Anda di halaman 1dari 21

JUAL BELI

A. Jual-Beli
1. Definisi Jual beli
2. Dasar-Dasar Jual Beli
3. Hukum jual beli
4. Syarat-Syarat Jual beli
5. Rukun-Rukun Jual Beli
6. Prinsip-prinsip jual Beli
7. Keutamaan Jual Beli
8. Macam-macam jual Beli
9. Khiyar dalam Jual Beli
10. Etika Jual Beli
11. Jual Beli yg Dilarang

A. Pengertian Jual Beli


- jual beli secara etimologi adalah pertukaran.
- secara terminologi jual beli adalah adanya proses tukar menukar barang yang bernilai dg
semacamnya, dg cara yg sah dan khusus, yaitu dg ijab qabul, dan dg kesepakatan serta
adanya saling ridha oleh para pihak, baik dari penjual maupun dari pembeli.
- Tukar menukar harta dg harta (barang dg uang) scr suka rela dg akad tertentu dg tujuan
utk memiliki barang.

Di dalam hukum Islam, jual beli termasuk ke dalam lapangan hukum


perjanjian/perikatan, atau aqd dalam bahasa Arab. Jual beli adalah kegiatan tukar
menukar antara barang dengan uang, antara benda dengan benda lain dengan jalan saling
merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang
diperbolehkan1.
Jual beli menurut bahasa artinya menukar kepemilikan barang tersebut atau
saling tukar menukar. Kata al-bai’ (jual) dan al-syira’ (beli) dipergunakan dalam
pengertian yang sama. 2Secara linguistik, jual beli berarti pertukaran sesuatu dengan
sesuatu. Kata al-bai‟ (jual) dan al-syirâ (beli) dipergunakan biasanya dalam pengertian
yang sama, tetapi mempunyai makna yang bertolak belakang. 3
Secara istilah, menurut madzhab Hanafiyah, jual beli adalah pertukaran harta
dengan harta dengan menggunakan cara tertentu. Imam Nawawi dalam kitab Majmû’
mengatakan bahwa jual beli merupakan tukar menukar barang dengan barang dengan
maksud memberi kepemilikan.
Dari beberapa definisi tentang jual beli yang telah diuraikan, dapat diambil
kesimpulan bahwa jual beli secara etimologi adalah pertukaran. Sedangkan secara
terminologi adanya proses tukar menukar barang yang bernilai dengan semacamnya,
dengan cara yang sah dan khusus, yaitu dengan ijab qabul, dan dengan kesepakatan serta
adanya saling ridha oleh para pihak, baik dari penjual maupun dari pembeli.
Dalam pandangan islam, jual beli dianggap sebagai sarana dalam tolong menolong buat
sesama manusia. Jual beli tidak hanya dilihat sebagai mencari keuntungan semata, tetapi juga
dipandang sebagai sarana untuk membantu sesama saudara. Penjual membantu pembeli untuk
memenuhi kebutuhannya sedangkan pembeli membantu penjual untuk memperoleh
keuntungan sebagai nafkah bagi penjual. Maka dari itu, jual beli dianggap sebagai kegiatan
yang mulia karena ada unsur tolong menolong di dalamnya.

1
Hendi Suhendi, Fiqh Muâmalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2010),hlm 68.

2
Moh. Thalib, Tuntunan Berjual Beli Menurut Hadist Nabi (Surabaya: PT bina ilmu, 1977), hlm. 7
3
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Diterjemahkan oleh Kamaluddin A Marzuki, jilid 12
(Bandung: al- Ma‟arif, 1996),hlm. 44
B. Dasar -Dasar Jual Beli

1. QS. Al Baqarah ayat 275


‫َواَ َح َّل هّٰللا ُ ْال َبي َْع َو َحرَّ َم الرِّ ٰبو‬
“….Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….”.

2. QS. Al Baqarah ayat 282

ْ ‫ْن ا ٰ ِٓلى اَ َج ٍل م َُّس ًّمى َف‬


‫اك ُتب ُْو ۗهُ َو ْل َي ْك ُتبْ َّب ْي َن ُك ْم‬ ٍ ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْٓوا ِا َذا َتدَا َي ْن ُت ْم ِبدَ ي‬
‫َكا ِت ۢبٌ ِب ْال َع ْد ۖ ِل‬
“Hai orang-orang yg beriman, apabila kamu bermuamalah, tidak scr tunai utk waktu yg
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara
kamu menuliskannya dengan benar…”

3. QS. An-Nisa’ ayat 29

َ َ‫ٰ ٓيا َ ُّي َها الَّ ِذي َْن ٰا َم ُن ْوا اَل َتْأ ُكلُ ْٓوا ا‬
َ ‫مْوا َل ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِب ْالبَاطِ ِل ِآاَّل اَنْ َت ُك ْو َن ت َِج‬
ْ‫ار ًة َعن‬
‫اض ِّم ْن ُك ْم‬ ٍ ‫َت َر‬
Artinya: “Hai orang-orang yg beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dg jalan yg batil, kecuali dg jalan perniagaan yg berlaku dg suka sama-suka di antara
kamu…”

4. Hadis :
‫انما البيع عن تراض‬
artinya :“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)

5. Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang mempunyai landasan
kuat dalam Al-Qur’an dan Sunnah. terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang berbicara tentang jual
beli, di antaranya dalam surah Al-Baqarah ayat 275 yang berbunyi:

Yang artinya, “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti
berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama
dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba),
maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya
(terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-
penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”17

Di ayat diatas jelaskan bahwa jaul beli itu diperbolehkan oleh Allah bahkan dihalalkan dan riba
diharamkan. Selanjutnya pada Qs. Al-Baqarah ayat 282

Yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di
antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang
berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu

2
orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan,
maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi
dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki
dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka yang
seorang mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali
jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan
janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka
sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”18

Ayat diatas menjelaskan hendaknya dalam melakukan jual beli tidak saling menyulitkan karena
hal tersebut termasuk kefasikan terhadap diri sendiri. Dalam Qs. An-Nisa ayat 29 juga
menjelaskan bahwa jual beli haruslah dilandasi dengan suka sama suka antara kedua belah pihak,
sebagai berikut:

Yang artinya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.”19

Selain harus ada saling suka sama suka dalam melakukan jual beli di ayat diatas juga melarang
memekan harta sesama manusia dengan cara yang tidak baik. Dalam beberapa hadist Rasulullah
juga menjelaskah bahwa jual beli yang sah adalah jual beli yang dilandasi rasa suka sama suka
kedua belah pihak sebagai berikut:

Yang artinya :“Sesungguhnya jual beli itu hanya sah jika suka suka sama suka.” (HR Bukhari)
Dihadist yang diriwayatkan oleh :

Yang artinya :“Dua orang jual beli boleh memilih akan meneruskan jual beli mereka atau tidak,
selama keduanya belum berpisah dari tempat akad.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dari hadis tersebut dapat disimpulkan bahwa apabila seseorang melakukan jual beli dan tawar
menawar dan tidak ada kesesuaian harga antara penjual dan pembeli, si pembeli boleh memilih
akan meneruskan jual beli tersebut atau tidak. Apabila akad (kesepakatan) jual beli telah
dilaksanakan dan terjadi pembayaran, kemudian salah satu dari mereka atau keduanya telah
meninggalkan tempat akad, keduanya tidak boleh membatalkan jual beli yang telah disepakatinya.

Dan hadist Nabi yang berasal dari Said bin Umar menurut riwayat alBazar yang disahkan oleh al-
Hakim:

Yang artinya, “Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang
paling baik; nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli yang mabrur”.

Hukum Jual Beli

Dari kandungan ayat-ayat Al-quran dan sabda-sabda Rasul di atas, para ulama
fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli yaitu mubah (boleh). Akan
tetapi, pada situasi-situasi tertentu. Menurut Imam al-Syathibi (w. 790 h), pakar
fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib. Imam al-Syathibi memberi
contoh ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang sehingga stok hilang
dari pasar dan harga melonjak naik). Apabila seorang melakukan ihtikar dan

3
mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbun dan disimpan itu,
maka menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk menjual
barangnya itu sesuai dengan harga sebelum terjadinya pelonjakan harga. Dalam
hal ini menurutnya, pedagang itu wajib menjual barangnya sesuai dengan
ketentuan pemerintah.

