Anda di halaman 1dari 10

‘Hujan dan Cap’

Di luar hujan

Bukan hujan bulan Juni

Yang disembunyikan rintiknya itu

Tapi hujan bulan April, bulan ini

Yang tidak disembunyikan rintiknya itu

Yang jatuh dengan eloknya

Dan aku tidak tahu harus ke mana?

Dan aku putuskan untuk diam di sini

Sembari menunggu reda dan berjalan kembali

Hai Cap,

Aku tahu kamu sedang di sana

Hanya saja aku tidak tahu apakah kamu sedang menatap keluar jendela dan menikmati
derai hujan

Seperti yang sedang aku lakukan

Atau kamu malah tidak tahu jika langit sedang berkencan dengan mendung, dan awan
sedang iri dengan air yang bebas jatuh ke bumi

Cap,

Apa kamu kedinginan di sana?

Apa kamu suka?

Kamu bilang, kamu suka dingin kan?

Aku suka dingin sama sepertimu

Setiap hujan turun aku akan ingat, dan kata orang-orang pun begitu

Bahwa hujan mampu membawa kembali kenangan bersama ribuan rintiknya yang
meninggalkan bercak di jalan

Satu dari beribu kenangan itu adalah kamu


Walaupun tidak banyak hujan yang kita lalui bersama

Tetapi setiap rintik hujan menyapa, kenangan itu pun menyapaku

Cap…

Itu salah satu panggilanku untukmu

Karena aku tidak berani meneriaki lantang namamu

Tapi, Cap itu cukup bagus. Pikirku.

Apa kamu suka?

Cap,

Aku rindu

Aku mau menikmati hujan bersama

Aku mau

Aku ingin berbagi semua bosan, senang, dan sedihku denganmu

Dan aku mau kamu pun sama

Tidak sungkan membagikan semua yang kamu rasa

Apa itu senang, bosan, penat, bahagia

Aku suka kamu berbagi denganku

Agar rasa kita melebur menjadi Satu

Aku rindu kamu, Cap

Setiap bulir air yang bundar entah oval atau bagaimana pun bentuknya, bagiku di
dalamnya berisi tentangmu

Bulir ini membawa kamu kembali dalam setiap kenangan itu

Jika tanah gersang menunggu hujan

Maka aku menunggumu

Jika tanah yang gersang itu menunggu hujan sembari cemas

Pun sama yang terjadi denganku


Menunggu sembari cemas

Takut jika hujan tak kunjung turun meski mendung

Takut jika kamu tidak menemukanku meski telah kau cari

Takut jika akhirnya hujan turun di bumi yang lain

Takut jika kamu berhenti pada orang yang lain


‘Ide’

Aku lelah dengan semua senja yang tidak bisa aku curi dan kujadikan pranko, lalu
kukirimkan untukmu. Karena kamu bukan pacarku sehingga aku tidak bisa mencuri senja
itu.

Bukan tidak pernah terpikir dibenakku untuk melakukan trik konyol untuk sekedar
mengungkapkan perasaan hatiku padamu. Namun sejenak kewarasan kembali pulang
padaku. Bahwa jangan lakukan itu, jangan buat malu dirimu sendiri dihadapannya.
Ternyata seberapa besarpun aku mengaku menyukaimu, ternyata suka itu masih belum
cukup kuat untuk membuatku meninggalkan kewarasanku.

Atau mungkin aku belum sebesar itu menyukaimu? Aku belum sangat merindukanmu?
Dan satu hal yang pasti, aku belum cukup hebat untuk membuatmu mencari alasan
untuk sekedar mengirimi aku pesan. Artinya, kamu bukanlah orang yang cukup hebat
untuk aku perjuangkan dengan hal-hal konyol, dengan ide-ide brilian atau ide rongsokan
yang ada dibenakku. Lalu, kubiarkan saja ini tertanam subur di sana, hingga suatu saat
nanti ada seseorang yang mampu membuatku membuang rasa ego dan menggunakan ide
ini. Karena katanya cinta tak akan pernah mempertimbangkan rasa malu, karena cinta
begitu adanya.
‘Gagal’

Aku sadar, cintaku pasif.

