Anda di halaman 1dari 30

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga laporan kasus dengan judul Tonsilo Faringitis Akut ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Deanty
Ayu,Sp.A, selaku pembimbing dalam penyusunan laporan kasus ini, serta teman-
teman sekalian dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Harapan penulis semoga laporan kasus ini dapat menambah pengetahuan


dan pengalaman bagi para pembaca untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk
maupun menambah isi laporan kasus ini agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman, penulis menyadari


bahwa masih banyak kekurangan dalam laporan kasus ini. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan laporan kasus ini.

1
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar........................................................................................ 1

Daftar Isi................................................................................................. 2

Bab 1 Pendahuluan.................................................................................. 4

A. Latar Belakang............................................................................ 4

Bab 2 Laporan Kasus.............................................................................. 6

A. Identitas Pasien........................................................................... 6
B. Anamnesis.................................................................................. 6
C. Pemeriksaan Fisik....................................................................... 8
D. Pemeriksaan Penunjang.............................................................. 11
E. Problem List............................................................................... 12
F. Diagnosis Kerja.......................................................................... 12
G. Diagnosis Banding.................................................................... 12
H. Penatalaksanaan......................................................................... 13
I. Prognosis.................................................................................... 13
J. Follow Up.................................................................................. 13

Bab 3 Tinjauan Pustaka.......................................................................... 17

A. Definisi Tonsilo Faringitis Akut................................................ 17


B. Epidemiologi.............................................................................. 19
C. Etiologi...................................................................................... 20
D. Patofisiologi TFA...................................................................... 21
E. Manifestasi Klinis..................................................................... 24
F. Diagnosis Banding.................................................................... 25

2
G. Komplikasi dan Prognosis ..................................................... 26
H. Penatalaksanaan....................................................................... 26

Bab 4 Kesimpulan................................................................................... 28

Daftar Pustaka

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyakit pernapasan tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan


mortalitas pada anak-anak. Spektrum penyakit pernafasan adalah luas dan
mencakup penyakit atas dan bawah saluran udara, menular dan jenis non-
menular. Variasi dalam pola morbiditas mortalitas penyakit pernapasan dapat
dipengaruhi oleh berbagai / lingkungan dan iklim variasi di berbagai belahan
dunia. Perkiraan Organisasi Kesehatan Dunia bahwa sekitar 10,6 juta anak di
bawah usia 5 tahun meninggal setiap tahun. Studi epidemiologis menunjukkan
perkiraan yang berbeda dari beban penyakit pernafasan di berbagai negara. Di
US penyakit pernafasan pada anak-anak bertanggung jawab untuk 25% dari
penerimaan rumah sakit. Sementara di Inggris dan Eropa penyakit pernapasan
kontinental berkontribusi 25% dan 13% dari penerimaan rumah sakit. Di
negara berkembang, infeksi saluran pernapasan bersama dengan penyakit
diare merupakan penyebab morbiditas masa kanak-kanak utama dan kematian
terutama pada kelompok usia kurang dari lima. Secara global, analisis
sistemik beban global meninjau 235 penyebab kematian antara tahun 1990 dan
2010, menemukan pneumonia, penyakit pernapasan, sebagai penyebab utama
morbiditas dan mortalitas pada anak-anak berusia di bawah 5 tahun. Terlepas
dari pneumonia, anak-anak mungkin menderita berbagai penyakit pernafasan
mulai dari flu biasa, nasopharyngitis, laringitis, sinusitis, bronchiolitis,
tonsillopharyngitis, asma, TBC, benda asing, aspirasi, dan lain-lain (Niranjan,
2016).

Infeksi saluran pernapasan bagian atas akut tidak terbatas pada saluran
pernapasan dan memiliki sistemik efek, karena kemungkinan perpanjangan
infeksi atau racun mikroba, inflamasi, dan mengurangi fungsi paru-paru.
Infeksi saluran nafas atas adalah penyebab paling umum dari kedua penyakit

4
dan kematian pada anak balita, yang rata-rata 3-6 episode infeksi saluran nafas
atas per tahun terlepas dari negara atau situasi ekonomi. Namun proporsi
penyakit ringan sampai berat bervariasi pada negara berpenghasilan rendah.
Dan karena perbedaan etiologi dan faktor risiko tertentu, keparahan infeksi
saluran pernafasan bawah di balita adalah lebih buruk di negara-negara
berkembang, menghasilkan tingkat fatalitas kasus yang lebih tinggi, meskipun
perawatan medis dapat mengurangi baik keparahan dan kematian (Wolters,
2017).

