Anda di halaman 1dari 24

Mata Kuliah

Wawasan Kemaritiman

Mashendra, S.H.,M.H

1
DEFINISI

Kemaritiman ≠ Kelautan ≠ Bahari


Maritim = maritime (bahasa Inggris) = berarti navigasi, maritim
atau bahari.
Pemahaman maritim = segala aktivitas pelayaran dan
perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan
atau disebut pelayaran niaga, sehingga dapat disimpulkan bahwa
maritim adalah berkenaan dengan laut, yang berhubungan
dengan pelayaran perdagangan laut. Pengertian kemaritiman
yang selama ini diketahui oleh masyarakat umum adalah
menunjukkan kegiatan di laut yang berhubungandengan
pelayaran dan perdagangan, sehingga kegiatan di laut yang
menyangkut eksplorasi, eksploitasi atau penangkapan ikan bukan
merupakan kemaritiman.
2
Dalam arti lain kemaritiman lebih sempit ruang
lingkupnya, karena berkenaan dengan PELAYARAN dan
PERDAGANGAN LAUT.

Sedangkan pengertian lain dari kemaritiman


berdasarkan terminologi adalah mencakup
ruang/wilayah permukaan laut, pelagik dan mesopelagik
yang merupakan daerah subur di mana pada daerah ini
terdapat kegiatan seperti penangkapan, pariwisata,
lalulintas, pelayaran dan jasa-jasa kelautan.

3
LAUT = merupakan kumpulan air asin yang luas sekali
di permukaan bumi yang memisahkan pulau dengan
pulau, benua dengan benua, misalnya Laut Jawa, dan
Laut Merah. Pertanyaan: Kenapa laut rasanya asin?

LAUTAN = Samudera = Ocean (bahasa Inggris) -


merupakan laut yang luas sekali, seperti Lautan Atlantik
- Atlantic Ocean - Samudera Atlantik, Lautan Pasifik –
Pacific Ocean - Samudera Pasifik. Pertanyaan: Ada
berapa samudera di dunia?

4
KONSEKUENSI NEGARA MARITIM
Batas wilayah laut Indonesia pada awal kemerdekaan hanya selebar 3
mil laut dari garis pantai (Coastal Baseline) setiap pulau, yaitu perairan
yang mengelilingi Kepulauan Indonesia bekas wilayah Hindia Belanda
(Territoriale Zee en Maritieme Kringen Ordonantie, 1939). TZMKO 1939
tidak menjamin kesatuan wilayah Indonesia sebab antara satu pulau
dengan pulau yang lain menjadi terpisah-pisah.

Atas pertimbangan tersebut, maka lahirlah konsep Nusantara


(Archipelago) yang dituangkan dalam Deklarasi Juanda pada tanggal 13
Desember 1957. Isi pokok DJ: ““Bahwa segala perairan di sekitar,
diantara dan yang menghubungkan pulau-pulau yang termasuk
daratan Negara Republik Indonesia tanpa memandang luas atau
lebarnya adalah bagian-bagian yang wajar dari wilayah daratan
Negara Republik Indonesia, dan dengan demikian merupakan
bagian dari perairan nasional yang berada di bawah kedaulatan
mutlak Negara Republik Indonesia”
6
Deklarasi Djuanda dikukuhkan pada tanggal 18 Pebruari 1960 dalam
Undang-Undang No. 4/Prp tahun 1960 tentang Perairan Indonesia.
Konsep Nusantara dituangkan dalam Wawasan Nusantara sebagai
dasar pokok pelaksanaan Garis-garis Besar Haluan Negara melalui
ketetapan MPRS No. IV tahun 1973.

Indonesia mendapatkan pengakuan Internasional pada Konferensi


Hukum Laut pada sidang ke tujuh di Geneva tahun 1978. Konsepsi
Wawasan Nusantara mendapat pengakuan dunia internasional. Hasil ini
mengisyaratkan kepada Bangsa Indonesia bahwa visi maritim
seharusnya merupakan pilihan yang tepat dalam mewujudkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Melalui Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS) pada tahun 1982,


yang hingga kini telah diratifikasi oleh 140 negara, negara-negara
kepulauan (Archipelagic states) memperoleh hak mengelola Zona
Ekonomi Eksklusif seluas 200 mil laut diluar wilayahnya.
7
Secara khusus, UNCLOS 1982 membagi wilayah perairan laut Indonesia
ke dalam 3 zona: Zona Laut Teritorial, Zona Landas Kontinen, dan
Zona Ekonomi Eksklusif.

