Anda di halaman 1dari 11

a.

Kepunahan
Kepunahan dalam biologi berarti hilangnya keberadaan dari sebuah spesies atau sekelompok takson. Waktu kepunahan sebuah spesies ditandai dengan matinya individu terakhir spesies tersebut, walaupun kemampuan untuk berkembang biak tidak ada lagi sebelumnya. Tetapi dikarenakan wilayah sebaran sebuah spesies atau takson yang bisa sangat luas, sehingga sangat sulit untuk menentukan waktu kepunahan. Kesulitan ini dapat berujung kepada suatu fenomena yang dinamakan takson Lazarus, dimana sebuah spesies dianggap telah punah tetapi muncul kembali. Melalui proses evolusi, spesies yang baru muncul dari suatu mekanisme spesiasi (dalam bahasa Inggris: speciation) dimana jenis makhluk hidup baru muncul dan berkembang biak secara lancar bila mereka mempunyai ecology niche. Spesies akan punah bila mereka tidak bisa bertahan bila ada perubahan di ekologi mereka ataupun bila persaingan semakin ketat dari makhluk hidup lain yang lebih kuat. Umumnya, suatu spesies akn punah dalam waktu 10 juta tahun,dihitung dari permulaan kemunculannya. Beberapa spesies, biasanya juda disebut fosil hidup telah bertahan dan tidak banyak berubah selamaratusan juta tahun. Salah satu contoh fosil hidup adalah buaya.

Definisi
Suatu spesies dinamakan punah bila anggota terkahir dari spesies ini mati. Kepunahan terjadi bila tidak ada lagi makhluk hidup dari spesies tersebut yang dapat berkembang biak dan membentuk generasi. Suatu spesies juga disebut fungsional punah bila beberapa anggotanya masih hidup tetapi tidak mampu berkembang biak, misalnya karena sudah tua, atau hanya ada satu jenis kelamin. Di dalam ilmu ekologi, istilah kepunahan dipakai untuk kepunahan disuatu studi area. Namun demikian, sepsies ini masih bisa ditemukan di tempat lain. Fenomena ini disebut juga ekstirpasi. Contohnya adalah penempatan serigala dari tempat lain di Taman Nasional Yellowstone, di Idaho, Amerika Serikat, dimana sebelumnya serigala sudah punah ditempat itu.

Salah satu aspek penting di tema kepunahan binatang ialah usaha manusia untuk mengembangkan spesies yang terancam punah ("endangered species") dengan membuat katagori Conservasi Status. Katagori ini memberikan indikasi dari risiko kepunahan suatu spesies. Salah satu katagori membagi jenis ancaman kepunahan sebagai berikut (1) kritikal terancam, (2) terancam , dan (3) rawan.

b. Tumbuhan Langka di Indonesia.


Indonesia sangat terkenal dengan keanekaragaman jenis tumbuhan. Bahkan Indonesia diklaim sebagai negara dengan keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan nomor 2 di dunia. Kita tentu saja patut berbangga bahwa sebenarnya negara kita tercinta Indonesia ini menyimpan kekayaan yang tak ternilai. Namun dibalik semua itu rupanya kita menyimpan keprihatinan bahwa diantara keanekaragaman jenis tumbuhan yang kita miliki tersebut, beberapa diantaranya sudah masuk dalam kriteria langka atau nyaris punah. Sangat disesalkan bahwa masih banyak orang Indonesia yang tidak menyadari bahwa akibat kekurang pedulian kita, tumbuhan-tumbuhan langka di Indonesia perlahan-lahan punah. Lihat saja kasus pembalakan hutan secara serampangan, ilegal logging, jual beli tanaman langka, pembakaran hutan dan lain sebagainya. Sadarkah kita bahwa kelakuan seperti ini menyebabkan tanaman-tanaman langka akan "lenyap" dari bumi Indonesia tercinta ini? Berikut ini beberapa nama tumbuhan langka di Indonesia yang patut dilindungi dan dilestarikan.

