Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN IMPENDING GAGAL NAFAS

Disusun Oleh :

Nelsi sanda

Nim 123722226

SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN FAMIKA MAKASSAR

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI SARJANA KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2022/2023


BAB 1

PENDAHULUAN

Gagal nafas adalah ketidakmampuan alat pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi didalam
darah dengan atau tanpa penumpukan CO2. Terdapat 6 sistem kegawatan salah satunya adalah gagal nafas
yang menempati urutan pertama. Hal ini dapat dimengerti karena apabila terjadi gagal nafas waktu yang
tersedia terbatas sehingga memerlukan ketepatan dan kecepatan dalam bertindak. Untuk itu harus dapat
mengenal tanda-tanda dan gejala gagal nafas dan menanganinya dengan cepat walaupun tanpa
menggunakan alat yang canggih.

Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing-masing
mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang
memiliki struktural dan fungsional paru yang normal sebelum penyakit muncul.. Sedangkan gagal nafas
kronis adalah gagal nafas yang terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronis seperti bronkitis
kronis,emfisema.Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara
bertahap.

Gagal nafas dapat diakibatkan oleh kelainan pada paru, jantung, dinding dada, otot pernafasan dan
mekanisme pengendalian sentral ventilasi di medula oblongata. Meskipun tidak dianggap sebagai penyebab
langsung gagal nafas, disfungsi dari jantung, sirkulasi paru, sirkulasi sistemik, transport oksigen
hemoglobin dan disfungsi kapiler sistemik mempunyai peran penting pada gagal nafas. Gagal nafas
penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernafasan terletak di bawah batang otak(pons dan medulla).

Insiden di Amerika Serikat sekitar 360.000 kasus per tahun, 36% meninggal selama perawatan.
Morbiditas dan mortalitas meningkat seiring dengan meningkatnya usia dan adanya komorbiditas. Gagal
nafas merupakan diagnosa klinis, namun dengan adanya analisa gas darah(AGD), gagal nafas
dipertimbangkan sebagai kegagalan fungsi pertukaran gas yang nyata dalam bentuk kegagalan oksigenasi(
hipoksemia) atau kegagalan dalam pengeluaran CO2 (hiperkapnia, kegagalan ventilasi) atau merupakan
kegagalan kedua fungsi tersebut.
BAB 11

TINJAUAN PUSTAKA

A. Defenisi Gagal Napas

Pengertian Kegagalan pernapasan adalah suatu kondisi dimana oksigen tidak cukup masuk dari
paru-paru ke dalam darah. Organ tubuh, seperti jantung dan otak, membutuhkan darah yang kaya
oksigen untuk bekerja dengan baik. Kegagalan pernapasan juga bisa terjadi jika paru-paru tidak
dapat membuang karbon dioksida dari darah. Terlalu banyak karbon dioksida dalam darah dapat
membahayakan organ tubuh (Putu Aksa, 2017). Keadaan ini disebabkan oleh pertukaran gas antara
paru dan darah yang tidak adekuat sehingga tidak dapat mempertahankan pH, pO2, dan pCO2,
darah arteri dalam batas normal dan menyebabkan hipoksia tanpa atau disertai hiperkapnia.

Pengertian Gagal napas merupakan suatu kondisi gawat darurat pada sistem respirasi berupa
kegagalan sistem respirasi dalam menjalankan fungsinya, yaitu oksigenasi dan eliminasi karbon
dioksida (Putu Aksa, 2017). Gagal nafas merupakan diagnosa klinis, namun dengan adanya analisa
gas darah (AGD), gagal nafas dipertimbangkan sebagai kegagalan fungsi pertukaran gas yang nyata
dalam bentuk kegagalan oksigenasi (hipoksemia) atau kegagalan dalam pengeluaran CO2
(hiperkapnia, kegagalan ventilasi) atau merupakan kegagalan kedua fungsi tersebut