Aku tidak sadar diri. Siapa aku yang bisa membuatmu menjadikan aku prioritas?

Siapa aku yang mampu membuatmu setengah gila hanya untuk memilikiku?

Siapa aku yang mampu membuatmu selalu menjadikan aku sebagai acuan dalam setiap
niatmu?

Oleh karena itu, lebih baik cintaku pasif. Tidak banyak berlagak, tidak usah
kutunjukkan. Biar, biar saja aku yang tau. Tidak ada untungnya jika ada orang lain yang
tau perasaanku padamu kan?

Yang ada malah mereka akan berpikir, siapa aku? Beraninya jatuh hati kepadamu. Pun
jika seluruh dunia ini tau, toh tidak akan mengubah takdir kita jika memang bukan aku
tulang rusukmu. Toh jika memang bukan aku pelengkap dari bagian kesempurnaanmu.
Namun, jikalau memang aku ini adalah sebuah ketetapan bagimu, biar mereka jungkir-
balikpun tetaplah aku qadarmu.

Tetapi, sepertinya mereka tidak benar dan aku pun tidak benar. Dan mereka tidak
salah, begitu juga denganku. Siapa pun berhak jatuh hati padamu, aku pun sama
berhaknya. Bedanya, pasti akan ada yang membuatmu rela mati-matian untuk
mengejarnya. Aku selalu bertanya akan seperti apa wanita yang aku anggap beruntung
itu? Andai kamu tau, aku gagal melupakanmu.
‘Sendirian’

Aku bingung, kenapa terkadang doaku terkabulkan dan prediksiku benar? Hingga aku
pikir, sedalam itukah aku menyukaimu hingga aku bisa membaca gerak dan
kebiasaanmu. Aku hanya perlu melihatmu satu kali dan kamu akan melakukannya lagi
esok hari. Mungkin karena kamu nyaman dengan hal yang terbiasa oleh tubuhmu
lakukan.

Aku pun sama.

Tubuhku telah nyaman memperhatikanmu. Walau mungkin banyak yang telah berubah
darimu. Banyak aku rasa.

Sepertinya aku tidak lagi penting untukmu. Memang dari dulu aku tidak pernah berarti.
Lagi-lagi siapa aku? Yang tidak mampu memecah fokusmu.

Aku suka kamu, dari dulu hingga aku pun sudah lupa sejak kapan dan karena apa aku
sebut ini cinta. Setiap gerakmu, setiap katamu, setiap tatapanmu yang jarang aku
dapatkan itu adalah candu.

Aku benar-benar jatuh hati kali ini, dengan sebenar-benarnya hati. Tetapi sayang,
rasaku tidak pernah tersampaikan. Aku tidak berani, aku tidak pantas untukmu yang
terlalu baik bagiku. Bukan karena kamu tidak pantas aku perjuangkan. Tetapi karena
aku perempuan dengan segala keterbatasan. Terbatas keberanian, terbatas karena
kebiasaan. Aku perempuan dan aku terbiasa untuk menunggu. Menunggu kamu yang
entah datang entah tidak.

Rasa-rasa aneh yang sempat membuat kupu-kupu beterbangan di dalam perutku


bukanlah kupu-kupu yang kamu beri, tetapi aku tangkap sendiri. Artinya, semua
sikapmu yang aku anggap manis itu hanyalah karangan dari keinginanku. Kenapa? Karena
aku yang jatuh hati padamu. Karena aku yang jatuh hati sendirian.

Semuanya hanya ada padaku. Dalam pikiranku. Waham bersamamu. Sesuatu yang
kuyakin benar namun salah adanya. Teganya kamu membuat aku hidup dalam pola isi
pikir yang dangkal begitu. Padahal jelas itu salahku. Tetapi aku menolak untuk tau, dan
terus menyalahkanmu.

