Anda di halaman 1dari 6

Nama : Iqbal Rafikhul F

NRP : 1951103

Kelas : Perpajakan 1

 Penagihan Pajak

“Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang


pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah
disita.”

Dalam membahas penagihan pajak, perlu dipahami pula apa yang dimaksud dengan
penanggung pajak. Pengertian penanggung pajak sendiri diatur dalam Pasal 1 angka 28 UU
No. 6 Tahun 1983 jo. UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan (UU KUP).

Penanggung pajak diartikan sebagai orang atau badan yang bertanggung jawab atas
pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban wajib
pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Mengingat istilah yang digunakan dalam penagihan pajak adalah penanggung pajak, dalam
hal ini dimungkinkan satu wajib pajak memiliki beberapa penanggung pajak. Adapun
penagihan pajak sendiri terdiri dari beberapa tindakan, baik yang bersifat pasif dan aktif.

- Penagihan Pajak Pasif

Pada tahap penagihan pajak yang bersifat pasif, otoritas pajak hanya menerbitkan Surat
Tagihan Pajak (STP) atau surat sejenis yang menyebabkan pajak terutang lebih besar.
Dalam penagihan pasif, otoritas pajak hanya memberitahukan kepada wajib pajak bahwa
terdapat utang pajak.
Pada dasarnya, otoritas pajak akan melakukan proses penagihan pajak jika pajak terutang
tidak dilunasi sampai dengan jatuh tempo. Oleh sebab itu, jadwal jatuh tempo ini menjadi
sangat krusial. Misalnya, untuk tagihan pajak yang jatuh tempo satu bulan sejak tanggal
suatu produk hukum diterbitkan.

- Surat Teguran

Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan
oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang
pajaknya. Surat teguran biasanya disampaikan secara langsung oleh juru sita meskipun
menurut ketentuan dapat dikirim melalui Pos atau jasa ekspedisi.

- Penerbitan Surat Paksa dan Penagihan Aktif

Setelah mendapat surat teguran, proses penagihan pajak berlanjut dengan diterbitkan surat
paksa dan penagihan aktif. Surat paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak. Pasal 12 PMK No. 24//PMK.03/2008 mengatur apabila jumlah
utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat waktu 21 hari sejak
tanggal disampaikan surat teguran, surat paksa diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan
secara langsung oleh jurusita pajak kepada penanggung pajak.

- Penyitaan dan pelelangan

Setelah menerima surat paksa, dalam waktu 30 hari kemudian harta penanggung pajak
dapat disita dan dilelang. Proses menuju pelelangan aset penanggung pajak ini diatur
dalam PMK No.24//PMK.03/2008. Pertama, jika setelah lewat waktu 2×24 jam sejak
surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak dan utang pajak tidak dilunasi oleh
penanggung pajak, pejabat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

- Pencegahan dan Penyanderaan

Selain yang telah disebutkan di atas, masih terdapat tindakan penagihan lainnya apabila
wajib pajak tergolong sebagai wajib pajak tidak patuh dan tidak beritikad baik kepada
otoritas pajak yakni melalui pencegahan dan penyanderaan. Pencegahan adalah larangan
yang bersifat sementara terhadap penanggung pajak tertentu untuk keluar dari wilayah
Negara Kesaturan Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. penyanderaan adalah pengekangan sementara
waktu kebebasan penanggung pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.
Pencegahan dan penyanderaan hanya dapat dilakukan terhadap penanggung pajak yang
mempunyai jumlah utang pajak sekurang-kurangnya sebesar Rp100 juta dan diragukan
itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

 Dasar Hukum Bea Materai


Undang-Undang tentang Bea Meterai diperbaharui dengan Undang-Undang Nomor 10 tahun
2020 tentang Bea Meterai. UU 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai mencabut Undang-
Undang Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai. UU 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
memang sudah berusia 35 tahun, dan sebelum ada UU 13 tahun 1985 tentang Bea Meterai
pengaturan Meterai dilaksanakan dengan aturan yang lebih renta lagi yaitu Aturan Bea
Meterai 1921 (Zegelverordening 1921 ) (Staatsblad Tahun 1921 Nomor 498) yang tentu
sahaja telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 2 Prp Tahun 1965
(Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 121), yang telah ditetapkan menjadi Undang-undang
dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 1969 (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 38).

