang serta

perilaku masyarakat yang tidak mendukung untuk hidup sehat.

Di Indonesia penyakit ini bersifat endemik. Telaah kasus di rumah

sakit besar di Indonesia kasus Demam Typhoid menunjukan kecenderungan

meningkat dari tahun ke tahun. ( Sudoyo, 2010 ) Kasus tertinggi Demam

typhoid adalah di Kota Semarang yaitu sebesar 4.973 kasus (48,33%)

dibanding dengan jumlah keseluruhan kasus demam typoid di kabupaten atau

kota lain di Jawa Tengah. Dibandingkanjumlah kasus keseluruhan PTM lain di

Kota Semarang sebesar 3,19%. Sedangkan kasus tertinggi kedua adalah

Kabupaten Sukoharjo yaitu 3.164 kasus (14,25%) dan apabila dibandingkan

dengan jumlah keseluruhan PTM lain di Kabupaten Sukoharjo adalah sebesar

10,99%. Kasus ini paling sedikit dijumpai di Kabupaten Semarang yaitu 4

kasus (0,01%). Rata-rata kasus Demam typhoid di Jawa Tengah adalah 635,60

kasus. ( Dinkes Jateng, 2011).

Masalah yang timbul pada pasien demam typhoid yaitu kemungkinan

pada usus halus anatara lain, perdarahan usus, perforasi usus. Prioritas pada

luar usus antara lain, bronkopnemonia, typhoid ensefalopati, miningitis.

2
Komplikasi yang berat dapat menyebabkan kematian pada penderita demam

typhoid.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari Karya Tulis Ilmiah ini adalah memberikan pemahaman

kepada penulis agar dapat berpikir secara logis dan ilmiah dalam

menguraikan dan membahas asuhan keperawatan pada Tn.A dengan demam

typhoid di Ruang perawatan Ar- Raudah Lt.1 RSUD Haji Makassar

2. Tujuan Khusus

Laporan ini dibuat untuk :

a. Melakukan pengkajian pada Tn.A dengan demam typhoid di Ruang

perawatan Ar- Raudah Lt.1 RSUD Haji Makassar

b. Merumuskan diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn.A dengan

demam typhoid di Ruang perawatan Ar- Raudah Lt.1 RSUD Haji

Makassar

c. Merumuskan intervensi keperawatan pada Tn.A dengan demam typhoid

di Ruang perawatan Ar- Raudah Lt.1 RSUD Haji Makassar

d. Melakukan implementasi keperawatan pada Tn.A dengan demam

typhoid di Ruang perawatan Ar- Raudah Lt.1 RSUD Haji Makassar

e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan pada Tn.A dengan demam

typhoid di Ruang perawatan Ar- Raudah Lt.1 RSUD Haji Makassar

f. Memberikan edukasi/penyuluhan pada Tn.A dengan demam tyhpoid

C. Manfaat Penulisan

3
1. Bagi Rumah Sakit.

Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan

khususnya bagi pasien dengan demam typhoid.

2. Bagi Perawat

Agar mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien penderita demam

typhoid dengan baik.

3. Bagi Instansi Akademik.

Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam

pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan di masa yang akan

datang.

4. Bagi Pasien dan Keluarga

Agar pasien dan keluarga mendapatkan gambaran tentang penyakit demam

typhoid dan cara perawatan demam typhoid dengan benar.

5. Bagi Pembaca

Sebagai sumber informasi bagi pembaca tentang penyakit demam typhoid

dan cara perawatan pasien dengan demam typhoid.

4
BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

A. Definisi

Demam Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang

disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A, salmonella

paratyphi B, salmonella paratyphi C, paratifoid biasanya lebih ringan, dengan

gambaran klinis sama. ( Widodo Djoko, 2012 ).

Menurut Sumarmo Tyhpoid merupakan suatu penyakit infeksi

sistemik bersifat akut yang disebabpkan oleh Salmonella typhi ditandai dengan

panas berkepanjangan dan dapat menular pada orang lain melalui makanan

atau air yang terkontaminasi. (Sumarmo, 2002) dalam (Nurarif dan kusuma,

2013).

