Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MAKALAH

PROSES FIKSASI PADA TANAMAN RHIZOBIUM


LEGUMINOSARUM

Oleh :

Nama
:
MHD. REZA
FAHLEVI
Nim
:
1903100071
Mata Kuliah
: Nutrisi Tanaman
Dosen Pengampuh : Widya Lestari

UNIVERSITAS LABUHANBATU
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
AGROTEKNOLOGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai dengan tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan dari karya tulis ini Penulis susun sebagai Tugas
mata kuliah Nutrisi Tanaman.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Kedua orang tua.
3. Widya Lestari selaku dosen pengampu mata kuliah Nutrisi Tanaman.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
Penulis mengharapkan bentuk kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat
Penulis perhatikan sebagai perbaikan dalam pembuatan karya-karya lain di masa
mendatang. Semoga makalah ini berguna bagi pembaca.

Rantau Prapat, 20 Desember 2022

Penulis

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau
batang. Bentuk bakteri dibagi atas tiga golongan, yaitu golongan basil
(tongkat/batang), golongan kokus (bulat), dan spiril (bengkok). Bentuk tubuh bakteri
dipengaruhi oleh keadaan medium dan usia bakteri (Dwijoseputro, 2010). Bakteri
merupakan mikroba uniseluler, pada umumnya tidak mempunyai klorofil. Ada
beberapa yang fotosintetik dan reproduksi aseksual dengan pembelahan sel. Bakteri
umumnya berukuran kecil dengan karakteristik dimensi sekitar 1 μm. Sel dapat
tunggal ataupun rantaian. Beberapa kelompok memiliki flagella dan dapat bergerak
aktif. Bakteri memiliki berat jenis 1,05-1,1 g cm -3 dan berat sekitar 10-12 g sebagai
partikel kering, bentuknya ada bulat (cocci), batang (bacil) dan lengkung. Bentuk
bakteri dipengaruhi oleh umur dan syarat pertumbuhan tertentu. Bakteri dikenal
dengan bentuk yang disebut involusi, yaitu perubahan bentuk yang disebabkan karena
faktor-faktor keadaan sekitar yang tidak menguntungkan seperti faktor makanan,
suhu dan hal lain yang kurang menguntungkan bagi bakteri. Selain bentuk involusi
dikenal pula pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-macam dan teratur yang
terdapat pada suatu bakteri meskipun ditumbuhkan pada syarat-syarat pertumbuhan
yang sesuai
Rhizobium merupakan bakteri yang mampu bersimbiosis dengan tanaman
leguminosa. Akar tanaman akan mengeluarkan suatu zat yang merangsang aktifitas
bakteri Rhizobium. Apabila bakteri sudah bersinggungan dengan akar rambut, akar
rambut akan mengeriting. Setelah memasuki akar, bakteri 5 berkembang biak
ditandai dengan pembengkakan akar. Pembengkakan akar akan semakin besar dan
akhirnya terbentuklah bintil akar karakteristik bakteri Rhizobium secara makroskopis
adalah warna koloni putih susu, tidak transparan, bentuk koloni sirkuler, konveks,
semitranslusen, diameter 2-4 mm dalam waktu 3-5 hari pada agar khamir-manitol-
garam mineral. Secara mikroskopis sel bakteri Rhizobium berbentuk batang, aerobik,
gram negativ dengan ukuran 0,5-0,9 x 1,2-3 μm, bersifat motil pada media cair,
umumnya memiliki satu flagella polar atau subpolar. Untuk pertumbuhan optimum
dibutuhkan temperature 25-300C, pH 6-7 (kecuali galur-galur dari tanah masam).
Fiksasi nitrogen sangat penting untuk lingkungan dan pertanian berkelanjutan
(Sustainabele agriculture). Sebagian besar tanaman mengasimilasi nitrogen hanya dari
tanah melalui penambahan pupuk. Sumber alternatif lain adalah Rhizobia yang mampu
meyebabkan pembentukan nodula pada akar dari tanaman legum sebagai tanaman
inang. Organ tanaman khusus diserang oleh bakteria yang memfiksasi nitrogen dalam
keadaan bakteroid endosimbiotik dalam sel tanaman. Proses ini melibatkan pengenalan
spesifik dan diferensiasi berkembang baik bakteri dan sel tanaman inang. Rhizobia
berhadapan dengan bermacam-macam kondisi lingkungan seperti bakteria yang hidup
bebas dalam tanah, selama proses infeksi dan seperti diferensiasi bakteroid dalam sel

1
tanaman.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana proses fiksasi pada tanaman Rhizobium Leguminosarum..
2. Bagaimana pengaruh pproses fiksasi pada tanaman Rhizobium Leguminosarum.