6. Prinsip-prinsip jual Beli


a. Prinsip keadilan
b. Suka sama suka
c. Bersikap benar, amanah, dan jujur.
- Benar x menutupi aib brg
- Amanah: mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya. menjelaskan ciri-ciri,
kualitas,dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa melehi-lebihkannya
- Jujurx curang : melipatgandakan harga ke org tdk tahu pasaran
d. Tidak mubazir (boros): agama yg memerangi kekikiran dan kebatilan.
e. Kasih sayang: yg kuat membantu yg lemah, tdk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya

Prinsip Prinsip Jual beli diantaranya ialah:

a. Prinsip keadilan
Berdasarkan pendapat Islam adil merupakan aturan paling utama dalam semua aspek
perekonomian”. Salah satu ciri keadilan ialah tidak memaksa manusia membeli barang
dengan harga tertentu, jangan ada monopoli, jangan ada permainan harga, serta jangan
ada cengkeraman orang yang bermodal kuat terhadap orang kecil yang lemah.
b. Suka sama suka
Prinsip ini merupakan kelanjutan dari asas pemerataan, asas ini mengakui bahwa setiap
format muamalah antar pribadi atau antar pihak harus berdasarkan kerelaan masing-
masing, kerelaan disini dapat berarti kerelaan mengerjakan suatu format muamalat,
maupun kerelaan dalam menerima atau memberikan harta yang dijadikan objek dalam
format muamalat lainnya”.
c. Bersikap benar, amanah, dan jujur.
1) Benar: Benar ialah merupakan ciri utama orang mukmin, bahkan ciri pada Nabi.
Tanpa kebenaran, agama tidak bakal tegak dan tidak bakal stabil. Bencana
terbesar di dlm pasar saat ini ialah meluasny tindakan dusta dan bathil, misalnya
berdusta dlm mempromosikan barang dan menetapkan harga, oleh sebab itu salah
satu karakter pedagang yang urgen dan diridhai oleh Allah ialah kebenaran.
Karena kebenaran menyebabkan berkah bagi penjual maupun pembeli, andai
keduanya bersikap benar dan mau menjelaskan kelemehan barang yg
diperdagangkan maka dua-duanya mendapatkan berkah dari jual belinya. Namun
andai keduanya saling menutupi aib barang dagangan itu dan berbohong, maka
andai mereka mendapat laba, hilanglah berkah jual beli itu”.
2) Amanah: Maksud amanat ialah mengembalikan hak apa saja kepada pemiliknya,
tidak mengambil sesuatu melebihi haknya dan tidak meminimalisir hak orang
lain, baik berupa harga atau upah Dalam berniaga dikenal dengan istilah”
memasarkan dengan “amanat” seperti menjual murabaha “ maksudnya, penjual
menjelaskan ciri-ciri, kualitas,dan harga barang dagangan kepada pembeli tanpa
melehi-lebihkannya. Di dalam hadist Qutdsi, Allah berfirman: “ Aku ialah yang
ketiga dari dua orang berserikat, selama salah satu dari keduanya tidak
menghianati temannya. Apabila salah satu dari keduanya berkhianat, aku keluar
dari mereka”.
3) Jujur (setia): disamping benar dan amanat, seorang pedagang harus berlaku jujur,
dilandasi suapaya orang lain mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan
sebagaimana ia menginginkannya dengan menjelaskan cacat barang dagangnya

4
yg dia ketahui dan yang tidak terlihat oleh pembeli. Salah satu sifat curang ialah
melipatkan gandakan harga terhadap orang yang tidak mengetahui harga pasaran.
Pedagang mengelabui pembeli dengan memutuskan harga diatas harga pasaran.

d. Tidak mubazir (boros):


Islam mengharuskn setiap orang membelanjakan harta miliknya utk memenuhi keperluan
diri pribadinya dan keluarganya serta menafkahkannya dijalan Allah dengan kata lain,
Islam ialah agama yg memerangi kekikiran dan kebatilan. Islam tdk mengizinkan
tindakan mubazir sebab Islam mengajarkan agar konsumen bersikap sederhana
e. Kasih sayang:
Kasih sayang dijadikan lambang dari risalah Muhammad SAW, dan Nabi sendiri
menyikapi dirinya dengan kasih sayang beliau bersabda “Saya ialah seorang yang
pengasih dan mendapat petunjuk”. Islam mewajibkan mengasih sayangi manusia dan
seorang pedagang jangan hendaknya perhatian umatnya dan tujuan usahanya untuk
mengeruk keuntungan sebesar-besarnya Islam ingin mengatakan dibawah naungan norma
pasar, kemanusiaan yang besar menghormati yang kecil, yang kuat membantu yang
lemah, yang bodoh belajar dari yang pintar, dan manusia menentang kezaliman”.

7. Rukun dan Syarat Jual Beli

Rukun jual beli yaitu :


1. Para pihak yg bertransaksi (penjual dan pembeli
2. Harga nilai tukar pengganti barang atau objek transaksi
3. Sigat (lafal ijab qabul)
4. Barang yg diperjual belikan

Syarat Jual Beli

Adapun syarat dimaksudkan utk menjamin bhw jual beli yg dilakukan akan membawa
kebaikan bg kedua belah pihak dan tdk ada yg dirugikan.

Syarat jual beli ada empat: Pertama, syarat terbentuknya / terpenuhinya Akad (syurut al-
in’iqad), Kedua, Syarat berlakunya akibat hukum jual beli (syurut al-nafadz: Ketiga,
syarat keabsahan, Keempat, Syarat mengikat dalam akad jual beli

Pertama, syarat terbentuknya / terpenuhinya Akad (syurut al-in’iqad)

1. Syarat para pihak


a. Berakal atau mumayyidz
b. Lebih dari satu pihak
2. Syarat Akad
Kesesuaian antara ijab dan kabul
3. Syarat Tempat/lokasi akad
Dalam satu majlis
4. Barang sbg objek transtaksi
a. Benar-benar ada dan nyata = x sapi msh dlm kandungan
b. Barang bernilai, dapat disimpan dan dimanfaatkan serta tdk menimbulkan
kerusakan
c. Barg objek transaksi hak milik scr sah, kepemilikn sempurna = x pasir di sungai
d. Objek dpt diserahkan saat transaksi. = x binatang liar
5. Syarat Ijab kabul
a. Oleh org yg berakad: cakap hkm = berakal, mumayyiz, tahu hak kew
b. Kesesuaian ijab dg kabul, baik kualitas pun kuantitas, termasuk ttg harga dan
system pembayaran
c. Dalam satu majelis atau dlm tempat berbeda tp saling mengetahui

5
Kedua, Syarat berlakunya akibat hukum jual beli (syurut al-nafadz:

1. Kepemilikan dan otoritasnya : para pihak cakap hukum atau diwakilkan


2. Barang objek transaksi milik sah penjual

Ketiga, syarat keabsahan

Syarat Umum Keabsahan, tsb di atas ditambah:


1. Barang dan harganya diketahui (nyata)
2. Tdk bersifat sementara
3. Membawa manfaat – tdk sah dirham dg dirham
4. Tdk ada syarat merusak transaksi, spt yg menguntungkan salah satu pihak. Syarat
merusak spt syarat yg tdk dikenal syara’, tdk diperkenankan scr adat

Syarat Khusus
1. Penyerahan barang
2. Diketahuui harga awal
3. Barang dan harga penggantinya sama nilainya
4. Terpenuhinya syarat salam, spt penyerahan uang sbg modal dlm jual beli salam
5. Salah satu barang yg ditukar bkn uang piutang

Selain syarat di atas, ada tambahan syarat yg menentukan keabsahan akad setelah suarat
terbentuknya akad terpenuhi.

Syarat tambhan ini:


1. Pernyataan kehendak harus dilakukan scr bebas tanpa paksaan dari manapun
2. Penyerahan objek transaksi jual beli tdk menimbulkan bahaya
3. Bebas dari gharar
4. Bebas dari riba

Keempat, Syarat mengikat dalam akad jual beli


1. Terbebas dari sifat atau syarat yg ada pada dasarnya tdk mengikat para pihak
2. Terbebas dari khiyar, akad yg masih tergantung dg hak khiyar baru mengikat ktk hak
khiyar telah berakhir.

Rukun dan Syarat Jual Beli

Agar suatu perjanjian atau aqad jual beli yang akan dilaksanakan oleh para pihak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, maka transaksi tersebut harus memenuhi
rukun dan syarat jual beli.
Adapun yang menjadi rukun jual beli yaitu :
1. Adanya pihak penjual dan pembeli
2. Adanya harga untuk nilai tukar benda atau objek transaksi
3. Adanya lafadz atau ijab qabul

Sedangkan berdasarkan pendapat jamhur ulama’ rukun jual beli harus mencakup empat macam,
antara lain: a. Akidain (penjual dan pembeli). b. Ada barang yang dibeli. c. Sighat ( lafad ijab dan
qabul). d. Ada nilai tukar pengganti barang”.