B. Etiologi

Penyebab typhoid adalah kuman salmonella typosa dan salmonella paratyphi

A, B, dan C memasuki saluran pencernaan. Penularan salmonella thypi dapat

ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu

Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly(lalat), dan

melalui Feses.

Penyebab lain dari penyakit Typhoid adalah :

5
1. Makanan dan minuman yang terkontaminasi Bakteri Salmonella Typhi.

2. Makanan Mentah atau belum masak.

3. Kurangnya Sanitasi dan Higienitas.

4. Daya tahan tubuh yang menurun

C. Manifestasi Klinis

1. Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi

akut pada umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia,

mual, muntah, konstipasi atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan

epistaksis..

2. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam gejala-

gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia, lidah kotor,

hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai

koma

3. Demam. Biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu

tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur

naik setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada

sore dan malam hari.. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan

normal kembali pada akhir minggu ketiga. (Rampengan, 1993).

4. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan

menyebabkan syok, stupor dan koma.(Nurarif dan kusuma 2013).

Tanda dan gejala dari demam thypoid sebagai berikut (Nanda NIC- NOC.

2013) :

1. Gejala pada anak : Inkubasi anatara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari

6
2. Demam meninggi sampai akhir minggu pertama

3. Demam turun pada minggu ke empat, kecuali demam tidak tertangani akan

menyebabkan shock, Stupor dan koma.

4. Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selam 2-3 hari

5. Nyeri kepala

6. Nyeri perut

7. Kembung

8. Mual muntah

9. Diare

10. Konstipasi

11. Pusing

12. Nyeri otot

13. Batuk

14. Epistaksis

15. Bradikardi

16. Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)

17. Hepatomegali

18. Splenomegali

19. Meteroismus

20. Gangguan mental berupa samnolen

21. Delirium atau psikosis

22. Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda

sebagai penyakit demam akut dengan diseryai syok dan hipotermia.

7
D. PATOFISIOLOGIS

Penularan bakteri salmonella typhi dan salmonella paratyphi terjadi

melalui makanan dan minuman yang tercemar serta tertelan melalui mulut.

Sebagian bakteri dimusnahkan oleh asam lambung. Bakteri yang dapat

melewati lambung akan masuk ke dalam usus, kemudian berkembang. Apabila

respon imunitas humoral mukosa (immunoglobulin A) usus kurang baik maka

bakteri akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke

lamina propia. Didalam lamina propia bakteri berkembang biak dan ditelan

oleh sel-sel makrofag kemudian dibawa ke plaques payeri di ilium distal.

Selanjutnya Kelenjar getah bening mesenterika melalui duktus torsikus, bakteri

yang terdapat di dalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah

mengakibatkan bacteremia pertama yang asimtomatik atau tidak menimbulkan

gejala. Selanjutnya menyebar keseluruh organ retikuloendotelial tubuh

terutama hati dan limpa diorgan-organ ini bakteri meninggalkan sel-sel fagosit

dan berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoid, kemudian masuk lagi

kedalam sirkulasi darah dan menyebabkan bakteremia kedua yang simtomatik,

menimbulkan gejala dan tanda penyakit infeksi sistemik

E. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut widodo 2007 Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid

adalah pemeriksaan laboratorium, yang terdiri dari :

1. Pemeriksaan leukosit

8
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid terdapat

leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya leukopenia tidaklah

sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam typhoid, jumlah leukosit

pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas normal bahkan kadang-

kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada komplikasi atau infeksi

sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah leukosit tidak  berguna untuk

diagnosa demam typhoid

2. Pemeriksaan Sgot Dan Sgpt Sgot Dan Sgpt

pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi dapat kembali normal

setelah sembuhnya typhoid.