5
BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

 Nama : An. N S
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Tanggal Lahir : 27 Juni 2010
 Umur : 6 tahun 8 bulan 18 hari
 BB : 20 kg
 TB : 115 cm
 Pekerjaan : Masih bersekolah
 Alamat : Mojoparon Rembang
 Tgl MRS : Tgl 15 Maret 2017
 Tgl Pemeriksaan: Tgl 17 Maret 2017
 Tgl KRS : Tgl 20 Maret 2017
 No. RM : 00324804

B. Anamnesa
1. Keluhan Utama
 Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang

 Pasien datang sendiri dengan keluhan demam sudah 3 hari.


Pada hari Senin tanggal 13 Maret 2017 pasien mengeluhkan
demam. Setelah itu keesokan harinya pada tanggal 14 Maret
2017 di bawa ke dokter dan diberikan obat penurun panas,
panasnya mulai turun. Hari Rabu tanggal 15 Maret 2017 pagi
sampai sore pasien mengeluhkan dingin sampai menggigil.

6
Dan malam harinya panas tinggi dan dibawa ke RSUD Bangil.
Sesak (-), batuk (-), sakit kepala (+), dan muntah (1x).

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.
 Pasien pernah kejang 7 bulan yang lalu.
 Riwayat alergi : pasien tidak ada alergi obat dan tidak ada
alergi makanan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami keluhan
seperti ini.

5. Riwayat Pengobatan
 Sebelum pasien ke RSUD Bangil, pasien mengkonsumsi obat
penurun panas.

6. Riwayat Sosial dan Ekonomi


1. Pasien sudah bersekolah TK 0 besar.
2. Tidak ada teman di lingkungan sekolah atau tetangga yang
sakit seperti pasien.
3. Pasien disekolah nya sering mengkonsumsi jajan ciki,
minuman dingin, dan sosis.

7. Riwayat Persalinan
 Pasien lahir spontan di RSUD Bangil, aterm (9 bulan), berat
badan sekitar 3.300 gram menurut kedua orang tua nya.

8. Riwayat Imunisasi
 Setelah lahir : HB 1, Polio 0
 Usia 1 bulan : HB 2

7
 Usia 2 bulan : DTP1, BCG, Polio 1
 Usia 4 bulan : DTP2, Polio 2
 Usia 6 bulan : DTP3, Polio 3
 Usia 9 bulan : Campak

9. Riwayat Perkembangan
 Ibu pasien mengatakan pertumbuhan dan perkembangan
pasien tidak terlambat, sesuai dengan Kartu Menuju Sehat,
sama seperti anak-anak seusianya :
1. Mengangkat kepala usia 2 bulan
2. Tengkurap usia 4 bulan
3. Merangkak usia 6 bulan
4. Duduk sendiri usia 7 bulan
5. Berdiri usia 9 bulan
6. Berjalan dengan berpegangan usia 12 bulan
7. Berjalan dan mengucapkan 6 kata pada usia 15
bulan

10. Riwayat Makan Minum Anak


 0-2 tahun : ASI
 Sekarang : Susu Formula + makanan padat

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
 Keadaan umum : Lemah
 Kesadaran : Kompos mentis
 GCS : 456
 Tingkat perkembangan :
1. Berat Badan : 20 Kg
2. Tinggi Badan : 115 cm

8
3. Berat Badan Ideal : 21,6 Kg
4. %BBI : 20/21,6 x 100% = 92% (status gizi baik)

9
2. Vital Sign
 Tekanan Darah : 100/70 mmHg
 Heart Rate : 107x / menit
 Suhu : 37,5oC
 Respiratory Rate : 25x/ menit
3. Kepala/Leher
 Kepala : Dalam batas normal
 Mata : Edema palpebra -/-, Mata cowong -/-,
Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterus -/-, pupil isokor
3mm/3mm, refleks cahaya +/+, refleks pupil +/+
 Telinga : Dalam batas normal
 Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), bentuk
dalam batas normal
 Mulut : Mukosa bibir kemerahan, sianosis (-),
faring hiperemi (+), tonsil T2/T2
4. Thorax
 Inspeksi : Bentuk dan pergerakan dada simetris
 Palpasi : Bentuk dan pergerakan dada simetris
 Perkusi : Suara ketok sonor/sonor diseluruh lapang
paru
 Auskultasi : Cor : S1S2 tunggal, Pulmo
:vesikuler/vesikuler
5. Abdomen
 Inspeksi : Bentuk simetris, distended (-)
 Palpasi : Meteorismus (-), turgor kulit menurun (-)
 Perkusi : Timpani semua regio abdomen
 Auskultasi : Bising usus (+)
6. Inguinal, Genitalia, Anus : tidak di evaluasi
7. Ekstremitas Atas dan bawah
 Akral hangat +/+, edema -/-, CRT < 2 detik.