1. Balam Suntai (Palaquium walsurifolium) 2. Bayur (Pterospermum sp) 3. Bulian, Ulin Eusideroxylon zwageri 4. Cendana (Santalum album) 5. Damar, Kopal Keruling (Agathis labillardieri) 6. Durian (Durio Zibethinus) 7. Enau (Arenga pinnata) 8. Eucalyptus (Eucalyptus sp)

9. Hangkang (Palaquium leiocarpum) 10. Hongi / saya (Myristica argentea) 11. Imba (Azadirachta indica) 12. Jambu Monyet (Agathis Lalillardieri) 13. Jelutung (Dyera sp) 14. Kapur Barus (Dryobalanops camphora) 15. Katiau (Ganna metloyauma) 16. Kayu Bawang (Scorodocarpus borneensis) 17. Kayu Hitam (Diospyros sp) 18. Kayu Kuning (Cudrania sp) 19. Kayu Manis (Cinnamomun burmannii) 20. Kayu Sepang (Caesalpina sappan) 21. Kemenyan (Styra sp) 22. Kemiri ( Dipterocarpus sp) 23. Keruling (Dipterocarpus sp) 24. Ketimunan (Timonius sericcus) 25. Kulit Lawang (Cinnamomun cullilawan) 26. Ipil (Instsia amboinensis) 27. Malam Merah (Palaquium gutta) 28. Massoi (Cryptocaria massoi) 29. Mata Buta / Garu (Excoecaria agallocha) 30. Mata Kucing / Damar (Shorea sp) 31. Purnamasada (Cordia subcordata) 32. Sawo Kecik (Manilkata kauki) 33. Sonolkeling (Dalbergia latifolia) 34. Suren (Toona sureni) 35. Taker, Benuang (Duabanga moluccana) 36. Tembesu (Fagraea fragrans)

c. Plasma nutfah
Plasma nutfah adalah substansi pembawa sifat keturunan yang dapat berupa organ utuh atau bagian dari tumbuhan atau hewan serta jasad renik. Plasma nutfah merupakan kekayaan alam yang sangat berharga bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mendukung pembangunan nasional. Sumber daya genetik (plasma nutfah) mempunyai peran penting dalam pembentukan varietas unggul. Ketersediaan sumber daya genetik sangat diperlukan dalam pemuliaan tanaman, karena tanpa ketersediaan sumber daya genetik, program pemuliaan tanaman tidak mungkin dapat dilaksanakan. Tahap awal dalam program pemuliaan adalah menyediakan sumber daya genetic dengan keragaman yang luas (Poehlman1991). Keragaman genetik dapat diketahui

melalui karakterisasi dan evaluasi. Varietasvarietas unggul masa kini yang dibentuk melalui program pemuliaan atau bioteknologi pada dasarnya merupakan rakitan plasma nutfah dengan menggunakan benih dari sumber daya genetik yang ada. Oleh karena itu, sumber daya genetik perlu dipelihara dan dilestarikan agar dapat dimanfaatkan pada saat diperlukan. Gengen yang pada saat ini belum berguna mungkin pada masa yang akan dating sangat diperlukan sebagai sumber tetua dalam perakitan varietas unggul baru (Tickoo et al. 1987). PENGELOLAAN PLASMA NUTFAH KEHUTANAN Indonesia mempunyai banyak tipe hutan yang setiap tipe mempunyai ciri khas serta fungsi utama tertentu. Hutan hujan tropis Indonesia merupakan salah satu lumbung keanekaragaman hayati yang ada didunia. Hal tersebut menjadikan hutan hujan tropis Indonesia dikenal dengan sebutan Pusat keanekaragaman hayati (Center of biological diversity). Keanekaragaman hayati meliputi keanekaragaman ekosistem, spesies, variabilitas tanaman, hewan dan jasad renik. Keanekaragaman ekosistem memberikan keragaman spesies. Spesies berkembang dihabitat alami didalam ekosistem tertentu, sehingga jika terjadi kerusakan ekosistem akan menyebabkan terjadinya erosi genetik bahkan punahnya spesies tersebut. Keragaman ekologis masing-masing tipe hutan menyebabkan terjadinya keragaman species dan

