Anda di halaman 1dari 76

SKRIPSI

IDENTIFIKASI MASALAH TERKAIT OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAMADDUKELLENG KABUPATEN
WAJO PERIODE JULI – DESEMBER 2018

RUSMANG
15020160065

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020
IDENTIFIKASI MASALAH TERKAIT OBAT PADA PASIEN
HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
LAMADDUKELLENG KABUPATEN WAJO
PERIODE JULI – DESEMBER 2018

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana

Disusun dan diajukan oleh

RUSMANG

150 2016 0065

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2020

ii Universitas Muslim Indonesia


PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Dengan penuh kesadaran, yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : RUSMANG

Stambuk : 15020160065

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI MASALAH TERKAIT OBAT PADA


PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH LAMADDUKELLENG KABUPATEN
WAJO PERIODE JULI – DESEMBER 2018

Menyatakan bahwa skripsi ini adalah benar karya tulis penulis

sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan plagiat,

duplikat, tiruan, atau dibuat dan dibantu oleh orang lain sebagian atau

secara keseluruhan, maka skripsi dan gelar yang diperoleh batal demi

hukum.

Makassar, Juli 2020

Penulis

RUSMANG

iii Universitas Muslim Indonesia


SKRIPSI

IDENTIFIKASI MASALAH TERKAIT OBAT PADA PASIEN HIPERTENSI


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LAMADDUKELLENG KABUPATEN
WAJO PERIODE JULI – DESEMBER 2018

Disusun dan diajukan oleh

RUSMANG
Nomor Pokok : 15020160065

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi


Dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui,

apt. Hendra Herman, S.Farm., M.Sc. apt. Rizqi Nur Azizah, S.Si., M.Farm.
Pembimbing Pertama Pembimbing Kedua

Mengetahui,

Dekan Fakultas Farmasi Ketua Program Studi

apt. Rachmat Kosman,S.Si., M.Kes. Dr. apt. Andi Emelda, S.Si., M.Si.
NIP. 116 020769 NIP. 19740816 200902 2 002

iv Universitas Muslim Indonesia


Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi pada tanggal

30 Juli 2020

Nama : RUSMANG

Stambuk : 15020160065

Judul Skripsi : IDENTIFIKASI MASALAH TERKAIT OBAT PADA


PASIEN HIPERTENSI DI RUMAH SAKIT UMUM
DAERAH LAMADDUKELLENG KABUPATEN
WAJO PERIODE JULI – DESEMBER 2018

Tim Penguji :

1. apt. Aulia Wati, S.Farm., M.Si. (.....................................)

2. apt. Safriani Rahman, S.Farm., M.Si. (.....................................)

3. apt. Hendra Herman, S.Farm., M.Sc. (.....................................)

4. apt. Rizqi Nur Azizah, S.Si., M.Farm. (.....................................)

v Universitas Muslim Indonesia


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang

senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penelitian ini dengan judul ‘Identifikasi Masalah Terkait

Obat pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah

Lamaddukelleng Kabupaten Wajo Periode Juli – Desember 2018’. Tidak

lupa shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada nabi besar

Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari zaman kegelapan

menuju zaman yang terang benderang.

Skripsi ini merupakan salah satu syarat guna memperoleh gelar

sarjana farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia

Makassar. Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari jasa-jasa orang tua dan

kakak penulis. Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada ayahanda H. Sulhang tercinta dan ibunda Hj. Rosmiati

tersayang yang selama ini telah banyak memberikan dukungan, doa, dan

kasih sayang tulus kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

studi. Penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada saudara

satu-satunya Ns. Ruslang, S.Kep., M.Adm.Kes. yang telah banyak

memberikan ilmu dan arahan kepada penulis dalam menempuh jenjang

perguruan tinggi.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak

apt. Hendra Herman, S.Farm., M.Sc. selaku pembimbing pertama dan

vi Universitas Muslim Indonesia


Ibu apt. Rizqi Nur Azizah, S.Si., M.Farm. selaku pembimbing kedua yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan petunjuk, saran, dukungan

serta nasehat kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu

apt. Aulia Wati, S.Farm., M.Si. selaku Ketua Penguji dan Ibu apt.

Safriani Rahman, S.Farm., M.Si. selaku Sekretaris Penguji, serta Ibu

Ririn, S.Farm., M.Sc. selaku Penasehat Akademik atas segala perhatian,

nasehat, saran dan bantuannya selama penulis duduk di bangku

perkuliahan.

Penulis tak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada :

1. Bapak apt. Rachmat Kosman, S.Si., M.Kes. selaku Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

2. Ibu apt. Nurlina, S.Si., M.Si. selaku Wakil Dekan I Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia.

3. Ibu apt. Rahmawati, S.Si., M.Kes. selaku Wakil Dekan II Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

4. Bapak Herwin, S.Farm., M.Si. selaku Wakil Dekan III Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

5. Bapak Drs. H. Muh. Ilyas Upe, M.Ag. selaku Wakil Dekan IV

Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

6. Ibu Dr. apt. Andi Emelda, S.Si., M.Si. selaku Ketua Program Studi

Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

vii Universitas Muslim Indonesia


7. Ibu apt. Virsa Handayani, S,Farm., M.Farm. selaku Kepala

Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Program Studi Sarjana Farmasi

Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

8. Bapak apt. Zainal Abidin, S.Farm., M.Si. selaku Kepala

Laboratorium Kimia Farmasi Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

9. Ibu apt. Fitriana, S.Farm., M.Si. selaku Kepala Laboratorium

Mikrobiologi Farmasi Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

10. Ibu apt. Aulia Wati, S.Farm., M.Si. selaku Kepala Laboratorium

Biofarmasi Farmakologi Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

11. Ibu apt. Mirawati, S.Si., M.Si. selaku Kepala Laboratorium

Farmaseutika Farmasi Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas

Farmasi Universitas Muslim Indonesia.

12. Ibu apt. St. Maryam, S.Si., M.Sc. selaku Kepala Laboratorium

Analisis Instrumen Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi

Universitas Muslim Indonesia.

13. Bapak/ibu Dosen beserta Staf Fakultas Farmasi Universitas Muslim

Indonesia yang telah memberikan ilmu serta dedikasi selama penulis

menjalani perkuliahan dan aktivitas akademik.

14. Terima kasih kepada seluruh Asisten Laboratorium Farmakologi

Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muslim Indonesia yang telah

banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

viii Universitas Muslim Indonesia


15. Sahabat tercinta dan tersayang kak Syaadatun Nadiah, S.Farm,

Wandi Janwar, S.Si dan Benrihany Rantetondok, S.Pd yang telah

banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

16. Teman main, belajar, meneliti, dan melakukan hal tidak penting

A. Sulfiana Ariani, Nur Alfiah, Ayu Lestari Suharto dan Rita Permasari

Ikhsan.

17. Teman seperjuangan angkatan 2016 dan kelas c3 dan c4 yang tidak

dapat penulis tulis satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan

kelemahan, namun besar harapan penulis kiranya dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kefarmasian.

Makassar, Juli 2020

Penulis

RUSMANG

ix Universitas Muslim Indonesia


ABSTRAK

RUSMANG. Identifikasi Masalah Terkait Obat pada Pasien


Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng Kabupaten
Wajo Periode Juli – Desember 2018 (Dibimbing oleh Hendra Herman dan
Rizqi Nur Azizah).

Masalah terkait obat merupakan kondisi dimana obat tidak dapat


mencapai target terapinya. Pentingnya masalah tersebut, sehingga
penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi masalah terkait obat.
Penelitian ini menggunakan 30 catatan rekam medik pasien hipertensi di
Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Wajo periode
Juli – Desember 2018. Rekam medik diperiksa dan dikumpulkan data-data
yang berhubungan dengan masalah terkait obat dan dikelompokkan yang
selanjutnya akan dianalisis statistik menggunakan uji frekuensi, uji Chi-
Square dan Uji Fisher. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 25 dari 30
pasien mengalami DRP dengan kategori terbanyak keefektifitasan obat
dan ketidaksesuaian indikasi serta adanya hubungan antara kedua
variabel tersebut dengan masalah terkait obat. Berdasarkan hasil
penelitian dapat disimpulkan bahwa sebanyak 83,3% pasien mengalami
DRP dengan kategori keefektifitasan obat dan ketidaksesuaian indikasi
sebanyak 50,0% serta terdapat hubungan bahwa semakin tidak optimal
dan tidak sesuai indikasi dengan terapi obat antihipertensi yang diberikan,
maka akan semakin banyak kejadian masalah terkait obat
Kata kunci : Masalah terkait obat, rekam medik, keefektifitasan obat,
ketidaksesuaian indikasi, hipertensi.

x Universitas Muslim Indonesia


ABSTRACT

RUSMANG. Identification of Drug-Related Problems in Patients with


Hypertension at Lamaddukelleng Hospital, Wajo Regency, July -
December 2018 (Supervised by Hendra Herman and Rizqi Nur Azizah).

Drug-related problems (DRP) are the conditions where the drug


cannot reach its therapeutic target. Regarding the importance of these
issues, this research was conducted to identify drug-related problems.
The research used 30 medical records of hypertensive patients at
Lamaddukelleng Hospital, Wajo Regency during Juli-December 2018.
The records were examined and the data of detected DRPs were grouped
and statistically analyzed using frequency tests, Chi test-Square and
Fisher Test. The results showed that 25 of 30 patients experienced DRP
with the highest category of drug effectiveness and mismatch of
indications and the relationship between the two variables with these
problems. The results revealed 83.3% of the patients experienced DRP
from drug effectiveness category and 50.0% of the indications mismatch.
Besides, there was a relationship that the less optimal and the less
appropriate as indicated by the antihypertensive drug therapy given, the
more problems would occur.

Keywords: Drug-related problems, medical records, drug effectiveness,


mismatch of indications, hypertension.

xi Universitas Muslim Indonesia


DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PENGAJUAN ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI iii

PENGESAHAN PEMBIMBING iv

PENGESAHAN PENGUJI v

PRAKATA vi

ABSTRAK x

ABSTRACT xi

DAFTAR ISI xii

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Maksud dan Tujuan Penelitian 3

D. Manfaat Penelitian 4

E. Kerangka Pikir 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Masalah Terkait Obat / Drug Related Problems (DRP) 5

B. Hipertensi

1. Defenisi 7

2. Etiologi 9
xii Universitas Muslim Indonesia
3. Patofisiologi 10

4. Gejala 11

5. Terapi Antihipertensi

a. Terapi Lini Pertama 11

b. Terapi Lini Kedua 18

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat / Lokasi dan Waktu Penelitian 20

B. Populasi dan Sampel 20

C. Metode Kerja 22

D. Bahan dan Sumber Bahan 22

E. Analisis Data 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 23

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 43

B. Saran 43

DAFTAR PUSTAKA 44

LAMPIRAN 46

xiii Universitas Muslim Indonesia

xiii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Usia 16 Tahun atau 9


Lebih Berdasarkan ESC/ESH, 2018

Tabel 2. Ranking 10 Besar Penyakit Rawat Inap Rumah Sakit 10


Umum Daerah Lamaddukelleng Tahun 2018

Tabel 3. Ranking 10 Besar Penyakit Rawat Jalan Rumah Sakit 10


Umum Daerah Lamaddukelleng Tahun 2018

Tabel 4. Dosis Diuretik Tiazid 16

Tabel 5. Dosis Calcium Channel Blocker (CCB) 17

Tabel 6. Dosis Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI) 18

Tabel 7. Dosis Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) 19

Tabel 8. Dosis Obat Beta Blocker 21

Tabel 9. Dosis Obat Terapi Hipertensi Lini Kedua Lainnya 21

Tabel 10. Karakteristik Pasien 27

Tabel 11. Kategori Masalah Terkait Obat 32

Tabel 12. Masalah Terkait Obat / Drug Related Problems (DRP) 35

Tabel 13. Hubungan Kategori DRP terhadap Masalah Terkait 37


Obat

Tabel 14. Krostabulasi Kategori DRP dengan Masalah Terkait 39


Obat

Tabel 15. Krostabulasi Kategori DRP dengan Obat Antihipertensi 41

Tabel 16. Daftar Pasien Hipertensi di RSUD Lamaddukelleng 46


Wajo

Tabel 17. Nilai Tekanan Darah Awal dan Akhir Pasien 48

Tabel 18. Target Nilai Tekanan Darah 48

xiv Universitas Muslim Indonesia


DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian Identifikasi Masalah Terkait 5


Obat pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum
Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Wajo Periode
Juli – Desember 2018
Gambar 2. Bagan Kesesuaian Kriteria Inklusi dan Ekslusi Sampel 25
Penelitian

Gambar 3. Diagram Batang Jumlah Kategori DRP di Rumah Sakit 36


Umum Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Wajo
Periode Juli – Desember 2018

xv Universitas Muslim Indonesia


DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian 45

Lampiran 2. Data Pasien Hipertensi 46

Lampiran 3. Nilai dan Target Tekanan Darah 48

Lampiran 4. Analisis Data 49

xvi Universitas Muslim Indonesia


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan penyakit yang dapat membunuh seseorang

secara diam-diam. Hal tersebut dikarenakan penyakit ini terkadang tidak

memberikan gejala. Sakit kepala yang disebabkan tekanan darah juga

relatif jarang terjadi. Perhatian yang lebih sangat diperlukan untuk rutin

mengukur tekanan darah. Agar seseorang dapat mengontrolnya jika

terjadi masalah terkait tekanan darah (Kowalski 2010, h.34).