Sedangkan syaratnya meliputi :4


1. Tentang Subjeknya
a. Berakal
b. Kehendak sendiri atau tanpa paksaan

4
Ibid,hlm. 34-36

6
c. Tidak mubadzir
d. Baligh
2. Tentang objeknya
a. Bersih barangnya
b. Dapat dimanfaatkan
c. Milik orang yang melakukan akad, Maksudnya bahwa orang yang melakukan
perjanijian jual beli atas sesuatu barang adalah pemilik sah barang tersebut dan
telah mendapat izin dari pemilik sah barang tersebut.
d. Mampu menyerahkannya, Maksudnya penjual (sebagai pemilik maupun sebagai
kuasa) dapat menyerahkan barang yang dijadikannya sebagai objek jual beli
sesuai dengan bentuk dan jumlah yang diperjanjikan pada waktu penyerahan
barang kepada pembeli.
e. Mengetahui, Maksudnya melihat sendiri keadaan barang, baik mengenai takaran,
timbangan dan kualitasnya
f. Barangnya yang diakadkan ada ditangan, menyangkut perjanjian jual beli atas
sesuatu barangyang belum ditangan (tidak dalam pengusaan penjual) adlah
dilarang, karena bisa jadi barang rusak atau tidak dapat diserahkan sebagaimana
telah diperjanjikan5.

8. Syarat- Syarat Jual beli


- Jumhur: sah jk dilakukan : sdh balig, berakal, kemauan sendiri, dan berhak
membelanjakan hartanya
- Anak kecil: tdk balig:
-Syafi’i, Maliki: tdk sah
-Hanafi, Hambali : sah jika mumayyiz & telah izin ortu (sebelum/sesudahnya)
- Jual beli Mua’athah : tanpa ijab Kabul (spt skrg ini
-Syafi’i, Hanafi, Hambali : tdk sah > namun Riwayat lain sah terutama yg kecil2
- - Maliki : sah

Adapun Syarat- syarat jual beli diantaranya ialah:

a. Syarat Jual Beli Adapun syarat jual beli harus sesuai rukun jual beli sebagaimana berdasarkan
pendapat jumhur ulama, sebagai berikut:

1) Syarat orang yang sedang berakad antara lain berakal maksudnya orang gila atau belum orang
yang belum mumayiz tidak sah dan yang mengerjakan akad tersebut harus orang yang berbeda.

2) Syarat yang berhubungan dengan ijab dan qabul, semua ulama sepakat unsur utama dalam jual
beli yakni kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan kedua belah pihak dapat dilihat dari ijab dan
qabul. Para ulama’ fiqih berpendapat syarat-syarat dalam ijab qabul di antaranya: orang yang
mengucapkan telah balig dan berakal, qabul yang dilaksanakan harus sesuai ijab, ijab dan qabul
harus dilaksanakan dalam satu majlis.

3) Syarat barang yang diperjual belikan (ma’qud alaih), antara lain: barang ada atau tidak ada di
tempat tapi penjual menyatakan Jual Beli dan kesanggupannya untuk mengadakan barang tersebut,
dapat berfungsi atau difungsikan

4) barang sudah ada pemiliknya, boleh diserahkan pada saat akad berlangsung atau waktu yang
ditentukan ketika transaksi berlangsung.

5) Syarat nilai tukar (harga barang), tergolong unsur yang mendasar dalam jual beli ialah nilai
tukar, dan kebanyakan manusia memakai uang.

5
Chairuman Pasabiru dan Suhrawardi K.Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta:
sinar Grafika,1994), hlm.37-40,

7
Terkait dengan nilai tukar Para ulama fiqih membedakan al-staman dengan al-si’r. staman ialah
harga pasar yang berlaku di tengah-tengah masyarakat, al-sir ialah modal barang yang seharusnya
diterima semua pedagang sebelum dijual ke konsumen.

Syarat-syarat staman sebagai berikut: harga yang disepakati harus jelas jumlahnya, boleh diberikan
pada waktu akad, jika jual beli almuqoyadah (saling mempertukarkan barang) maka barang yg
dijadikan nilai tukar bukan barang yg diharamkan syara’”.

9. Syarat-Syarat Sah Ijab Qabul


Ijab ialah perkataan yang diucapkan oleh salah satu diantara pihak penjual atau pun
pihak pembeli. Misalnya penjual berkata, “Barang ini saya jual.” Atau pembeli yang berkata,
“Saya mau beli barang ini.” Maka perkataan tersebut tergolong sebagai Ijab. Sedangkan Kabul
ialah pernyataan menerima dari kedua belah pihak.
Selanjutnya, apakah suatu transaksi jual beli dianggap sah apabila tidak dilakukan
dengan Ijab Kabul (Jual beli Mu’athoh)? Jawabannya adalah, tidak sah karena jual beli wajib
dilakukan dengan Ijab Kabul. Asy Syairozi mengatakan, “Tidaklah sah akad jual beli kecuali
adanya ijab dan qobul. Adapun akad mu’athoh tidaklah sah dan tidak disebut jual beli.” Imam
Nawawi menegaskan tentang perkara ini, “Pendapat yang  masyhur dalam madzhab Syafi’i,
jual beli tidaklah sah kecuali dengan adanya ijab dan qobul. Sedangkan jual beli mu’athoh
tidaklah sah baik bentuknya sedikit maupun banyak.”
Shighat atau ijab Kabul, hendaknya diucapkan oleh penjual dan pembeli secara
langsung dalam suatu majelis. Syarat-syarat sahnya ijab Kabul ialah sebagai berikut.
1. Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja stelah penjual menyatakan ijab
dan sebaliknya.
2. Jangan diselingi dengan kata-kata lain antara ijab Kabul.
3. Beragama islam, syariat ini khusus untuk pembeli benda-benda tertentu.
4. Ditujukan pada seluruh badan yang akad, tidak sah berkata, “Saya menjual barang ini
kepada kepala atau tangan kamu”.
5. Qabul diucapkan oleh orang yang dituju dalam ijab, orang yang mengucapkan qabul
haruslah orang yang diajak bertransaksi oleh orang yang mengucapkan ijab kecuali jika
diwakilkan.
6. Harus menyebutkan barang dan harga
7. Ketika mengucapkan shighat harus disertai niat (maksud)
8. Pengucapan ijab dan qabul harus sempurna, jika seseorang yang sedang bertransaksi itu
gila sebelum mengucapkan, jual beli yang dilakukannya batal.
9. Tidak berubah lafazh, lafazh ijab tidak boleh berubah seperti perkataan, “Saya jual
dengan 5 dirham”, kemudian berkata lagi, “Saya menjualnya dengan 10 dirham”, padahal
barang yang dijual masih sama dengan barang yang pertama dan belum ada qabul.
10. Bersesuaian antara ijab dan qabul secara sempurna
11. Tidak dikaitkan dengan sesuatu, akad tidak boleh dikaitkan dengan sesuatu yang tidak
ada hubungan dengan akad.
12. Tidak dikaitkan dengan waktu

Syarat-syarat benda yang menjadi objek akad ialah sebagai berikut:

1. Suci atau mungkin untuk disucikan, sehingga tidak sah penjualan benda-benda najis,
seperti anjing, babi, dan yang lainnya.
2. Memberi manfaat menurut syara’. Dilarang jual beli benda yang tidak boleh diambil
manfaatnya menurut syara’
3. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti jika
ayahku pergi, ku jual motor ini.
4. Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan saya menjual motor ini kepada tuan selama
satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah, sebab jual beli merupakan salah satu sebab
pemilikan secara penuh yang tidak dibatasi apapun kecuali ketentuan syara’.
5. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat

8
6. Milik sendiri. Tidaklah sah menjual barang orang lain tanpa seizin pemiliknya atau
barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.
7. Diketahui (dilihat). Barang yang diperjualbelikan harus dapat diketahui banyaknya,
beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya. Tidaklah sah melakukan jual beli
yang menilmbulkan keraguan salah satu pihak.

10. Macam-Macam Jual Beli


Jual beli memiliki banyak macam sesuai dg klasifikasi yg berbeda. Ada empat pembagian
jual beli berdasarkan klasifikasinya masing-masing.
1. Ditinjau dari pertukaran
a. Jual beli salam (pesanan) yaitu uang diserahkan diawal (uang muka) kemudian
barang diterima belakangan.
b. Jual beli muqayyah (barter) yaitu menukarkan barang dengan barang. Bukan uang
dengan barang.
c. Jual beli muthlaq yaitu menukarkan alat tukar yang telah disepakati dengan barang.
Alat tukar yang pada umumnya disepakati adalah Uang, Dinar, dan Dirham.
d. Jual beli sharf.
Jual beli alat tukar dg alat tukar yaitu uang dibeli dg uang. Kegiatan ini pd umumnya
berlangsung di bank atau pun money changer.
Jual beli sharf memiliki syarat tambahan yaitu harus bernilai sama apabila dilakukan
dengan mata uang yang sama, seperti rupiah dengan rupiah dan harus bersifat tunai
atau penyerahannya tidak boleh tertunda.