3. Biakan darah Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,

tetapi bila  biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi

demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari

beberapa faktor :

a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan laboratorium yang

lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik dan media biakan yang

digunakan. Waktu pengambilan darah yang baik adalah pada saat demam

tinggi yaitu pada saat bakteremia berlangsung.

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit

Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif pada minggu

pertama dan berkurang pada minggu-minggu berikutnya. Pada waktu

kambuh biakan darah dapat positif kembali.

9
c. Vaksinasi di masa lampau

Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat menimbulkan

antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat menekan bakteremia

sehingga biakan darah negatif.

4. Pengobatan dengan obat anti mikroba

Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan obat anti mikroba

pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil biakan

mungkin negatif.

5. Uji Widal Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan

antibodi (aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi

terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang

pernah

6. divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi

salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji

widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien

yang disangka menderita tifoid. Akibat infeksi oleh salmonella thypi, klien

membuat antibodi atau aglutinin yaitu :

a. Aglutinin O, yang dibuat karena rangsangan antigen O (berasal dari

tubuh kuman).

b. Aglutinin H, yang dibuat karena rangsangan antigen H (berasal dari

flagel kuman).

c. Aglutinin Vi, yang dibuat karena rangsangan antigen Vi (berasal dari

simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H

10
yang ditentukan titernya untuk diagnosa, makin tinggi titernya makin

besar klien menderita tifoid. Uji widal dilakukan untuk mendeteksi

adanya antibody terhadap kuman Salmonella typhi. Uji widal dikatakan

bernilai bila terdapat kenaikan titer widal 4 kali lipat (pada pemeriksaan

ulang 5-7 hari) atau titer widal O > 1/320, titer H > 1/60 (dalam sekali

pemeriksaan) Gall kultur dengan media carr empedu merupakan

diagnosa pasti demam tifoid bila hasilnya positif, namun demikian, bila

hasil kultur negatif  belum menyingkirkan kemungkinan tifoid, karena

beberapa alasan, yaitu pengaruh pemberian antibiotika, sampel yang

tidak mencukupi. Sesuai dengan kemampuan SDM dan tingkat

perjalanan penyakit demam tifoid, maka diagnosis klinis demam tifoid

diklasifikasikan atas:

1) Possible Case dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan

gejala demam,gangguan saluran cerna, gangguan pola buang air  besar

dan hepato/splenomegali. Sindrom demam tifoid belum lengkap.

Diagnosis ini hanya dibuat pada pelayanan kesehatan dasar.

2) Probable Case telah didapatkan gejala klinis lengkap atau hampir

lengkap, serta didukung oleh gambaran laboratorium yang menyokong

demam tifoid (titer widal O > 1/160 atau H > 1/160 satu kali

pemeriksaan).

3) Definite Case Diagnosis pasti, ditemukan S. Thypi pada  pemeriksaan

biakan ataupositif S.Thypi pada pemeriksaan PCR atau terdapat

11
kenaikan titerWidal 4 kali lipat (pada pemeriksaan ulang 5-7 hari) atau

titer widal O> 1/320, H > 1/640 (pada  pemeriksaan sekali)

F. Penatalaksanaan

Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi  penatalaksanaan

yang meliputi : istirahat dan perawatan, diet dan terapi  penunjang (baik

simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu

diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi

intestinal maupun ekstraintestinal.

1. Istirahat dan Perawatan Bertujuan untuk mencegah komplikasi dan

mempercepat penyembuhan. Tirah baring dengan perawatan dilakukan

sepenuhnya di tempat seperti makan, minum, mandi, dan BAB/BAK. Posisi

pasien diawasi untuk mencegah dukubitus dan pnemonia orthostatik serta

higiene perorangan tetap perlu diperhatikan dan dijaga.

2. Diet dan Terapi Penunjang Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang

adekuat.

3. Memberikan diet bebas yang rendah serat pada penderita tanpa gejala

meteorismus, dan diet bubur saring pada penderita dengan meteorismus. Hal

ini dilakukan untuk menghindari komplikasi  perdarahan saluran cerna dan

perforasi usus. Gizi penderita juga diperhatikan agar meningkatkan keadaan

umum dan mempercepat  proses penyembuhan.