keragaman genetik dalam spesies tertentu. Banyak dari jenis-jenis tersebut digolongkan jenis endemik yang hanya terdapat dikawasan tersebut. Keragaman yang tinggi ini merupakan sumber plasma nutfah yang tak ternilai harganya yang dapat memberikan nilai ekonomi langsung berupa makanan, obat-obatan, bahan industri dan tidak langsung siklus udara, iklim, serapan air dan lainnya. Plasma nutfah merupakan sumberdaya yang memiliki arti ekonomi dan sosial yang sangat penting. Banyak jenis tanaman hutan berupa pohon yang menghasilkan kayu berasal dari Indonesia mempunyai arti ekonomis tinggi yang berperan dalam pasar global seperti : kayu hitam/eboni (Diospyros celebica), Ramin (Gonistylus bancanus Kurtz), Meranti (Shorea spp), Sengon (Paraserianthes falcataria) dan lain-lain Disamping itu dari hasil penelitian berbagai kelembagaan ternyata Indonesia merupakan pusat plasma nutfah berbagai jenis satwa antara lain : Badak jawa, tarsius, Anoa, Burung Cendrawasih, Harimau Jawa dan lain-lain. Mengingat pentingnya peranan plasma nutfah bagi kelangsungan hidup maka konservasi perlu lebih ditingkatkan untuk melindungi keanekaragaman jenis species dan ekosistemnya. Tujuan dari pengelolaan plasma nutfah adalah melestarikan dan mengelolanya secara berkelanjutan serta memanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa. Usaha konservasi plasma nutfah sangat menentukan keberhasilan pelaksanaan program pembangunan pada masa mendatang terutama pada sektor kehutanan. PELESTARIAN PLASMA NUTFAH Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan : a. Perlindungan sistem penyangga kehidupan b. Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa berserta ekosistemnya c. Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.

Plasma nutfah kehutanan yang mengandung sumber daya alam hayati yang terdiri dari sumberdaya alam nabati (tumbuhan) dan sumberdaya alam hewani (satwa) yang bersama-sama unsur non hayati disekitarnya secara keseluruhan membentuk ekosistem, merupakan plasma nutfah alami yaitu yang hidup pada habitat aslinya, dan plasma nutfah ini sebagian telah dilakukan penelitian untuk dikembangkan lebih lanjut. Disamping itu terdapat pula plasma nutfah introduksi yaitu yang didatangkan dari luar negeri. Untuk melestarikan plasma nutfah tersebut diperlukan langkah-langkah sbb : 1. Eksplorasi Eksplorasi adalah kegiatan mencari dan mengumpulkan jenis plasma nutfah untuk mengamankan dari kepunahannya. Plasma nutfah yang ditemukan diamati sifat-sifatnya dan dicatat data paspor atau asal usulnya (lokasi, jenis tanah, iklim mikro, ketinggian dari permukanan laut dan sifat penting tanaman). Pencatatan data pokok perlu agar mudah memonitor plasma nutfah tersebut dan misalnya mengambil benih pada suatu lokasi dan setelah dibawa ternyata setelah disemai ternyata tidak tumbuh maka dapat mengumpulkan lagi dari lokasi tersebut. Dalam eksplorasi plasma nutfah perlu digali keterangan dari petani/masyarakat sekitar hutan tentang masyarakat dan sifat penting dari plasma nutfah tersebut. Hasil koleksi (bahan yang dikumpulkan) dapat berupa biji, bunga, buah, daun, dll. Koleksi ini harus segera diproses ( diukur keadaaan air dan viabilitas benihnya) dan registrasi dalam buku penerimaan koleksi. Bahan koleksi terutama bibit tanaman/seedling sebaiknya segera disiapkan polybag yang sudah diisi media tumbuhnya kemudian anakan tersebut ditanam dipolybag untuk dipelihara terlebih dahulu diareal persemaian sebelum dilakukan dilapangan. 2. Konservasi. Konservasi plasma nutfah tanaman kehutanan ditujukan untuk memelihara dan mengelola semua koleksi agar terhindar dari kepunahan, sehingga harus dijaga agar tetap hidup. Pelestarian (konservasi) plasma nutfah dapat dilakukan secara :

In-situ yaitu : pelestarian ekosistem serta pemeliharaan pada lingkungan alami/tempat tumbuh asal atau habitatnya yang asli, tanpa campur tangan manusia.

Ex-situ yaitu : pelestarian dengan memindahkan suatu jenis ke suatu lingkungan baru (konservasi diluar habitat alaminya)

On- farm yaitu : pelestarian dengan mengembangkan sesuatu jenis pada areal pertanian.