10
D. Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 15 Maret 2017 di IGD

1. Hematologi
LED 31/60
2. Darah Lengkap
 Leukosit (WBC) 11,1 103/µL
 Neutrophil 7,9 103/µL
 Limfosit 2,5 103/µL
 Monosit 0,6 103/µL
 Eosinophil 0,0 103/µL
 Basophil 0,1 103/µL
 Neutrophil% 71,6 %
 Limfosit% 22,5 %
 Monosit% 5, 4 %
 Eosinophil% 0,0 %
 Basophil% 0,5 %
 Eritrosit (RBC) 4,970 106/µL
 Hemoglobin (HGB) 12,50 g/dL
 Hematokrit (HCT) 36,30 %
 MCV 73,00 µM3
 MCH 25,10 pg
 MCHC 34, 30 g/dL
 RDW 11,10 %
 Platelet 287 103/µL
 MPV 5,89 fL

Kimia Klinik

Gula darah

11
 Glukosa darah sewaktu 93 mg/dl
<200

Foto thoraks

E. Problem List
1. Demam
F. Diagnosis Banding
1. Abses retrofaringeal
2. Difteria
3. Abses peritonsilar

G. Diagnosis Kerja
1. Tonsilo Faringitis Akut

12
H. Penatalaksanaan
1. MRS
2. PDx : DL, GDA, Foto thoraks
3. PTx :
 Inf. D5 ½ NS
 Inj. Vicc Sx 4X500mg IV
I. Prognosis
1. Dubia Ad Bonam

J. Follow Up Pasien
Tabel 2.2. Follow Up Pasien

Tgl S O A P

Demam K/U : Tonsilofaringiti Tx :


16/03/1 (+) sudah cukup K/L s akut +  Inf. D5 ½ NS 1500
7 2 hari, : a/i/c/d (-), problem kkal
muntah mata feeding  Inj. Vicc Sx
(+), sesak cowong (-), 4X500 mg IV
(-), tidak mukosa  Termoregulasi
pernah bibir  Diet lunak 1500
memiliki kemerahan, kkal
riwayat faring  Nasi 3x1
sesak hiperemi  Susu 2x100cc
sebelumny (+), tonsil
a T1/T2
Thorax :
simetris,
retraksi (-),
Cor: S1 S2

13
Tunggal
Abd: supel,
BU (+),
asites (-),
distended
(-),
Extre: akral
hangat,
CRT <2
detik, Suhu
: 37,7,oC,
Nadi :
82x/menit,
RR :
30x/menit

18/03/1 Panas (+) K/U: lemah Tonsilofaringiti Tx :


7 naik turun, , K/L : s akut  Inf. D5 ½ NS
batuk (+), tenggoroka 1500cc
muntah (-), n gatal,  Inj. Vicc Sx
tonsil 4X500 mg IV
T2/T2,  Inj. Antrain 3X250
detritus mg
(+),  Pamol syrup
hypremi 3Xcth 1
(+)  Diet lunak 1500
kkal
 Nasi 3x1
 Susu 2x100cc
18/03/1 Panas (+) K/U : Tonsilofaringiti Tx :

14
7 naik turun, Cukup/ s akut  Inf. D5 ½ NS
muntah (-), CM, 1000cc
nyeri telan K/L :  Inj. Vicc Sx di
(-), makan tenggoroka ganti Inj.
minum (+) n gatal, Ceftriaxone
tonsil 2X650 mg
T2/T2,  Inj. Antrain 3X250
detritus mg
(+),  Pamol syrup
hypremi 3Xcth II
(+)  Diet lunak 1500
kkal
 Nasi 3x1
 Susu 2x100cc
19/03/1 Batuk N: Tonsilofaringiti Tx :
7 berkurang, 90X/mnt s akut  Inf. D5 ½ NS
panas (-) suhu : 36 1500cc
RR :  Inj. Vicc Sx
24X/mnt 4X500mg
Tonsil :  Inj. Antrain 3X250
T2/T2 mg
Faring  Pamol syrup
hiperemi 3Xcth II
 Diet lunak 1500
kkal
 Nasi 3x1
 Susu 2x100cc