4. Cairan yang adequat untuk mencegah dehidrasi akibat muntah dan diare.

12
5. Primperan (metoclopramide) diberikan untuk mengurangi gejala mual

muntah dengan dosis 3 x 5 ml setiap sebelum makan dan dapat dihentikan

kapan saja penderita sudah tidak mengalami mual lagi.

6. Pemberian Antimikroba Obat

a. obat antimikroba yang sering digunakan dalam melakukan tatalaksana

tifoid adalah:

Pada demam typhoid, obat pilihan yang digunakan adalah

chloramphenicol dengan dosis 4 x 500 mg per hari dapat diberikan secara

oral maupun intravena, diberikan sampai dengan 7 hari bebas panas.

Chloramphenicol bekerja dengan mengikat unit ribosom dari kuman

salmonella, menghambat pertumbuhannya dengan menghambat sintesis

protein.

b. Chloramphenicol memiliki spectrum gram negative dan positif. Efek

samping penggunaan klorampenikol adalah terjadi agranulositosis.

Sementara kerugian penggunaan klorampenikol adalah angka

kekambuhan yang tinggi (5-7%), penggunaan jangka panjang (14 hari),

dan seringkali menyebabkan timbulnya karier. Tiamfenikol, dosis dan

efektifitasnya pada demam tofoid sama dengan kloramfenikol yaitu 4 x

500 mg, dan demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6.

Komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadinya anemia aplastik

lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.

13
c. Ampisillin dan Amoksisilin, kemampuan untuk menurunkan demam

lebih rendah dibandingkan kloramfenikol, dengan dosis 50-150 mg/kgBB

selama 2 minggu.

d. Trimetroprim-sulfamethoxazole, (TMP-SMZ) dapat digunakan secara

oral atau intravena pada dewasa pada dosis 160 mg TMP ditambah 800

mg SMZ dua kali tiap hari pada dewasa.

e. Sefalosforin Generasi Ketiga, yaitu ceftriaxon dengan dosis 3-4 gram

dalam dekstrosa 100 cc diberikan selama ½ jam perinfus sekali sehari,

diberikan selama 3-5 hari. Golongan Flurokuinolon (Norfloksasin,

siprofloksasin). Secara relatif obat-obatan golongan ini tidak mahal,

dapat ditoleransi dengan  baik, dan lebih efektif dibandingkan obat-

obatan lini pertama sebelumnya (klorampenicol, ampicilin, amoksisilin

dan trimethoprim-sulfamethoxazole)

f. Fluroquinolon memiliki kemampuan untuk menembus  jaringan yang

baik, sehingga mampu membunuh S. Thypi yang berada dalam stadium

statis dalam monosit/makrophag dan dapat mencapai level obat yang

lebih tinggi dalam gallblader dibanding dengan obat yang lain. Obat

golongan ini mampu memberikan respon terapeutik yang cepat, seperti

menurunkan keluhan panas dan gejala lain dalam 3 sampai 5 hari.

Penggunaan obat golongan fluriquinolon juga dapat menurunkan

kemungkinan kejadian karier pasca pengobatan. Kombinasi 2 antibiotik

atau lebih diindikasikan pada keadaan tertentu seperti toksik tifoid,

peritonitis atau perforasi, serta syok septik. Pada wanita hamil,

14
kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 karena menyebabkan

partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey syndrome pada

neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan pada trimester  pertama karena

memiliki efek teratogenik. Obat yang dianjurkan adalah ampisilin,

amoksisilin, dan ceftriaxon. (Yudhistira.W.2009)

BAB III

KONSEP DASAR KEPERAWATAN

I. Pengkajian

A. Identitas klien

Meliputi nama,, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,

agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit, nomor register dan

diagnosa medik.

B. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama

Keluhan utama demam tifoid adalah panas atau demam yang tidak turun-

turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia, diare serta

penurunan kesadaran.