Tekanan darah dibagi menjadi tekanan darah sistolik dan tekanan

darah diastolik. Menurut WHO, batas normal tekanan darah manusia,

yaitu 120-140 mmHg untuk tekanan sistolik dan 80-90 mmHg untuk

tekanan diastolik. Sedangkan menurut JNC VII, diklasifikasikan menderita

hipertensi stadium I jika tekanan sistolik 140-159 mmHg dan tekanan

diastolik 90-99 mmHg, diklasifikasikan menderita hipertensi stadium II jika

tekanan sistolik lebih dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 100

mmHg (Chobanian et al. 2003, h.1211).

Secara global pada tahun 2015 satu dari empat pria dan satu dari

lima wanita (22% populasi dewasa berusia 18 tahun keatas) telah

menderita tekanan darah tinggi berdasarkan data dalam Global Status

Report On Non-Communicable Disease. Prevalensi peningkatan tekanan

darah bervariasi di seluruh wilayah berdasarkan penghasilan negara.

Pada tahun 2015, 28% populasi di negara berpenghasilan rendah

Universitas Muslim Indonesia 1


2

menderita tekanan darah tinggi sedangkan 18% populasi di negara

berpenghasilan tinggi (WHO 2018, h. 16).

Prevalensi kejadian penyakit hipertensi pada tahun 2018 di

Indonesia sebesar 8,4% dan di Sulawesi Selatan sebesar 7,2%

berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk pada umur ≥ 18 tahun

(Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan 2018).

Berdasarkan studi evaluasi penggunaan obat, dijelaskan bahwa masalah

terkait obat bertanggung jawab sebanyak 5 – 17% kasus rawat inap di

rumah sakit. Adanya evaluasi atau ulasan mengenai terapi pengobatan

yang diterima oleh pasien sangat diperlukan (Wuyts et al. 2019, h. 1).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani pada tahun 2016 di RSUD

Haji Makassar dengan jumlah 125 sampel penelitian, 87 (69,6%) pasien

tidak mengalami kejadian Drug Related Promblems kategori interaksi obat

dan 38 (30,4%) pasien mengalami kejadian interaksi obat (Fitriyani, 2017).

Dalam Al-Qur’an Surah Al-Insyirah ayat 5 Allah berfirman :

‫س ًرا‬
ْ ُ ‫ري‬
ِ ‫س‬ ُ ْ ‫ع ال‬
ْ ‫ع‬ َ ‫م‬
َ ‫ن‬ َ
َ ِ ‫فإ‬
Artinya : “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”

Makna dari ayat tersebut, yaitu di balik setiap permasalahan akan selalu

ada solusi yang mengikutinya. Solusi tersebut bukan hanya satu,

melainkan banyak jalannya. Maka, kita dianjurkan agar tidak menyerah

dan berputus asa dengan masalah yang sedang dihadapi.

Permasalahan terkait obat atau Drugs Related Problems (DRP)

merupakan masalah yang sangat penting. Oleh sebab itu, dilakukan

penelitian tentang identifikasi masalah terkait obat dengan menggunakan

Universitas Muslim Indonesia


3

rekam medik ataupun resep obat pasien di Rumah Sakit Umum Daerah

Lamadukkelleng Kabupaten Wajo periode Juli – Desember 2018

Tujuannya agar terapi yang diberikan kepada pasien dapat dioptimalkan

sehingga target dalam meningkatkan kesehatan dapat tercapai

B. Rumusan Masalah

1. Apakah terjadi masalah terkait obat antihipertensi di Rumah Sakit

Umum Daerah Lamadukkelleng Kabupaten Wajo periode Juli –

Desember 2018 ?

2. Apakah kategori masalah terkait obat antihipertensi paling banyak

ditemukan di Rumah Sakit Umum Daerah Lamadukkelleng Kabupaten

Wajo periode Juli – Desember 2018 ?

3. Apakah terdapat hubungan masalah terkait obat antihipertensi

terhadap kategori DRP di Rumah Sakit Umum Daerah

Lamadukkelleng Kabupaten Wajo periode Juli – Desember 2018 ?

C. Maksud dan Tujuan Penelitian

1. Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan

menentukan kategori masalah terkait obat terbanyak serta mencari

hubungan keduanya pada pasien hipertensi yang dirawat di Rumah Sakit

Umum Daerah Lamadukkelleng.

2. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis masalah

terkait obat pada pasien hipertensi yang dirawat di Rumah Sakit Umum

Daerah Lamadukkelleng periode Juli – Desember 2018.

Universitas Muslim Indonesia


4

3. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk melaporkan dan

menentukan kategori terbanyak serta mencari hubungan kejadian

masalah terkait obat pada pasien hipertensi yang dirawat di Rumah Sakit

Umum Daerah Lamadukkelleng periode Juli – Desember 2018.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi

kepada tenaga kesehatan, masyarakat dan para peneliti ataupun calon

peneliti mengenai masalah terkait obat di Rumah Sakit Umum Daerah

Lamadukkelleng agar selanjutnya dapat menjadi bahan evaluasi untuk

mewujudkan terapi yang baik dan benar serta menjadi tahap awal bagi

penelitian lebih lanjut serta studi mengenai permasalahan terkait obat baik

pada pasien hipertensi maupun penyakit lain.

Universitas Muslim Indonesia


5

E. Kerangka Pikir
Hipertensi

Menurut WHO, pada tahun 2015 populasi di negara


berpenghasilan rendah menderita tekanan darah tinggi
sebanyak 28% dan akan mengalami peningkatan pesat
pada tahun 2025 sedangkan menurut Riskesdas, pada
tahun 2018 di Indonesia prevalensinya sebanyak 8,4%
dan di Sulawesi Selatan sebanyak 7,2%.

Terapi Obat

Fitriyani (2016) telah


Drugs Related Problems (DRP)
melakukan penelitian di
RSUD Haji Makassar
dengan hasil 38 (30,4%)
Analisis Data dari 125 pasien mengalami
kejadian Drug Related
Promblems kategori
Pembahasan interaksi obat dan 87
(69,6%) pasien lainnya
tidak mengalami kejadian
Kesimpulan interaksi obat.

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian identifikasi masalah terkait obat


pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah
Lamaddukelleng Kabupaten Wajo periode Juli - Desember
2018

Universitas Muslim Indonesia


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masalah Terkait Obat / Drug Related Problems (DRP)

Praktik profesional perawatan farmasi (Pharmaceutical Care)

awalnya diperkenalkan dan didukung oleh profesi farmasi pada awal

1990. Pada saat layanan manajemen obat diperkenalkan di Amerika

Serikat pada tahun 2006 ketika Pemerintah Federal menerapkan manfaat

obat baru, praktik tersebut telah banyak dibicarakan tetapi hanya sedikit

dikembangkan oleh para praktisi. Tanggung jawab profesional dari

perawatan farmasi adalah untuk mengidentifikasi masalah terapi obat,

menyelesaikannya dan yang paling penting mencegahnya agar tidak

terjadi pada pasien. Tanggung jawab tersebut dilakukan dengan cara

berpusat pada pasien menggunakan paradigma peduli. Praktisi menilai

secara komprehensif kebutuhan pasien terkait obat dan mengembangkan

rencana perawatan yang dapat mengatasi kebutuhan ini serta

menindaklanjuti untuk menentukan bahwa hasil yang diinginkan tercapai

dan tidak menimbulkan bahaya. Mengidentifikasi masalah terapi obat

adalah penilaian klinis yang mengharuskan praktisi untuk mengidentifikasi

hubungan antara kondisi medis pasien dan farmakoterapi pasien. Masalah

terapi obat yang dinyatakan dengan benar meliputi (a) deskripsi kondisi

atau masalah pasien, (b) terapi obat yang terlibat, dan (c) hubungan

spesifik antara terapi obat dan kondisi pasien (Cipolle et al. 2012).

Universitas Muslim Indonesia 6


7

Studi review tentang penerapan sistem klasifikasi DRP, Basger et al.

memeriksa tiga sistem klasifikasi dari Amerika Serikat, yaitu Cipolle versi

2004 dan 2012, Strand and Morley, the Individualised Medication

Assessment and Planning (iMAP) tool. Tiga sistem klasifikasi dari Eropa,

yaitu the Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) versi 6, the

Westerlund system dan the Norwegian system. Sistem klasifikasi dari

Australia, yaitu DOCUMENT. Identifikasi kategori sebagai penyebab DRP

(Cipolle et al.), identifikasi kategori sebagai DRP (Westerlund) dan

identifikasi sub-kategori sebagai DRPS (iMAP, Norwegian dan

DOCUMENT) dimana dipetakan ke sub-kategori PCNE yang

diidentifikasikan sebagai penyebab DRPs. Sistem PCNE dipilih sebagai

indeks sistem karena telah menginformasikan pengembangan dari tiga

sistem tersebut (Basger et al. 2014).

Masalah Terkait Obat atau Drug Related Problem (DRP) merupakan

keadaan atau peristiwa yang melibatkan terapi obat dimana dapat

berpotensi mengganggu hasil kesehatan atau tujuan terapi yang

diinginkan. Klasifikasi DRP menurut Pharmaceutical Care Netwok Europe

(PCNE) Association, yaitu memiliki 3 domain utama dan 7 sub domain

untuk kelompok masalah, 9 domain utama dan 43 sub domain untuk

kelompok penyebab serta 5 domain utama dan 10 sub domain untuk

kelompok intervensi. Sub domain merupakan penjelasan untuk domain

utama (PCNE 2019). Peristiwa yang melibatkan terapi obat yang benar-

benar atau berpotensi mengganggu hasil kesehatan yang diinginkan

Universitas Muslim Indonesia


8

bertanggung jawab terhadap kejadian rawat inap sebanyak 5 – 17%

(Wuyts et al. 2019).

Klasifikasi, pada kelompok masalah, terdapat 3 domain utama, yaitu

efektivitas terapi, keamanan terapi dan lainnya. Pada efektivitas

pengobatan terdapat 3 sub domain, yaitu tidak ada efek dari terapi obat,

pengaruh terapi obat tidak optimal dan gejala atau indikasi yang tidak

diobati. Pada keamanan terapi terdapat 1 sub domain, yaitu reaksi obat

yang tidak diinginkan. Pada domain utama lainnya, terdapat 3 sub

domain, yaitu masalah terhadap efektivitas biaya terapi, terapi obat yang

tidak perlu dan masalah atau keluhan yang tidak jelas (PCNE 2019).

B. Hipertensi

1. Defenisi

Hipertensi didefinisikan secara umum sebagai penyakit dimana

tekanan darah arteri yang meningkat secara terus-menerus. Peningkatan

tekanan darah memang dianggap penting pada awal hingga pertengahan

1900-an sebagai perfusi organ-organ penting yang memadai. Namun,

sekarang ini diidentifikasi sebagai salah satu faktor resiko terjadinya

penyakit jantung (kardiovaskular) (Saseen & Maclaughlin 2008, hh. 139-

140).