B. Klasifikasi

Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal napas dapat dibagi menjadi 2 tipe yaitu gagal napas
tipe 1 dan 2. Gagal napas tipe I adalah kegagalan paru untuk mengoksigenasi darah, ditandai dengan
PaO2 menurun dan PaCO2 normal atau menurun. Gagal napas tipe I ini terjadi pada kelainan
pulmoner dan tidak disebabkan oleh kelainan ekstrapulmoner. Mekanisme terjadinya hipoksemia
terutama terjadi akibat:

1. Gangguan ventilasi/perfusi (V/Q mismatch), terjadi bila darah mengalir ke bagian paru
yang ventilasinya buruk atau rendah. Keadaan ini paling sering. Contohnya adalah posisi
(terlentang di tempat tidur), ARDS, atelektasis, pneumonia, emboli paru, dysplasia
bronkupulmonal,

2. Gangguan difusi yang disebabkan oleh penebalan membrane alveolar atau pembentukan
cairan interstitial pada sambungan alveolar-kapiler. Contohnya adalah edema paru, ARDS,
pneumonia interstitial,

3. Pirau intrapulmonal yang terjadi bila aliran darah melalui area paru- paru yang 17 tidak
pernah mengalami ventilasi. Contohnya adalah malformasi arteriovena paru, malformasi
adenomatoid kongenital. Gagal napas tipe II adalah kegagalan tubuh untuk mengeluarkan
CO2, pada umumnya disebabkan oleh ke gagalan ventilasi yang ditandai dengan retensi
CO2 (peningkatan PaCO2 atau hiperkapnia) disertai dengan penurunan PH yang abnormal
dan penurunan PaO2 atau hipoksemia. Kegagalan ventilasi biasanya disebabkan oleh
hipoventilasi karena kelainan ekstrapulmonal. Hiperkapnia yang terjadi karena kelainan
ekstrapulmonal dapat disebabkan karena: penekanan dorongan pernapasan sentral atau
gangguan pada respon ventilasi.

C. Etiologi

Etiologi gagal napas sangat beragam tergantung jenisnya. Gagal napas dapat disebabkan
oleh kelainan paru, jantung, dinding dada, otot pernapasan, atau medulla oblongata. Berbagai
penyebab gagal napas dapat.

Penyebab Gagal Napas Berdasarkan Tipe Gagal Napas

Gagal Nafas Tingkat 1 Gagal Nafas Tingkat 2

Asma Akut Kelainan paru

ARDS Asma akut berat

Penumonia Obtruksi saluran pernafasan akut

Emboli Paru Bronkhitis

Fibrosis Paru Keliana dinding dada

Endema Paru Kelainan SSP koma

Peningkatan TIK

Kelaina Neuromuskular Lesi menula


spinalis(trauma,polio atau tumor) ,Gangguan
Nerfus Perifer

D. Patofisiologi

Merupakan ketidak seimbangan ventilasi dan perfusi paru yang menyebabkan hipoksemia atau
peningkatan produksi karbon dioksida dan gangguan pembuangan karbon dioksida yang
menyebabkan hiperkapnia. (Lamba, 2016) Pasien mengalami toleransi terhadap hipoksia dan
hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali
ke asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang irreversibel. Indikator gagal
nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20
x/menit. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg). Gagal nafas penyebab
terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat
pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla)

E. Manifestasi Klinis

Tanda-tanda gagal nafas yaitu adanya takipnea dan pernapasan dangkal tanpa retraksi dan tanda
dan gejala tambahan berupa gagal napas dapat diamati, tergantung pada tingkat hipoksemia dan
hiperkapnia. Dikatakan gagal napas jika memenuhi salah satu keriteria yaitu PaO2 arteri 45 mmHg,
kecuali peningkatan yang terjadi kompensasi alkalosis metabolik (Arifputra, 2014). Selain itu jika
menurut klasifikasinya gagal napas bisa terbagi menjadi hipoksemia yaitu bila nilai PaCO2 pada
gagal napas tipe ini menunjukkan nilai normal atau rendah. Gejala yang timbul merupakan
campuran hipoksemia arteri dan hipoksia jaringan, antara lain: a) Dispneu (takipneu, hipeventilasi)
b) Perubahan status mental, cemas, bingung, kejang, asidosis laktat c) Sinosis di distal dan sentral
(mukosa,bibir) d) Peningkatan simpatis, takikardia, diaforesis, hipertensi e) Hipotensi, bradikardia,
iskemi miokard, infark, anemia, hingga gagal jantung dapat terjadi pada hipoksia berat. Berikutnya
adalah gagal napas hiperkapnia, yaitu bila kadar PCO2 yang cukup tinggi dalam alveolus
menyebabkan pO2 alveolus dari arteri turun. Hal tersebut dapat disebabkan oleh gangguan di
dinding dada, otot pernapasan, atau batang otak. Contoh pada PPOK berat, asma berat, fibrosis
paru stadium akhir, ARDS berat atau landry guillain barre syndrome. Gejala hiperkapnia antara
lain penurunan kesadaran, gelisah, dispneu (takipneu, bradipneu), tremor, bicara kacau, sakit
kepala, dan papil edema.