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui proses fiksasi pada tanaman Rhizobium Leguminosarum.
2. Mengetahui pengaruh proses fiksasi pada tanaman Rhizobium Leguminosarum.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Proses fiksasi pada tanaman Rhizobium Leguminosarum
2. Pengaruh pproses fiksasi pada tanaman Rhizobium Leguminosarum.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Rhizobium


Genus Rhizobium (Frank, 1889) awal mulanya berasal dari bahasa latin yang
artinua hidup di akar dan untuk beberapa tahun ini merupakan genus untuk semua
Rhizobia. Beberapa spesies kemudian pindah menjadi genera baru berdasarkan
analisis
pilogenetik. Dan sekarang ini meliputi 16 spesies.
Rhizobia adalah kelompok organisme yang sangat kecil (mikroorganisme) yang
hidup di dalam tanah. Rhizobia adalah bakteria yang bersel satu/tunggal, panjangnya
sekitar 1.000 mm .

1. Rhizobium cellulosilyticum New 28/3/07 (García-Fraile et. al. 2007)

2. Rhizobium daejeonense corrected 17/12/06

3. Rhizobium etli

4. Rhizobium galegae

5. Rhizobium gallicum

6. Rhizobium giardinii

7. Rhizobium hainanense

8. Rhizobium huautlense

9. Rhizobium indigoferae

10. Rhizobium leguminosarum Type species

11. Rhizobium loessense formerly "Rhizobium huanglingense"

12. Rhizobium lusitanum

13. Rhizobium mongolense

14. Rhizobium sullae formerly "Rhizobium hedysari"

15. Rhizobium tropici

16. Rhizobium undicola formerly Allorhizobium undicola

17. Rhizobium yanglingense

3
2.2 Morfologi dan Sitologi Rhizobium
 Sel muda mengandung zat warna, merata kecuali strain dari R.
Leguminosaarum dan R. trifolii sering berisi granule metachromatic. Sel yang tua
umumnya lebih lama dalam mengabsorbsi warna dan unstainde area dari
polihydroksi butirat (PHB) yang menandai morfologi. Sel muda bergerak dengan
flagella yang salah satunya bisa secara polar atau peritritious. Rhizobia muda, pada
media kultur berbentuk batang dan menjadi bakteroid dibawah kondisi tertentu,
serupa dengan bentu rhizobia pada nodula.

2.3 Proses masuknya Rhizobium ke dalam Akar Legum


Rhizobium masuk ke dalam akar legum salah satunya melalui rambut akar atau
secara langsung ke titik munculnya akar lateral. Akar yang atau pengontrol tumbuh
dan cabang rambut akar adalah respons tanaman pertama yang dapat terlihat karena
terinfeksi rhizobium. Meskipun demikian, nodula tanaman legum umumnya
nampaknya mengandung hanya satu strain dari Rhizobium menjadikan akar
tanaman dapat membentuk nodula dengan lebih dari satu strain. Dilaporkan bahwa
strains Rhizobium mampu menginfeksi legum dengan melepaskan polisakarida
spesifik yang menyebabkan lebih banyak aktivitas pektolitik oleh akar. Beberapa
berpendapat bahwa robekan mekanik dengan rhizobium masuk ke dinding rambut
akar yang pecah. Rhizobium juga bisa terperangkap sampai membungkus rambut
akar yang telah berubah bentuk.
Bagaimana sebenarnya nodula dibentuk ? Infeksi benang masuk dan
berpenetrasi ke dalam akar dari sel ke sel. Sel ini terbagi membentuk jaringan nodula
dimana bakteria ini terbagi dan menggandakan diri. Batas pemisah berkembang,
lokasi pusat dimana bakteria berada, jaringannya dinamakan zona bakteria yang
ditandai dengan nodula dari bakteria yang nenyerangnya- jaringan bebas dinamakan
korteks nodula. Jaringan nodula tumbuh dalam berbagai ukuran, mendorong dirinya
melalui akar dan kemudian muncul sebagai tambahan dalam sistem perakaran.
Ukuran dan bentuknya bergantung pada spesies dan tanaman legumnya.

