Oleh :
Nama
:
MHD. REZA
FAHLEVI
Nim
:
1903100071
Mata Kuliah
: Nutrisi Tanaman
Dosen Pengampuh : Widya Lestari
UNIVERSITAS LABUHANBATU
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
AGROTEKNOLOGI
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan
selesai dengan tepat waktu.
Adapun maksud dan tujuan dari karya tulis ini Penulis susun sebagai Tugas
mata kuliah Nutrisi Tanaman.
Pada kesempatan ini, Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa
2. Kedua orang tua.
3. Widya Lestari selaku dosen pengampu mata kuliah Nutrisi Tanaman.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu
Penulis mengharapkan bentuk kritik maupun saran yang bersifat membangun sangat
Penulis perhatikan sebagai perbaikan dalam pembuatan karya-karya lain di masa
mendatang. Semoga makalah ini berguna bagi pembaca.
Penulis
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
tanaman.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3. Rhizobium etli
4. Rhizobium galegae
5. Rhizobium gallicum
6. Rhizobium giardinii
7. Rhizobium hainanense
8. Rhizobium huautlense
9. Rhizobium indigoferae
3
2.2 Morfologi dan Sitologi Rhizobium
Sel muda mengandung zat warna, merata kecuali strain dari R.
Leguminosaarum dan R. trifolii sering berisi granule metachromatic. Sel yang tua
umumnya lebih lama dalam mengabsorbsi warna dan unstainde area dari
polihydroksi butirat (PHB) yang menandai morfologi. Sel muda bergerak dengan
flagella yang salah satunya bisa secara polar atau peritritious. Rhizobia muda, pada
media kultur berbentuk batang dan menjadi bakteroid dibawah kondisi tertentu,
serupa dengan bentu rhizobia pada nodula.
4
Ada dua tipe nodula, yaitu efektif dan inefektif. Nodula efektif dibentuk oeh
strains efektif dari Rhizobium. Nodula ini berkembang dengan baik, berwarna merah
muda akibat adanya pigmen leghaemoglobin. Jaringan bakteroid berkembang baik
dan terorganisasi dengan baik dengan banyak bakteroid. Berbeda dengan strain
inefektif dari Rhizobium bentuk nodula inefektif umumnya kecil dan berisi sedikit
jaringan bakteroid yang berkembang, menunjukkan akumulasi tepung dalam sel
tanaman inang yang tidak berisi Rhizobium. Bakteroid dalam nodula inefektif berisi
glikogen.
5
2.5 Peran
6
66 % kebutuhan nitrogen untuk lahan pertanian.
7
Penambatan N2 oleh rhizobia terjadi melalui reduksi molekul N 2 menjadi
ammonia dengan reaksi berikut :
Ammonia yang terbentuk kemudian ditransfer dari bakteroid ke dalam sel akar
inang dan dikonversi menjadi aspargin. Aspargin selanjutnya ditranslokasikan ke
bagian atas tanaman, sedangkan tanaman menyuplai nutrisi dalam bentuk fotosintat
untuk mendukung aktivitas Rhizobia. Minchin dan Pate (1973 dalam Bergensen,
1977) menyatakan bahwa 32 % fotosintat dialirkan ke dalam bintil akar yang
digunakan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan bintil (5 %), untuk respirasi (12 %)
serta dikembalikan kepada tanaman dalam bentuk kombinasi dengan nitrogen (15 %).
Nitrogen yang difiksasi melalui tanaman leguminose dapat secara langsung dan
tidak langsung ditransfer kepada tanaman lainnya yang tumbuh di sekitar tanaman
8
leguminose. Proses transfer nitrogen oleh tanaman leguminose dapat melalui
beberapa mekanisme. Transfer N terbesar dapat dilakukan setelah proses mineralisasi
N organik menjadi N anorganik. Dengan adanya proses transfer N tersebut
merupakan salah satu faktor pendukung terbentuknya asosiasi tanaman leguminose
dengan jenis tanaman lainnya.
BAB III
PEMBAHASAN
9
difasilitasi oleh mikoriza, dan (3) proses leaching N terlarut dari daun tanaman.
Beberapa tanaman leguminose yang membentuk nodul mengeksresikan senyawa
N yang kemudian digunakan oleh tanaman lainnya yang tidak mampu menambat
N2 (Ruschel et al., 1979). Whitney dan Kanehiro (1967) menyatakan, sejumlah
besar proporsi N dilepaskan dari akar tanaman leguminose tropis dalam waktu 1
minggu setelah rontoknya daun. Laju dan jumlah N terfiksasi yang dilepaskan
oleh perakaran tanaman leguminose semakin besar pada tanaman yang merana
karena proses perontokan daun dan akibat perlakuan pemupukan (Wilman, 1970).
b. Mekanisme Transfer N Jangka Panjang
Mekanisme transfer N jangka panjang meliputi proses dekomposisi akar ,
bintil akar, batang daun dan bunga, dan serasah tanaman leguminose (Gambar 5),
serta pelepasan N dari kotoran ataupun urin ternak pemakan leguminose. Jumlah
N yang dilepaskan dari proses tersebut sangat tergantung kepada kandungan N
tanaman leguminose. Setiap jenis tanaman leguminose memiliki kandungan N
yang berbeda (Tabel 3). Tidak seluruh N tersebut diperoleh dari hasil fiksasi N2.