Konservasi secara in-situ meliputi suaka alam (Cagar Alam dan Suaka Margasatwa) dan Kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman Wisata Alam, Taman Hutan Raya).Konservasi in-situ merupakan metode konservasi terbaik untuk tanaman liar (wild plant) termasuk tanaman hutan (LIPI, 1994). Sebagai contoh digambarkan dalam praktek konservasi insitu untuk hutan tropika, dalam luasan 0,4 ha dapat ditemukan 100 jenis tanaman hutan, walaupun dengan meningkatnya kebutuhan lahan dan kepentingan ekonomi telah membuat metode ini menjadi pilihan yang sulit (Bonner, et.al., 1994). Secara umum luas hutan alam yang diperkirakan cukup untuk suatu ukuran populasi yang akan mencegah pengaruh in breeding dan genetic dirft adalah 100 hektar (Bawa, 1994). Metode konservasi ex-situ secara luas dipergunakan untuk tanaman cepat tumbuh (fast growing species). Jenis ini memiliki kemampuan tumbuh baik pada lahan yang beragam. Untuk konservasi disarankan beberapa blok tanaman ditanam pada lahan seluas 10 hektar. Pendapat terakhir menyarankan, 50-400 individu pohon untuk setiap satuan geografis atau provenan (Bonner et.al., 1994). Sebagai salah satu strategi konservasi ex-situ, bank benih merupakan metode yang umum, praktis dan ekonomis. Kegiatan bank benih untuk penyimpanan benih dalam dan jangka panjang memegang peranan penting dalam penyediaan benih untk kegiatan regenerasi yang memerlukan waktu yang lama. Bank benih sebagai salah satu konsep konsevasi genetik ex-situ tanaman hutan, memiliki kegiatan utama pada sistem penyimpanan bahan tanaman, yang perlu dikembangkan dalam upaya menahan lajunya kepunahan dan kelangkaan jenis potensial pohon hutan dimasa kini dan mendatang.

3. Rejuvenasi (pembaruan) Rejuvenasi (pembaruan benih) bertujuan untuk memperoleh benih baru dengan daya tumbuh baik. Pada rejuvenasi, benih ditanam pada kondisi optimum (lahan bebas dari gulma, hama dan penyakit) sehingga benih yang dihasilkan baik (bernas) dan banyak. Benih hasil rejuvenasi dikeringkan, kemudian dibagi menjadi dua bagian. Sebagian disimpan diruang dingin dan sebagian lagi untuk dipergunakan dalam penelitian atau peruntukan plasma nutfah. Jika fasilitas ruang dingin memadai dan benih dapat disimpan dalam jangka panjang maka benih tidak perlu sering diperbaharui. Hal yang penting yang harus diperhatikan adalah penanganan benih, jangan sampai tercampur terutama asal benih/ provenan sumber benihnya dalam mengkoleksi untuk uji provenan. Penanganan yang salah sejak pertanaman akan berakibat fatal pada koleksi tersebut. 4. Karakterisasi. Untuk mengetahui karakteristik suatu jenis atau varietas tanaman, maka harus ditanam pada kondisi lingkungan optimal, sehingga tanaman dapat tumbuh secara optimal dan tanpa kendala. Karakter yang diamati meliputi sifat morfologi, agronomi dan fisiologi. Sifat kuantitatif yang diamati antara lain : tinggi tanaman, panjang daun, lebar daun, hasil dan komponen hasil. Sifat kualitatif meliputi warna daun, warna batang, warna bunga dan lain-lain. 5. Evaluasi. Evaluasi plasma nutfah bertujuan untuk mengetahui toleransi/ketahanan sesuatu

varietas/jenis terhadap hama, penyakit cekaman lahan bermasalah dan potensi hasil dan mutu. Pengujian ini perlu dilakukan agar lebih mudah dimanfaatkan secara langsung untuk bahan industri ataupun sebagai bahan persilangan dalam program pemuliaan. Pada plasma nutfah hewan evaluasi dilakukan terhadap sistem pakan, produksi, laju kelahiran dan lain-lain. 6. Pemanfaaatan. Plasma nutfah yang telah dievaluasi dan diketahui sifat-sifatnya dapat dimanfaatkan secara langsung oleh stake holders/pengguna melalui seleksi dan pengembangan jenis tertentu dan

untuk bahan industri (obat-obatan, makanan, kayu dan rotan), maupun sebagai bahan persilangan dalam program pemuliaan konvensional untuk menciptakan varietas unggul baru ataupun melalui rekayasa genetik (bioteknologi) 7. Dokumentasi. Salah satu langkah yang penting dalam melestarikan plasma nutfah adalah dokumentasi. Informasi yang didapatkan dari hasil karakterisasi dan evaluasi, didokumentasikan dan disimpan dalam data base. Pangkalan data (data base) ini sangat penting untuk memudahkan penelusuran atau pencairan data plasma nutfah yang diinginkan, dan untuk pertukaran informasi. Selain dokumentasi yang disimpan dalam komputer, juga diterbitkan dalam bentuk katalog dari plasma nutfah yangbersangkutan. Menurut informasi saat ini sedang direncanakan pengembangan jaringan komunikasi antar lembaga pengelola bank gen secara international melalui internet. Dengan demikian diharapkan komunikasi dapat berjalan lebih baik antar lembaga pengelola bank gen maupun antar pengelola bank gen dengan pengguna lainnya.

d. Nomen Conservandum
Sebuah nama kekal atau nomen conservandum (conservanda Nomina jamak) adalah nama ilmiah yang memiliki perlindungan nomenclatural tertentu. Nomen conservandum adalah Latin istilah, yang berarti sebuah "nama yang harus dilestarikan". ,. Istilah-istilah yang sering digunakan secara bergantian oleh International Code of Botanical Nomenclature , sedangkan "nama kekal" untuk International Code of Zoological Nomenclature berbeda dari yang untuk nama-nama botani.