Tekanan darah arteri adalah tekanan dalam pembuluh darah,

khusunya pada dinding arteri yang diukur dalam satuan milimeter air raksa

(mmHg). Dua nilai tekanan darah arteri, yaitu tekanan darah sistolik

(Systolic Blood Pressure/SBP) dan tekanan darah diastolik (Diastolic

Blood Pressure/DBP). Tekanan darah sistolik merupakan nilai tekanan

Universitas Muslim Indonesia


9

tertinggi yang dicapai ketika jantung berkontraksi. Tekanan darah diastolik

merupakan nilai tekanan terendah yang dicapai saat jantung dalam

keadaan istirahat dan ruang jantung penuh dengan darah (Bell et al. 2018,

h. 3).

Tekanan darah tinggi atau biasa disebut hipertensi dapat dikatakan

pada seseorang bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan atau

tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada pemeriksaan berulang.

Pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis hipertensi

yaitu tekanan darah sistolik (PERKI 2015, h. 1). Data klasifikasi tekanan

darah dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Klasifikasi tekanan darah untuk usia 16 tahun atau lebih


berdasarkan ESC/ESH, 2018
Sistol Diastol
Klasifikasi
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120 - 129 dan/atau 80 - 84
Normal - Tinggi 130 – 139 dan/atau 85 - 89
Hipertensi Tingkat 1 140 - 149 dan/atau 90 – 99
Hipertensi Tingkat 2 160 – 179 dan/atau 100 - 109
Hipertensi Tingkat 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi Sistolik Terisolasi ≥ 140 dan < 90
Kasus hipertensi merupakan salah satu penyakit penyebab

kematian terbesar di Indonesia. Pentingnya masalah tersebut, sehingga

penanganan pasien hipertensi sangat perlu diperhatikan agar target

terapinya dapat tercapai. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum

Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Wajo, hipertensi menduduki 10 besar

penyakit baik pada rawat jalan maupun rawat inap pada tahun 2018 yang

dapat dilihat pada tabel 2 dan 3.

Universitas Muslim Indonesia


10

Tabel 2. Ranking 10 besar penyakit rawat inap Rumah Sakit Umum


Daerah Lamaddukelleng tahun 2018
No. Jenis Penyakit Jumlah
1. Gastro enteritis akut 812
2. Nyeri perut panggul 705
3. Kehamilan lain yang berakhir dengan abortus 334
4. TB paru lainnya 225
5. Demam yang sebabnya tidak diketahui 234
6. Strok tidak menyebut pendarahan atau infark 232
7. Neoplasma jinak lainnya 231
8. Cedera intracranial 225
9. Hipertensi esensial 200
10. Demam tipoid dan paratipoid 131

Tabel 3. Ranking 10 besar penyakit rawat jalan Rumah Sakit Umum


Daerah Lamaddukelleng tahun 2018
No. Jenis Penyakit Jumlah
1. TB paru 2.353
2. Diabetes mellitus 1.898
3. Hipertensi 1.763
4. Nyeri perut dan panggul 1.454
5. Gejala, tanda dan laboratorium tidak normal 873
6. Penyakit pulpa dan periapikal 854
7. Penyakit sebrovaskular 851
8. Strok tak menyebut pendarahan atau infark 752
9. Gagal jantung 731
10. Gangguan refraksi dan akomodasi 689

2. Etiologi

Penyebab pasien mengalami peningkatan tekanan darah tinggi

sebagian besar belum diketahui. Istilah tersebut biasanya dikenal dengan

hipertensi primer (essensial) sedangkan pada kasus sebagian kecil pasien

hipertensi yang memiliki penyebab spesifik dikenal dengan hipertensi

sekunder (Bell et al. 2018, h. 2).

Hipertensi primer diderita lebih dari 90% dimana tidak dapat

disembuhkan, tetapi dapat dikontrol dengan terapi yang sesuai seperti

modifikasi gaya hidup dan obat-obatan). Hipertensi ini cenderung

Universitas Muslim Indonesia


11

berkembang secara bertahap selama bertahun-tahun dan faktor genetik

memainkan peran penting dalam pengembangan tersebut (Bell et al.

2018, h. 2).

Hipertensi sekunder diderita kurang dari 10% dimana penyebabnya

didasarkan pada kondisi medis atau obat-obatan. Penyebab paling umum

dapat dikaitkan dengan kerusakan ginjal, seperti penyakit ginjal kronis

atau penyakit renovaskular. Namun, mengontrol kondisi medis dan

berhenti menggunakan obat-obatan penyebab hipertensi ini dapat

menurunkan tekanan darah. Tekanan darah ini cenderung muncul secara

tiba-tiba dan sering menunjukkan nilai peningkatan tekanan darah yang

lebih tinggi dibandingkan hipertensi primer (Bell et al. 2018, h. 2).

3. Patofisiologi

Banyak faktor yang berkontribusi mengontrol tekanan darah dalam

perkembangan hipertensi primer. Dua faktor utama, yaitu masalah dalam

hormonal (hormon natriuretik, sistem renin-angiotensin-aldosteron/RAAS)

atau gangguan pada elektrolit (natrium, klorida, kalium) (Bell et al. 2018, h.

2).

Hormon natriuretik menyebabkan peningkatan natrium di dalam sel

sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. RAAS mengatur natrium,

kalium dan volume darah yang akhirnya akan mengatur tekanan darah di

arteri (pembuluh darah yang membawa darah keluar dari jantung). Dua

hormon yang terlibat dalam RAAS, yaitu angiotensin II dan aldosteron.

Angiotensin II menyebabkan penyempitan pembuluh darah, meningkatkan

Universitas Muslim Indonesia


12

pelepasan bahan kimia yang meningkatkan tekanan darah dan

meningkatkan produksi aldosteron (Bell et al. 2018, h. 2).

Penyempitan pembuluh darah dapat meningkatkan tekanan darah

(ruang kurang, jumlah darah sama) yang juga berpengaruh terhadap

tekanan pada jantung. Aldosteron menyebabkan retensi natrium dan air

sehingga tetap berada dalam darah. Akibatnya, volume darah akan

meningkat dan menyebabkan peningkatan pada jantung dan tekanan

darah (Bell et al. 2018, hh. 2-3).

4. Gejala

Hipertensi dikenal dengan silent killer atau pembunuh diam-diam

karena biasanya tidak ada tanda atau gejala peringatan sehingga banyak

orang tidak mengetahui bahwa dirinya menderita hipertensi. Bahkan

ketika tingkat tekanan darah sangat tinggi, kebanyakan orang tidak

memiliki tanda atau gejala. Sebagian kecil orang mungkin mengalami

gejala, seperti sakit kepala, muntah, pusing dan mimisan yang lebih

sering. Gejala ini biasanya tidak terjadi sampai tingkat tekanan darah

mencapai tahap yang parah atau mengancam jiwa. Satu-satunya cara

untuk mengetahuinya dengan pasti bahwa seseorang menderita

hipertensi, yaitu melakukan pengukuran tekanan darah

(Bell et al. 2018, h. 3).

5. Terapi Antihipertensi

a. Terapi Lini Pertama

Semua pasien hipertensi harus dikonsultasikan pada diperlukannya

modifikasi gaya hidup yang tepat untuk membantu penurunan tekanan

Universitas Muslim Indonesia


13

darah. Bukti telah menunjukkan bahwa masyarakat di mana rata-rata

asupan natrium tinggi (lebih dari 2,3 gram per hari) menduduki jumlah

tertinggi pasien yang didiangonsa hipertensi. Asupan natrium dalam

jumlah yang tinggi menyebabkan peningkatan volume dalam aliran darah.

Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan pada jantung untuk memompa

darah ke seluruh tubuh. Akibatnya, tekanan darah bisa meningkat. The

American Heart Association (AHA) merekomendasikan untuk membatasi

asupan natrium kurang dari 1500 mg per hari (1,5 gram). Karena

kebanyakan garam diet ditemukan dalam makanan kemasan dan olahan,

sehingga pembatasan asupannya merupakan alternatif yang lebih sehat

dan bermanfaat untuk pengurangan tekanan darah (Bell et al. 2018, h. 3).

Restrictive Diets, seperti Dietary Approaches to Stop Hypertension

(DASH) atau Pendekatan Diet untuk Menghentikan Hipertensi telah

ditemukan mampu menurunkan tekanan darah. Diet DASH menekankan

mengonsumsi buah-buahan, sayuran, biji-bijian, unggas dan ikan sambil

membatasi permen, minuman manis dan daging merah. Selanjutnya, diet

DASH merekomendasikan pria membatasi asupan alkohol, yaitu dua atau

lebih sedikit dalam sehari dan wanita, yaitu satu atau kurang.

Rekomendasi ini didasarkan pada bukti yang menunjukkan bahwa pasien

yang terlalu banyak minum alkohol memiliki insiden peningkatan tekanan

darah tinggi yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang minum

alkohol dalam jumlah sedang (Bell et al. 2018, h. 4).

Olahraga seperti latihan aerobik juga dianjurkan karena

menunjukkan dapat menurunkan tekanan darah dan meningkatkan

Universitas Muslim Indonesia


14

kesehatan kardiovaskular secara keseluruhan. Contoh latihan aerobik,

termasuk berjalan, jogging, berenang dan bersepeda. AHA

merekomendasikan rata-rata 40 menit olahraga aerobik intensitas sedang

hingga kuat tiga hingga empat kali dalam seminggu untuk membantu

menurunkan tekanan darah (Bell et al. 2018, h. 4).

Terapi farmakologi dimulai jika pengobatan non farmakologi tidak

efektif dalam mengendalikan tekanan darah tinggi. Terapi farmakologi

awal untuk hipertensi, yaitu diuretik tiazid, Calsium Channel Blockers

(CCB), Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor dan Angiotensin II

Receptor Blockers (ARB). Penting untuk diketahui bahwa pedoman

hipertensi terdahulu (JNC-7) merekomendasikan lima kelas obat untuk

hipertensi pada populasi umum, yaitu diuretik tiazid, Calsium Channel

Blockers (CCB), Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor,

Angiotensin II Receptor Blockers (ARB) dan beta-blockers. Namun,

pedoman hipertensi JNC-8 yang diperbaharui tidak memasukkan beta-

blockers sebagai perawatan awal dan perawatan ditangani secara

terpisah berdasarkan etnis (Bell et al. 2018, h. 4).

Pedoman JNC-8 merekomendasikan agar populasi umum non-kulit

hitam (termasuk penderita diabetes melitus) terapi farmakologi awal harus

mencakup diuretik tiazid, Calsium Channel Blockers (CCB), Angiotensin

Converting Enzyme (ACE) Inhibitor atau Angiotensin Receptor II Blockers

(ARB). Sebaliknya, pada populasi umum kulit hitam (termasuk mereka

yang menderita diabetes) terapi farmakologi awal harus mencakup diuretik

tiazid atau Calsium Channel Blockers (CCB). Populasi kulit hitam memiliki

Universitas Muslim Indonesia


15

pengurangan tekanan darah yang lebih kecil saat diberikan terapi obat

golongan ACEI atau ARB. Tujuan memulai terapi obat adalah untuk

mencapai dan mempertahankan tekanan darah. Jika tujuan pasien tidak

tercapai setelah satu bulan terapi, maka dosis awal obat dapat

ditingkatkan atau menambahkan obat kedua dari salah satu golongan

yang direkomendasikan. Terapi kombinasi (dengan dua golongan yang

berbeda) dapat digunakan sebagai terapi awal jika tekanan darah sistolik

≥ 160 mmHg dan/atau tekanan darah diastolik > 100 mmHg atau tekanan

darah sistolik > 20 mmHg di atas target dan/atau tekanan darah diastolik >

10 mmHg di atas target. Jika dua obat tidak cukup untuk memenuhi target

tekanan darah, obat ketiga dapat ditambahkan. Agen alternatif untuk

hipertensi jika target tekanan darah tidak tercapai, yaitu agen lini pertama

(tiazid, CCB, ACEI, ARB). Tiazid dan diuretik tiazid menjadi manajemen

utama hipertensi untuk periode panjang dibandingkan agen antihipertensi

lainnya. Penggunaan berkelanjutan didasarkan pada bukti yang konsisten

dalam kemampuan untuk mengurangi risiko penyakit jantung, strok,

serangan jantung dan kematian (Bell et al. 2018, h. 4).

Diuretik tiazid menghambat penyerapan natrium dan klorida di ginjal.