15
20/03/1 Demam GCS cukup Tonsilofaringiti Tx :
7 (-), nafsu VS stabil s akut + caries  Inf. apf
makan dentis  Ceftriaxone stop
menurun,  Termoregulasi
sesak (-),  Multivit syr
batuk pilek  Diet lunak
(-)  Acc KRS

BAB III

16
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Tonsilo Faringitis Akut

Faringitis merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada anak.
Keterlibatan tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan derajat
beratnya penyakit. Tonsilofaringitis biasanya terjadi pada anak, meskipun
jarang terjadi pada anak di bawah usia 1 tahun. Insiden meningkat sesuai
dengan bertambahnya usia, mencapai puncak pada umur 4-7 tahun,
dan berlanjut hingga dewasa. Insiden tonsilofaringitis streptokokus tertinggi
pada usia 5-18 tahun, jarang di bawah usia 3 tahun dan sebanding antara laki-
laki dengan perempuan. Tonsilofaringitis dapat disebabkan oleh bakteri atau
virus (Srikandi, 2013).
Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke
jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan
tonsilitis, rhinitis dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia 5-
15 th di daerah dengan iklim panas. Faringitis dijumpai pula pada dewasa
yang masih memiliki anak usia sekolah atau bekerja di lingkungan anak-anak
(Muchid, 2005).
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang
terdapat di dalam rongga mulut yaitu: tonsil faringeal (adenoid), tonsil
palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil pangkal lidah), tonsil tuba
eustachius (lateral band dinding faring / Gerlach’s tonsil). Penyebaran infeksi
melalui udara (air bone droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada
semua umur, terutama pada anak (Rusmarjono, 2012).
Berdasarkan waktu berlangsung (lamanya) penyakit, tonsilitis terbagi
menjadi 2, yakni tonsilitis akut jika penyakit (keluhan) berlangsung kurang
dari 3 minggu dan tonsilitis kronis jika inflamasi atau peradangan pada tonsil
palatina berlangsung lebih dari 3 bulan atau menetap. Infeksi terjadi terus-

17
menerus karena kegagalan atau ketidaksesuaian pemberian antibiotik
(Shalihat, 2015).
Ukuran tonsil dapat membantu untuk memprediksi kapan dilakukannya
tonsilektomi pada pasien dengan hipertrofi tonsil dan dengan mengevaluasi
ukuran tonsil secara akurat merupakan faktor penting untuk menentukkan
suksesnya tonsilektomi pada pasien dengan obstruksi jalan nafas. Ukuran
tonsil palatina diklasifikasikan sesuai dengan protokol yang diusulkan oleh L.
Brodsky.

Gambar 1. Ukuran tonsil palatina diklasifikasikan sesuai dengan protokol


yang diusulkan oleh L. Brodsky.

Sumber: Srikandi, Ni Made Putri Rahayu, dkk, 2013. PROFIL


PEMBESARAN TONSIL PADA PASIEN TONSILITIS KRONIS YANG
MENJALANI TONSILEKTOMI DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN 2013 .
Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana / Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah,
Denpasar.

Menurut skema ini:

18
T0 : tidak ada pembesaran tonsil atau atropi dan tanpa obstruksi udara.
T1: tonsil sedikit keluar dimana ukuran tonsil <25% dari diameter orofaring
yang di ukur dari plika anterior kiri dan kanan.
T2 : ukuran tonsil >25% s/d <50% dari diameter orofaring yang di ukur dari
plika anterior kiri dan kanan.
T3: ukuran tonsil >50% s/d <75% dari diameter orofaring yang di ukur dari
plika anterior kiri dan kanan.
T4: ukuran tonsil >75% dari diameter orofaring yang di ukur dari plika
anterior kiri dan kanan.
Berdasarkan the American Academy of Otolaryngology Head and Neck
Surgery (AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi:
 Indikasi absolut yaitu pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan
jalan napas atas, disfagia berat, gangguan tidur, abses peritonsiler
yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase.
 Indikasi relatif yaitu terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun,
meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat dan
tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak
membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-
laktamase.
Menurut Depkes RI 2009 umur adalah satuan waktu yang mengukur
waktu keberadaan benda atau mahluk hidup dengan katogori umur yaitu masa
balita = 0-5 tahun, masa kanak-kanak = 5 - 11 tahun, masa remaja = 12 - 25
tahun, masa dewasa= 26- 45 tahun, Masa Lansia= 46- 65 tahun, dan masa
manula = 65 - sampai atas (Srikandi, 2013).