Salahmu, salahmu terlalu manis kepadaku, salahmu menatapku, salahmu karena suka
mengambil kesimpulan sendiri tetangku, salahmu membuatku jatuh hati sendirian.
Menderita begini sendiri, menahan sendiri, diam sendiri. Mauku itu salahmu.

Bukan, bukan salahmu. Salahku yang jatuh hati kepadamu diam-diam.


‘Menahun’

Cinta itu bukanlah sebuah kesepakatan, maka ia tidak akan berkompromi dan tawa-
menawar untuk mendatangi siapa dengan siapa.

Cinta itu bukan pilihan, ia akan datang dan jatuh pada siapa saja yang ia kehendaki.

Seperti aku yang tidak pernah bisa menawar untuk tidak jatuh kepadamu.

Seperti aku yang tidak bisa memilih yang lain selain kamu.

Jika bisa, akan aku tawar agar bukan kamu cinta itu.

Jika bisa, akan kupilih cinta yang lain saja.

Kenapa harus cinta itu seperti ini?

Tanpa penawaran. Tanpa pilihan.

Tiba-tiba sudah menahun saja aku menantikan rasa ini hilang dan nyatanya ia tidak
pernah pergi, bergeming pun tidak, berkurang pun tidak.
‘Gypsophilla’

Kamu adalah gypsumku.

Ketika aku memutuskan untuk mencintaimu, kamu adalah duniaku.

Ketika kamu mengacuhkan aku, maka seluruh dunia mengabaikanku.

Baby breath itu adalah aku, rasaku, asaku padamu.

Kamu tidak pernah tau

Kita adalah gypsophilla

Tumbuh bersemi meski ditengah pasir, kering, tandus dan berkerikil

Tapi aku tumbuh untuk mengagumi gypsum itu.

Tidak perduli jalanku keras, tapi aku terus tumbuh bersamamu.

Kamu adalah gypsumku, dan aku adalah phillosmu.

Mencintaimu adalah sebuah kesialan dalam keberuntunganku.

Namun aku tidak akan pernah pupus, karena aku terbiasa hidup meski tanpa air.

Aku tidak akan berhenti mencitaimu semudah itu, meski kamu tidak mengubrisku.

Kamu tidak sadar memang, seseungguhnya kamu telah menjadi mineralku, kekuatanku
untuk tumbuh dan menunggu hingga kamu menjadi milikku atau milik yang lain.

Karena aku adalah phillos, maka aku tidak akan egois dan memaksa Tuhan agar
menjadikamu milikku.

Karena aku adalah phillos, aku mampu menunggumu jika Tuhan izinkan kamu milikku.

Karena aku adalah phillos, aku tulus padamu.

Karena aku adalah phillos, aku tidak tau sejauh mana keabadian cinta ini setia
mengikutiku.

Akankah lusa atau nanti rasa ini akan mati?

Karena aku adalah phillos, aku tidak akan memaksa mati sebelum waktunya berhenti.

Aku akan terus menjadi phillosmu sampai datang waktu ketika kamu bukan lagi gypsum
itu.
‘Berulang Kali’

Tiba, hari di mana aku menginginkan keajaiban terjadi. Setidaknya dialog kecil antara
kita. Ternyata, kita akhiri segalanya tanpa sepatah kata pun.

Kamu tampan dengan kemeja putih, jeans dan bag pack hitammu. Kamu manis dengan
jam hitam yang menempeli pergelangan tangan kirimu.

Suaramu selalu indah ditelingaku. Sayup aku mendengar suara itu, ya setidaknya
telingaku menangkap nada itu. Hatiku bergetar setiap kali mendengar fonasimu.

Suaramu adalah rangkaian nada yang paling aku harapkan berdenting denganku hari ini.
Dan lagi lagi, kita tanpa sapa, tanpa suara, kita akhiri segalanya dengan begitu saja.

Aku bersyukur, setidaknya aku bisa melihatmu berulang kali hari ini. Iya, berulang kali.
Kamu datang, duduk, di kantin, kamar mandi dan duduk di tempat yang sama lagi.
Setidaknya aku tidak mengakhiri hari ini tanpamu.