F. Penatalaksanaan

Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki masalah ancaman kehidupan dengan segera,
salah satunya adalah pemberian oksigen. Untuk mengatasi hipoksemia, cara pemberian oksigen
bergantung FiO2, yang dibutuhkan. Masker rebreathing dapat digunakan jika hipoksemia desertai
kadar PaCO2 rendah. Perbaikan Ventilasi dilakukan dengan memperbaiki jalan napas (Airway).
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan pemberian obat-obat pernapasan. Pada
semua pasien gangguan pernapasan harus dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan napas
atas. Pertimbangan untuk insersi jalan napas buatan seperti endotracheal tube (ETT) berdasarkan
manfaat dan resiko jalan napas buatan dibandingkan jalan napas alami.

1. Ventilasi:

Bantuan Ventilasi dan ventilasi Mekanik. Aspek penting lainnya dalam perawatan adalah
ventilasi mekanis. Terapi modalitas ini bertujuan untuk memberikan dukungan ventilasi
sampai integritas membrane alveolakapiler kembali membaik. Dua tujuan tambahan
adalah: memelihara ventilasi dan oksigenisasi yang adekuat selama periode kritis
hipoksemia berat dan mengatasi peneyebab yang mengawali terjadinya distress
pernapasan. Positif End Expiratory Breathing (PEEB) Ventilasi dan oksigen adekuat
diberikan melaui volume ventilator dengan tekanan aliran yang tinggi, di mana PEEB dapat
ditambahkan. PEEB di pertahankan dalam alveoli melalui siklus pernapasan untuk
mencegah alveoli kolaps pada akhir ekspirasi.

2. Terapi suportif

yaitu fisioterapi dada yang ditujukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret, sputum.
Tindakan ini selain untuk mengatasi gagal nafas juga untuk tindakan pencegahan. Selain
itu juga ada bronkodilator (beta-adrenergik agonis/simpatomimetik) yang lebih efektif bila
diberikan dalam bentuk inhalasi dibandingkan jika diberikan secara parenteral atau oral,
karena untuk efek bronkodilatasi yang sama, efek samping secara inhalasi lebih sedikit
sehingga dosis besar dapat diberikan secara inhalasi.

G. Pengkajian Kasus

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses keperawatan.

Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya (Walid 2016) :
1. Identitas pasien/ biodata Meliputi nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal
lahir, umur, tempat lahir, asal suku bangsa.

2. Keluhan Utama Merupakan keluhan yang dirasakan klien saat dilakukan pengkajian, nyeri
biasanya menjadi keluhan yang paling utama terutama.

3. Riwayat Kesehatan Sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang


dirasakan klien melalui metode PQRST dalam bentuk narasi

4. Riwayat Kesehatan Masa Lalu Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat
penyakit sebelumnya seperti hipertensi, diabetes melitus,penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obatobat adiktif dan konsumsi
alcohol, berlebihan.

5. Riwayat Penyakit Keluarga Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi penyakit keturunan
dan menular.

H. Pemeriksaan fisik

Berguna selain untuk menemukan tanda-tanda fisik yang mendukung diagnosis dan menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain, juga berguna untuk mengetahui penyakit yang mungkin menyertai
penyakit sekarang.