Akibatnya, air dan elektrolit (natrium dan klorida) hilang sehingga volume

dalam darah lebih sedikit dan mengakibatkan penurunan tekanan pada

jantung. Selain itu, diuretik menyebabkan pembuluh darah melebar

(pelebaran pembuluh darah) yang berkontribusi untuk mengurangi

tekanan darah jangka panjang. Adapun efek yang ditimbulkan dari obat

ini, yaitu meningkatnya rasa haus, peningkatan buang air kecil, pusing dan

Universitas Muslim Indonesia


16

tekanan darah rendah. Peningkatan buang air kecil sering terjadi selama

memulai terapi, tetapi juga terkadang menurun. Pasien harus dinasihati

untuk minum obat di pagi hari untuk mencegah buang air kecil di malam

hari. Efek samping serius dari terapi tiazid, yaitu ketidakseimbangan

elektrolit (kalium rendah, peningkatan asam urat, rendah magnesium,

peningkatan glukosa). Risiko mengalami ketidakseimbangan elektrolit

tidak signifikan pada pemberian dosis rendah yang digunakan untuk

pengobatan hipertensi (12,5 – 25 mg per hari) (Bell et al. 2018, h. 5). Data

dosis dan frekuensi obat antihipertensi golongan diuretic tiazid dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4. Dosis diuretik tiazid


Nama Generik Dosis (mg/hari) Frekuensi per hari
Hidroklorotiazid 25 - 50 mg 1
Indapamid 1.25 - 2.5 mg 1
Calcium Channel Blocker (CCB) yang digunakan untuk perawatan

hipertensi, yaitu amlodipin, felodipin, nifedipin aksi diperpanjang.

Biasanya, kalisum memasuki sel-sel otot dalam pembuluh darah.

Pemblokiran saluran kalsium pada pembuluh darah menyebabkan

vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) sehingga lebih sedikit tekanan

pada jantung dan menurunkan tekanan darah. Efek samping yang umum

terjadi, yaitu sakit kepala, pusing, kemerahan serta bengkak di kaki dan

lengan. Adapun efek samping yang serius ketika pemberian terapi CCB

dimulai, yaitu nyeri dada (Bell et al. 2018, h. 5). Data dosis dan frekuensi

obat antihipertensi golongan CCB dapat dilihat pada tabel 5.

Universitas Muslim Indonesia


17

Tabel 5. Dosis Calcium Channel Blocker (CCB)


Dosis
Nama Generik Frekuensi /hari
(mg/hari)
Amlodipin 2.5 - 10 mg 1
Felodipin 5 - 10 mg 1
Nifedipin aksi diperpanjang 60 - 120 mg 1
Diltiazem pelepasan berkelanjutan 180 - 360 mg 2
Diltiazem CD 100 - 200 mg 1
Verapamil pelepasan berkelanjutan 120 - 480 mg 1 atau 2
Agen yang lebih baru digunakan untuk pengobatan hipertensi, yaitu

Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor dan Angiotensin Receptor

II Blockers (ARB). ACE inhibitor mencegah pembentukan angiotensin II

dengan cara menghalangi Angiotensin Converting Enzyme (ACE) yang

mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II adalah

hormon dalam tubuh yang menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Selanjutnya, angiotensin II merangsang pelepasan hormon lain yang

disebut aldosteron yang menahan natrium dan air dalam tubuh.

Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan volume darah karena

natrium dan air meningkat mengakibatkan peningkatan tekanan darah.

Namun, dengan penghambatan pembentukan angiotensin II, tekanan

darah dapat menurun. ACE inhibitor telah terbukti mencegah kematian

pada pasien dengan gagal jantung setelah serangan jantung dan pada

semua pasien berisiko tinggi untuk komplikasi jantung. Golongan tersebut

telah terbukti mengurangi proteinuria (kelebihan protein dalam urin) pada

pasien diabetes. ACE inhibitor dapat memberikan efek samping batuk

yang biasanya dimulai dalam dua minggu pertama terapi. Jika ini terjadi,

terapi harus dihentikan. Setelah terapi dihentikan, batuk akan sembuh

dalam waktu seminggu. Efek samping umum, yaitu tekanan darah rendah,

sakit kepala dan penurunan laju filtrat glomerulus (tes yang digunakan

Universitas Muslim Indonesia


18

untuk memeriksa bagaimana kerja ginjal). Efek samping serius dari ACE

inhibitor, yaitu risiko angiodema (pembengkakan yang terjadi di bawah

kulit yang mirip dengan gatal-gatal) dan kadar kalium yang tinggi. Jika

seorang pasien memiliki riwayat angiodema sebelumnya dengan satu

ACE inhibitor, maka terapi ACE inhibitor baik dengan golongan yang sama

maupun berbeda tidak boleh digunakan untuk hipertensi. Terapi ACE

inhibitor tidak boleh digunakan pada wanita hamil karena agen ini dapat

meningkatkan risiko komplikasi janin (Bell et al. 2018, h. 5). Data dosis

dan frekuensi obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Dosis Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACEI)


Nama Generik Dosis (mg/hari) Frekuensi per hari
Kaptopril 12,5 - 150 mg 2 atau 3
Enalapril 5 - 40 mg 1 atau 2
Lisinopril 10 - 40 mg 1
Peridopril 4 - 16 mg 1
Ramipril 2,5 - 10 mg 1 atau 2
Angiotensin II Receptor Blocker (ARB) merupakan agen yang

bertindak serupa dengan ACE inhibitor. Seperti ACE inhibitor, agen ini

mencegah aksi angiotensin II pada tekanan darah. Namun, bukan

mencegah pembentukan angiotensin II, melainkan mencegah ikatan

antara angiotensin II dengan reseptor. Agar angiotensin II bekerja, maka

harus berikatan dengan reseptor. Karena ARB mencegah angiotensin II

berikatan dengan reseptor, angiotensin II tidak dapat memberikan efek

peningkatan tekanan darah. ARB dan ACE inhibitor memiliki mekanisme

yang sama, sehingga kedua agen ini seharusnya tidak digunakan

bersama untuk pengobatan hipertensi. Dibandingkan dengan ACE

inhibitor, ARB telah terbukti sama efektifnya dengan ACE inhibitor, tetapi

Universitas Muslim Indonesia


19

dengan sedikit efek samping. Efek samping umum, yaitu batuk, tekanan

darah rendah, sakit kepala dan penurunan laju filtrat glomerulus. Efek

samping serius, yaitu risiko angiodema dan kadar kalium yang tinggi.

Risiko batuk dan angiodema secara signifikan lebih rendah dengan terapi

ARB dibandingkan dengan terapi ACE inhibitor. Seperti ACE inhibitor,

agen ini tidak boleh digunakan selama kehamilan karena risiko janin

(Bell et al. 2018, h. 5). Data dosis dan frekuensi obat antihipertensi

golongan ARB dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 7. Dosis Angiotensin II Receptor Blocker (ARB)


Nama Generik Dosis (mg/hari) Frekuensi per hari
Kandesartan 8 - 32 mg 1
Eprosartan 600 - 800 mg 1 atau 2
Irbesartan 150 - 300 mg 1
Losartan 50 - 100 mg 1 atau 2
Olmesartan 20 - 40 mg 1
Telmisartan 20 - 80 mg 1
Valsartan 80 - 320 mg 1
b. Terapi Lini Kedua

Obat lain yang digunakan untuk pengobatan hipertensi, yaitu

golongan beta-blocker, antagonis aldosteron dan alfa-blocker. Beta-

blocker menghambat reseptor beta di jantung agar tidak diaktifkan.

Biasanya, stimulasi reseptor ini akan menyebabkan peningkatan tekanan

pada jantung. Jika reseptor ini diblokir, maka hanya terdapat sedikit

tekanan pada jantung sehingga tekanan darah berkurang. Beta-blocker

tidak diindikasikan untuk awal pengobatan hipertensi. Alasan beta-blocker

termasuk lini kedua terapi didasarkan pada penelitian yang menunjukkan

bahwa beta-blocker memiliki lebih tinggi kejadian serangan jantung atau

strok ketika digunakan untuk hipertensi pada pasien tanpa indikasi

spesifik. Menurut JNC-8, beta-blocker harus dimulai jika terapi lini pertama

Universitas Muslim Indonesia


20

tidak efektif dalam menurunkan tekanan darah. Namun, beta-blocker

harus digunakan sebagai terapi primer jika pasien memiliki indikasi yang

kuat (strok atau serangan jantung) (Bell et al. 2018, h. 6).

Antagonis aldosteron merupakan pengobatan lini kedua hipertensi

termasuk spironolakton dan eplerenon menghambat kerja aldosteron.

Aldosteron meningkatkan penyerapan garam dan air di ginjal sehingga

menyebabkan meningkatkan volume dalam aliran darah dan

mengakibatkan peningkatan tekanan darah. Dengan menghambat

aldosteron, tekanan darah dapat berkurang karena penurunan tekanan

(Bell et al. 2018, h. 6).

Agen alternatif yang tidak disebutkan dalam pedoman, yaitu alfa-1

blocker dan agonis alfa-2 sentral. Pertama, antagonis alfa-1 termasuk

doxazosin, prazosin dan terazosin menyebabkan pembuluh darah kecil

tetap terbuka yang mana dapat menurunkan tekanan darah. Percobaan

membandingkan doxazosin dengan obat antihipertensi lainnya ditemukan

bahwa doxazosin memiliki kejadian gagal jantung yang lebih tinggi dan

kejadian kardiovaskular. Akibatnya, alfa-1 blocker seharusnya tidak

digunakan sebagai terapi lini pertama. Kedua, agonis alfa-2 termasuk

klonidin dan metildopa bekerja secara terpusat di otak untuk menghalangi

neurotransmitter (bahan kimia yang berkomunikasi dengan tubuh) dalam

peningkatan detak jantung dan tekanan darah. Namun, agen ini memiliki

efek samping pusing, kantuk, kelelahan, sakit kepala sehingga

penggunaannya dibatasi. Terakhir, vasodilator termasuk minoxidil dan

hidralazin bekerja dengan memperlebar pembuluh darah sehingga

Universitas Muslim Indonesia


21

mengurangi tekanan darah. Agen ini harus digunakan sebagai pilihan

terakhir untuk mengobati hipertensi. (Bell et al. 2018, h. 6). Data dosis dan

frekuensi obat antihipertensi golongan beta blocker serta obat terapi

hipertensi lini kedua lainnya pada tabel di bawah ini.

Tabel 8. Dosis obat beta blocker


Nama Generik Dosis (mg/hari) Frekuensi per hari
Atenolol 25 - 100 mg 1 atau 2
Bisoprolol 2,5 - 10 mg 1
Metoprolol tartrat 100 - 400 mg 2
Propranolol pelepasan segera 160 - 480 mg 2
Propranolol aksi diperpanjang 80 - 320 mg 1
Carvedilol 12,5 - 50 mg 2
Nebivolol 5 - 40 mg 1

Tabel 9. Dosis obat terapi hipertensi lini kedua lainnya


Nama Generik Dosis (mg/hari) Frekuensi per hari
Furosemid 20 - 80 mg 2
Torsemid 5 - 10 mg 1
Amilorid 5 - 10 mg 1 atau 2
Triamteren 50 - 100 mg 1 atau 2
Spironolakton 25 - 100 mg 1
Eplerenon 50 - 100 mg 1 atau 2
Klonidin 0,1 - 0,8 mg 2
Metildopa 250 - 1000 mg 2
Doxazosin 1 - 8 mg 1
Prazosin 2 - 20 mg 2 atau 3
Terazosin 1 - 20 mg 1 atau 2
Minoxidil 5 - 100 mg 1-3
Hidralazin 25 - 200 mg 2 atau 3

Universitas Muslim Indonesia


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat / Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di bagian Ruang Rekam Medik Rumah Sakit

Umum Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Wajo dan waktu penelitian

dimulai pada bulan Februari 2020 di RSUD Lamaddukelleng Kabupaten

Wajo.

B. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Pada penelitian ini yang menjadi populasi adalah semua pasien yang

menderita penyakit hipertensi yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit

Umum Daerah Lamaddukelleng Wajo periode Juli – Desember 2018.

b. Sampel

Pada penelitian ini yang menjadi sampel adalah pasien hipertensi

yang menderita penyakit hipertensi yang menjalani rawat inap di RSUD

Lamaddukelleng Wajo yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi.

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah :

1. Pasien hipertensi yang dirawat inap periode Juli – Desember 2018.

2. Pasien yang berusia ≥ 18 tahun.

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah pasien dengan data rekam

medik yang tidak lengkap.