4
Ada dua tipe nodula, yaitu efektif dan inefektif. Nodula efektif dibentuk oeh
strains efektif dari Rhizobium. Nodula ini berkembang dengan baik, berwarna merah
muda akibat adanya pigmen leghaemoglobin. Jaringan bakteroid berkembang baik
dan terorganisasi dengan baik dengan banyak bakteroid. Berbeda dengan strain
inefektif dari Rhizobium bentuk nodula inefektif umumnya kecil dan berisi sedikit
jaringan bakteroid yang berkembang, menunjukkan akumulasi tepung dalam sel
tanaman inang yang tidak berisi Rhizobium. Bakteroid dalam nodula inefektif berisi
glikogen.

2.4 Proses pembentukan Nodula pada Tanaman Legum oleh Rhizobium


Tanaman legum dalam kondisi ternodulasi oleh bakteri pemfiksasi N
bersimbiosis dengan bakteria tanah dari genus Rhizobium, Bradyrhizobium,
Azorhizobium, Mesorhizobium and Sinorhizobium. Interaksi antara bakteri
rhizobium dengan tanaman legum dikendalikan oleh tanaman inang tertentu.
Misalnya S. Meliloti membentuk nodule pada alfafa dan B. japonicum membentuk
nodula pada kedelai. Tanaman inang nya tertentu, ditentukan dengan paling sedikit
dua tahap perubahan sinyal yang saling bergantian antara tanaman adan
mikrosimbiotik (Gambar 8). Pertama, gen bakteri nodulasi (nod) aktif dalam
merespons sinyal molekul yang dikeluarkan tanaman seperti flavonoids, dihasilkan
dari biosintesis dan sekresi lipochitooligosaccharides (LCOs) oleh bakteri rhizobium.
Tahap kedua, LCOs mendatangkan bentuk nodul pada akar tanaman inang dan
memicu proses infeksi. LCOs yang menyebabkan bentuk akar bernodula pada
tanaman inang dinamakan faktor Nod.

5
2.5 Peran

Nitrogenase dalam Proses Fiksasi Nitrogen


Fiksasi Nitrogen dilakukan oleh bakteri. Bakteri ini menyelenggarakan fiksasi nitrogen
yang terjadi baik oleh bakteri yang hidup bebas atau hidup bersimbiosis dalam akar tanaman
legum seperti kedelai, clover, dan buncis. Fiksasi Nitrogen ini melibatkan penggunaan ATP
dan proses reduksi ekivalen berasal dari metabolisme primer. Semua reaksi yang terjadi
dikatalisis oleh nitrogenase. Nitrogenase adalahdua protein kompleks. Satu komponen,
dinamakan nitrogenase reduktase (NR) adalah besi (Fe) berisi protein yang menerima
elektron dari ferredoxin, reduktat kuat, dan kemudian mengirimkannya kekomponen lainnya
dinamakan nitrogenase atau M0Fe protein (Iron-Molybdenum Protein). Nitrogenase pertama
kali menerima elektron dari NR dan proton dari larutan. Nitrogenase mengikat molekul dari
molekul nitrogen (melepaskan H2 pada waktu yang sama) , dan kemudian menerima elektron
dan proton dari NR, menambahkannya ke dalam molekul N2, akhirnya melepaskan dua
molekul amoniak NH3. Melepaskan molekul hidrogen, H2, rupanya adalah bagian yang hakiki
dari fiksasi nitrogen. Cukup banyak sistem fiksasi nitrogen berisi enzim, hydrogenase, yang
memanen elektron dari molekul hidrogen dan mentransfernya kembali ke dalam ferredoxin,
kemudian menyimpan beberapa energi metabolik yang hilang selama reduksi nitrogen.
Bagian utama dari energi fotosintesis dalam tanaman yang bernodula digunakan untuk
fiksasi N2. Paling tidak enam belas molekul ATP dihidrolisis selama reduksi oleh molekul
nitrogen tunggal. Pengeluaran energi dari fotosintesis sama sekali membatasi pertumbuhan
tanaman yang memfiksasi nitrogen. Contohnya, hasil penggunaan energi.