Berikut pola pemeriksaan fisik sesuai Review of System:

1. B1 (Breathing)

Bentuk dada dan gerakan pernapasan. Gerakan nafas simetris. Pada klien dengan gagal napas
sering ditemukan peningkatan frekuensi nafas cepat dan dangkal, serta adanya retraksi sternum
dan intercosta space (ICS). Nafas cuping hidung pada sesak berat. Pada klien biasanya
didapatkan batuk produktif disertai dengan adanya batuk dengan produksi sputum yang
purulen. Gerakan dinding thoraks anterior/ekskrusi pernafasan, getaran suara ( vokal fremitus
) biasanya teraba normal, Nyeri dada yang meningkat karena batuk. Gagal napas yang disertai
komplikasi biasanya di dapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi
redup perkusi pada klien dengan pneumonia didapatkan apabila bronchopneumonia menjadi
suatu sarang (konfluens). Pada klien dengan juga di dapatkan bunyi nafas melemah dan bunyi
nafas tambahan ronkhi basah pada sisi yang sakit.

2. B2 (Blood)

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Biasanya klien tampak melindungi area
yang sakit. denyut nadi perifer melemah, menentukan batas jantung, mengukur tekanan darah,
dan auskultasi bunyi jantung tambahan

3. B3 (Brain) Pada klien dengan terpasang ventilator yang berat sering terjadi penurunan
kesadaran, didapatkan sianosis perifer bila gangguan perfusi jaringan berat. Pada pengkajian
objektif, wajah klien tampak meringis, menangis, merintih, meregang dan menggeliat. d. B4
(Bladder) Pengukuran volume output urine perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake
cairan. Pada pasien terpasang ventilator, perlu memonitor adanya oliguria karena hal tersebut
merupakan tanda awal dari syok. e. B5 (Bowel) Klien biasanya mengalami mual, muntah,
anoreksia, dan penurunan berat badan. f. B6 (Bone) Kelemahan dan kelelahan fisik secara
umum sering menyebabkan ketergantungan klien terhadap bantuan orang lain dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.

I. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI
2017) adalah :

1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan.

2) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveoulus-kapiler

3) Gangguan penyapihan ventilator berhubungan dengan hambatan upaya napas

4) Gangguan pola tidur berhubungan dengan hambatan lingkungan (jadwal pemantauan dan
tindakan)

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan

J. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian dalam proses keperawatan
sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan keperawatan dalam usaha membantu, meringankan,
memecahkan masalah atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Febi and Panggabean 2012).
Berdasarkan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dan Standar Luaran Keperawatan
Indonesia (SLKI 2019) Tahun 2018 intervensi pada diagnosa (SIKI 2018)

yang muncul seperti di tabel berikut


Diangnosis keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi
( SDKI) Indonesia (SLKI) Keperawatan Indonesia
(SIKI)
1 2 3
Bersihan jalan napas tidak efektif Setelah dilakukan intervensi A. Manajemen Jalan napas
Penyebab Fisiologis keperawatan selama 1 jam (I.01011)
• Spasme jalan napas Bersihan jalan napas • Monitor pola napas
• Hipersekesi jalan napas Meningkat dengan kriteria dengan melihat monitor
• Disfungsi neuromuskuler hasil • Monitor bunyi napas
• Benda asing dalam jalan • Batuk efektif meningkat tambahan (mis. Gurgling,
napas • Produksi sputum mengi, wheezing, ronkhi)
• Adanya jalan napas buatan menurun • Monitor sputum
• Sekresi yang tertahan • Mengi menurun • Posisikan 60°
• Hiperplasia • Wheezing menurun • Berikan minumair hangat
• Proses infeksi • Dispnea menurun • Lakukan fisioterapi dada
• Respon alergi • Gelisah menurun • Lakukan penghisapan
• Efek agen farmakolog • Frekuensi napas lender kurang dari 15
membaik detik
Situasional • Pola napas membaik • Hiperoksigenasi
• Merokok aktif • Ajarkan batuk efektif
• Merokok pasif • Kolaborasi pemberian
• Terpajam polutan bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu.
Gejala dan Tanda Minor B. Pemantauan Respirasi
Subjektif: (I.01014)
• Dispnea • Palpasi kesimetrisan