Universitas Muslim Indonesia 22


23

Perhitungan Sampel :

Adapun besar sampel yang akan digunakan berdasarkan rumus

(Sopiyudin 2013, h. 35) :


2
Z α x P xQ
n=
d2

Keterangan :

n = besar sampel

Zα = Deviat baku normal untuk tingkatan keamanan, α (ditetapkan)

Nilai α dipilih dengan IK (tingkat kepercayaan) yang diinginkan,

bila IK 95% berarti α = 0,05; sehingga Zα = 1,96

P = Proporsi atau keadaan yang akan dicari atau diperkirakan

proporsi penyakit / efek pada populasi

Q =1-P

d = presisi (sampling error)

sehingga diperoleh besar sampel yang diperlukan dalam penelitian, yaitu :

Z α2 x P x Q
n=
d2

= ¿¿

3,8416 x 0,084 x 0,916


=
0,01

= 29,55

= 30 sampel

Universitas Muslim Indonesia


24

C. Metode Kerja

Penelitian ini merupakan penelitian secara observatif dengan

penelusuran data secara retrospektif. Prosedur kerja dalam penelitian ini :

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini dilakukan penyusunan proposal penelitian, studi

literatur dan konsultasi dengan dosen pembimbing. Setelah

dinyatakan selesai seminar proposal, maka selanjutnya pengurusan

Ethical Clearance (kode etik) di Menara Universitas Muslim Indonesia

tepatnya pada Kantor Bagian Kode Etik secara online. Kemudian,

pengurusan izin penelitian di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (DPM – PTSP) Kabupaten Wajo terkait penelitian

di RSUD Lamaddukelleng Kabupaten Wajo dengan melampirkan draft

proposal penelitian dan surat rekomendasi dari lembaga perguruan

tinggi.

2. Tahap Penelitian

Pada tahap ini, data berupa rekam medik akan diperiksa agar sesuai

dengan kriteria inklusi kemudian dikelompokkan berdasarkan data

atau informasi yang dapat diperoleh di rekam medik yang

berhubungan masalah terkait obat hipertensi, seperti indikasi, kategori

hipertensi, jenis dan golongan obat, dosis, frekuensi, kombinasi obat,

duplikasi obat, nilai tekanan darah, ada tidaknya efek samping,

kontraindikasi, interaksi obat dan jenis interaksi obat serta kesesuaian

baik terhadap formularium rumah sakit maupun formularium nasional.

Universitas Muslim Indonesia


25

Pasien Hipertensi
N = 77

Tidak sesuai dengan periode penelitian, N = 33

Sesuai periode penelitian


N = 44

Tidak lengkap data rekam medik, N = 14

Data rekam medik lengkap


N = 30
Gambar 2. Bagan kesesuaian kriteria inklusi dan ekslusi sampel
penelitian
3. Tahap Pengolahan Data

Pada tahap ini, semua data rekam medik yang telah memenuhi

kriteria akan dikelompokkan untuk selanjutnya dianalisis

menggunakan aplikasi statistik.

D. Bahan dan Sumber Bahan

Bahan dalam penelitian ini adalah data rekam medik pasien yang

didiagnosa hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng

Kabupaten Wajo periode Juli – Desember 2018.

E. Analisis Data

Dalam penelitian ini, data yang telah dikelompokkan akan dianalisis

menggunakan aplikasi statistik. Uji yang dilakukan antara lain, uji

frekuensi untuk melihat persentase tiap variabel penelitian baik variabel

DRP maupun karakteristik pasien, uji Chi-Square dan uji Fisher untuk

melihat hubungan antara variabel kategori DRP dengan masalah terkait

obat serta uji krostabulasi untuk mendukung atau membuktikan ada

tidaknya hubungan antara variabel tersebut.

Universitas Muslim Indonesia


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Drug Related Problems (DRP) / Masalah Terkait Obat merupakan

permasalahan yang sering dijumpai dalam terapi suatu penyakit. Hal

tersebut membuat suatu obat gagal untuk mencapai target terapi. Pada

penelitian ini telah dilakukan identifikasi masalah terkait obat pada pasien

hipertensi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah observatif

dengan penelusuran data secara retrospektif. Penelusuran data tersebut

menggunakan data sekunder (rekam medik) sehingga tidak diperlukan

interaksi langsung dengan pasien. Metode ini lebih efisien dalam

pengambilan data dan tidak mengganggu terapi dan waktu pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat masalah terkait

obat pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah

Lamaddukelleng Kabupaten Wajo periode Juli – Desember 2018.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 30 catatan

rekam medik yang telah memenuhi kriteria baik inklusi maupun eksklusi.

Rekam medik tersebut selanjutnya diidentifikasi dan dikelompokkan data

atau informasi yang berkaitan dengan masalah terkait obat, seperti nilai

tekanan darah, indikasi, kategori hipertensi, obat hipertensi yang

digunakan, golongan obat, duplikasi obat, efek samping, kontraindikasi,

interaksi obat, jenis interaksi obat, dosis dan frekuensi pemakaian obat

serta kesesuaian baik terhadap formularium rumah sakit maupun

formularium nasional.

Universitas Muslim Indonesia 26


27

Data yang diperoleh dikelompokkan dan dianalisis secara statistik

menggunakan aplikasi statistik. Berdasarkan identifikasi masalah terkait

obat pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten

Wajo periode Juli – Desember 2018, maka diperoleh hasil penelitian

sebagai berikut.

Data karakteristik pasien dikelompokkan menjadi empat variabel,

yaitu kategori hipertensi, diagnosis, obat dan golongan antihipertensi.

Pengelompokan pasien berdasarkan variabel kategori hipertensi

dikategorikan menjadi lima kelompok, yaitu normal tinggi, grade I, grade II,

urgensi dan emergensi. Pengelompokkan ini bertujuan untuk melihat

tingkatan hipertensi yang diderita pasien di rumah sakit tersebut. Data

karakteristik pasien dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 10. Karakteristik pasien


Variabel Kategori Pasien (n) Persentase (%)
Kategori Normal Tinggi 2 6,7
Hipertensi Grade I 3 10,0
Grade II 9 30,0
Urgensi 7 23,3
Emergensi 9 30,0
Total 30 100,0
Diagnosis Tunggal 24 80,0
Komplikasi 6 20,0
Total 30 100,0
Obat Mannitol 9 30,0
Antihipertensi Amlodipin 17 56,7
Mannitol + Amlodipin 1 3,3
Amlodipine + Kandesartan 3 10,0
Total 30 100,0
Golongan Diuretik 9 30,0
Antihipertensi CCB 17 56,7
Diuretik + CCB 1 3,3
ARB + CCB 3 10,0
Total 30 100,0
Dianalisis menggunakan Frequencies

Universitas Muslim Indonesia


28

Dari tabel variabel kategori hipertensi yang diderita, dapat diketahui

bahwa dari jumlah 30 pasien, ditemukan 2 (6,7%) pasien pada kategori

normal tinggi, 3 (10,0%) pasien pada kategori grade I, 7 (23,3%) pasien

pada kategori urgensi serta masing-masing 9 (30,0%) pasien pada

kategori grade II, dan emergensi. Pada pengelompokkan pasien

berdasarkan diagnosis dikategorikan menjadi dua kelompok, yaitu dari

jumlah 30 pasien yang menjadi sampel penelitian, diperoleh 24 (80,0%)

pasien yang menderita penyakit hipertensi (tunggal) dan 6 (20,0%) pasien

yang menderita komplikasi. Adapun jenis komplikasi yang diderita, yaitu

hiperkolesterolemia, dislipidemia, diabetes mellitus tipe 2, strok iskemik

dan aritmia. Menurut Budiman et al. (2015) kadar kolesterol serum dan

trigiserida yang tinggi dapat menyebabkan aterosklerosis (penebalan

pembuluh darah). Hal yang sama juga terjadi pada pasien yang memiliki

kadar glukosa darah yang tinggi sehingga dapat menyebabkan penebalan

pembuluh kecil (mikrovaskular) karena adanya peningkatan permeabilitas

sel endotel. Akibatnya, molekul yang mengandung lemak akan masuk ke

arteri serta kerusakan sel endotel akan menghasilkan pengendapan

trombosit yang merupakan hasil dari reaksi inflamasi. Hal serupa juga

terjadi pada jenis komplikasi strok. Menurut Hafid (2014) hipertensi

merupakan penyebab utama strok dimana tekanan darah tinggi akan

menyebabkan kerusakan sel-sel endotel sehingga terjadi trombosis yang

mengakibatkan ateroskeloris. Hal tersebut membuat aliran darah ke otak

menjadi terhambat sehingga mengganggu kerja dari sel-sel neuron pada

sistem saraf pusat. Menurut Kalangi et al. (2016) hipertensi merupakan

Universitas Muslim Indonesia


29

prevalensi tertinggi kasus aritmia pada penyakit jantung koroner

berdasarkan faktor risiko. Perubahan sifat dinding ventrikel kiri yang

menjadi kaku dan tebal mengakibatkan berubahnya jalur impuls listrik di

jantung.

Pasien dikelompokkan berdasarkan penggunaan obat dan

golongan antihipertensi dibagi menjadi empat, yaitu mannitol (diuretik),

amlodipin (CCB), mannitol dan amlodipin (diuretik dan CCB), amlodipin

dan kandesartan (CCB dan ARB). Pengelompokkan ini bertujuan untuk

mengetahui obat dan golongan antihipertensi yang digunakan di rumah

sakit tersebut. Penggunaan obat antihipertensi memiliki tujuan untuk

mengontrol peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi ke angka

normal atau mendekati normal. Tujuan penggunaan obat antihipertensi,

yaitu untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas kardiovaskular dimana

pada umumnya tekanan diastolik akan terkontrol bersamaan dengan

terkontrolnya tekanan sistolik sehingga yang perlu menjadi perhatian,

yaitu penurunan tekanan sistolik (Nafrialdi 2016, h. 347). Pada penelitian

yang dilakukan di RSUD Lamaddukelleng Wajo periode Juli – Desember

2018 diperoleh obat antihipertensi yang paling sering digunakan pada ke-

30 pasien. Dari tabel kategori penggunaan jenis dan golongan obat

antihipertensi diperoleh 17 (56,7%) pasien yang menggunakan amlodipin,

9 (30,0%) pasien yang menggunakan mannitol, 3 (10,0%) pasien yang

menggunakan amlodipin dan kandesartan serta 1 (3,3%) pasien yang

menggunakan mannitol dan amlodipin. Hasil tersebut menunjukkan bahwa

obat amlodipin yang merupakan antihipertensi golongan Calcium Channel

Universitas Muslim Indonesia


30

Blocker (CCB) paling sering digunakan dalam terapi, baik untuk terapi

tunggal (monoterapi) maupun kombinasi dengan golongan lain. CCB

dapat menyebabkan relaksasi otot jantung dan otot polos dikarenakan

saluran ion kalsium terhalang dengan adanya obat golongan ini sehingga

mengurangi masuknya kalsium ekstraselular ke dalam sel. Hal tersebut

menyebabkan pembuluh darah berelaksasi (vasodilatasi) dan

menyebabkan penurunan tekanan darah pada pasien hipertensi (DiPiro et

al. 2015, h. 93). Penghambatan ion kalsium yang merupakan ion yang

berperan penting dalam proses kontraksi membuat penurunan tekanan

darah dapat tercapai dengan baik sehingga obat golongan ini dijadikan

sebagai lini pertama dalam terapi hipertensi.

Terapi kombinasi amlodipin juga digunakan bersamaan dengan

obat golongan lain, seperti manitol yang merupakan golongan diuretik dan

kandesartan yang merupakan golongan Angiotensin Receptor Blocker

(ARB). Dalam sistem Renin Angiotensin Aldosteron dihasilkan angiotensin

II. Angiotensin II memiliki dua reseptor, yaitu AT1 dan AT2. Reseptor AT1

terdapat di otot polos pembuluh darah, otot jantung, ginjal, otak dan

kelenjar adrenal serta memperantarai semua efek fisiologis terutama

dalam homeostatis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat di medulla

drenal dan kemungkinan juga di sistem saraf pusat (SSP), namun

fungsinya belum jelas (Nafrialdi 2016, h. 360). Penghambatan reseptor

angiotensin II oleh obat golongan ARB akan langsung memblokir reseptor

AT1 (DiPiro et al. 2015, h. 93) dimana jika reseptor ini dihambat, maka

akan terjadi efek penurunan tekanan darah.