B. Epidemiologi

Nyeri tenggorokan merupakan gejala klinis utama yang terjadi pada


sepertiga infeksi respiratori atas. Faringitis streptokokus jarang terjadi pada
anak dengan usia sebelum 2-3 tahun, namun insidens meningkat pada anak
usiaz pra sekolah dan mengalami penurunan pada akhir masa remaja sampai
dewasa. Faringitis streptokokus terjadi sepanjang tahun didaerah beriklim

19
subtropis, dengan puncak kejadian pada musim dingin dan musim semi.
Penyakit ini kerap menular antar saudara kandung dan teman sekelas (Karen,
2014).
Kesehatan tenggorok masih menjadi masalah di Indonesia. Kurangnya
pengetahuan dan perilaku hidup sehat menjadi salah satu faktor timbulnya
penyakit tenggorok terutama faringitis dan tonsilitis. Tonsilitis paling sering
terjadi pada anak-anak. Insiden tertinggi berada pada kelompok umur 5-10
tahun. Tonsilitis kronis dalam satu studi dilaporkan di Negara Norwegia,
anak-anak yang menderita tonsilitis sekitar 11,7% sedangkan anak-anak yang
berada di Negara Turki dilaporkan sekitar 12,1%. Berdasarkan data
epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi Indonesia pada tahun 1994-1996,
prevalensi tonsilitis kronis 4,6% tertinggi setelah nasofaringitis akut (3,8%)
(Srikandi, 2013).
Berdasarkan data rekam medis tahun 2010 di RSUP dr. M. Djamil padang
bagian THT-KL sub bagian laring faring ditemukan tonsilitis sebanyak 465
dari 1110 kunjungan di poliklinik sub bagian laring faring dan menjalani
tonsilektomi sebanyak 163 kasus, sedangkan jumlah kunjungan baru
penderita tonsilitis kronik di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar periode
Juni 2008-Mei 2009 sebanyak 63 orang. Dibandingkan dengan jumlah
kunjungan baru pada periode yang sama, maka angka ini merupakan 4,7%
dari seluruh jumlah kunjungan baru. Insiden tonsilitis kronis di RS. Dr.
Kariadi Semarang 23,26%. Sedangkan penelitian yang dilakukan di Malaysia
pada Poli THT Rumah Sakit Sarawak selama 1 tahun dijumpai 8.118 pasien,
dalam jumlah pen-derita penyakit tonsilitis kronis menempati urutan keempat
yakni sebanyak 657 (81%) penderita (Gusmanto, 2015).

C. Etiologi

Faringitis dan tonsilitis akut yang paling umum disebabkan oleh bakteri
Streptococcus pyogenes yang merupakan Streptocci Grup A hemolitik.
Bakteri lain yang mungkin terlibat adalah Streptocci Grup C,
Corynebacterium diphteriae, Neisseria Gonorrhoeae. Streptococcus

20
Hemolitik Grup A hanya dijumpai pada 15-30% dari kasus faringitis pada
anak-anak dan 5-10% pada faringitis dewasa. Penyebab lain yang banyak
dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus-virus saluran napas seperti adenovirus,
influenza, parainfluenza, rhinovirus dan respiratory syncytial virus (RSV).
Virus lain yang juga berpotensi menyebabkan faringitis adalah echovirus,
coxsackievirus, herpes simplex virus (HSV). Epstein barr virus (EBV)
seringkali menjadi penyebab faringitis akut yang menyertai penyakit infeksi
lain. Faringitis oleh karena virus dapat merupakan bagian dari influenza
(Muchid, 2005).

D. Patofisiologi

Patofisiologi dari faringitis dan tonsilitis akut adalah penularan


terjadi melalui droplet. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel kemudian bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi terjadi
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada
stadium awal terdapat hiperemi, kemudian oedem dan sekresi yang
meningkat. Eksudat mula-mula serosa tapi menjadi menebal dan
cenderung menjadi kering dan dapat melekat pada dinding faring. Dengan
hiperemi, pembuluh darah dinding faring menjadi lebar. Bentuk sumbatan
yang berwarna kuning, putih, atau abu – abu terdapat folikel atau jaringan
limfoid. Tampak bahwa folikel dan bercak – bercak pada dinding faring
posterior atau terletak lebih ke lateral menjadi meradang dan membengkak
sehingga timbul radang pada tenggorok atau faringitis (Gusmanto, 2015).
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (2008) patogenesis dari
faringitis akut yaitu bakteri maupun virus dapat secara langsung
menginfasi mukosa faring yang kemudian menyebabkan respon
peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder
akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring
uvula, dan palatum mole. Perjalanan penyakitnya ialah terjadi inokulasi
dari agen infeksius di faring yang menyebabkan peradangan local,