2. Ditinjau dari hukum


a. Jual beli sah / sahih-(halal) yaitu jual beli yg sah scr ketentuan syariat.
b. Jual beli fasid (rusak) -menurut Hanafiyah- yaitu jual beli yg pd asal/dasarnya scr
syariat sah namun tdk sah / tdk sesuai dg syariat pd sifatnya. Spt oleh yg mumayyiz
tp bodoh shg timbulkn pertentangan
c. Jual beli batal: yg tdk memenuhi salah satu rukun /tdk sesuai syariat, oleh org bkn
ahlinya
d. Jual beli batal (haram), berikut jenis-jenis jual beli yang haram:
1) Jual beli dengan cara ‘Inah dan Tawaruq yaitu jual beli dengan menggunakan
tempo lalu barangnya diserahkan kepada pembeli. Namun, penjual membeli
kembali barang tersebut sebelum barangnya lunas dg harga yg lebih murah dari
harga yang disepakati sebelumnya.
2) Jual beli sistem salam (ijon) yaitu barangnya diakhirkan, uangnya didepan.
3) Jual beli dengan menggabungkan dua akad dalam satu transaksi yaitu contohnya,
“Saya menjual rumahku, dengan syarat saya meminjam mobilmu beberapa
bulan.”
4) Jual beli secara paksa yaitu orang yang melakukan jual beli dengan memaksa
dalam akad atau pun orang melakukan jual beli secara terpaksa karena sedang
terbelit utang.
5) Jual beli sesuatu yg tidak dimiliki dan menjual sesuatu yang telah dibeli namun
belum diterima.
e. Jual beli yang dilarang dalam islam
1) Jual beli yang menjauhkan dari ibadah. Misalnya kita melakukan perdagangan
sampai kita lalai dalam menjalankan kewajiban.
2) Menjual barang-barang yang pada dasarnya haram. Misalnya, menjual babi, atau
orang yang menjual khamr, maka jual beli itu haram dan jelas dilarang.
3) Menjual barang-barang yang tidak dimiliki yaitu menjual atau pun membeli
barang yang tidak dimiliki oleh penjual. Sang pembeli menyerahkan uang
namun barangnya tidak dimiliki oleh penjual.
4) Jual beli ‘inah yaitu orang yang menjual barangnya secara kredit namun kembali
membeli barang yang dijual dengan harga yang lebih murah sebelum barang itu
lunas dibayar oleh pembeli.

9
5) Jual beli najasy yaitu melakukan penawaran yang lebih tinggi namun barangnya
tidak dibeli. Hal ini dimaksudkan agar barang tersebut tidak ada yang beli.
6) Penjualan di atas penjualan orang lain yaitu seseorang yg menjualkan barangnya
padahal barang tsb sudah deal dengan pembeli yg lain. Hal ini disebut sebagai
penjualan di diatas penjualan orang lain maka hal ini tidak diperbolehkan.
7) Jual beli secara gharar atau penipuan yaitu orang yang menjual barang yang
sudah tidak layak atau cacat kepada orang lain. Hal ini disebut sebagai gharar
karena barang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh pembeli
3. Ditinjau dari bendanya: Berdasarkan wujud obyek jual beli
a. Ain Hadirah (Bendanya ada di tempat)
Bendanya kelihatan yaitu pada waktu melakukan akad jual beli, barang yang
diperjual belikan ada di depan penjual dan pembeli.
Jual beli seperti ini adalah jual beli yang sangat dianjurkan. Imam Taqiyuddin dalam
kifayah mengatakan ‫ فيو وفيها صح العقد وَإل فال‬h‫وأما العْي ْاالضرة فإف وقع العقد عليها دبا يعترب‬
Artinya: “Adapun „ain hadirah (barang di tempat), apabila akad terjadi atasnya („ain
hadirah) sesuai dengan ketentuan pada akad dan obyek, maka sah akadnya.
Sebaliknya, bila tidak sesuai (dengan syariat), maka tidak sah.
Penjabaran ini menunjukan bahwa hukum jual beli barang yg langsung ada di tempat
terjadinya transaksi spt ini adalah boleh. Sah dan tidaknya akad tergantung pada
proses yang dijalani oleh muta‟aqidain (penjual dan pembeli). Jika proses memenuhi
syarat dan rukun jual beli maka sah jual belinya, begitu juga sebaliknya, jika tidak
terpenuhi rukun dan syaratnya maka akad tidak sah.
b. Ain Mausuf fi dzimmah (dijelaskan kriteria dan dlm tanggungan/pesanan) Sifat-sifat
bendanya disebutkan dlm janji yaitu barangnya sesuai dg yg disebutkan oleh penjual
dan disetujui oleh pembeli.
Efesiensi dlm jual beli melahirkan adanya sistem pesanan dimana barang belum ada
tetapi telah terjadi akad jual beli. Dalam akad ini, barang yg dijadikan obyek
transaksi dijelaskan scr rinci, baik bentuk, warna, jenis, ukuran dan lain sebagainya
sehingga gharar atau ketidakjelasan terkait barang dapat dihindari. Ketika penjual
dapat menjamin akan adanya barang sesuai spesifikasi yang disepakati dalam jangka
waktu yang disepakati juga maka akad dengan „ain mausuf fi dzimmah
diperbolehkan. Abu Syuja‟ dalam matanya di ghayah wa taqrib mengatakan: ‫وبيع شيء‬
‫ائز‬hh‫ة فج‬hh‫وؼ ِف الذم‬hh‫ موص‬Dan menjual sesuatu yg dijelaskan sifatnya (dirincikan) dan
tertanggung maka hukumnya boleh

c. Ain Ghaibah (Barang tidak ada)


Bendanya tidak ada atau tidak kelihatan. Bila jual beli tanpa benda, maka tentu saja
akan merugikan salah satu pihak. Begitu pula dengan bertransaksi membeli sayuran
yang masih ditanam dalam tanah seperti wortel. Walaupun bendanya ada, namun
tidak Nampak. Hal ini dilarang dalam islam.
„Ain ghaibah secara substansi sama dengan „ain mausuf fi dzimah dimana kedua
benda tersebut tidak ada ketika terjadinya transaksi. Perbedaannya adalah, dalam „ain
ghaibah, spesifikasi barang sama sekali tidak jelas dan tidak ditentukan, berbeda
dengan „ain mausuf fi dzimmah dimana barang, walaupun belum ada, dapat
dirincikan sifat-sifatnya dan penjual menjamin bahwa barang tersebut dapat
dihadirkannya di waktu yang telah ditentukan. „Ain ghaibah dapat menimbulkan
gharar dan gharar adalah sesuatu yang dilarang dalam akad. Abu syuja‟ dalam
matannya mengatakan: ‫وز‬hh‫ال جي‬hh‫اىد ف‬hh‫ل تش‬hh‫ة م‬hh‫ع ْعي غائب‬hh‫ وبي‬Dan menjual „ain gha`ibah
(barang yang tidak ada) yaitu belum disaksikan, maka tidak diperbolehkan.60 Dapat
difahami dari matan ini, terkhususnya didalam perkataan belum disaksikan
mengambarkan bahwa barang tersebut tidak dapat dijelaskan dan dispesifikasikan
oleh penjual.
4. Ditinjau dari subjek atau pelaku:
a. Dengan lisan
b. Dengan perantara.