• Sulit bicara ekspansi

• Ortopnea • paru

Objektif: • Auskultasi bunyi napas

• Gelisah • Monitor saturasi oksigen

• Sianosis • Dokumentasikan hasil


• Bunyi napas menurun pemantauan

• Frekuensi napas berubah


• Pola napas berubah

Gangguan pertukaran gas Tujuan: A. Pemantauan Respirasi


berhubungan dengan perubahan Setelah dilakukan intervensi (I.01014)
membran alveoluskapiler keperawatan selama 24 jam • Monitor frekuensi,
Dibuktikan dengan : pertukaran gas Meningkat irama,kedalaman dan
Gejala dan Tanda Mayor dengan kriteria hasil : upaya napas dengan
Subjektif: • Tingkat kesadaran melihat ke monitor
meningkat • Monitor pola napas(
Dispnea Objektif:
• Dispnea menurun seperti bradipnea,
• PCO2 meningkat/menurun takipnea, hiperventilasi,
• PO2 menurun • Bunyi napas tambahan kussmaul, cheyne-stokes,
• Takikardia menurun biot, atksik)
• Ph arteri meningkat/menurun • Pusing menurun • Monitor kemampuan
• Bunyi napas tambahan • diaforesis menurun batuk efektif
• Gejala dan Tanda Minor • Gelisah menurun • Monitor adanya sumbatan
Subjektif: • Napas cuping hidung jalan napas
menurun • Palpasi kesimetrisan
• Pusing
• PCO2 membaik ekspansi paru
• Penglihatan kabur
• PO2 membaik • Auskultasi bunyi napas
Objektif:
• Takikardia membaik • Monitor saturasi oksigen
• Sianosis
• Ph membaik • Monitor nilai AGD
• Diaforesis
• Sianosis membaik • Monitor hasil X-ray
• Gelisah
• Pola napas membaik Toraks
• Napas cuping hidung
• Warna kulit membaik • Atur interval pemantauan
• Pola napas abnormal
respirasi sesuai kondisi
• Warna kulit abnormal
pasien
• Kesadaran menurun
• Dokumnetasikan hasil
pemantauan
• Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan

B. Terapi Oksigen (I.01026)


• Monitor kecepatan aliran
oksigen
• Monitor efktifitas terapi
oksigen
• Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
• Bersihkan secret pada
mulut, hidung, dan trakea
jika perlu
• Pertahankan kepatenan
jalan napas
• Berikan oksigen
tambahan
• Ajarkan teknik relaksasi
• Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
Gangguan penyapihan ventilator Tujuan: Penyapihan Ventilasi Mekanik
berhubungan dengan hambatan Setelah dilakukan intervensi (I.01021)
upaya napas keperawatan selama 1 jam • Periksa kemampuan
Dibuktikan dengan Gejala dan Tanda penyapihan ventilator untuk disapih
Mayor Meningkat dengan kriteria • Monitor prediktor untuk
Subjektif: - hasil penyapihan
• Objektif: • Kesinkronan bantuan • Monitor tanda-tanda
• Frekwensi napas meningkat ventilator menurun kelelahan
• Penggunaan otot bantu napas • Penggunaan otot bantu • Posisikan 60°
• Napas megap-megap napas menurun • Lakukan suction
• Upaya napas dan bantuan • Napas gasping menurun • Lakukan fisioterapi dada
ventilator tidak sinkron • Napas dangkal menurun • Lakukan uji coba
• Napas dangkal • Agitasi menurun penyapihan
• Agitasi • Lelah menurun • Beri dukungan fisiolog
• Nilai gas darah arteri • Perasaan kuatir alat
abnorma rusak menurun B. Pemantauan Respirasi
Gejala dan Tanda Minor • Napas paradoks (I.01014)
Subjektif : abdominal menurun • Monitor frekuensi,
• Lelah • Diaforesis menurun irama,kedalaman dan
• Kuatir mesin rusak • Frekuensi napas upaya napas 2. Monitor
• Fokus meningkat pada membaik pola napas( seperti
pernapasan • Nilai gas darah arteri bradipnea, takipnea,
Objektif: membaik hiperventilasi, kussmaul,
• Auskultasi suara napas • Upaya napas membaik cheyne-stokes, biot,
menurun • Auskultasi suara atksik)