Universitas Muslim Indonesia


31

Golongan diuretik menghasilkan efek penurunan curah jantung dan

tekanan darah dengan cara meningkatkan ekskresi natrium, air dan

klorida sehingga dapat menurunkan volume darah dan cairan

ekstraselular (Nafrialdi 2016, h. 348). Golongan ini juga dijadikan terapi lini

pertama karena efek penurunan tekanan darah yang baik. Meskipun efek

diuresis yang dihasilkan oleh obat golongan diuretk (DiPiro et al. 2015, h.

94) akan mengganggu dan menyebabkan rasa tidak nyaman pada pasien

karena frekuensi buang air kecil akan meningkat. Dalam terapi kombinasi

untuk pasien hipertensi, golongan ini juga sering dianjurkan untuk

dijadikan salah satu obat terapi dalam kombinasi tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, ditemukan empat

kategori masalah terkait obat, yaitu keefektifitasan obat, efek samping,

kesesuaian indikasi dan interaksi obat. Efek samping dan interaksi obat

dapat dilihat dan dibandingkan pada interaction checker yang ada pada

aplikasi Medscape. Kesesuaian indikasi dapat dibandingkan dengan

guideline terapi obat antihipertensi di berbagai literatur. Keefektifitasan

obat dapat dilihat dari perubahan nilai tekanan darah awal dan akhir

dengan melihat apakah terjadi penurunan nilai tekanan darah serta

membandingkan nilai tekanan darah akhir dengan nilai target terapi

penyakit hipertensi pada berbagai populasi agar nantinya dapat dilihat

apakah obat antihipertensi yang digunakan memberikan efek yang

optimal, kurang optimal atau bahkan tidak optimal. Data kategori masalah

terkait obat dapat dilihat pada tabel 11.

Universitas Muslim Indonesia


32

Tabel 11. Kategori masalah terkait obat


Variabel Kategori Pasien (n) Persentase (%)
Efektifitas Optimal 8 26,7
Tidak optimal 14 46,6
Kurang optimal 8 26,7
Total 30 100,0
Efek samping Ada 2 6,7
Tidak ada 28 93,3
Total 30 100,0
Indikasi Sesuai 11 36,7
Tidak sesuai 19 63,3
Total 30 100,0
Interaksi Obat Ada 4 13,3
Tidak ada 26 86,7
Total 30 100,0
Jenis Serious 3 10,0
Interaksi Obat Serious + Monitor closely 1 3,3
Tidak ada 26 86,7
Total 30 100,0
Dianalisis menggunakan Frequencies

Berdasarkan tabel efektifitas obat antihipertensi, dapat diketahui

bahwa terdapat 8 (26,7%) pasien memiliki efek terapi yang optimal

dengan rentang penurunan tekanan darah 10-90 mmHg dan tercapainya

target nilai tekanan darah akhir, 14 (46,7%) pasien memiliki efek terapi

tidak optimal dengan tidak adanya penurunan tekanan darah serta 8

(26,7%) pasien memiliki efek terapi yang kurang optimal dengan rentang

penurunan tekanan darah 5-40 mmHg namun target tekanan darah tidak

tercapai. Data nilai tekanan darah awal dan akhir ke-30 pasien hipertensi

Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng beserta tabel target terapi

berdasarkan populasinya dapat dilihat pada tabel 17 dan 18 pada

lampiran 3. Adapun efek samping obat diperoleh sebanyak 2 (6,7%)

pasien dan 28 (93,3%) pasien lainnya tidak ada. Efek samping obat

antihipertensi golongan CCB salah satunya, yaitu sakit kepala

(Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia 2019, h. 34). Hal tersebut

Universitas Muslim Indonesia


33

sesuai dengan kondisi pasien yang menderita efek samping obat yang

diberikan terapi obat antihipertensi golongan CCB, yaitu amlodipin dengan

keluhan sakit kepala.

Berdasarkan tabel kesesuaian indikasi, diperoleh 19 (63,3%)

pasien yang tidak sesuai dengan indikasi dan 11 (36,7%) pasien yang

sesuai indikasi. Namun, ditemukan 2 dari 19 pasien tersebut

mendapatkan efek terapi yang optimal. Ketidaksesuaian indikasi

ditemukan pada terapi hipertensi berat seperti hipertensi urgensi dan

emergensi, dimana pada terapi kategori hipertensi tersebut digunakan

obat – obat antihipertensi oral, seperti amlodipin dan kandesartan dimana

telah diketahui bahwa pemberian obat oral untuk hipertensi yang sudah

berat akan mengganggu terapi karena lamanya onset dicapai. Obat - obat

hipertensi emergensi yang tersedia di Indonesia, yaitu nikardipin,

nitrogliserin, klonidin dan diltiazem (Perhimpunan Dokter Hipertensi

Indonesia 2019, h. 46) dimana obat – obat tersebut sebagian besar

diberikan melalui jalur intravena sehingga onset dapat dicapai dengan

cepat dan terapi pasien hipertensi dapat ditangani dengan baik. Selain itu,

menurut Medscape (2020), mannitol diindikasikan untuk edema serebri,

penurunan tekanan intrakranial dan anuria/oliguria sehingga tidak

dipergunakan untuk terapi pengobatan hipertensi kecuali jika mengalami

penyakit penyerta seperti yang telah disebutkan sebelumnya.

Dari tabel interaksi obat, diperoleh 4 (13,3%) pasien yang

mengalami interaksi obat dan 26 (86,7%) pasien yang tidak terdapat

interaksi obat. Adapun jenis interaksi obat yang diperoleh, yaitu sebanyak

Universitas Muslim Indonesia


34

3 (10,0%) pasien dengan kategori serious serta 1 (3,3%) pasien dengan

kategori serious dan monitor closely. Interaksi obat berdasarkan tingkat

keparahnnya dibagi menjadi 3, yaitu mayor, moderate dan minor. Pada

analisis interaksi obat menggunakan aplikasi interaction checker pada

aplikasi Medscape diperoleh hasil, yaitu serious (mayor) pada 4 pasien.

Obat yang berinteraksi, yaitu amlodipin dan simvastatin. Menurut

Medscape (2020), amlodipin meningkatkan kadar simvastatin sehingga

kombinasi ini perlu dihindari atau digunakan obat alternatif. Manfaat terapi

kombinasi harus dipertimbangkan dengan hati-hati terhadap potensi risiko

kombinasi. Interaksi obat kategori monitor closely (moderate) juga

ditemukan pada 1 dari 4 pasien tersebut. Obat yang berinteraksi, yaitu

amlodipin dan metformin. Menurut Medscape (2020), amlodipin

mengurangi efek metformin oleh antagonisme farmakodinamik sehingga

diperlukan monitor atau pantauan secara cermat kepada pasien dalam

penurunan kontrol glukosa darah.

Identifikasi yang dilakukan pada variabel dosis dan frekuensi

penggunaan obat antihipertensi diperoleh hasil yang sesuai untuk semua

pasien, tidak ditemukan adanya kontraindikasi dan duplikasi obat serta

peresepan obat antihipertensi telah sesuai baik pada formularium rumah

sakit maupun formularium nasional sehingga tidak dilakukan analisis

untuk variabel tersebut. Setelah mengidentifikasi variabel kategori

masalah terkait obat, selanjutnya ditentukan apakah terjadi DRP atau

tidak serta menentukan jumlah dan kategori DRP yang paling banyak

Universitas Muslim Indonesia


35

ditemukan. Berikut data masalah terkait obat yang dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 12. Masalah terkait obat / Drug Related Problems (DRP)


Variabel Kategori Pasien (n) Persentase (%)
DRP Ya 25 83,3
Tidak 5 16,7
Total 30 100,0
Jumlah DRP - 5 16,7
Satu 5 16,7
Dua 18 60,0
Tiga 2 6,7
Total 30 100,0
Kategori DRP - 5 16,7
Efektifitas 3 10,0
IO 1 3,3
Indikasi 1 3,3
Efektifitas + Indikasi 15 50,0
Efektifitas + IO 1 3,3
Indikasi + IO 1 3,3
Efektifitas + Efek Samping 1 3,3
Efektifitas + Indikasi +ES 1 3,3
Efektifitas + Indikasi + IO 1 3,3
Total 30 100,0
Dianalisis menggunakan Frequencies

Berdasarkan hasil penelitian pada variabel masalah terkait obat

dan jumlah DRP, diperoleh bahwa terdapat 25 (83,3%) dari 30 pasien

yang mengalami kejadian masalah terkait obat pada pasien hipertensi di

rumah sakit tersebut dan 5 (16,7%) pasien lainnya tidak mengalami DRP.

Adapun jumlah DRP yang terjadi pada seorang pasien berjumlah satu

sebanyak 8 (26,7%) pasien, dua sebanyak 15 (50,0%) pasien dan tiga

sebanyak 2 (6,7%) pasien.

Berdasarkan hasil penelitian pada variabel kategori DRP, diperoleh

bahwa kategori masalah terkait obat yang paling banyak ditemukan, yaitu

kategori efektifitas dan indikasi yang terjadi pada 15 (50,0%) pasien. Hasil

Universitas Muslim Indonesia


36

16

14

12

10

0
tersebut menunjukkan bahwa ketidaktepatan obat yang diberikan dengan

indikasi pada pasien menyebabkan keefektifan obat menurun sehingga

target terapi tidak tercapai. Data jumlah kategori DRP di Rumah Sakit

Umum Daerah Lamaddukelleng dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Diagram batang jumlah kategori DRP di Rumah Sakit


Umum Daerah Lamaddukelleng Kabupaten Wajo periode
Juli – Desember 2018
Tercapainya efek terapi yang maksimal akan meningkatkan kualitas

hidup pasien setelah pemberian obat dengan benar dan rasional. Namun,

sering ditemukan adanya masalah terkait obat seperti indikasi yang tidak

tepat pada pasien yang datang ke rumah sakit baik yang rawat inap

maupun rawat jalan dengan keluhan tertentu dan membutuhkan obat,

tetapi pasien tidak menerima obat sesuai dengan masalah medis yang

diderita (Rikomah 2018, hh. 60-62). Kemudian diikuti kategori efektifitas

yang berjumlah 3 (10,0%) pasien dan masing-masing berjumlah 1 (3,3%)

pasien pada kategori interaksi obat, indikasi, efektifitas + interaksi obat,

indikasi + interaksi obat, efektifitas + efek samping, efektifitas + indikasi +

efek samping, dan efektifitas + indikasi + interaksi obat. Selanjutnya,

Universitas Muslim Indonesia


37

dilakukan analisis statistik untuk melihat ada tidaknya hubungan masalah

terkait obat terhadap variabel kategori DRP, yaitu keefektifitasan obat,

ketidaksesuaian indikasi, efek samping obat dan interaksi obat. Data

hubungan kategori DRP terhadap masalah terkait obat dapat dilihat pada

tabel di bawah ini.

Tabel 13. Hubungan kategori DRP terhadap masalah terkait obat


Variabel Kategori DRP Tidak DRP Nilai p
Efektifitas Optimal 3 5 0,000
Tidak optimal 14 0
Kurang optimal 8 0
Total 25 5
Indikasi Sesuai 6 5 0,003
Tidak 19 0
Total 25 5
Efek samping Ada 2 0 1,000
Tidak 23 5
Total 25 5
Interaksi Obat Ada 4 0 1,000
Tidak 21 5
Total 25 5
Dianalisis menggunakan Chi-square dan Fisher

Berdasarkan data hasil penelitian, untuk melihat ada tidaknya

hubungan keefektifitasan obat dengan masalah terkait obat digunakan

analisis statistik Chi-square dengan kotak 2x3 sehingga nilai Pearson Chi-

Square yang diperhatikan untuk memperoleh nilai significancy (p), yaitu

0,000 dimana nilai tersebut < 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara keefektifitasan obat dengan DRP. Hubungan yang

dimaksud dalam hal ini, yaitu semakin tidak optimal suatu obat

antihipertensi, maka akan semakin banyak kejadian masalah terkait obat.

Hubungan ketidaksesuaian indikasi dengan masalah terkait obat

digunakan analisis statistik Chi-square dimana hasil analisis data tersebut

tidak memenuhi syarat karena terdapat 2 cell yang nilainya di bawah 5

Universitas Muslim Indonesia


38

sehingga dilakukan uji Fisher dan didapatkan nilai significancy (p) 0,003

dimana nilai tersebut < 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan antara ketidaksesuaian indikasi dengan DRP. Hubungan yang

dimaksud dalam hal ini, yaitu semakin tidak sesuai indikasi dengan terapi

obat antihipertensi yang diberikan, maka akan semakin banyak kejadian

masalah terkait obat.