2.6 Fiksasi N2 dan Suplai Nitrogen oleh Tanaman Legum


Leguminose tergolong kelompok Fabaceae atau leguminoceae. Tanaman
leguminose terdiri dari hampir 20.000 spesies yang tergabung dalam 750 genus.
Hanya sekitar 3.500 spesies tanaman leguminose yang diketahui menambat N 2
(Moreira, 2007) dan hanya 15 % spesies yang sudah diuji kemampuannya untuk
bersiombiosis dengan rhizobia (Allen dan Allen, 1981). Leguminose memiliki fungsi
ekologis dan ekonomis yang penting karena merupakan salah satu kelompok
fungsional dalam memelihara kesuburan tanah suatu ekosistem dan sumber protein
bagi manusia dan ternak serta bahan kayu yang berkualitas.
Fiksasi N2 dari atmosfer merupakan proses biologi terpenting kedua setelah
fotosintesis. Dalam proses tersebut terjadi reduksi gas N 2 menjadi 2 molekul ammonia
yang dilakukan oleh mikroba yang memiliki enzim nitrogenase. Fiksasi N 2 dapat
terjadi secara simbiosis antara tanaman legum dengan rhizobia penambat N 2. Proses
tersebut dapat menyumbangkan lebih dari 100 juta m 3 ton N per tahun dan memenuhi

6
66 % kebutuhan nitrogen untuk lahan pertanian.

Penambatan N2 melalui tanaman leguminose hanya terjadi di dalam bintil akar


efektif yang mengandung bakteroid rhizobium. Tanaman leguminose yang tidak
membentuk bintil akar atau memiliki bintil akar yang tidak efektif tidak dapat
menambat N2. Bintil akar efektif terbentuk apabila perakaran tanaman leguminose
diinfeksi oleh spesies rhizobium yang sesuai secara genetik. Jumlah spesies
Rhizobium yang telah dikenal selama ini terdiri dari 16 spesies yang tergolong ke
dalam 4 genus (Tabel 2). Pembentukan bintil akar dikendalikan oleh gen nod A, B, C,
dan D yang terdapat pada seluruh Rhizobia (Gambar 3), sedangkan gen yang
menyandi kesesuaian rhizobia dengan inang adalah nod E, F, G, H, I, J, K, L, M, P,
Q.

7
Penambatan N2 oleh rhizobia terjadi melalui reduksi molekul N 2 menjadi
ammonia dengan reaksi berikut :

Ammonia yang terbentuk kemudian ditransfer dari bakteroid ke dalam sel akar
inang dan dikonversi menjadi aspargin. Aspargin selanjutnya ditranslokasikan ke
bagian atas tanaman, sedangkan tanaman menyuplai nutrisi dalam bentuk fotosintat
untuk mendukung aktivitas Rhizobia. Minchin dan Pate (1973 dalam Bergensen,
1977) menyatakan bahwa 32 % fotosintat dialirkan ke dalam bintil akar yang
digunakan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan bintil (5 %), untuk respirasi (12 %)
serta dikembalikan kepada tanaman dalam bentuk kombinasi dengan nitrogen (15 %).
Nitrogen yang difiksasi melalui tanaman leguminose dapat secara langsung dan
tidak langsung ditransfer kepada tanaman lainnya yang tumbuh di sekitar tanaman

8
leguminose. Proses transfer nitrogen oleh tanaman leguminose dapat melalui
beberapa mekanisme. Transfer N terbesar dapat dilakukan setelah proses mineralisasi
N organik menjadi N anorganik. Dengan adanya proses transfer N tersebut
merupakan salah satu faktor pendukung terbentuknya asosiasi tanaman leguminose
dengan jenis tanaman lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 transfer nitrogen dari tanaman legum Ke tanaman non legum