21
sehingga menyebabkan eritema faring, tonsil, atau keduanya. Infeksi
streptokokus ditandai dengan invasi local serta penglepasan toksin
ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus yang khusus dan SBHGA
terutama terjadi akibat kontak tangan dengan secret hidung di bandingkan
dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah masa inkubasi yang
pendek, yaitu 24-72 jam (Febriani, 2012).

22
Gambar 2. Patofisiologi tonsilofaringitis akut.

Sumber: Febriani Alfiana Dewi, 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.D


DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : FARINGITIS AKUT DI
RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. DIII Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

23
E. Manifestasi Klinis
Inflamasi faring menyebabkan nyeri tenggorokan, disfagia, dan
demam. Apabila proses radang lebih menonjol pada area tonsil, maka
digunakan istilah tonsilitis atau tonsilofaringitis.
Awitan faringitis streptokokus seringkali cepat dan memiliki gejala
nyeri tenggorokan yang hebat dan demam sedang sampai tinggi. Sakit
kepala, mual, muntah dan nyeri abdomen adalah gejala klinis yang sering
terjadi. Karakterisktik penyakit ini adalah adanya tonsil yang memerah
seperti buah cherry, membesar dan diliputi oleh eksudat kekuningan yang
berbercak darah. Dapat ditemukan petekie atau lesi berbentuk seperti
donat pada palatum molle dan faring posterior. Area uvula berwarna
merah, berbintik-bintik, dan bengkak. Kelenjar limfe anterior membesar
dan nyeri bila disentuh. Namun, pad sebagian besar anak faringitis timbul
dengan eritema ringan tanpa adanya eksudat pada tonsil ataupun
limfadenitis servikalis. Penegakan diagnosis faringitis streptokokus tidak
dapat dilakukan hanya berdasar manifestasi klinis semata.
Selain nyeri tenggorokan dan demam, pada beberapa pasien
terdapat stigmatat demam klarlatina ( scarlet fever ), yaitu pucat pada area
sirkumoral, lidah seperti stoberi (strawberry tongue), dan ruam
makulopapular eritematosa yang bersifat difus, yang menimbulkan rasa
menonjol (goose flesh). Lidah pada awalnya tertutup lapisan putih, namun
papila lidah yang berwarna merah dan edema tampak menembus lapisan
tersebut, sehingga tampak gambaran white strawberry tongue. Saat lapisan
putih terkelupas, lidah di area yang dikerok akan berwarna merah seperti
daging segar dan terlihat tonjolan-tonjolan papila (Karen, 2014).
Kriteria Centor adalah seperangkat kriteria yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi kemungkinan infeksi bakteri pada pasien dewasa
mengeluh sakit tenggorokan. Dikembangkan sebagai metode untuk cepat
mendiagnosa kehadiran Grup A infeksi streptokokus atau diagnosis
faringitis streptokokus (Robert, 2015).

24
Gambar 3. Centor Score
Sumber : Robert M, dkk, 2015, The Clinical Presentation of Fusobacterium-
Positive and Streptococcal-Positive Pharyngitis in a University Health Clinic
A Cross-sectional Stud. American College of Physicians. www.annals.org

Kriteria Centor awalnya dikembangkan untuk orang dewasa. Sebuah studi


yang diterbitkan dalam British Medical Journal pada 2013 melihat apakah itu
bisa diterapkan untuk anak-anak berusia 2-16. Itu sebuah penelitian
retrospektif (2008-2010) dan melihat 441 anak-anak yang menghadiri gawat
darurat rumah sakit Belgia dan memiliki swab tenggorokan diambil. Ini
menyimpulkan bahwa kriteria Centor tidak efektif dalam memprediksi
kehadiran Grup A streptokokus beta-hemolitik (yakni antibiotik pengobatan
layak) pada kultur swab tenggorokan pada anak-anak.

F. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding infeksi faringitis termasuk infeksi lokal pada
rongga mulut, abses retrofaringeal (S.aureus, streptokokus, anaerob),
difteria (apabila tidak diimunisasi), abses peritonsilar (infeksi akut tonsil
yang memicu terjadinya abses peritonsilar, nyeri tenggorokan atau

25
pembengkakan tonsil unilateral yang disebabkan oleh streptokokus,
anaerob, atau walaupun jarang terjadi, S. Aureus) dan epiglotis. Sebagai
tambahan mukositis neutropenia (leukemia, anemia palstik),
sariawan/thrush (kandidiasis sekunder akibat defisiensi sel T), ulserasi
autoimun (SLE, penyakit Behcet), dan penyakit Kawasaki dapat
menyebabkan faringitis (Karen, 2014).

G. KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS


Faringitis akibat kuman streptokokus atau virus respiratori,
umumnya sembuh sempurna. Komplikasi faringitis akibat streptokokus
group A termasuk komplikasi supuratif lokal seperti abses parafaringeal
dan infeksi pada area leher bagian dalam yang berbatasan dengan wajah,
dan komplikasi non-supuratif, seperti demam reumatik dan
glomerulonefritis pasca infeksi sreptokokus (Karen, 2014).

H. PENATALAKSANAAN
Walaupun tidak diobati, sebagian besar episode faringitis streptokokus
akan sembuh dengan sendirinya setelah beberapa hari (Karen, 2014):

1. TATA LAKSANA UMUM


 Istirahat cukup
 Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup
 Pemberian obat kumur dan obat hisap pada anak yang lebih besar
untuk mengurangi nyeri tenggorok
 Pemberian antipiretik, dianjurkan parasetamol atau ibuprofen.
2. TERAPI ANTIBIOTIK
Pemberian antibiotik harus berdasarkan gejala klinis dugaan
faringitis streptokokus dan diharapkan didukung hasil Rapid antigen
detection test dan/atau kultur positif dari usap tenggorok.

26
Tujuan : untuk menangani fase akut dan mencegah gejala sisa.
Antibiotik empiris dapat diberikan pada anak dengan klinis mengarah ke
faringitis streptokokus, tampak toksik dan tidak ada fasilitas pemeriksaan
laboratorium (Karen J. Marcdante, dkk, 2014, Nelson Ilmu Kesehatan
Anak Esensial Edisi Keenam. Elsevier Singapura : hal 513-516).

 Golongan penisilin (pilihan untuk faringitis streptokokus)


1. penisilin V oral 15-30 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosis selama 10
hari atau
2. Amoksisilin 50mg/kgBB/hari dibagi 2 selama 6 hari.

Bila alergi penisilin dapat diberikan :


•Eritromisin etil suksinat 40 mg/kgBB/hari atau

•Eritromisin estolat 20-40 mg/kgBB/hari dengan pemberian 2,3 atau 4


kali perhari selama 10 hari.

•Makrolid baru misalnya azitromisin dosis tunggal 10 mg/kgBB/hari


selama 3 hari
Tidak dianjurkan: antibiotik golongan sefalosporin generasi I dan II
karena resiko resistensi lebih besar.
Jika setelah terapi masih didapatkan streptokokus persisten, perlu
dievaluasi :
•Kepatuhan yang kurang

•Adanya infeksi ulang

•Adanya komplikasi misal: abses peritonsilar

•Adanya kuman beta laktamase.

Penanganan faringitis streptokokus persisten :


•Klindamisin oral 20-30 mg/kgBB/hari (10 hari) atau

•Amoksisilin clavulanat 40 mg/kgBB/hari terbagi 3 dosis selama 10


hari atau

27
•Injeksi benzathine penicillin G intramuskular, dosis tunggal 600.000
IU (BB<30 kg) atau 1.200.000 IU (BB>30 kg).
BAB IV

KESIMPULAN

Pasien datang sendiri dengan keluhan demam sudah 3 hari. Pada hari Senin
tanggal 13 Maret 2017 pasien mengeluhkan demam. Setelah itu keesokan harinya
pada tanggal 14 Maret 2017 di bawa ke dokter dan diberikan obat penurun panas,
panasnya mulai turun. Hari Rabu tanggal 15 Maret 2017 pagi sampai sore pasien
mengeluhkan dingin sampai menggigil. Dan malam harinya panas tinggi dan
dibawa ke RSUD Bangil. Sesak (-), batuk (-), sakit kepala (+), dan muntah (1x).
Tidak ada keluarga, teman, atau tetangga yang sakit seperti ini.