Hubungan efek samping obat dengan masalah terkait obat

digunakan analisis statistik Chi-square dimana hasil analisis data tersebut

tidak memenuhi syarat karena terdapat 3 cell yang nilainya dibawa 5

sehingga dilakukan uji Fisher dan didapatkan nilai significancy (p) 1,000

dimana nilai tersebut > 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara efek samping obat dengan DRP.

Hubungan interaksi obat dengan masalah terkait obat digunakan

analisis statistik Chi-square dimana hasil analisis data tersebut tidak

memenuhi syarat karena terdapat 3 cell yang nilainya dibawa 5 sehingga

dilakukan uji Fisher dan didapatkan nilai significancy (p) 1,000 dimana

nilai tersebut > 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

hubungan antara interaksi obat dengan DRP. Untuk mendukung

hubungan tersebut, dilakukan uji krostabulasi keefektifitasan obat,

ketidaksesuaian indikasi, efek samping dan interaksi obat baik terhadap

masalah terkait obat maupun terhadap obat antihipertensi yang dapat

dilihat pada tabel 14 dan 15.

Tabel 14. Krostabulasi kategori DRP dengan masalah terkait obat


Variabel Kategori DRP Tidak DRP Total

Universitas Muslim Indonesia


39

Efektifitas Optimal 3 5 8
Tidak optimal 14 0 14
Kurang optimal 8 0 8
Total 25 5 30
Indikasi Sesuai 6 5 11
Tidak 19 0 19
Total 25 5 30
Efek samping Ada 2 0 2
Tidak 23 5 28
Total 25 5 30
Interaksi Obat Ada 4 0 4
Tidak 21 5 26
Total 25 5 30
Dianalisis menggunakan Crosstabs

Krostabulasi keefektifitasan obat terhadap masalah terkait obat,

diperoleh efektifitas obat hipertensi yang optimal dan disertai DRP

sebanyak 3 pasien, optimal dan tidak disertai DRP sebanyak 5 pasien,

tidak optimal dan disertai DRP sebanyak 14 pasien serta kurang optimal

dan disertai DRP sebanyak 8 pasien sedangkan untuk efektifitas obat

hipertensi yang tidak optimal dan kurang optimal yang tidak disertai DRP

tidak ditemukan. Dari hasil tersebut sangat terlihat jelas bahwa 14 pasien

yang mengalami DRP terjadi masalah pada terapi obat antihipertensi

dengan tidak optimalnya obat yang diberikan.

Krostabulasi ketidaksesuaian indikasi terhadap masalah terkait

obat, diperoleh indikasi yang sesuai yang disertai DRP sebanyak 6

pasien, indikasi yang sesuai yang tidak disertai DRP sebanyak 5 pasien,

indikasi yang tidak sesuai yang disertai DRP sebanyak 19 pasien serta

tidak ditemukannya sampel yang tidak sesuai indikasi dan juga tidak

disertai DRP. Dari hasil tersebut sangat terlihat jelas bahwa 19 pasien

yang mengalami DRP terjadi masalah tidak sesuainya indikasi dengan

terapi jenis obat antihipertensi yang diberikan.

Universitas Muslim Indonesia


40

Krostabulasi efek samping obat terhadap masalah terkait obat,

diperoleh efek samping obat hipertensi yang disertai DRP sebanyak 2

pasien dan tidak ditemukannya efek samping obat yang tidak disertai

DRP. Sedangkan untuk sampel yang tidak terdapat efek samping obat

namun disertai DRP ditemukan sebanyak 23 pasien dan 5 pasien lainnya

tidak memiliki efek samping dan juga tidak disertai DRP. Dari hasil

tersebut terlihat bahwa ada 23 pasien yang mengalami DRP namun tidak

mengalami efek samping obat sehingga menunjukkan bahwa tidak ada

hubungan antara efek samping dan kejadian masalah terkait obat.

Krostabulasi interaksi obat terhadap masalah terkait obat, diperoleh

interaksi obat yang disertai DRP sebanyak 4 pasien dan tidak

ditemukannya interaksi obat yang tidak disertai DRP. Sedangkan untuk

sampel yang tidak terdapat interaksi obat namun disertai DRP ditemukan

sebanyak 21 pasien dan 5 pasien lainnya tidak terdapat interaksi obat dan

juga tidak disertai DRP. Dari hasil tersebut terlihat bahwa ada 21 pasien

yang mengalami DRP namun tidak mengalami interaksi obat sehingga

menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara interaksi obat dan

kejadian masalah terkait obat.

Tabel 15. Krostabulasi kategori DRP dengan obat antihipertensi


Mannitol Tota
+ Amlodipin +
Variabel Kategori Mannitol Amlodipin l
Amlodipi Kandesartan
n

Universitas Muslim Indonesia


41

Efektifitas Optimal 0 6 0 2 8
Tidak optimal 7 6 1 0 14
Kurang optimal 2 5 0 1 8
Total 9 17 1 3 30
Indikasi Sesuai 0 11 0 0 11
Tidak sesuai 9 6 1 3 19
Total 9 17 1 3 30
Efek Ada 0 2 0 0 2
samping Tidak ada 9 15 1 3 28
Total 9 17 1 3 30
Interaksi Ada 0 3 0 1 4
obat Tidak ada 9 14 1 2 26
Total 9 17 1 3 30
Dianalisis menggunakan Crosstabs

Krostabulasi keefektifitasan obat terhadap obat antihipertensi,

diperoleh efektifitas obat yang optimal pada amlodipin sebanyak 6 pasien

serta amlodipin dan kandesartan sebanyak 2 pasien. Efektifitas obat yang

tidak optimal pada mannitol sebanyak 7 pasien, amlodipin sebanyak 6

pasien, serta mannitol dan amlodipin sebanyak 1 pasien. Efektifitas obat

yang kurang optimal pada mannitol sebanyak 2 pasien, amlodipin

sebanyak 5 pasien, serta amlodipin dan kandesartan sebanyak 1 pasien.

Uji krostabulasi ketidaksesuaian indikasi terhadap obat antihipertensi,

diperoleh indikasi yang sesuai pada amlodipin sebanyak 11 pasien.

Sedangkan untuk indikasi yang tidak sesuai pada mannitol sebanyak 9

pasien, amlodipin sebanyak 6 pasien, mannitol dan amlodipin sebanyak 1

pasien serta amlodipin dan kandesartan sebanyak 3 pasien.

Uji krostabulasi efek samping obat terhadap obat antihipertensi,

diperoleh efek samping obat pada amlodipin sebanyak 2 pasien serta

tidak diitemukannya efek samping obat pada mannitol sebanyak 9 pasien,

amlodipin sebanyak 15 pasien, mannitol dan amlodipin sebanyak 1 pasien

Universitas Muslim Indonesia


42

serta amlodipin dan kandesartan sebanyak 3 pasien. Krostabulasi

interaksi obat terhadap obat antihipertensi, diperoleh interaksi obat pada

amlodipin sebanyak 3 pasien, amlodipin dan kandesartan sebanyak 1

pasien serta tidak ditemukannya interaksi obat pada mannitol sebanyak 9

pasien, amlodipin sebanyak 14 pasien, mannitol dan amlodipin sebanyak

1 pasien serta amlodipin dan kandesartan sebanyak 2 pasien.

Universitas Muslim Indonesia


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai masalah terkait obat

pada pasien hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Lamaddukelleng

Kabupaten Wajo periode Juli – Desember 2018, dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1. Terdapat 25 (83,3%) pasien yang mengalami kejadian masalah terkait

obat dan 5 (16,7%) pasien lainnya tidak mengalami kejadian masalah

terkait obat.

2. Kategori masalah terkait obat yang paling banyak ditemukan, yaitu

kategori keefektifitasan obat dan ketidaksesuaian indikasi yang terjadi

pada 15 (50,0%) pasien.

3. Terdapat hubungan antara keefektifitasan obat dan ketidaksesuaian

indikasi dengan DRP dengan nilai significancy (p) masing-masing

0,000 dan 0,003 yang menunjukkan bahwa semakin tidak optimal dan

tidak sesuai indikasi dengan terapi obat antihipertensi yang diberikan,

maka akan semakin banyak kejadian masalah terkait obat.

B. Saran

Disarankan untuk dilakukan penelitian masalah terkait obat pada

pasien hipertensi dengan menggunakan metode dan tempat pengambilan

sampel yang berbeda.

Universitas Muslim Indonesia 43


DAFTAR PUSTAKAXBasger, BJ, Moles, RJ & Chen, TF 2014, ‘Critical
Analysis of Seven Drug Related Problem (DRP) Classification
System, Resulting in an Agregated System for Classifying Cause of
DRPs’, Research in Social and Administrative Pharmacy, vol.10,
pp. 14–15.
Bell, K, Twiggs, J, & Olin, BR 2018, ‘Hypertension : The Silent Killer :
Updated JNC-8 Guideline Recommendations’, Alabama Pharmacy
Association, pp. 2–7.
Budiman, Sihombing, R & Pradina, P 2015, Hubungan Dislipidemia,
Hipertensi dan Diabetes Melitus dengan Kejadian Infark Miokard
Akut, Jurnal Kesehatan Masyarakat Andalas, 10(1), p. 35
Chobanian, AV, Bakris, GL, Black, HR, Cushman, WC, Green, LA,Izzo,
JL, Jones, JDW, Materson, BJ, Oparil, S, Wright, JT, Roccella, JEJ,
& The National High Blood Pressure Education Program
Coordinating Committee 2003, ‘Seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure’, Hypertension, vol. 42, no. 6, p. 1211.
Cipolle, RJ, Strand, L & Morley, P 2012, ‘Pharmaceutical Care Practice :
The Patient Centered Approach to edication Management, 3 rd
Edition’, McGraw - Hill Education, New York.
DiPiro, J. T., DiPiro, C. V., Wells, B. G., & Schwinghammer, T. L. (2015).
Pharmacotherapy Handbook (Ninth Edit). McGraw-Hill Education,
pp. 93-94

ESC 2018, ‘ESC/ESH Guidelines for The Management of Arterial


Hypertension’,European Heart Journal, vol.39, p.3030
Fitriyani 2017, ‘Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) Kategori
Interaksi Obat dengn Obat terhadap Pasien Hipertensi di RSUD
Haji Makassar Prov.Sul-Sel tahun 2016’.
Hafid, MA 2014, Hubungan Riwayat Hipertensi dengan Kejadian Stroke di
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar 2012, p. 238
Kalangi, CS, Jim, EL & Joseph, VFF 2016, Gambaran Aritmia pada
Pasien Penyakit Jantung Koroner, Jurnal E-Clinic (eCl), 4(2).
Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan 2018,
‘Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar’,
http://www.depkes.go.id/resources/download/info-terkini/hasil-
riskesdas-2018.pdf
Kowalski, RE 2010, Terapi Hipertensi, Penerbit Qanita, Bandung, p.34

Universitas Muslim Indonesia 44


45

Medscape 2020, Drug Interaction Checher (online), diakses tanggal 15


Maret 2020.
Nafrialdi, 2016, Farmakologi dan Terapi Edisi 6, Badan Penerbit FKUI,
Jakarta, pp. 347-360
PCNE 2019, ‘Classification for Drug related problems © 2003-2019’, ‘The
PCNE Classification ’, vol. V 9.00, pp. 2–4
PERKI 2015, ‘Pedoman Tatalaksana Hipertensi pada Penyakit
Kardiovaskular’, p. 1
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia 2019, Konsensus
Penatalaksanaan Hipertensi 2019, pp. 34-46
Rikomah, SE 2018, Farmasi Klinik, Deepublish, Yogyakarta, pp. 60-62
Saseen, JJ & Maclaughlin, EJ 2008, Pharmacotherapy : A
Pathophysiologic Approach, 7th edn, MC Graw Hill, pp. 139-140
Sopiyudin, DK 2013, Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan, Edisi 3, Salemba
Medika, Jakarta, p. 35
WHO 2018, Global Status Report on Noncommunicable Disease Country
Proofiles.
Wuyts, J, Maesschalck, J, Wulf, ID, Lelubre, M, Foubert, K, Vriese, CD,
Boussery, K, Goderis, G, Lepeleire, JD, & Foulon, V 2019,
‘Studying the impact of a medicines use evaluation by the
community pharmacist (SIMENON): drug-related problems and
associated variables’, Research in Social and Administrative
Pharmacy, p. 1