Transfer nitrogen (N) adalah pemindahan N dari tanaman legum ke tanaman
non legum yang umumnya adalah rumput (Bropy et al., 1987). Istilah tersebut
juga digunakan untuk menggambarkan pengaruh menguntungkan residu N
tanaman legum yang sudah mati (Ofori dan Stern, 1987). Proporsi N pada
tanaman rumput yang berasal dari leguminose yang ditanam secara tumpangsari
sangat bervariasi tergantung kepada lama waktu pengamatan, spesies tanaman,
umur tanaman, metodologi yang digunakan, serta kondisi lingkungan dan
penelitian. Bropy et al (1987) menemukan bahwa 68 % nitrogen yang terkandung
di dalam rumput kanari (Phalaris arundinacea L.) berasal dari alfalfa (Medicago
sativa L.) dan 79% nitrogen dari tanaman Lotus corniculata L. Jumlah tersebut
merupakan 17 dan 13 % dari total N yang difiksasi berturut-turut oleh alfalfa dan
Lotus corniculata L. Penelitian Haystead dan Marriot (1979) membuktikan
terjadinya transfer N sebesar 6 – 12 % dari tanaman white clover ke tanaman
ryegrass (Lolium perens L.). Jumlah nitrogen yang ditransfer oleh tanaman alfalfa
ke bromegrass adalah 14 kg/ha/th dengan proporsi 5 kg/ha/th berasal dari tanah
dan 9 kg/ha/th berasal dari fiksasi N2. Pada hamparan rumput di New Zealand, 50
% kebutuhan N rumput disuplai oleh tanaman white clover (Ledgard, 1991 dalam
Tomm, 1993).
Suplai N oleh tanaman leguminose kepada tanaman non leguminose
menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan dan produksi tanaman non
leguminose. Salah satu contohnya adalah jumlah produksi pakan ternak dari
campuran rumput dan tanaman leguminose sama besarnya dengan produksi
rumput monokultur dengan pemupukan lebih dari 100 kg N/ha (Knight, 1984
dalam Tomm, 1993).
Berdasarkan kajian terhadap beberapa hasil penelitian, mekanisme transfer
nitrogen dapat digolongkan ke dalam 2 kelompok , yaitu mekanisme transfer
jangka pendek (short term) dan jangka panjang (long term). Transfer N jangka
pendek tidak melibatkan proses dekomposisi jaringan tanaman, sedangkan
transfer N jangka panjang melibatkan proses dekomposisi bahan organik.
a. Mekanisme Transfer N Jangka Pendek
Mekanisme transfer N jangka pendek terdiri dari beberapa proses, yaitu (1)
ekskresi senyawa nitrogen oleh tanaman yang kemudian diasimilasi oleh tanaman
lainnya yang berasosiasi dengan tanaman tersebut (Gambar 4), (2) transfer N yang