2. Riwayat penyakit sekarang

Peningkatan suhu tubuh karena masuknya kuman salmonella typhi ke

dalam tubuh.

3. Riwayat penyakit dahulu

Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.

15
4. Riwayat penyakit keluarga Apakah keluarga pernah menderita hipertensi,

diabetes mellitus.

C. Pola-pola fungsi kesehatan

1. Pola nutrisi dan metabolism

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan muntah

saat makan sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak makan sama

sekali.

2. Pola eliminasi Eliminasi alvi. Klien dapat mengalami konstipasi oleh

karena tirah  baring lama. Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami

gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan. Klien dengan

demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang  berakibat keringat

banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan

cairan tubuh.

3. Pola aktivitas dan latihan Aktivitas klien akan terganggu karena harus

tirah baring total, agar tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan

klien dibantu.

4. Pola tidur dan istirahat Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan

peningkatan suhu tubuh.

5. Pola persepsi dan konsep diri Biasanya terjadi kecemasan pada orang tua

terhadap keadaan  penyakitanaknya.

6. Pola sensori dan kognitif Pada penciuman, perabaan, perasaan,

pendengaran dan penglihatan umumnya tidak mengalami kelainan serta

tidak terdapat suatu waham pad klien.

16
7. Pola hubungan dan peran Hubungan dengan orang lain terganggu

sehubungan klien di rawat di rumah sakit dan klien harus bed rest total.

8. Pola penanggulangan stress Biasanya orang tua akan nampak cemas.

D. Pemeriksaan fisik

1. Keadaan umum Didapatkan klien tampak lemah, suhu tubuh meningkat

38– 40 oc dan muka kemerahan

2. Tingkat kesadaran Dapat terjadi penurunan kesadaran (apatis)

3. TTV

4. BB/TB

5. Pengkajian persistem/head to toe

a. Sistem respirasi Pernafasan rata-rata ada peningkatan, nafas cepat dan

dalam dengan gambaran seperti bronchitis.

b. Sistem kardiovaskuler Terjadi penurunan tekanan darah, bradikardi

relatif, hemoglobin rendah.

c. Sistem integumen Kulit kering, turgor kullit menurun, muka tampak

pucat, rambut agak kusam

d. Sistem gastrointestinal Bibir kering pecah-pecah, mukosa mulut

kering, lidah kotor (khas), mual, muntah, anoreksia, dan konstipasi,

nyeri perut, perut terasa tidak enak, peristaltik usus meningkat.

e. Sistem muskuloskeletal Klien lemah, terasa lelah tapi tidak didapatkan

adanya kelainan

17
f. Sistem abdomen Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar

dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. Pada

perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi peristaltik

usus meningkat Pengkajian menurut ( Carpenito, 2007 ), yaitu tahap

pertama proses keperawatan yang meliputi pengumpulan data secara

sistematis dan cermat untuk menentukan status kesehatan klien saat

ini dan riwayat kesehatan masa lalu, serta menentukan status

fungsional serta mengevaluasi pola koping klien saat ini dan masa

lalu. Pengumpulan data diperoleh dengan cara wawancara,

pemeriksaan fisik, observasi, peninjauan catatan dan laporan

diagnostik, kolaborasi dengan rekan sejawat

E. Pemeriksaan penunjang

1. WBC

2. RBC

3. HGB

4. PLT

5. Widal

F. Penatalaksanaan

1. Pengobatan

a. Istrahat 7 hari atau 14 hari

b. Kotrimoksasol

c. Dapat digunakan untuk kasus yang resisten terhadap kloamfenikol,

penyerapan di usus cukup baik, dan kemungkinan timbulnya

18
kakambuhan pengobatan-pengobatan lebih kecil dibandingkan

kloramfenikol.

d. Sulfametoksazoldan 6 –8 mg/kgBB/hari untuk Trimetoprim, diberikan

dalam 2 kali pemberian,selama 10 –14 hari.

e. Ftriakson

Dosis yang dianjurkan adalah 50 –100 mg/kgBB/hari, tunggal atau

dalam2 dosis iv.