10
c. Dengan perbuatan.
5. Ditinjau dari harga:
a. Jual beli yang menguntungkan (al-murabahah)
b. Jual beli yang tidak menguntungkan yaitu dengan menjual barang sesuai dengan
harga belinya.
c. Jual beli rugi (al-kharasah)
d. Jual beli al-musawah yaitu penjual menjual dengan merahasiakan harga aslinya
namun pembeli setuju.
Berdasarkan cara penentuan harga.
Jual beli ditilik dari cara penetapan atau penetuan harga dibagi menjadi dua bagian besar,
yaitu jual beli musawamah dan jual beli amanah.
a. Jual beli musawamah
jual beli yg penjual tdk menjelaskan harga modal atau kulakan dari barang yg
dijualnya. Penjual hanya memberitahu kpd pembeli harga jual barang tsb. Dlm
transaksi ini pembeli bebas menawar harga barang yg akan dibelinya. Scr bhs
musawamah berarti tawar menawar. Harga akhir barang ditetapkan sesuai dg
kesepakan kedua belah pihak baik dg atau tanpa tawar menawar. Model ini termasuk
transaksi jual beli yg umumnya dilakukan di masy.
b. Jual beli amanah
Jual beli dg menegaskan harga modal atau keuntungan yg diambil penjual, spt
perkataan pembeli: “Saya membeli baju ini dg harga sembilan puluh ribu rupiah dan
saya jual dg harga seratus ribu rupiah”. Jual beli ini lebih bermudharat dari jual beli
musawamah krn penjual harus jujur dlm mengatakan harga modalnya dan ini
merupakan salah satu alasan kenapa jual beli model ini dikatakan dg jual beli
amanah.
Jual beli amanah memiliki beberapa jenis, di antaranya:
a. Jual beli murabahah
yaitu jual beli yg menegaskan keuntungan tambahan pd harga jual dari harga
modal pembelian barang. Murabahah scr bhs diambil dari kata ribh yg artinya
keuntungan.
b. Jual beli wadhiah
yaitu jual beli yang menegaskan kerugian pada harga jual dari harga modal
pembelian barang.
Wadhiah scr bhs berarti kerugian dimana penjual menjual barangnya lebih
rendah dari harga beli barang tsb krn alasan tertentu spt agar cepat laku.
c. Jual beli tauliyah
jual beli terjadi tanpa adanya perubahan antara harga jual dg harga modal, spt
penjual yg mengatakan: “Saya membeli sepatu ini dg harga dua ratus ribu dan
saya jual juga dg harga dua ratus ribu.”
Tauliyah scr bhs berarti memberi kuasa atau wewenang. Penamaan jual beli
tauliyah krn seakan- penjual hanya sbg wakil atau orang yg mendapatkan kuasa
dari pembeli utk membeli barang dr penjual sebelumnya dikarenakan tdk adanya
keuntungan yg diperoleh
6. Ditinjau dari pembayarannya:
a. Al-Murabahah (jual beli dengan pembayaran dimuka)
b. Bai’as Salam (jual beli dengan pembayaran tangguh)
c. Bai’al istishna (jual beli berdasarkan pesanan)
7. Berdasarkan waktu penyerahan obyek jual beli
Jual beli berdasarkan waktu penyerahan obyek terbagi menjadi beberapa macam,
diantaranya:
a. Bai‟ naqd atau jual beli tunai yaitu jual beli yang terjadi dengan penyerahan barang
dan pembayaran dilakukan di tempat transaksi (on the spot) dan tidak ada penundaan
ke lain waktu.
b. Bai‟ Mu`ajjal Al-Saman atau jual beli dengan penundaan pembayaran. Jual beli ini
dikenal juga dengan istilah bai‟ taqsidh atau jual beli kredit.

11
c. Bai‟ Mu`ajjal Al-Musamman atau jual beli dengan penundaan penyerahan barang.
Jual beli model ini dikenal juga dengan istilah bai‟ salam.
d. Bai‟ Mu`ajjal „Audain atau jual beli dengan penundaan pembayaran dan penyerahan
barang secara bersamaan yang dikenal juga dengan jual beli utang dengan utang. Jual
beli model ini dihukumi haram oleh sebahagian besar mayoritas ulama.

11. Etika Jual Beli

Etika yang dalam bahasa Indonesia berarti tata susila berasal dari bahasa Inggris Ethic yang
memiliki pengertian moral principles that control or influence a person‟s behavior; to draw up a
code of etich.58 Etika dalam jual beli kini sangat diperhatikan oleh dunia. Bahkan setiap pelajar
yang mengambil mata kuliah Bisnis akan belajar pula mata kuliah Etika Bisnis.

Allah dan Rasulnya sudah memperingatkan kita tentang pentingnya kode etik dalam jual beli yang
termaktub dalam Al-Qur‟an dan Hadits. Hal ini mengingat pentingnya prilaku moral dalam
transaksi perdagangan yang baik dan profesional.

Ayat Etika Jual Beli Al-Qur‟an surah Al-Baqarah: 282

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu berMuamalah59 tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu
mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan
janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah
akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah
walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang
perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang
mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka
dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas
waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian
dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika
muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi
kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah
penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka
Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarimu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Dalam surah Al-Baqarah: 283

“jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang60 (oleh
yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan
Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.

Kode Etik dalam jual beli dalam Al-Baqarah 282-283 ini terdiri dari dua buah transaksi jual beli,
yakni tunai dan hutang. Dalam melakukan jual beli kita harus memiliki saksi 2 orang laki-laki atau
1 orang laki-laki dan 2 orang perempuan. Transaksi jual beli secara tunai tidak apa-apa untuk tidak
menuliskannya. Apabila tidak secara tunai (hutang) maka kita wajib menuliskannya dan
membacakannya serta disertai keterangan saksi. Namun apabila tidak bisa menemukan saksi maka
diperlukan adanya jaminan atas hutang tersebut. Etika yang wajib dimiliki oleh penjual dan

12
pembeli adalah jujur dan amanah. Allah terusmenerus menyebutkan bahwa Allah Maha
Mengetahui agar kita senantiasa bertaqwa bahkan dalam urusan jual beli.

Al-An’am: 152

“dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak
memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu
berkata, Maka hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu)62, dan penuhilah
janji Allah63. yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat‟‟.

Asy-Syu’ara: 181-183.

181: sempurnakanlah takaran dan janganlah kamu Termasuk orang- orang yang merugikan;

182: dan timbanglah dengan timbangan yang lurus.

183: dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di
muka bumi dengan membuat kerusakan;

Ar-Rahman: 8-9

8: supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.

9: dan Tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.

Al-Muthoffifin: 1-6

1. kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, 2. (yaitu) orang-orang yang apabila
menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, 3. dan apabila mereka menakar atau
menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. 4. tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa
Sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, 5. pada suatu hari yang besar, 6. (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam?

Ayat-ayat dari empat surat di atas adalah ayat-ayat tentang berlaku adil dalam jual beli, yakni
memenuhi hak-hak orang lain dengan sempurna. Allah memperingatkan tentang berlaku adil
dalam menakar dan menimbang dan Allah janjikan kerugian dan kehancuran atas mereka yang
curang dengan kala wail (celaka). Allah telah membinasakan dan menghancurkan kaum Syu‟aib
dikarenakan mereka mengurangi timbangan dan takaran. Allah mengancam orang-orang yang
curang dalam jual beli dengan hari kebangkitan mereka akan menghadap Rab alam semesta yang
rugi pada hari itu maka ia akan masuk ke dalam api Neraka yang menyala-nyala.

Hadits Etika Jual Beli

“Sesungguhnya para pedagang itu akan dibangkitkan pada hari kiamat sebagai pendurhaka,
kecuali yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik, dan jujur” (H.R Tirmidzi)

“Wahai para pedagang, jauhkanlah dirimu dari berbuat dusta” (H.R Ath-Thabrani takhrij oleh Al-
Albani no. 168)

“Ada tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat oleh Allah dan tidak akan disucikannya, dan
mereka akan mendapatkan siksa yang pedih. Salah satunya adalah orang yang melariskan
dagangannya dengan sumpah palsu” (H.R Muslim takhrij oleh Al-Albani no 169).

“Dari Abdullah bin Umar ra, dari Rasulullah Saw, beliau bersabda, „Jika dua orang saling berjual
beli, maka masing-masing di antara keduanya mempunyai hak pilih selagi keduanya belum
berpisah, dan keduanya sama-sama mempunyai hak, atau salah seorang diantara keduanya

13
memberi pilihan kepada yang lain‟. Beliau bersabda, „Jika salah seorang diantara keduanya
memberi pilihan kepada yang lain, lalu keduanya menetapkan jual beli atas dasar pilihan itu, maka
jual beli menjadi wajib‟.” (H.R Bukhari dan Muslim).

“Ada hadits yang semakna dari hadits Hakim bin Hizam ra, dia berkata Rasulullah Saw bersabda,
„dua orang yang berjual beli mempunyai hak pilih selagi sebelum saling berpisah‟. Atau beliau
bersabda, „hingga keduanya saling berpisah,jika keduanya saling jujur dan menjelaskan, maka
keduanya diberkahi dalam jual beli itu, namun jika keduanya saling menyembunyikan dan
berdusta, maka barakah jual beli itu dihapuskan.” (H.R Bukhari-Muslim).68

Etika yang harus dipegang teguh oleh muslim dalam melakukan jual beli adalah kejujuran. Dusta
dan bersumpah dengan sumpah palsu tidak hanya menjadikan transaksi jual beli menjadi tidak
mabrur namun juga akan mendapatkan siksa yang pedih dan tidak akan disucikan oleh Allah di
hari akhir kelak. Inilah bahaya perdagangan, ketika si pedagang tidak lagi menghiraukan usahanya
apakah dengan cara yang halal atau haram. Jika memang demikian ia termasuk orang yang terkena
ancaman sebagai pendurhaka pada hari kiamat kelak.