• Warna kulit abnormal inspirasi membaik • Monitor kemampuan

• Napas paradoks • Warna kulit membaik batuk efekti

• Diafor • Monitor adanya sumbatan


jalan napas
• Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
• Auskultasi bunyi napas
• Monitor saturasi oksigen
• Monitor nilai AGD
• Monitor hasil X-ray
Toraks
• Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien.
• Dokumnetasikan hasil
pemantauan
• 12. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantaua
Gangguan pola tidur berhubungan Tujuan: A. Dukungan Tidur (I.05174)
dengan hambatan lingkungan Setelah dilakukan intervensi • Identifikasi pola istirahat
(jadwal pemantauan dan tindakan keperawatan selama 24 jam tidur
Dibuktikan dengan: gangguan pola tidur membaik • Modifikasi lingkungan
dengan kriteria hasil : dengan memberikan suhu
Gejala dan Tanda Mayor
• Keluhan sulit tidur ruangan dan kebisingan
Subjektif: menurun yang telah diatur

• Mengeluh sulit tidur • Keluhan sering terjaga • Sesuaikan jadwal

• Mengeluh sering terjaga menurun tindakan yang akan

• Mengeluh tidak puas tidur • Keluhan tidak puas diberikan

• Mengeluh pola tidur berubah


tidur menurun • Jelaskan pentingnya
• Keluhan pola tidur waktu tidur
• Mengeluh istirahat tidak
cukup
berubah menurun • Ajarkan teknik relaksasi

Objektif: - • Keluhan istirahat tidak


cukup menurun
Gejala dan Tanda Minor
• Kemampuan
Subjektif: berkativitas meningkat

• Mengeluh kemampuan
beraktivitas menurun

Objektif: -

Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan A. Management energi (I.05178)


dengan kelemahan Setelah dilakukan intervensi • Identifikasi gangguan
Ditandai dengan Gejala dan Tanda keperawatan selama 24 jam fungsi tubuh yang
Mayor intoleransi aktivitas meningkat mengakibatkan kelelahan
Subjektif: dengan kriteria hasil : • Monitor kelelahan fisik
• Mengeluh lelah • Frekwensi nadi dan emosional
Objektif: meningkat • Monitor pola jam tidur
• Frekwensi jantung • Saturasi oksigen • Sediakan lingkungan
meningkat >20% dari meningkat nyaman dan rendah
kondisi istirahat • Kemudahan dalam stimulus
Gejala dan Tanda Minor melakukan aktivitas • Berikan aktivitas distraksi
Subjektif: meningkat yang menyenangkan
• Dispnea saat setelah • Kekuatan tubuh bagian • Anjurkan melakukan
aktivitas atas meningkat aktivitas secara bertahap
• Merasa tidak nyaman saat • Kekuatan tubuh bagian • Ajarkan strategi koping
setelah aktivitas bawah meningkat untuk mengurangi
• Merasa lemah • Keluhan lelah kelelahan
Objektif: • Menurun B. Terapi aktivitas (I.05186)
• Tekanan darah berubah • Dispnea saat aktivitas • Identifikasi defisit tingkat
>20% dari kondisi istirahat menruun aktivitas
• Gambaran EKG • Dispnea setelah • Identifikasi sumber daya
menunjukkan aritmia aktivitas menurun untuk aktivitas yang
saat/setelah aktivitas diinginkan
• Gambaran EKG • Aritmia saat aktivitas • Monitor respon emosional
menunjukkan iskemia menurun • Fasilitasi fokus pada
• Sianosis • Dispnea setelah kemampuan
aktivitas menurun • Koordinasikan pemilihan
• Sianosis menurun aktivitas
• Warna kulit membaik • Fasilitasi aktivitas
• Tekanan darah motorik kasar
membaik • Fasilitasi
• Frekwensi napas mengembangkan
membaik kemampuan diri
• EKG iskemia membaik • Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
• Jelaskan metode aktivitas
fisik sehari-hari