Universitas Muslim Indonesia


46

LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian

Universitas Muslim Indonesia


47

Lampiran 2. Data Pasien Hipertensi

Tabel 16. Daftar Pasien Hipertensi di RSUD Lamaddukelleng Wajo


No.
Jenis
Sampe No. RM Nama Usia DRP
Kelamin
l
1 18126xxx Taming L 53 Ya
2 18127xxx Indo Masse P 44 Ya
3 18126xxx Tellong L 68 Ya
4 18126xxx Tambasa L 46 Ya
5 18128xxx Sumang P 65 Ya
6 18124xxx Hj. Munawarah P 68 Ya
7 18125xxx Isa P 52 Ya
8 18130xxx Herman L 43 Ya
9 18131xxx Surianti P 21 Ya
10 17101xxx H.Mappe L 75 Tidak
11 18129xxx Parenrengi L 58 Tidak
12 18126xxx Hj. Sahri Bunga Wati P 49 Ya
13 18129xxx Rahmi P 47 Ya
14 15002xxx Asri Kumala P 52 Ya
15 18127xxx Nuraeni P 59 Ya
16 15009xxx Abdul Rahman L 52 Tidak
17 18121xxx Maming L 65 Ya
18 18125xxx Baso Yunus L 50 Ya
19 17113xxx Indo Ajeng P 75 Tidak
20 16026xxx Janna P 50 Ya
21 15001xxx Hj. Andi Beddu P 82 Ya
22 18127xxx H. Rustam L 37 Ya
23 18127xxx H. Rolan L 47 Ya
24 17110xxx Rohani P 48 Ya
25 16034xxx Muhammad Sanudi L 58 Ya
26 18129xxx Patimang P 76 Ya
27 18128xxx H. Mustaking L 44 Ya
28 16028xxx Hj. Panangngaren P 74 Ya
29 18130xxx Helina P 27 Tidak
30 18129xxx Muh.Shabir L 66 Tidak

Universitas Muslim Indonesia


48

Lampiran 3. Nilai dan Target Tekanan Darah

Tabel 17. Nilai tekanan darah awal dan akhir pasien


No. TDS TDD TDS TDD Selisih Selisih
Sampel Awal Awal Akhir Akhir TDS TDD
1 210 160 210 160 0 0
2 250 130 237 126 13 4
3 230 150 230 150 0 0
4 200 120 200 120 0 0
5 160 100 160 100 0 0
6 180 110 175 106 5 4
7 250 110 250 110 0 0
8 200 120 160 100 40 20
9 200 110 170 110 30 0
10 170 100 120 80 50 20
11 150 90 120 90 30 0
12 160 120 160 100 0 20
13 160 90 160 90 0 0
14 190 110 150 90 40 20
15 200 120 170 100 30 20
16 160 90 120 80 40 10
17 200 110 160 90 40 20
18 220 120 130 80 90 40
19 170 90 120 80 50 10
20 200 100 120 80 80 20
21 160 100 160 100 0 0
22 140 100 140 100 0 0
23 180 130 180 130 0 0
24 200 110 200 100 0 10
25 170 90 170 90 0 0
26 170 100 170 100 0 0
27 180 100 180 100 0 0
28 140 80 140 80 0 0
29 130 90 120 90 10 0
30 130 70 130 70 0 0

Tabel 18. Target nilai tekanan darah


Target Tekanan Darah
Populasi
(Sistolik/Diastolik)
< 60 tahun < 140/90 mmHg
> 60 tahun < 150/90 mmHg
Penyakit Ginjal Kronik < 140/90 mmHg
Diabetes < 140/90 mmHg

Universitas Muslim Indonesia


49

Lampiran 4. Analisis Data

Drug Related Problems


Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Ya 25 83.3 83.3 83.3
Tidak 5 16.7 16.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Jumlah DRPs
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid - 5 16.7 16.7 16.7
Satu 5 16.7 16.7 33.3
Dua 18 60.0 60.0 93.3
Tiga 2 6.7 6.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Kategori DRP
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid - 5 16.7 16.7 16.7
Efektifitas 3 10.0 10.0 26.7
Interaksi Obat 1 3.3 3.3 30.0
Indikasi 1 3.3 3.3 33.3
Efektifitas + Indikasi 15 50.0 50.0 83.3
Efektifitas + IO 1 3.3 3.3 86.7
Indikasi + IO 1 3.3 3.3 90.0
Efektifitas + Efek
1 3.3 3.3 93.3
Samping
Efektifitas + Indikasi +
1 3.3 3.3 96.7
Efek Samping
Efektifitas + Indikasi +
1 3.3 3.3 100.0
IO
Total 30 100.0 100.0

Universitas Muslim Indonesia


50

Diagnosis
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Tunggal 24 80.0 80.0 80.0
Komplikasi 6 20.0 20.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Kategori Hipertensi
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Normal Tinggi 2 6.7 6.7 6.7
Grade I 3 10.0 10.0 16.7
Grade II 9 30.0 30.0 46.7
Urgency 7 23.3 23.3 70.0
Emergency 9 30.0 30.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Obat Hipertensi
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Mannitol 9 30.0 30.0 30.0
Amlodipin 17 56.7 56.7 86.7
Mannitol + Amlodipin 1 3.3 3.3 90.0
Amlodipin + Candesartan 3 10.0 10.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Golongan Obat Hipertensi


Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Diuretik 9 30.0 30.0 30.0
CCB 17 56.7 56.7 86.7
Diuretik + CCB 1 3.3 3.3 90.0
ARB + CCB 3 10.0 10.0 100.0
Total 30 100.0 100.0

Universitas Muslim Indonesia


51

Efektifitas Obat Hipertensi


Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Optimal 8 26.7 26.7 26.7
Tidak Optimal 14 46.7 46.7 73.3
Kurang Optimal 8 26.7 26.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Efek Samping Obat Hipertensi


Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Ada 2 6.7 6.7 6.7
Tidak Ada 28 93.3 93.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Indikasi
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Sesuai 11 36.7 36.7 36.7
Tidak Sesuai 19 63.3 63.3 100.0
Total 30 100.0 100.0

Dosis Obat
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Sesuai 30 100.0 100.0 100.0

Frekuensi Obat
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Sesuai 30 100.0 100.0 100.0

Universitas Muslim Indonesia


52

Interaksi Obat
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Ada 4 13.3 13.3 13.3
Tidak Ada 26 86.7 86.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Jenis Interaksi Obat


Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Serious 3 10.0 10.0 10.0
Serious + Monitor Closely 1 3.3 3.3 13.3
Tidak Ada 26 86.7 86.7 100.0
Total 30 100.0 100.0

Kontraindikasi Obat
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Tidak Ada 30 100.0 100.0 100.0

Duplikasi Obat
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Tidak Ada 30 100.0 100.0 100.0

Formularium Rumah Sakit


Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Ada 30 100.0 100.0 100.0

Universitas Muslim Indonesia


53

Formularium Nasional
Valid Cumulative
Frequency Percent
Percent Percent
Valid Ada 30 100.0 100.0 100.0

Efektifitas Obat Hipertensi * Drug Related Problems Crosstabulation


Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Efektifitas Obat Optimal Count 3 5 8
Hipertensi % within Drug
12.0% 100.0% 26.7%
Related Problems
Tidak Count 14 0 14
Optimal % within Drug
56.0% .0% 46.7%
Related Problems
Kurang Count 8 0 8
Optimal % within Drug
32.0% .0% 26.7%
Related Problems
Total Count 25 5 30
% within Drug
100.0% 100.0% 100.0%
Related Problems

Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 16.500a 2 .000
Likelihood Ratio 16.449 2 .000
Linear-by-Linear
10.875 1 .001
Association
N of Valid Cases 30
a. 3 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is 1.33.

Universitas Muslim Indonesia


54

Indikasi * Drug Related Problems Crosstabulation


Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Indikasi Sesuai Count 6 5 11
% within Drug Related
24.0% 100.0% 36.7%
Problems
Tidak Count 19 0 19
Sesuai % within Drug Related
76.0% .0% 63.3%
Problems
Total Count 25 5 30
% within Drug Related
100.0% 100.0% 100.0%
Problems

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 10.364a 1 .001
Continuity Correctionb 7.349 1 .007
Likelihood Ratio 11.875 1 .001
Fisher's Exact Test .003 .003
Linear-by-Linear
10.018 1 .002
Association
N of Valid Cases 30
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 1.83.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Muslim Indonesia


55

Efek Samping Obat Hipertensi * Drug Related Problems Crosstabulation


Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Efek Samping Ada Count 2 0 2
Obat Hipertensi % within Drug Related
8.0% .0% 6.7%
Problems
Tidak Count 23 5 28
Ada % within Drug Related
92.0% 100.0% 93.3%
Problems
Total Count 25 5 30
% within Drug Related
100.0% 100.0% 100.0%
Problems

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .429a 1 .513
b
Continuity Correction .000 1 1.000
Likelihood Ratio .757 1 .384
Fisher's Exact Test 1.000 .690
Linear-by-Linear
.414 1 .520
Association
N of Valid Cases 30
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected
count is .33.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Muslim Indonesia


56

Interaksi Obat * Drug Related Problems Crosstabulation


Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Interaksi Ada Count 4 0 4
Obat % within Drug Related
16.0% .0% 13.3%
Problems
Tidak Count 21 5 26
Ada % within Drug Related
84.0% 100.0% 86.7%
Problems
Total Count 25 5 30
% within Drug Related
100.0% 100.0% 100.0%
Problems

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df
(2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square .923a 1 .337
Continuity Correctionb .058 1 .810
Likelihood Ratio 1.577 1 .209
Fisher's Exact Test 1.000 .462
Linear-by-Linear
.892 1 .345
Association
N of Valid Cases 30
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is .67.
b. Computed only for a 2x2 table

Universitas Muslim Indonesia


57

Efektifitas Obat Hipertensi * Drug Related Problems


Crosstabulation
Count
Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Efektifitas Obat Optimal 3 5 8
Hipertensi Tidak Optimal 14 0 14
Kurang Optimal 8 0 8
Total 25 5 30

Indikasi * Drug Related Problems Crosstabulation


Count
Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Indikasi Sesuai 6 5 11
Tidak Sesuai 19 0 19
Total 25 5 30

Efek Samping Obat Hipertensi * Drug Related Problems


Crosstabulation
Count
Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Efek Samping Obat Ada 2 0 2
Hipertensi Tidak Ada 23 5 28
Total 25 5 30

Universitas Muslim Indonesia


58

Universitas Muslim Indonesia


59

Interaksi Obat * Drug Related Problems Crosstabulation


Count
Drug Related
Problems Total
Ya Tidak
Interaksi Obat Ada 4 0 4
Tidak Ada 21 5 26
Total 25 5 30

Efektifitas Obat Hipertensi * Obat Hipertensi Crosstabulation


Count
Obat Hipertensi
Mannitol + Amlodipin + Total
Mannitol Amlodipin
Amlodipin Candesartan
Efektifitas Obat Optimal 0 6 0 2 8
Hipertensi Tidak
7 6 1 0 14
Optimal
Kurang
2 5 0 1 8
Optimal
Total 9 17 1 3 30

Indikasi * Obat Hipertensi Crosstabulation


Count
Obat Hipertensi
Mannitol + Amlodipin + Total
Mannitol Amlodipin
Amlodipin Candesartan
Indikasi Sesuai 0 11 0 0 11
Tidak Sesuai 9 6 1 3 19
Total 9 17 1 3 30

Universitas Muslim Indonesia


60

Efek Samping Obat Hipertensi * Obat Hipertensi Crosstabulation


Count
Obat Hipertensi
Mannitol + Amlodipin + Total
Mannitol Amlodipin
Amlodipin Candesartan
Efek Samping Ada 0 2 0 0 2
Obat Hipertensi Tidak Ada 9 15 1 3 28
Total 9 17 1 3 30

Interaksi Obat * Obat Hipertensi Crosstabulation


Count
Obat Hipertensi
Mannitol + Amlodipin + Total
Mannitol Amlodipin
Amlodipin Candesartan
Interaksi Obat Ada 0 3 0 1 4
Tidak Ada 9 14 1 2 26
Total 9 17 1 3 30

Universitas Muslim Indonesia

Anda mungkin juga menyukai