Tanaman leguminose pakan ternak dapat memenuhi 90 % kebutuhan N-nya dari
fiksasi N2, sedangkan tanaman leguminose penghasil biji hanya mampu
memenuhi 50 % dari kebutuhan N-nya dari fiksasi N2 (Paul dan Clark, 1996).
Tanaman leguminose pakan ternak umumnya dibudidayakan dalam waktu yang
lebih lama, sedangkan leguminose penghasil biji dipanen lebih cepat sehingga
waktu untuk memfiksasi N2 sepanjang siklus hidupnya lebih lama pada tanaman
leguminose pakan ternak.
3.2 Asosiasi Tanaman Leguminose
Asosiasi menggambarkan munculnya kembali komunitas tanaman yang
memiliki diagnose spesies yang spesifik, yaitu suatu karakteristik yang bervariasi
dalam komposisi spesies dan skala yang tegas mengenai kondisi atau struktur
habitatnya. Asosiasi tanaman merupakan kumpulan satu spesies relatif tanaman
dalam satu hamparan lahan tertentu. Misalnya, asosiasi tanaman pada lahan basah
di daerah barat daya Oregon. Berdasarkan kunci dan deskripsi khusus (National
Vegetation Classification System) ditemukan 122 jenis asosiasi tanaman yang
meliputi 14 jenis hutan dan tanaman berkayu, 28 semak, 78 tanaman herba, dan 2
kelompok tanaman nonvaskular. Suatu jenis tanaman monotipik dinyatakan
sebagai asosiasi apabila menempati areal minimal seluas 100 m2.
Untuk membedakan asosiasi pohon dan semak dengan asosiasi herba, maka
hamparan asosiasi yang dinyatakan sebagai asosiasi herba adalah hamparan
dengan minimal 20 % tutupan oleh tanaman herba. Asosiasi hutan yang
ditemukan di Kanada terdiri dari 236 asosiasi. Sebagian besar (190 atau 80%)
memiliki paling tidak 1 asosiasi yang serupa (tingkat kesamaan > 60 %) dan 60
(25 %) dari bagian tersebut tergolong sangat mirip (tingkat kesamaan > 70 %).
a. Asosiasi Tanaman Legum
Tanaman leguminose dapat berasosiasi dengan beberapa jenis tanaman
lainnya, seperti kelompok rumput-rumputan, biji-bijian (Alvey et al., 2003),
semak, dan ditumpangsarikan dengan beberapa jenis tanaman pangan (Alvey et
10
al., 2003; Mustafa et al., 2004) dan perkebunan (Liphadzi dan Reinhardt, 2004;
Pound et al., 1980). Leguminose berinteraksi secara spesifik dengan mikroba
fungsional penambat N2 dan kadangkala dengan cendawan mikorhiza. Setiap
jenis tanaman leguminose memiliki kandungan N berbeda satu sama lain sehingga
rasio C/N-nya juga berbeda. Perbedaan rasio C/N serasah tanaman tersebut
menyebabkan proses dekomposisi yang berbeda dengan melibatkan populasi
dekomposer yang berbeda. Hasil penelitian Oyun et al (2006) menunjukkan,
bahwa populasi terbesar dekomposer ditemukan pada kombinasi serasah Acacia
yang memiliki rasio C/N tinggi dengan Gliricida yang memiliki rasio C/N lebih
rendah. Populasi dekomposer pada serasah murni gliricida maupun acacia lebih
rendah daripada populasi dekomposer pada serasah campuran.
Tanaman leguminose penutup tanah juga mampu menyediakan habitat yang
sesuai untuk perkembangan musuh alam bagi hama arthropoda (Hokkanen, 1991).
Penelitian lain menyebutkan bahwa pemilihan spesies tanaman leguminose untuk
penutup tanah perlu dikaji supaya tidak menjadi sumber hama bagi tanaman
lainnya. Lapointe (2003) menemukan bahwa tanaman Cajanus cajan tidak sesuai
digunakan sebagai tanaman penutup tanah di sela-sela pertanaman jeruk citrun
karena berdampak positif terhadap pertumbuhan larva hama Diaprepes
abbreviatus (Coleoptera: curculionidae) yang menyerang akar tanaman citrun..