Didalam hadits diatas terdapat penjelasan hak untuk memilih untuk melakukan jual beli atau
membatalkan jual beli selama masih berada dalam tempat transaksi. Selain terdapat etika jujur
dalam transaksi jual beli juga terdapat etika menjelaskan keadaan barang dagangan merupakan
sebab berkah dan menutup–nutupi cacat merupakan sebab hilangnya keberkahan dari Allah.
Perniagaan yang sukses dan berhasil ialah mereka yang jujur dan bermuamalah dengan baik.69

12. Khiyar dalam Jual Beli


Makna Khiyar berarti boleh memilih antara dua, apakah akan meneruskan jual
beli atau mengurungkannya (membatalkannya). Menurut ulama fikih, pengertian khiyar
adalah suatu keadaan yang menyebabkan aqid memiliki hak untuk memutuskan akadnya
(menjadikan atau membatalkan) jika khiyar tersebut berupa khiyar syarat, aib, ru’yah,
atau hendaklah memilih diantara dua barang jika khiyar ta’yin.6
Fungsi khiyar menurut syara’ adalah agar kedua orang yang berjual beli dapat
memikirkan dampak positif negatif masing-masing dengan perdagangan ke depan, supaya
tidak terjadi penyesalan dikemudian hari yang disebabkan merasa tertipu atau tidak adanya
kecocokan dalam membeli barang yang telah dipilih. Khiyar terbagi menjadi tiga, yaitu
khiyar majlis, khiyar syarat dan khiyar ‘aib. Berikut adalah uraiannya.
1. Khiyar majlis
Khiyar majlis, artinya penjual dan pembeli boleh memilih akan melanjutkan jual
beli atau membatalkannya. Selama keduanya masih ada dalam satu tempat (majlis),
khiyar majlis boleh dilakukan dalam jual beli. Rasulullah saw bersabda:

“penjual dan pembeli boleh khiyar selama belum terpisah” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Bila keduannya telah terpisah dari tempat akad, maka khiyar majlis tidak
berlaku lagi, atau batal. Menurut Ulama fikih, khiyar majlis adalah hak bagi
semua pihak yang melakukan akad untuk membatalkan akad, selagi masih
berada di tempat akad dan kedua pihak belum berpisah. Keduannya saling
memilih sehingga muncul kelaziman dalam akad.
Khiyar majlis ini dikenal di kalangnan ulama syafi’iyah dan Hanabilah.
Berkenaan dengan khiyar majlis, pendapat para ulama terbagi atas dua bagian,
sebagai berikut.

a. Ulama Hanafiyah dan Malikiyah

Golongan ini berpendapat bahwa akad akan dapat menjadi lazim dengan
adanya ijab dan Kabul, serta tidak bisa hanya dengan khiyar, sebab Allah swt,
menyuruh untuk menepati janji.
6
A. Munir Sudarsono, Dasar-dasar Agama Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hlm 219

14
Selain itu, suatu akad tidak akan sempurna, kecuali dengan adanya keridhaan,
sedangkan keridhaan hanya dapat diketahui dengan ijab Kabul. Dengan
demikian, keberadaan akad tidak dapat digantungkan dengan khiyar majlis,
sebab mereka tidak mengakuinya.

b. Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah


Ulama syafi’iyah dan Hanabilah berpendapat adnya khiyar majlis. Kedua
golongan ini berpendapat bahwa jika pihak yang akad menyatakan ijab
kabul, akad tersebut masih termasuk akad yang boleh atau tidak lazim selain
keduannya masih berada ditempat atau belum berpisah badannya. Kedua
nya masih memiliki kesempatan untuk membatalkan, menjadikan atau
saling berpikir. Adapun batasan dari kedua kata berpisah diserahkan kepada
adat atau kebiasaan manusia dalam bermuamalah.
2. Khiyar syarat
Khiyar syarat yaitu penjualan yang di dalamnya disyaratkan sesuatu, baik oleh
penjual maupun pembeli, seperti seorang berkata, “saya jual rumah ini dengan harga
Rp. 100.000.000,00. Dengan syarat khiyar selama tiga hari. 7
Rasulullah saw, bersabda :
“kamu boleh khiyar pada setiap yang telah dibeli selama tiga hari tiga malam”.
(HR. Baihaqi)
Pengertian khiyar syarat menurut ulama fikih adalah suatu keadaan yang
membolehkan salah seorang yang berakad memiliki hak atas pembatalan atau
penetapan akad selama waktu yang ditentukan.
Misalnya, seorang berkata: “saya beli dari Anda barang ini, dengan catatan saya
ber-khiyar (pilih-pilih) selama sehari atau tiga hari.”
3. Khiyar ‘aib
a. Arti dan landasan khiyar aib
Arti khiyar aib (cacat) menurut ulama fikih adalah keadaan yang membolehkan
salah seorang yang berakad memiliki hak untuk membatalkan akad atau
menjadikannya ketika ditemukan aib (kecacatan) dari salah satu yang dijadikan
alat tukar-menukar yang tidak diketahui pemiliknya waktu akad.
Dengan demikian, penyebab khiyar aib adalah adanya cacat pada barang yang
dijualbelikan (ma’qud ‘alaih) atau harga (tsaman), karena kurang nilainya atau
tidak sesuai dengan maksud,atau oaring yang akad tidak meneliti kecacatannya
ketika akad berlangsung.
b. Aib mengharuskan khiyar
Ulama Hanafiyah dan Hanablah berpendapat, bahwa aib pada khiyar adalah
segala sesuatu yang menujukan adanya kekurangan dari alinya. Misalnya,
berkurang nilainya menurut adat, baik berkurang sedikit atau banyak.
Menurut Ulama Syafi’iyah, khiyar adalah segala sesuatu yang dapat dipandang
berkurang nilainya dari barang yang dimaksud atau tidak adanya barang yang
dimaksud, seperti sempitnya sepatu, potongannya tidak sesuai, atau adanya cacat
pada bina yang hendak dipotong.
c. Syarat tetapnya khiyar
Disyaratkan untuk tetapnya khiyar aib selain setelah diadakan penelitian yang
menunjukan hal-hal berikut ini.
1. Adanya aib setelah akad atau sebelum diserahkanya, yakni aib tersebut telah
lama ada. Jika adanya setelah penyerahan atau ketika berada di tangan pembeli,
aib tersebut tidak tetap.

2. Pembeli tidak mengetahui adanya cacat ketika akad berlangsung dan menerima
barang. Sebaliknya, jika pembeli sudah mengetahui adanya cacat ketika
menerima barang, maka tidak ada khiyar, sebab ia dianggap telah ridha.

7
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, hlm 64

15
3. Pemilik barang tidak mensyartkan agar pembeli membebaskan jika ada cacat.
Dengan demikian, jika penjual mensyaratkan, gugurlah hak khiyar. Jika pembeli
membebaskannya, gugurlah hak dirinya. Hal ini sesuai dengan pendapat ulama
Hanafiyah.
Ulama Syafi’iyah, Malikiyah serta salah satu riwayat dari Hanabilah
berpendapat bahwa seorang penjual tidak sah minta dibebaskan kepada pembeli
kalau ditemukan aib, apabila aib tersebut sudah diketahui oleh keduannya, kecuali
jika aib tidak diketahui oleh pembeli, maka boleh komplain kepada penjual.

13. Jual Beli yang Dilarang


Jumhur : Jual beli terdiri shahih, fasid (Hanafi: + batal)
- Shahih : sesuai syara’
- Batal : tdk penuhi rukun. Spt oleh org gila/anak kecil
- Rusak: yg sesuai syara asalnya, tp tdk sesuai syara’ pd sifatnya. Spt oleh muamayyiz
tp bodoh shg menimbulkan pertentangan.
Jual beli yg dilarang, adalah:
a. Terlarang Sebab Ahliah (ahli akad)
Jumhur sepakat bhw jual beli shahih ktk dilakukan org yg balig, berakal, dpt
memilih, dan mampu ber-tasharruf scr bebas dan baik.
Mrk dipandang tdk sah jual beli, adalah:
1) Jual beli org gila
Atau sejenisnya, spt mabuk, sakalor dll
2) Jual beli anak kecil
- ulama sepakat bhw jual beli anak kecil (belum mumayyiz tdk sah, kecuali dlm
hal sepeli/ringan
- Syafi’iyah: muamayyiz yg belum balig tdk ada ahliah, tdk sah
- selainnya: sah jk diizinkan walinya. QS.An Nisa:6 :

