Anda di halaman 1dari 2

“Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami.

Tolong keluarkan emak kami dari perutmu,”


ratap mereka.
“Tidak!!! Kalian hanya membutuhkan emak saat kalian lapar. Kalian tidak pernah menyayangi dan
menghormati emak,” jawab Batu Batangkup. Mereka terus meratap dan menangis.

“Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,” janji mereka. Akhirnya batu
betangkup pun mengabulkan ratapan ketiga anak Mak Minah. Mak Minah dikeluarkan dari tangkupan
batu betangkup. Mereka pun menjadi rajin membantu emak dan menyayangi Mak Minah. Akan tetapi,
hal tersebut ternyata tidak bertahan lama. Beberapa waktu kemudian mereka berubah sifat kembali
seperti semula. Suka bermain-main dan malas membantu orang tua.

Mak Minah pun kembali sedih. Ia lalu mengunjungi lalu batu betangkup di tepi sungai. Ia kemudian
ditelan lagi oleh batu betangkup tersebut. Anak-anak Mak Minah masih terus sibuk bermain-main.
Menjelang sore hari, barulah mereka sadar bahwa emak mereka tak ada lagi. Mereka pun kembali
mengunjungi batu betangkup di tepi sungai sambil meratap meminta agar emak mereka dikeluarkan
oleh batu betangkup. Akan tetapi, kali ini batu betangkup sudah marah. Ia lalu berkata “Kalian memang
anak nakal. Penyesalan kalian kali ini tidak ada gunanya,” kata batu batangkup sambil menelan mereka.
Batu batangkup pun masuk ke dalam tanah dan sampai sekarang tidak pernah muncul kembali.

Cerita Rakyat Melayu Riau: Batu Belah Batu Betangkup ini berasal Indragiri Hilir yang memberikan
pelajaran kepada anak-anak khususnya, dan semua orang pada umumnya agar bisa bersikap baik
terhadap orang tua. Rajin membantu, menyayangi dan tidak membantah perintah kedua orang tua.
Cerita ini memiliki nilai pesan moral yang cukup baik untuk anak-anak dan semua orang.
Menjelang sore, ketiga anaknya Cuma heran sebentar karena tidak menjumpai emaknya sejak
pagi. Tetap karena makanan cukup banyak, mereka pun makan lalu bermain-main kembali.
Mereka tidak peduli lagi. Setelah hari kedua dan makanan pun habis, mereka mulai kebingungan
dan lapar. Sampai malam hari pun mereka tak bisa menemukan emaknya. Keesokan harinya
ketika mereka mencari di sekitar sungai, bertemulah mereka dengan Batu Batangkup dan melihat
ujung rambut emaknya.

“Wahai Batu Batangkup, kami membutuhkan emak kami. Tolong keluarkan emak kami dari
perutmu…,” ratap mereka. “Tidak!!! Kalian hanya membutuhkan emak saat kalian lapar. Kalian
tidak pernah menyayangi dan menghormati emak,” jawab Batu Batangkup. Mereka terus
meratap dan menangis. “Kami berjanji akan membantu, menyayangi dan menghormati emak,”
janji mereka. Akhirnya emak dikeluarkan dari perut Batu Batangkup.

Maka mereka kemudian rajing membantu emak, menyayanngi serta patuh dan menghormati
emak. Tetapi hal tersebut tidaklah lama. Mereka kembali ke tabiat asal mereka yang malas dan
suka bermain-main serta tidak mau membantu, menyayangi dan menghormati emak.

Mak Minah pun sedih dan kembali ke Batu Batangkup. Mak Minah pun ditelan kembali oleh
Batu Batangkup. Ketiga anak Mak Minah seperti biasa bermain dari pagi sampai sore.
Menjelang sore mereka baru sadar bahwa emak tak nampak seharian. Besoknya mereka
mendatangi Batu Batangkup. Mereka meratap menangis seperti kejadian sebelumnya. Tetapi kali
ini Batu Batangkup marah. “Kalian memang anak nakal. Penyesalan kalian kali ini tidak ada
gunanya,” kata Batu Batangkup sambil menelan mereka. Batu Batangkup pun masuk ke dalam
tanah dan sampai sekarang tidak pernah muncul kembali.

Anda mungkin juga menyukai