11
BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa:
Tanaman leguminose merupakan tanaman fungsional yang mampu menambat
N2 dan mensuplai nitrogen kepada tanaman non leguminose yang ada di
sekitarnya. Penambatan N2 merupakan salah satu bagian dari siklus nitrogen.
Suplai nitrogen yang dilakukan oleh tanaman leguminose kepada tanaman non
leguminose dapat melalui beberapa mekanisme, yaitu mekanisme jangka pendek
tanpa melalui proses dekomposisi (ekskresi senyawa nitrogen oleh tanaman yang
kemudian diasimilasi oleh tanaman lainnya yang berasosiasi dengan tanaman
tersebut, transfer N yang difasilitasi oleh mikoriza, dan proses leaching N terlarut
dari daun tanaman) dan mekanisme jangka panjang (dekomposisi akar dan bintil
akar tanaman leguminose, dekomposisi batang daun dan bunga tanaman
leguminose, serasah tanaman leguminose, dan pelepasan N dari kotoran ataupun
urin ternak pemakan leguminose).
Suplai nitrogen yang dilakukan oleh tanaman leguminose kepada tanaman
non leguminose dapat membantu memenuhi sebagian kebutuhan N tanaman non
leguminose. Suplai nitrogen oleh tanaman leguminose kepada lingkungannya
merupakan salah satu faktor pendukung terbentuknya asosiasi tanaman
leguminose dengan tanaman lainnya atau dengan organisme dari tingkatan tropik
lainnya.. .
12
DAFTAR PUSTAKA
Alvey, S., C.H. Yang., A. Buerkert, D.E. Crowley. 2003. Cereal/legume rotation
effects on rhizosphere bacterial community structure in west
African soils. Biol Fertil Soils. 37:72-82.
Barea, J.M., F. El-Atrach, and R. Azcon. 1989. Mycorrhiza and phosphate
interactions as affecting plant development, N2-fixation, N-
transfer and N-uptake from soil in legume-grass mixtures by
using a 15N dilution technique. Soil Biol. Biochem. 21:581-
589.
Brophy, L.S., G.H. Heichel, and M.P. Risselle. 1987. Nitrogen transfer from
forage legumes to grass in a systematic planting design. Crop
Sci. 27:753-758.
Christy, J.A. 2004. Native Freshwater Wetland Plant Associations of
Northwestern Oregon. Natural Heritage Information Center,
Oregon State University. USA.
Eason, W.R. and E.I. Newman. 1990. Rapid cycling of nitrogen and phosphorous
from dying roots of Lolium perenne. Oecologia. 82:432-436.
Graham, P.H. 1998. Biological Dinitrogen Fixation : Symbiotic. In. Principles and
Apllications of Soil Microbiology. D.M. Sylvia, J.J. Fuhrman,
P.G. Hartel and. D.A. Zuberer (Eds.). Prentice Hall. UK.
Pp:322-345.
Harper, L.A., R.R. Shape, G.W. Langdale, and J.E. Giddens. 1987. Nitrogen
cycling in awheat crop: soil, plant, and aerial transport. Agron.
J. 79:965-973.
Hindersah, R., & Setiawati, M.R. 1997. Upaya peningkatan efisiensi pemupukan
N pada lahan marjinal dengan metode biologis dengan inikator
tanaman tomat. Laporan Penelitian. Bandung: LP-UNPAD.
Hindersah, R., Arief, D.H. & Sumarni, Y. 2000. Kontribusi hormonal Azotobcter
chroococcum pada pertumbuhankecambah jagung sistem kultur
cair. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi Pertanian.
Hindersah, R., Arifin, M. & Rudiwan, Y. 2002a. Pengaruh
asam humat dan supernatan Azotobacter chrococcum terhadap
pertumbuhan bibit selada (Lactuca Sativa L.) pada Andisol.
Makalah disampaikan pada Seminar Tahunan Himpunan Ilmu
13
Tanah di Mataram.
Hindersah, R., Fitriatin, B.N. & Setiawati, M.R. 2003c. Azotobacter application in
agricultural soil management. Proceeding InHetrick, B.A.D.,
G.W.T. Wilson, and D.C. Harnett. 1989. Relationship between
mycorrhizal dependence and competitive ability of two tallgrass
prairie grasses. Can. J. Bot. 67:2608-2615.
Hokkanen, H.M.T. 1991. Trap cropping in pest management. Annu. Rev.
Entomol. 36:119-138.
Hooper DU, FS Chapin III, JJ Ewel, A Hector, P Inchausti, S Lavorel, JH Lawton,
DM Lodge, M Loreau, S Naeem, B Schmid, H Setälä, AJ
Symstad, J Vandermeer and DA Wardle. 2005. Effects of
biodiversity on ecosystem functioning: a consensus of current
knowledge. Ecol Monog75:3-35.
14