9
difasilitasi oleh mikoriza, dan (3) proses leaching N terlarut dari daun tanaman.
Beberapa tanaman leguminose yang membentuk nodul mengeksresikan senyawa
N yang kemudian digunakan oleh tanaman lainnya yang tidak mampu menambat
N2 (Ruschel et al., 1979). Whitney dan Kanehiro (1967) menyatakan, sejumlah
besar proporsi N dilepaskan dari akar tanaman leguminose tropis dalam waktu 1
minggu setelah rontoknya daun. Laju dan jumlah N terfiksasi yang dilepaskan
oleh perakaran tanaman leguminose semakin besar pada tanaman yang merana
karena proses perontokan daun dan akibat perlakuan pemupukan (Wilman, 1970).
b. Mekanisme Transfer N Jangka Panjang
Mekanisme transfer N jangka panjang meliputi proses dekomposisi akar ,
bintil akar, batang daun dan bunga, dan serasah tanaman leguminose (Gambar 5),
serta pelepasan N dari kotoran ataupun urin ternak pemakan leguminose. Jumlah
N yang dilepaskan dari proses tersebut sangat tergantung kepada kandungan N
tanaman leguminose. Setiap jenis tanaman leguminose memiliki kandungan N
yang berbeda (Tabel 3). Tidak seluruh N tersebut diperoleh dari hasil fiksasi N2.
Tanaman leguminose pakan ternak dapat memenuhi 90 % kebutuhan N-nya dari
fiksasi N2, sedangkan tanaman leguminose penghasil biji hanya mampu
memenuhi 50 % dari kebutuhan N-nya dari fiksasi N2 (Paul dan Clark, 1996).
Tanaman leguminose pakan ternak umumnya dibudidayakan dalam waktu yang
lebih lama, sedangkan leguminose penghasil biji dipanen lebih cepat sehingga
waktu untuk memfiksasi N2 sepanjang siklus hidupnya lebih lama pada tanaman
leguminose pakan ternak.
3.2 Asosiasi Tanaman Leguminose
Asosiasi menggambarkan munculnya kembali komunitas tanaman yang
memiliki diagnose spesies yang spesifik, yaitu suatu karakteristik yang bervariasi
dalam komposisi spesies dan skala yang tegas mengenai kondisi atau struktur
habitatnya. Asosiasi tanaman merupakan kumpulan satu spesies relatif tanaman
dalam satu hamparan lahan tertentu. Misalnya, asosiasi tanaman pada lahan basah
di daerah barat daya Oregon. Berdasarkan kunci dan deskripsi khusus (National
Vegetation Classification System) ditemukan 122 jenis asosiasi tanaman yang
meliputi 14 jenis hutan dan tanaman berkayu, 28 semak, 78 tanaman herba, dan 2
kelompok tanaman nonvaskular. Suatu jenis tanaman monotipik dinyatakan
sebagai asosiasi apabila menempati areal minimal seluas 100 m2.
Untuk membedakan asosiasi pohon dan semak dengan asosiasi herba, maka
hamparan asosiasi yang dinyatakan sebagai asosiasi herba adalah hamparan
dengan minimal 20 % tutupan oleh tanaman herba. Asosiasi hutan yang
ditemukan di Kanada terdiri dari 236 asosiasi. Sebagian besar (190 atau 80%)
memiliki paling tidak 1 asosiasi yang serupa (tingkat kesamaan > 60 %) dan 60
(25 %) dari bagian tersebut tergolong sangat mirip (tingkat kesamaan > 70 %).
a. Asosiasi Tanaman Legum
Tanaman leguminose dapat berasosiasi dengan beberapa jenis tanaman
lainnya, seperti kelompok rumput-rumputan, biji-bijian (Alvey et al., 2003),
semak, dan ditumpangsarikan dengan beberapa jenis tanaman pangan (Alvey et

10
al., 2003; Mustafa et al., 2004) dan perkebunan (Liphadzi dan Reinhardt, 2004;
Pound et al., 1980). Leguminose berinteraksi secara spesifik dengan mikroba
fungsional penambat N2 dan kadangkala dengan cendawan mikorhiza. Setiap
jenis tanaman leguminose memiliki kandungan N berbeda satu sama lain sehingga
rasio C/N-nya juga berbeda. Perbedaan rasio C/N serasah tanaman tersebut
menyebabkan proses dekomposisi yang berbeda dengan melibatkan populasi
dekomposer yang berbeda. Hasil penelitian Oyun et al (2006) menunjukkan,
bahwa populasi terbesar dekomposer ditemukan pada kombinasi serasah Acacia
yang memiliki rasio C/N tinggi dengan Gliricida yang memiliki rasio C/N lebih
rendah. Populasi dekomposer pada serasah murni gliricida maupun acacia lebih
rendah daripada populasi dekomposer pada serasah campuran.
Tanaman leguminose penutup tanah juga mampu menyediakan habitat yang
sesuai untuk perkembangan musuh alam bagi hama arthropoda (Hokkanen, 1991).
Penelitian lain menyebutkan bahwa pemilihan spesies tanaman leguminose untuk
penutup tanah perlu dikaji supaya tidak menjadi sumber hama bagi tanaman
lainnya. Lapointe (2003) menemukan bahwa tanaman Cajanus cajan tidak sesuai
digunakan sebagai tanaman penutup tanah di sela-sela pertanaman jeruk citrun
karena berdampak positif terhadap pertumbuhan larva hama Diaprepes
abbreviatus (Coleoptera: curculionidae) yang menyerang akar tanaman citrun..