f. Sefotaksim

Dosis yang dianjurkan adalah 150 –200 mg/kgBB/hari dibagi dalam

3-4 dosis iv.

g. Siprofloksasin

Dosis yang dianjurkan adalah 2 x 200–400 mg oral

2. Perawatan

a. Kompres hangat

b. Cuci tangan dengan baik dan benar

c. Timbang BB

d. TTV

G. Pemcegahan

1. cuci tangan setelah dari toilet, Cuci tangan dengan sabun dan air bersih

2. Hindari jajan atau membeli makanan dan minuman di tempat yang

kurang bersih.

3. Selain itu, makanlah makanan dan minuman yang sudah dimasak.

19
4. Jangan lupa, air minum harus dimasak terlebih dulu hingga mendidih

(100°C).

5. Lindungi makanan kita dari lalat, kecoa dan tikus karena hewan-hewan

tersebut dapat membawa bakteri Salmonella typhi yang merupakan

penyebab tipus.

II. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan termoregulasi

2. Ketidakseimbagan nutrisis kurang dari kebutuhan tubuh

3. Resiko kekurangan volume cairan

4. Konstipasi

5. Nyeri akut

6. Intoleransi aktivitas

7. Diare

III. Interevensi Keperawatan

1. Diagnosa keperawatan: Ketidakefektifan termoregulasi

Tujuan : Suhu tubuh kemabali normal ( 36 - 37⁰ C ) setelah dilakukan

tindakan keperawatan selama 3x24 jam.

Kriteria Hasil :

1. Suhu klien kembali normal ( 36 – 37 ⁰ C )

2. Badan tidak teraba panas

Intervensi :

1. Kaji vital sign tiap 2-3 jam

2. Anjurkan banyak minum air putih 2 -3 jam

20
3. Anjurkan untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerap keringat.

4. Kompres pada lipatan paha dan aksila

5. Laksanakan program terapi antibiotik, antipiretika, dan pemeriksaan

laboraturium

3. Diagnosa keperawatan: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh

Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi setelah dilakukan asuhan

keperawatan selama 3 x 24 jam.

Kriterian Hasil :

1. Intake nutrisi meningkat

2. Diit habis 1 porsi yang telah disediakan

3. Berat badan stabil

Intervensi :

1. Timbang berat badan secara teratur

2. Kaji pola nutrisi dan perubahan yang terjadi

3. Kaji faktor penyebab gangguan pemenuhan nutrisi

4. Beri diit dalam porsi hangat, porsi kecil tapi sering, lunak

5. Kolaborasi dengan ahli gizi

4. Diagnosa keperawatan: Intoleransi aktivitas berhubungan dengan

kelemahan fisik.

Tujuan : Aktifitas klien meningkat setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 3x24 jam.

Kriteria hasil : kemampuan aktifitas bisa mandiri.

21
Intervensi :

1. Monitor suhu sesering mungkin

2. Ajarkan mobilisasi aktifitas

3. Atur posisi nyaman.

4. Berikan pengetahuan tentang pentingnya beraktifitas

5. Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan aktifitas pada klien.

IV. Implementasi

Implementasi merupakan realita dari rencana tindakan keperawatan yang

telah penulis susun. Pembahasan pada tahap ini meliputi pelaksanaan rencana

tindakan perawatan yang dapat dilakukan dan yang tidak dapat dilakukan

sesuai dengan intervensi pada masing – masing diagnose

V. EVALUASI

Evaluasi meruapakan tahap akhir dari proses keperawatan yang telah

digunakan untuk menentukan seberapa baik rencana keperawatan yang telah

penulis susun, apakah tujuan dapat tercapai, tercapai sebagian, atau belum

tercapai dengan meninjau respon pasien dan kriteria hasil yang telah

ditetapkan. Berikut ini adalah pembahasan evaluasi berdasarkan evaluasi hasil

dari masing – masing diagnosa :

22

Anda mungkin juga menyukai