Dari pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum tampak lemah, mukosa


bibir kemerahan, faring hiperemi, tonsil T2/T2, bising usus (+). Pemeriksaan
penunjang darah lengkap didapatkan nilai leukosit 11,1; hemoglobin 12,50 g/dL;
hematokrit 36,30%, serta trombosit 287 103/µL. Berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, pasien ini
didiagnosis dengan Tonsilo Faringitis Akut.

Penatalaksanaan yang telah diberikan pada pasien ini selama berada di rumah
sakit adalah terapi suportif dan medikamentosa. Terapi suportif berupa bed rest,
serta kebutuhan cairan dan kalori yang adekuat, diet makanan lunak (mudah
dicerna). Sedangkan terapi medikamentosa diberikan inf. D5 ½ NS 1500cc,
inj.Vicc Sx 4x500mg IV, inj.Antrain 3x350mg, dan pamol syrup 3xcth1.

Pasien KRS pada tanggal 20 Maret 2017 dalam kondisi baik, tidak ada
penyulit. Pasien sudah merasa baik. Pasien sudah tidak mengeluhkan panas.
Makan dan minum pasien baik.

28
Daftar Pustaka

1. Alan L, dkk, 2011, Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of
Group A Streptococcal Pharyngitis. Department of Medicine, University of
Miami School of Medicine and Veterans Affairs Medical Center, Miami,
Florida.
2. Bisno AL, Gerber MA, dkk, 2010, Pharyngitis-Tonsillitis in Children and
Adults. This clinical guide is provided for information purposes and is not a
substitute for the practitioner’s judgment.
3. Febriani Alfiana Dewi, 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.D
DENGAN GANGGUAN SISTEM PERNAFASAN : FARINGITIS AKUT DI
RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. DIII Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta.
4. Gusmanto P Sanpardi, 2015, Survei Kesehatan Tenggorok Pada Masyarakat
Pesisir Pantai Bahu. Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado.
Bagian/SMF Telinga Hidung Tenggorok-Bedah Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado
5. Karen J. Marcdante, dkk, 2014, Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial Edisi
Keenam. Elsevier Singapura : hal 513-516
6. Muchid Abdul, Drs.Apt, 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan, 2005, Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI.
7. New GAS Pharyngitis Guidelines, 2012-2013 Nelson's Pediatric
Antimicrobial Therapy. Diakses dari : https://www.aap.org/en-us/professional
resources/Nelsons/Pages/New-GAS-Pharyngitis-Guidelines.aspx
8. Niranjan Nagraraj, dkk, 2016, A study of prevalence and frequency of
respiratory illness in hospitalized children in North West part of Rajasthan.

29
Indian Journal of Immunology and Respiratory Medicine, January-March
2016;1(1);5-8
9. Rusmarjono, Efiaty Arsyad, 2012. Faringitis, Tonsilitis, dan hipertrofi
Adenoid. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok
Kepala & Leher. Edisi Ketujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI : hal 195-203.
10. Robert M, dkk, 2015, The Clinical Presentation of Fusobacterium-Positive
and Streptococcal-Positive Pharyngitis in a University Health Clinic A
Cross-sectional Stud. American College of Physicians. www.annals.org
11. Srikandi, Ni Made Putri Rahayu, dkk, 2013. PROFIL PEMBESARAN TONSIL
PADA PASIEN TONSILITIS KRONIS YANG MENJALANI TONSILEKTOMI
DI RSUP SANGLAH PADA TAHUN 2013 . Bagian/SMF Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /
Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah, Denpasar.
12. Shalihat Annisa Oktaria, dkk, 2015. Hubungan Umur, Jenis Kelamin dan
Perlakuan Penatalaksanaan dengan Ukuran Tonsil pada Penderita Tonsilitis
Kronis di Bagian THT-KL RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2013.
Pendidikan Dokter FK UNAND (Fakultas Kedokteran Universitas Andalas
Padang).
13. Stig E. Holm, 2000,Treatment od recurrent tonsillopharyngitis. Journal of
Antimicrobial Chemotherapy.
14. Tonsillitis. Source Tonsils and the Adenoid (Copyright © 1997 American
Academy of Pediatrics, Updated 3/1999). Diakses dari :
https://www.healthychildren.org/English/health-issues/conditions/ear-nose-
throat/Pages/Tonsillitis.aspx
15. Wolters Kluwers, 2017, Acute respiratory infections in children: Can we
prevent?. Indian Journal of Health Sciences

30

Anda mungkin juga menyukai