K. Impelementasi Keperawatan
Merupakan sebuah fase dimana perawat melaksanakan rencana atau intervensi yang sudah
dilaksanakan sebelumnya. Berdasarkan terminology NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan khusus yang digunakan untuk melaksanakan
intervensi. Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan kreativitas perawat. Sebelum
melakukan suatu tindakan, perawat harus mengetahui alasan mengapa tindakan tersebut dilakukan.
Beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya tindakan keperawatan yang dilakukan harus
sesuai dengan tindakan yang sudah direncanakan, dilakukan dengan cara yang tepat, aman, serta
sesuai dengan kondisi klien, selalui dievaluasi mengenai keefektifan dan selalu
mendokumentasikan menurut urutan waktu. Aktivitas yang dilakukan pada tahap implementasi
dimulai dari pengkajian lanjutan, membuat prioritas, menghitung alokasi tenaga, memulai
intervensi keperawatan, dan mendokumentasikan tindakan dan respon klien terhadap tindakan yang
telah dilakukan (Debora, 2013).

➢ Adapun implementasi yang dapat dilakukan sesuai dengan perencanaan yaitu :


1. Memonitor pola napas
2. Memonitor bunyi napas
3. Memonitor sputum
4. Mempertahankan kepatenan jalan napas
5. Memposisikan semi-fowler
6. Memberikan minum hangat
7. Melakukan fisioterafi dada
8. Melakukan penghisapan lendir
9. Melakukan hiperoksigenasi
10. Mengeluarkan sumbatan benda padat dengan forsep
11. Memberikan oksigen bila perlu
12. Menganjurkan asupan cairan 2000 ml/hari
13. Kolaborasi pemberian obat bronkodilator
L. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tahap akhir dari proses keperawatan untuk mengukur respon klien
terhadap tindakan keperawatan dan kemajuan respons klien kearah pencapaian tujuan (Potter & Perry,
2009). Menurut (Deswani, 2011), evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses dan hasil. Evaluasi
terdiri dari evaluasi formatif yaitu menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan. Menurut Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani, & Tutiany (2013), evaluasi asuhan
keperawatan didokumentasika dalam bentuk SOAP (subyektif, obyektif, assessment, planing).
Komponen SOAP yaitu S (subyektif) dimana perawat menemukan keluhan klien yang masih dirasakan
setelah dilakukan tindakan. O (obyektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran atau observasi
klien secara langsung dan dirasakan setelah selesai tindakan keperawatan. A (assesment) adalah
kesimpulan dari data subyektif dan obyektif (biasaya ditulis dala bentuk masalah keperawatan). P
(planning ) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan dihentikan, dimodifikasi atau
ditambah dengan rencana kegiatan yang sudah ditentukan sebelumnya.

➢ Evaluasi dinilai berdasarkan respon pasien terhadap implementasi yang telah dilakukan, sehingga
didapatkan keputusan sebagai berikut :
1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (Rencana tindakan keperawatan dapat diakhiri
ketika tujuan yang telah ditetapkan tercapai)
2. Memodifikasi rencana tindakan keperawatan (Rencana tindakan keperawatan yang
sebelumnya telah direncanakan dapat dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kondisi
pasien)
3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan (Dalam beberapa kondisi pasien memerlukan
waktu yang lebih lama dalam mencapai tujuan yang diharapkan)

1) Kriteria hasil yang diharapkan yaitu :


1) Disspnea menurun
2) Penggunaan otot bantu napas menurun
3) Pemanjangan fase ekspirasi menurun
4) Ortopnea menurun
5) Pernapasanpursed-lip menurun
6) Pernapasan cuping hidung menurun
7) Ventilasi semenit meningkat 8) Kapasitas vital meningkat
8) Diameter thorax anterior-posterior meningkat
9) Tekanan ekspirasi meningkat
10) Tekanan inspirasi meningkat
11) Frekuensinapas membaik
12) Kedalaman napas membaik
13) Ekskursi dada membaik

❖ Sumber Artikel : (Yunianti, E., 2019; Putri, F. S., 2015, Standard penuntun praktikum).

Anda mungkin juga menyukai