 Terminologi Bea Materai

Bea Meterai menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai adalah
pajak atas Dokumen. Dokumen adalah sesuatu yang ditulis atau tulisan, dalam bentuk tulisan
tangan, cetakan, atau elektronik, yang dapat dipakai sebagai alat bukti atau keterangan (kertas
dan bukan kertas). Meterai adalah label atau carik dalam bentuk tempel, elektronik, atau
bentuk lainnya yang memiliki ciri dan mengandung unsur pengaman yang dikeluarkan oleh
Pemerintah Republik Indonesia, yang digunakan untuk membayar pajak atas Dokumen.

 Objek Bea Materai

Adapun objek bea materai Rp.10000. Pada Pasal 3 ayat (1), bea materai dikenakan atas 2 hal
yakni :
1. Dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan mengenai suatu kejadian yang
bersifat perdata.
2. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

Adapun dokumen bersifat perdata yang dimaksud yakni meliputi beberapa hal berikut.

1. Surat perjanjian, surat keterangan, surat pernyataan, atau sejenisnya.


2. Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipan.
3. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipan.
4. Surat berharga dengan nama dalam bentuk apapun.
5. Dokumen transaksi surat berharga, dalan nama atau bentuk apapun.
6. Dokumen lelang berupa kutipan risalah lelang.
7. Dokumen yang bernilai lebih dari Rp 5 juta rupiah yang menyebutkan penerima uang,
terdapat pengakuan hutang dilunasi atau diperhitungkan.
8. Dokumen lain yang sudah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah.

Sementara itu, adapun dokumen yang bukan merupakan objek pajak, yakni :

1. Dokumen terkait lalu lintas orang dan barang seperti surat penyimpanan barang,
konosemen, surat angkutan penumpang dan barang, bukti pengiriman dan penerimaan
barang, surat pengiriman barang untuk dijual atas pengirim, dan surat lain sejenisnya.
2. Segala bentuk ijazah.
3. Tanda terima pembayaran gaji, pensiun, tunjangan, dan pembayaran lain terkait
hubungan kerja.
4. Tanda bukti penerimaan uang negara dari kas negara, kas daerah, dan lembaga lain
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
5. Kwitansi untuk segala jenis pajak dan penerimaan lainnya.
6. Tanda penerimaan uang untuk keperluan intern organisasi.
7. Dokumen yang menyebutkan simpanan uang, surat berharga, pembayaran uang simpanan
kepada bank, koperasi, dan badan lain kepada nasabah.
8. Surat gadai.
9. Tanda pembagian keuntungan, bunga, atau imbalan hasil dari surat berharga dengan
nama dan bentuk apapun.
10. Dokumen yang diterbitkan oleh Bank Indonesia dalam rangka melaksanakan kebijakan
moneter.

 Saat Terutang dan Cara Penggunaan Pelunasan


1. dokumen dibubuhi tanda tangan, untuk :
a. surat perjanjian beserta rangkapnya
b. akta notaris beserta grosse, salinan
c. akta pejabat pembuat akta tanah beserta salinan dan kutipannya
2. dokumen selesai dibuat, untuk :
a. berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun
b. transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka,
dengan nama dan dalam bentuk apapun
3. dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat, untuk :
a. keterangan, surat pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis beserta
rangkapnya
b. dokumen lelang
c. dokumen yang menyatakan jumlah uang
4. dokumen diajukan ke pengadilan, untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti
di pengadilan
5. dokumen digunakan di Indonesia, untuk dokumen yang dibuat di luar negeri

 Pematereian kemudian dan sanksi

Apabila terdapat dokumen yang akan digunakan:

1. Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan,


2. Dokumen yang bea meterainya tidak atau kurang dilunasi sebagaimana mestinya;
dapat dilakukan Pemeteraian Kemudian.

Pihak yang wajib membayar Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian merupakan Pihak
Yang Terutang. Bea Meterai yang terutang atas dokumen yang tidak atau kurang dilunasi
maka ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai
yang terutang

 Peraturan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Undang-undang No. 28 Tahun 2009
Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut Pajak, adalahkontribusi wajib kepada Daerah yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat
Retribusi Daerah, yang selanjutnya disebut Retribusi, adalah pungutan Daerah sebagai
pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan
oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan.

Anda mungkin juga menyukai