Artinya: Dan ujilah anak yatim itu sampai mrk jucup umur utk kawin.
Kemudian jk menurut kamu mrk telah cerdas (pandai memeliharaharta), mk
serahkanlah kpd mrk hartanya.
3) Jual Beli Org Buta
Jumhur: Sah jk diberi sifat (diterangkan sifatnya).
Syafi’iyah: tdk sah sebab ia tdk bs membedakan brg yg jelek & yg baik
4) Jual Beli Terpaksa
- Hanafiyah : spt jual beli fudhul (jual beli tanpa seizin pemiliknya), yakni
ditangguhkan (mauquf). Krnnya, keabsahannya ditangguhkan sampai rela
(hilang rasa terpaksa).
- Malikiyah: tdk lazim, bgnya ada khiyar.
- Syafi’iyah & Hanabilah: tdk sah, sebab tdk ada keridaan ktk akad.
5) Jual Beli Fudhul
Jual beli milik org lain tanpa seizin pemiliknya.
- Hansafiyah & Malikiyah: ditangguhkan sampai ada izin
- Hanbilah & Syafi’iyah : tdk sah
6) Jual Beli orang yg terhalang
Terhalang kebodohn, bangkrut, sakit. Jual beli org bodoh yg suka menghambur
harta:
Malikiyah, Hanafiyah, Hanabilah: harus ditangguhkan.
Syafi’iyah: tdk sah, sebab tdk ada ahli dan ucapannya tdk dpt dipegang.
7) Jual Beli Malja’
Jual beli org yg sedang dlm bahaya, utk menghindar dr perbuatan zalim, maka
Hanafiyah: jual beli fasid.
Hanabilah : batal

16
b. Terlarang Sebab Shighat
Fuqaha sepakat atas sahnya jual beli ada keridaan para piahk, ada kesesuaian ijab
qabul, berada satu tempat, dan tdk terpisah oleh satu pemisah.
Jual beli yg tdk memenuhi ketntuan tsb tdk sah. Beberapa jual beli yg dipandang tdk
sah atau msh diperdebatkan pr ulama adalah:
1) Jual beli mu’athah
2) Jual beli melalui surat atau melalui utusan
3) Jual beli dg isyarat atau tulisan
4) Jual beli barang yg tdk ada di tempat akad
5) Jual beli tdk bersesuaian ijab qabul
6) Jual beli munzis
c. Terlarang sebab Ma’qud Alaih (barang jualan)
Ma’qud alaih adalah harta yg dijadikan alat pertukaran, yg biasa disebut mabi’
(barang jualan) dan harga.
Fuqaha sepakat bhw jual beli sah ktk ma’qud alaih adalah barang yg tetap atau
bermanfaat, berbentuk, dpt diserahkan, dpt dilihat oleh org yg beraka sebagian d, tdk
bersangkutan dg milik org lain, dan tdk ada larangan dr syara’.
Ada beberapa yg disepakati sebagian ulama, tetapi diperselisihkan ulama lain,
diantaranya:
1) Jual beli benday g tdk ada atau dikhawatirkan tdk ada
2) Jual beli barang yg tdk dapat diserahkan
3) Jual beli gharar
4) Jual beli barang yg najis dan yg terkena najis
5) Jual beli air
6) Jual beli barang yg tdk jelas (majhul)
7) Jual beli barang yg tdk ada ditempat akad (gaib), tdk dpt dilihat
8) Jual beli sesuatu sebelum dipegang
9) Jual beli buah-buahan atau tumbuhan
d. Terlarang Sebab Syara’
1) Jual beli riba
2) Jual beli dg uang dari barang yg diharamkan
3) Jual beli barang dari hasil pencegatan barang
4) Jual beli waktu azan jum’at
5) Jual beli anggur utk dijadikan khamar
6) Jual beli induk tanpa anaknya yg masih kecil
7) Jual beli barang yg sedang dibeli oleh orang lain
8) Jual beli memakai syarat

Jual beli juga ada yang dilarang untuk dilakukan karena beberapa sebab sebagai berikut:
a. Jual beli Ketika Panggilan Adzan
Jual beli tdk sah dilakukan bila telah masuk kewajiban utk melakukan shalat Jum’at.25
Yaitu setelah terdengar panggilan adzan yg kedua, berdasarkan Firman Allah Ta’ala:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada
hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.
Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu’ah : 9).26 2)
b. Jual beli Untuk Kejahatan
Allah melarang kita menjual sesuatu yg dpt membantu terwujudnya kemaksiatan dan
dipergunakan kepada yg diharamkan Allah. Krn itu, tdk boleh menjual sirup yg dijadikan
utk membuat khamer krn hal tsb akan membantu terwujudnya permusuhan;
c. Jual beli Gharar
Definisi gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui bahaya dikemudian hari, dari barang
yang tidak diketahui hakikatnya.Jual beli gharar adalah jual beli yang mengandung unsur-
unsur penipuan dan penghianatan, baik dari ketidakjelasan dalam objek jual beli atau
ketidakpastian dalam pelaksanaannya.

17
Dasar tidak diperbolehkannya jual beli gharar yaitu hadis Nabi dari Abu Hurairah
menurut riwayat Muslim:
Artinya : ” Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melarang jual beli dengan
cara melempar kerikil dan jual beli yang mengandung unsur penipuan.”” (HR. Muslim).
d. Perdagangan yang menipu
Islam sangat melarang segala bentuk penipuan, untuk itu Islam sangat menuntut suatu
perdagangan yang dilakukan secara jujur dan amanah. Seperti Hadis Riwayat Muslim
bahwasannya Rasulullah pernah bersabda :
Artinya: “Barang siapa yang melakukan penipuan maka dia bukanlah dari golongan
kami”. (HR. Muslim).
Termasuk dalam kategori menipu dalam perdagangan adalah Ghisyah.
Ghisyah yaitu menyembunyikan cacat barang yang dijual, dapat pula dikategorikan
sebagai ghisyah adalah mencampurkan barang-barang jelek ke dalam barang-barang yang
berkualitas baik, sehingga pembeli akan mengalami kesulitan untuk mengetahui secara
tepat kualitas dari suatu barang yang diperdagangkan. Dengan demikian, penjual akan
mendapatkan harga yang tinggi untuk kualitas barang yang jelek.

Perniagaan sudah menjadi urat nadi perekonomian masyarakat Arab bahkan


sebelum Islam datang. Rasulullah Saw pada awalnya pun dikenal sebagai pedagang.
Tidak heran, bila pada masa itu berbagai transaksi ekonomi berkembang di kalangan
masyarakat Arab. Setelah Nabi Muhammad Saw diangkat menjadi seorang rasul,
berbagai transaksi itu diseleksi dan dikoreksi agar sejalan dengan tuntunan Illahi.
Transaksi yang tidak sesuai dengan prinsip Islam dilarang. Transaksi lainnya ada
yang dikoreksi. Sementara yang sesuai dengan ajaran Islam diteruskan.70

Ayat tentang Perdagangan yang Dilarang Al-Qur‟an surah Al-Jumu‟ah: 9 dan


11

Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. 71 yang
demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. 11. dan apabila mereka
melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar untuk menuju kepadanya dan
mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi
Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”, dan Allah Sebaik-baik
pemberi rezki.

Firmannya “dan tinggalkanlah jual beli” maksudnya apabila azan telah


dikumandangkan, maka segeralah berangkat untuk mengingat Allah dan tinggalkan
jual beli. Oleh karena itu para ulama sepakat bahwa jual beli diharamkan setelah
adzan. Meninggalkan jual beli dan bersegera dalam shalat Allah menjamin lebih baik
untuk dunia dan akhirat nya. Kemudian Allah mencela perbuatan orang-orang yang
berpaling dari mendengarkan khutbah pada hari Jum‟at, untuk menerima dagangan.
Allah berfirman “apa yang disisi Allah” yakni pahala di alam akhirat “adalah lebih
baik daripada permainan dan perniagaan, dan Allah sebaik-baik pemberi rezeki”,
yakni bagi orang-orang yang bertawakal pada Allah dan mencari rezeki di waktu
selain waktu shalat dan khutbah.72

Hadits tentang Perdagangan yang Dilarang

“Apa yang diharamkan meminumnya, diharamkan pula menjualnya” (H.R


Muslim 3/120 no 1579)

“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan upaya menjual khamar, bangkai,


babi dan berhala.” Lalu dikatakan, “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu dengan

18
lemak bangkai, karena lemak bangkai itu bisa memperpanjang usia perahu,
melicinkan kulit dan orang menggunakannya untuk penerangan?” Nabi menjawab,
“tidak, itu haram.” Beliau bersabda tentang itu, “semoga Allah mencelakakan
Yahudi. Sesungguhnya Allah, ketika mengharamkan lemak bangkai, mereka
memperindahnya, kemuan menjualnya dan memakan harganya.” (H.R Bukhari-
Muslim)

“Rasulullah melarang harga anjing, mahar pezina dan hadiah dukun” (H.R
Bukhari-Muslim).73

Berdagang dengan barang-barang yang diharamkan Islam seperti khamar dan


babi tidak sah diperjual-belikan, sehingga menjual kepada non-muslim sekalipun
tidak diperbolehkan. Nabi melaknat orang yang terkait dengan khamar ini, yaitu yang
memerasnya, yang minta diperaskan, yang membawanya, yang dibawakan, yang
meminumnya, yang menjualnya, yang makan hasil penjualannya. Maka siapa saja
yang terlibat dalam kegiatan ini akan mendapat laknat Allah. Jadi, pertama-tama
orang Islam tidak boleh memperdagangankan barang-barang haram.74