Zona Laut Teritorial (Teritorial Waters)


Batas laut Teritorial ialah garis khayal yang berjarak 12 mil laut dari garis
dasar ke arah laut lepas. Jika ada dua negara atau lebih menguasai
suatu lautan, sedangkan lebar lautan itu kurang dari 24 mil laut, maka
garis teritorial di tarik sama jauh dari garis masing-masing negara
tersebut. Laut yang terletak antara garis dengan garis batas teritorial
disebut laut teritorial. Garis dasar adalah garis khayal yang
menghubungkan titik-titik dari ujung-ujung pulau terluar. Sebuah Negara
mempunyai hak kedaulatan sepenuhnya sampai batas laut teritorial,
tetapi mempunyai kewajiban menyediakan alur pelayaran lintas damai
baik di atas maupun di bawah permukaan laut. Deklarasi Djuanda
kemudian diperkuat/diubah menjadi Undang-Undang No.4 Prp. 1960.

8
Zona Landas Kontinen (Continental Shelf)
Landas Kontinen ialah dasar laut yang secara geologis maupun morfologi
merupakan lanjutan dari sebuah kontinen (benua). Adapun batas landas kontinen
tersebut diukur dari garis dasar, yaitu paling jauh 200 mil laut. Di dalam garis batas
landas kontinen, Indonesia mempunyai kewenangan untuk memanfaatkan sumber
daya alam yang ada di dalamnya, dengan kewajiban untuk menyediakan alur
pelayaran lintas damai. Pengumuman tentang batas landas kontinen ini dikeluarkan
oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 17 Febuari 1969.

Zona Ekonomi Ekslusif (Exclusive Economic Zone)


Zona Ekonomi Eksklusif adalah jalur laut selebar 200 mil laut ke arah laut terbuka
diukur dari garis dasar. Di dalam zona ekonomi eksklusif ini, Indonesia mendapat
kesempatan pertama dalam memanfaatkan sumber daya laut. Di dalam zona
ekonomi eksklusif ini kebebasan pelayaran dan pemasangan kabel serta pipa di
bawah permukaan laut tetap diakui sesuai dengan prinsip-prinsip Hukum Laut
Internasional. Batas landas kontinen, dan batas zona ekonomi eksklusif antara dua
negara yang bertetangga saling tumpang tindih, maka ditetapkan garis-garis yang
menghubungkan titik yang sama jauhnya dari garis dasar kedua negara itu sebagai
batasnya. Pengumuman tetang zona ekonomi eksklusif Indonesia dikeluarkan oleh
pemerintah Indonesia tanggal 21 Maret 1980.
9
Kasus: Bagaimanakah anda mendefinisikan NUSANTARA ?

1
0
1) Sejarah Maritim Indonesia:

Pengelompokan periodik sebagai berikut:


1. Zaman Kolonial Belanda (3,5 abad)
2. Tahun-tahun terakhir zaman kolonial
3. Selama penjajahan Jepang (3,5 tahun)
4. Awal Proklamasi Kemerdekaan NKRI
5. Masa Reformasi.

1
1
2) Aspek Sosial dan Budaya Maritim:

• Membangun Budaya Maritim dan Kearifan


Lokal di Indonesia: Perspektif TNI Angkatan Laut
(Laksamana TNI Agus Suhartono, S.E.)
• Budaya Maritim, Geo-Politik dan Tantangan
Keamanan Indonesia

1
2
3) Ekonomi Maritim:
• Membangun negara maritime dalam Perspektif Ekonomi,
Sosbudpolhan.
Oleh: Prof. DR. Dimyati Hartono, SH
• IUU Fishing dan Peraturannya
• UU RI No. 31 Tahun 2004 dan UU RI No. 45 Tahun 2009
Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun
2004 Tentang Perikanan
• Analisis Ekonomi Kelautan dan Arah Kebijakan Pengembangan
Jasa Kelautan (Oleh: Prof. Dr. Ir. H. Tridoyo Kusumastanto, MS)
• Jurnal Ekonomi Maritim Indonesia – Univ. Maritim Raja Ali Haji
• Kebijakan Pengembangan Infrastruktur Mendukung
Pembangunan Ekonomi Maritim Indonesia
1
3
4) Zona Ekonomi Eksklusif:

• Undang-undang RI Nomor 5 Tahun 1983 tentang


ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA
• PP RI No. 15 Tahun 1984 tentang Pengelolaan
Sumberdaya Alam Hayati Di ZEE Indonesia
• Batas ZEE, Laut Teritorial, dan Landas Kontinen

1
4
5) Lingkungan Maritim:

• PP No.21 tahun 2010 tentang Perlindungan


Lingkungan Maritim.
• Produk-Produk dari International Maritime
Organization

1
5
6) Ilmu dan Teknologi Maritim:

• Pemberdayaan Sumberdaya Kelautan, Perikanan


dan Perhubungan Laut Dalam Abad XXI (Oleh Prof.
Tridoyo Kusumastanto)

1
6
7) Potensi dan Mitigasi Bencana di Laut:

• Potensi Bencana: Tsunami, Earth quake,


Gelombang, Badai, Topan, dll
• Mitigasi Bencana?
Mitigasi bencana adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan
peningkatan kemampuan menghadapi ancaman
bencana.
• Prosedur Mitigasi
• UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
1 Wilayah Pesisir dan PPK
7
8) Pelayaran dan Aktivitas Kenelayanan:
• IMI – Indonesia Maritime Institute

9) Polusi
Laut (Marine Pollution):
• PP No.21 tahun 2010 tentang Perlindungan
Lingkungan Maritim.
• Pencemaran Laut
• Dampak Pencemaran Lingkungan Laut (Kegiatan
Pertambangan) Terhadap Nelayan Tradisional

1
8
10) Pertahanan dan Keamanan Maritim:

• Konsep Negara Maritim dan Ketahanan Nasional


• Indonesia Negara Maritim (Oleh: Karya Wahono,
SK., 2009). Penerbit Teraju, Jakarta.

1
9
11) Negara Maritim:

Aspek Internasional dan Regional


Perubahan-perubahan yang cukup berarti dan
berdampak langsung pada pola pengelolaan sistem
kemaritiman di seluruh nusantara, sebagai konsekuensi
logis suatu Negara Maritim.

2
0
Indonesia dengan predikat negara maritimnya yang
telah meratifikasi berbagai ketentuan-ketentuan
internasional (IMO, WHO, ILO, WTO, dan lain-lain).
Dalam mengimplementasikan ketentuan-ketentuan
internasional tersebut di atas, kita juga secara simultan
harus beradaptasi di dalam era globalisasi ekonomi,
dan pemberlakuan AFTA/Asean Free Trade Area
pada Januari 2002, termasuk sektor maritimnya.
Ketentuan-ketentuan internasional mutlak segera kita
tindak-lanjuti serta yang berfokus kemaritiman adalah
ketentuan IMO.

2
1
Produk IMO yang dimaksud antara lain:
• Solas/Safety of Life at Sea
• GMDSS/Global Maritime Distress Signal System
• ISM Code/International Safety Management Code
• STCW/Standard of Training Certification and
Watch Keeping for Seafaers
• ISPS Code/International Ship and Port Security
Code

2
2
Aspek Nasional
UU No. 22 Tahun 1999 (dirubah menjadi UU No.32
tahun 2004) - pemberian kewenangan yang lebih luas
kepada Pemda, dan diikuti dengan UU No. 25 Tahun
1999 tentang perimbangan keuangan Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, yang ternyata masih
'debatable' walaupun euforia OTDA (Otonomi Daerah)
cukup tinggi. Hal ini membuat wilayah perairan dan
teritorial kita secara internal dalam kerangka NKRI
terkesan skeptis dan ambivalency, bahkan tidak sesuai
dengan fungsi lautan yang berdimensi universal.

2
3
Demikian……
Mohon maaf jika masing-masing dosen harus berusaha
mencari literatur sendiri berkaitan dengan pokok
bahasan Mata Kuliah ini.

2
4

Anda mungkin juga menyukai