Botani
Sebuah nomen conservandum, meskipun istilah ini tidak secara eksplisit didefinisikan dalam International Code of Botanical Nomenclature (ICBN), adalah "... setiap nama suatu genus, keluarga, atau perantara peringkat takson yang harus diadopsi sesuai dengan peraturan

perundang-undangan khusus sebagai nama yang benar meskipun jika tidak bertentangan dengan aturan . Prinsip konservasi sejak diperpanjang menjadi nama spesifik juga. konservasi adalah prosedur nomenclatural diatur oleh Art 14 dari ICBN ,Tujuannya untuk menghindari perubahan yang menguntungkan nomenclatural mensyaratkan oleh penerapan ketat aturan, dan terutama prinsip prioritas " (Pasal 14.1). Konservasi hanya mungkin untuk nama di peringkat keluarga, genus atau spesies. Selain nama konservasi (Pasal 14) yang ICBN juga menawarkan opsi penolakan nama (Pasal 56), menciptakan sebuah nomen rejectum (nom. rej., Nama ditolak) yang tidak dapat digunakan lagi. Penolakan mungkin bagi nama pada setiap peringkat. Konservasi mungkin akan terbatas pada ejaan nama: Euonymus (tidak Evonymus), Guaiacum (bukan Guajacum), Hieronyma (tidak Hyeronima atau Hieronima). Konservasi mungkin juga menyangkut jenis satu nama, sehingga memperbaiki penerapan nama itu ke sebuah takson.

Prosedur
1. Prosedur dimulai dengan mengajukan proposal untuk jurnal Taxon (diterbitkan oleh Proposal ini harus menyajikan kasus baik bagi dan melawan nama konservasi. Publikasi memberitahu siapa pun prihatin bahwa masalah ini sedang dipertimbangkan dan memungkinkan mereka yang tertarik untuk menulis masuk Publikasi adalah awal prosedur formal: ia dianggap sebagai merujuk masalah "Komite yang sesuai untuk studi" dan Rec14A.1 datang ke efek. Nama yang dimaksud adalah (agak) dilindungi oleh penulis ("... Rekomendasi ini harus mengikuti penggunaan yang ada sejauh mungkin ..."). 2. Setelah meninjau masalah, menilai manfaat dari kasus ini, "Komite yang tepat" membuat keputusan baik terhadap ( "tidak disarankan") atau mendukung ( "disarankan"). Then the matter is passed to the General Committee. Lalu masalahnya diserahkan kepada Komite Umum. 3. Setelah meninjau masalah, sebagian besar dari sudut prosedural, Komite Umum membuat keputusan, baik terhadap ( "tidak disarankan") atau mendukung ( "disarankan"). At this point Art 14.14 comes into effect. Pada titik ini Seni 14,14 mulai berlaku. Art 14.14 authorizes all users to indeed use that name. Seni 14,14 kewenangan semua pengguna untuk benar-benar

menggunakan nama itu Jika hal ini harus relevan nama dapat dicetak dalam Lampiran yang relevan, tetapi hanya jika disertai dengan tanda bintang untuk menunjukkan bahwa meskipun dicetak di buku fisik yang membawa judul International Code of Botanical Nomenclature tidak de jure bagian dari Kode. 4. Komite Umum laporan ke Seksi Tatanama botani Kongres Internasional, yang menyatakan nama-nama (termasuk jenis dan ejaan) itu merekomendasikan untuk konservasiKemudian, oleh Div.III.1, Bagian Nomenklatur membuat keputusan di mana nama-nama (termasuk jenis, ejaan) diterima ke dalam Kode. At this stage the de facto decision is made to modify the Code . Pada tahap ini de facto ada keputusan untuk memodifikasi Kode. 5. Sidang Paripurna yang sama Kongres Botani Internasional menerima "resolusi digerakkan oleh Seksi Nomenklatur bahwa Kongres" dan membuat

Anda mungkin juga menyukai