Setidaknya aku bisa melihatmu berulang kali. Aku bisa melihatmu hilang dengan game
onlinemu. Aku bisa melihat headset putih yang mengikuti lekuk telingamu. aku melihat
pulpen hijaumu. Aku sangat bahagia hari ini. Aku melihatmu berulang kali. Aku bisa
mendengar suara yang sangat aku rindukan itu berulang kali.

Kamu satu-satunya yang aku harapkan mendapatkan piala itu, agar aku bia puas
memandangi wajahmu berdiri di depan sana. Bisa jadi hari ini adalah hari terakhir aku
bisa mendengarmu, dan melihatmu dari jarak sedekat ini. Karena esok intuisi ku bilang
tidak akan ada lagi hari seperti ini.

Tidak apa-apa kita tidak menyapa, tidak ada dialog, tidak ada senyuman, tidak apa-apa.
Aku sudah cukup bahagia daripada aku sama sekali tidak bisa melihatmu. Aku setengah
mati mencari celah melirikmu, setengah mati aku berusaha melihatmu tanpa terlihat
olehmu. Karena memang begitu caraku mengagumimu. Tapi entahlah, aku rasa kentara
sekali aku melirikmu bukan?

Aku bisa melihat tanganmu, sepertinya kamu sedikit menghitam sekarang. Tapi aku
tetap suka jari-jari kurus lentingmu. Aku suka guratan yang membentuk bulan sabit
dari kedua sudut bibirmu. Aku suka kamu yang berbicara sambil tersenyum kepada
temanmu. Aku suka caramu tertawa. Bagiku kamu adalah sketsa Tuhan yang cukup
sayang untuk aku lewati.

Ini rasa terumit yang pernah aku lalui. Aku memanggil namamu tanpa suara berulang
kali, tapi tak ada gunanya. Aku kehilanganmu berulang kali. Bahkan aku kehilanganmu
yang tidak pernah aku miliki. Jujur saja, aku ingin cukup layak untukmu, aku ingin
terlihat manis untukmu.

Sekedar mengingatkan diriku sendiri, ada hal yang memang tidak mungkin terjadi
meski sudah kuperjuangkan habis-habisan contohnya kamu.

Mau aku dandan sambil kayangpun, itu tidak akan pernah terlihat olehmu, itu tidak
akan pernah menjadi sesuatu yang special untukmu, aku tidak akan pernah menjadi
cantik dimatamu, kan?

Padahal kita bertatapan tadi, aku berharap itu berarti. Akan aku jadikan itu sebagai
kenanganku juga. Tatapan randommu. Tatapan yang bisa membuatku merasa diruangan
itu hanya ada kita, sedangkan puluhan jiwa yang lain telah mengambang ke udara dan
pecah seperti gelembung balon sabun. Tatapan yang membuatku terasa lebih berat
dari gravitasi dan aku jatuh ke dalam perut bumi, meleleh seperti coklat lumer yang
ditaburi strawberry. Sejenak aku hilang bersama pikiranku. Hingga sadar menamparku
dan meninggalkan rasa sakit tanpa bekas merah, tatapanmu itu bukan sebuah
kesengajaan seperti rasa yang aku punya. Begitulah aku dan caraku menyukaimu.
Pikiran akan dirimu bisa membuatku melayang dan terjatuh dalam waktu yang
berdekatan. Hingga aku ingin bilang padamu aku lelah dengan semua kenangan, rindu,
rasa, intuisi, dan teka-teki akan rasamu terhadapku.

Aku ingin berhenti, berulang kali aku ingin berhenti.

Aku tau, aku sudah lelah. Rasaku ini pun sudah terlalu tua dan usang. Renta sudah.
Tetapi setiap lirik lagu yang aku dengar, membuat kamu menari dikepalaku. Bukan
tanpa sebab kamu muncul, tetapi memang karena keegoisanku terus memanggilmu
datang dan tidak rela kamu tinggalkan.

Anda mungkin juga menyukai