11
BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Tanaman leguminose merupakan tanaman fungsional yang mampu menambat
N2 dan mensuplai nitrogen kepada tanaman non leguminose yang ada di
sekitarnya. Penambatan N2 merupakan salah satu bagian dari siklus nitrogen.
Suplai nitrogen yang dilakukan oleh tanaman leguminose kepada tanaman non
leguminose dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu mekanisme jangka pendek
tanpa melalui proses dekomposisi (ekskresi senyawa nitrogen oleh tanaman yang
kemudian diasimilasi oleh tanaman lainnya yang berasosiasi dengan tanaman
tersebut, transfer N yang difasilitasi oleh mikoriza, dan proses leaching N terlarut
dari daun tanaman) dan mekanisme jangka panjang (dekomposisi akar dan bintil
akar tanaman leguminose, dekomposisi batang daun dan bunga tanaman
leguminose, serasah tanaman leguminose, dan pelepasan N dari kotoran ataupun
urin ternak pemakan leguminose).
Suplai nitrogen yang dilakukan oleh tanaman leguminose kepada tanaman
non leguminose dapat membantu memenuhi sebagian kebutuhan N tanaman non
leguminose. Suplai nitrogen oleh tanaman leguminose kepada lingkungannya
merupakan salah satu faktor pendukung terbentuknya asosiasi tanaman
leguminose dengan tanaman lainnya atau dengan organisme dari tingkatan tropik
lainnya.. .

12
DAFTAR PUSTAKA

Alvey, S., C.H. Yang., A. Buerkert, D.E. Crowley. 2003. Cereal/legume rotation
effects on rhizosphere bacterial community structure in west
African soils. Biol Fertil Soils. 37:72-82.
Barea, J.M., F. El-Atrach, and R. Azcon. 1989. Mycorrhiza and phosphate
interactions as affecting plant development, N2-fixation, N-
transfer and N-uptake from soil in legume-grass mixtures by
using a 15N dilution technique. Soil Biol. Biochem. 21:581-
589.
Brophy, L.S., G.H. Heichel, and M.P. Risselle. 1987. Nitrogen transfer from
forage legumes to grass in a systematic planting design. Crop
Sci. 27:753-758.
Christy, J.A. 2004. Native Freshwater Wetland Plant Associations of
Northwestern Oregon. Natural Heritage Information Center,
Oregon State University. USA.
Eason, W.R. and E.I. Newman. 1990. Rapid cycling of nitrogen and phosphorous
from dying roots of Lolium perenne. Oecologia. 82:432-436.
Graham, P.H. 1998. Biological Dinitrogen Fixation : Symbiotic. In. Principles and
Apllications of Soil Microbiology. D.M. Sylvia, J.J. Fuhrman,
P.G. Hartel and. D.A. Zuberer (Eds.). Prentice Hall. UK.
Pp:322-345.
Harper, L.A., R.R. Shape, G.W. Langdale, and J.E. Giddens. 1987. Nitrogen
cycling in awheat crop: soil, plant, and aerial transport. Agron.
J. 79:965-973.
Hindersah, R., & Setiawati, M.R. 1997. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan
N pada lahan marjinal dengan metode biologis dengan inikator
tanaman tomat. Laporan Penelitian. Bandung: LP-UNPAD.
Hindersah, R., Arief, D.H. & Sumarni, Y. 2000. Kontribusi hormonal Azotobcter
chroococcum pada pertumbuhankecambah jagung sistem kultur
cair. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi Pertanian.
Hindersah, R., Arifin, M. & Rudiwan, Y. 2002a. Pengaruh
asam humat dan supernatan Azotobacter chrococcum terhadap
pertumbuhan bibit selada (Lactuca Sativa L.) pada Andisol.
Makalah disampaikan pada Seminar Tahunan Himpunan Ilmu

13
Tanah di Mataram.
Hindersah, R., Fitriatin, B.N. & Setiawati, M.R. 2003c. Azotobacter application in
agricultural soil management. Proceeding InHetrick, B.A.D.,
G.W.T. Wilson, and D.C. Harnett. 1989. Relationship between
mycorrhizal dependence and competitive ability of two tallgrass
prairie grasses. Can. J. Bot. 67:2608-2615.
Hokkanen, H.M.T. 1991. Trap cropping in pest management. Annu. Rev.
Entomol. 36:119-138.
Hooper DU, FS Chapin III, JJ Ewel, A Hector, P Inchausti, S Lavorel, JH Lawton,
DM Lodge, M Loreau, S Naeem, B Schmid, H Setälä, AJ
Symstad, J Vandermeer and DA Wardle. 2005. Effects of
biodiversity on ecosystem functioning: a consensus of current
knowledge. Ecol Monog75:3-35.

14

Anda mungkin juga menyukai