“Tidak akan menimbun kecuali orang yang berbuat dosa” (H.R Muslim dan Abu
Daud)75

Jangan menimbun barang dagangan pada saat masyarakat membutuhkannya


(dengan tujuan memperoleh laba sebanyakbanyaknya) karena menimbun dengan
tujuan seperti itu haram. Hal ini mencakup semua barang dagangan yang dibutuhkan
oleh kaum muslimin, baik berupa makanan pokok maupun bukan. Rasulullah Saw
memberi predikat khati‟un bukanlah perkara ringan, karena Allah juga menyebut
Fir‟aun dengan istilah yang sama (lihat QS Al-Qashash: 8).76

“Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah Saw bersabda, „janganlah kalian


mencegat barang-barang dagangan yang akan datang, dan janganlah sebagian di
antara kalian membeli sesuatu yang sedang dibeli sebagian yang lain, janganlah
kalian saling memainkan harga lewat calo pembeli, janganlah orang kota menjual
barang bagi orang dusun, janganlah mengikat puting susu kambing (agar kelihatan
penuh air susunya). Siapa yang ingin membelinya maka dia mempunyai hak pilih
untuk melihat saat paling baik setelah kambing itu diperahnya. Jika dia suka, maka
dia dapat menahannya, dan jika tidak suka, dia dapat mengembalikannya beserta satu
sha‟ gandum.” (H.R Bukhari-Muslim).77

Larangan mencegat para penjual barang untuk melakukan jual beli sebelum
mereka masuk pasar maksudnya adalah larangan adanya asymmetric information
dimana mereka dibeli dengan harga yang lebih murah karena tidak mengetahui harga
pasaran. Membeli sesuatu yang sedang dibeli oleh orang lain maksudnya merebut
transaksi yang sedang dijalankan oleh orang lain karena apabila ini terjadi niscaya
akan ada muncul perasaan kebencian dan permusuhan. Pencaloan dilarang dalam
Islam karena seseorang sengaja menaikan harga untuk memperdayai pembeli.
Dilarang bagi orang kota menjual barang bagi orang dusun dikarenakan orang dusun
tidak tahu harga di kota sehingga ditakutkan orang dusun menjadi rugi karena
makelar. Mengikat puting kambing bermakna menjadikan barang terlihat bagus
sehingga pembeli tertipu. Dalam Islam jual beli harus lah jujur dan terbuka.
Informasi tetang barang yang dijualbelikan harus sama antara penjual dan pembeli
sehingga keduanya rida dan mendapatkan berkah dari Allah.78

“Dari Abu Sa‟id Al-Khudry ra, bahwa Rasulullah Saw melarang munabadzah
yaitu seseorang melemparkan kainnya kepada seseorang ketika menjualnya, sebelum
si pembeli membalik atau memeriksa kain itu. Beliau juga melarang mulamasah,
yaitu seseorang menyentuh kain tanpa memeriksanya.” (H.R Bukhari-Muslim)79

19
“Dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah Saw melarang jual beli anak
hewan ternak yang masih dalam kandungan. Itu merupakan jual beli yang biasa
dilakukan orang-orang jahiliah. Seseorang biasa membeli unta yang masih dalam
kandungan, hingga induk unta melahirkan, kemudian anak unta itu melahirkan lagi.”
(H.R Bukhari-Muslim)80

“Dari Abdullah bin Umar ra, bahwa Rasulullah Saw melarang menjual
buahbuahan sebelum tampak kematangannya, beliau melarang penjual dan
pembelinya.” (HR. Bukhari-Muslim).81

Dari ketiga hadits di atas masing-masing memiliki larangan atas barang apa yang
diperjualbelikan, kain sebelum diketahui kondisi barangnya, hewan ternak sebelum
dilahirkan, dan buah sebelum matang. Dari ketiga ketiga barang yang zat nya halal
ini Rasulullah melarang kita untuk bertransaksi sebelum mengetahui betul kondisi
barang. Intinya adalah, perlindungan konsumen saat jual beli. Islam mengharuskan
agar kita benar-benar tahu keadaan setiap barang sebelum jual beli. Tidak boleh dari
jual beli tersebut ada unsur ketidakjelasan, ketidaktahuan dan penipuan.

L. Keutamaan Jual Beli

Dijanjikan oleh Allah dan Rasulullah kedudukan yang tinggi disisi Allah dan
pahala yang besar di akhirat bagi para pedagang (yang jujur), karena pada umumnya
perdagangan memicu perasaan tamak dan ingin mendapatkan keuntungan dengan
jalan apapun. Sedang harta akan beranak harta dan keuntungan akan terus memicu
untuk mendapatkan keuntungan yang lebih banyak lagi. Karena itu barangsiapa yang
membatasi diri pada batas-batas kejujuran dan amanah, maka dia adalah seorang
mujahid yang telah menang di dalam berperang melawan hawa nafsu, dan berhak
mendapatkan kedudukan sebagai mujahid.82

Ayat tentang Keutamaan Berdagang terdapat pada surah AnNur: 37-38

37. laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli
dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan
zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi
goncang. 38. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan
Balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. dan Allah
memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas

Pedagang muslim jangan sampai disibukkan oleh perdagangannya hingga lalai


dari kewajiban agamanya, dari mengingat Allah, shalat, zakat, haji, berbuat baik
kepada kedua orang tua, bersilaturahmi, lalai dari berbuat baik kepada orang lain,
melalaikan hak-hak persaudaraan dalam Islam dan hak-hak tetangga. Peringatan ini
secara khusus ditujukan kepada para pedagang, karena biasanya pedagang mudah
tenggelam dalam urusan materi. Hidupnya selalu dipenuhi dengan kegiatan hitung-
menghitung, serta tidak ada yang dipikirkannya pada waktu pagi dan petang selain
memikirkan kerja dan bagaimana cara meraih keuntungan. Namun bagi mereka yang
tidak lalai dan senantiasa mengingat Allah, Allah tambahkan pada mereka karunia-
Nya yang banyak baik di dunia maupun di akhirat.83

Hadits tentang Keutamaan Jual Beli

“Pedagang yang amanah (dapat dipercaya) dan jujur kelak akan bersama para
syuhada pada hari kiamat”.(H.R Ibnu Majah dan Al-Hakim)

“Pedagang yang jujur dan amanah (terpercaya) kelak akan bersama dengan para
nabi, shiddiqin, dan syuhada” (H.R Al-Hakim dan Tirmidzi)84

20
Pedagang yang memenuhi syarat dan jujur dalam berjual beli serta memenuhi
semua muamalahnya inilah yang kelak pada hari kiamat akan bersama-sama dengan
para Nabi Shiddiqin dan syuhada. Bahkan hadits lain secara lebih jelas menyebutkan
karakter mereka.

Dari Mu‟adz bin Jabal ra bahwa Rasulullah Saw bersabda:

“Apabila berbicara mereka tidak berdusta, apabila berjanji tidak


mengingkarinya, apabila diamanati tidak mengkhianatinya, apabila menjual barang
tidak memuju-mujinya, apabila membeli barang tidak mencelanya, apabila punya
hak tidak mempersulit, dan apabila punya tanggungan tidak menunda.” (H.R Al-
Ashbahani dan Baihaqi)85

Tak heran apabila Nabi Saw menyamakan kedudukan pedagang yang jujur dan
terpercaya dengan kedudukan mujahid dan syuhada di jalan Allah, karena
pengalaman hidup kita menunjukkan bahwa jihad (berjuang) bukan hanya di
lapangan perang, melainkan di lapangan ekonomi juga. Inilah sifat-sifat pedagang
yang berhak berteman dengan para Nabi, shiddiqin dan syuhada pada hari kiamat,
sebagai sebaik-baik teman. Mereka mendapatkan kedudukan seperti itu karena
mereka tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual belinya dari mengingat Allah.86

Jual beli nafadz adalah jual beli yang rukunnya, syarat in’iqadnya dan syarat nafadznya
terpenuhi sedangkan jual beli mauquf atau ditangguhkan adalah jual beli yang rukunnya
dan syarat in’iqadnya terpenuhi tetapi syarat nafadznya tidak terpenuhi.

Ghisyah, yaitu menyembunyikan cacat barang yang dijual, dapat pula dikategorikan
sebagai ghisyah adalah mencampurkan barang-barang jelek ke dalam barang-barang
yang berkualitas baik, sehingga pembeli akan mengalami kesulitan untuk mengetahui
secara tepat kualitas dari suatu barang yang diperdagangkan.

21

Anda mungkin juga menyukai