Anda di halaman 1dari 17

CHAPTER 8 – ANESTESI INHALASI

KONSEP KUNCI
1. Semakin besar uptake agen anestesi, akan semakin besar perbedaan konsentrasi yang
di inspirasi dan konsentrasi alveolar, dan semakin lama kecepatan induksinya
2. 3 Faktor yang mempengaruhi uptake anestesi :
a. Kelarutan di darah
b. Alveolar blood flow
c. Perbedaan tekanan parsial antara gas alveoli dan darah vena
3. Keadaan output rendah mempengaruhi pasien untuk overdosis dengan agen terlarut,
karena laju peningkatan konsentrasi alveolar akan meningkat secara nyata.
4. Faktor yang meningkatkan kecepatan induksi :
a. Eliminasi rebreathing
b. High Fresh Gas Flow
c. Low anesthetic circuit volume
d. Penurunan solubilitas
e. Peningkatan cerebral blood flow
f. Peningkatan ventilasi
5. Kesatuan hipotesa mengajukan bahwa semua agen inhalasi memiliki mekanisme aksi
yang serupa pada level molecular. Hal ini sebelumnya didukung oleh observasi yang
mana potensi agen anestesi inhalasi berhubungan dengan kelarutan terhadap lemak.
(Meyer-Overton Rule). Implikasinya adalah bahwa hasil anestesi dari molekul yang
larut di tempat lipofilik tertentu; Namun, korelasinya hanyalah perkiraan.
6. MAC dari anestesi inhalasi adalah konsentrasi yanf mencegah pergerakan 50% pasien
terhadap stimulus standar.
7. Paparan yang lama terhadap konsentrasi N2O dapat menyebabkan depresi bone
marrow (anemia megaloblastic) dan bahkan deficit neurologis (neuropati perifer)
8. Hepatitis halotan sangat jarang. Pasien yang terekspos dengan halotan berkali-kali
dengan rentang waktu yang sempit, middle-aged obesed woman, orang dengan
predisposisi familial, atau Riwayat toksisitas sebelumnya.
9. Isofluran melebarkan arteri coroner, namun tidak sepoten NTG atau adenosine.
DIlatasi dari arteri coroner normal seara teori akan mengalihkan darah dari lesi
stenosis.
10. Sloubilitias yang rendah dari desflurane di darah dan jaringan tubuh menyebabkan
induksi dan emergence yang sangat cepat
11. Peningkatan konsentrasi desflurane yang sangat cepat membawa peningkatan HR,
blood pressure, dan level katekolamin yang transien namun kadang dapat
mengkhawatirkan dibandingkan dengan isoflurane.
12. Tidak menyengat dan peningkatan konsentrasi anestesi alveolar secara cepat membuat
sevo menjadi pilihan yang tepat untuk induksi pada pediatrik dan dan dewasa.

 Farmakokinertik dari anestesi inhalasi


 Faktor yang mempengaruhi konsentrasi inspirasi
 Semakin besar Fresh gas flow
 Semakin kecil Volume dari breathing system
 Semakin kecil Absorbsi dari mesin/breathing circuit
Maka semakin mendekati konsentrasi FGF
 Faktor yang mempengaruhi konsentrasi alveolar
 Uptake
a. Karena ada uptake dari tubuh maka FA/FI < 1.0. Semakin bsar uptakenya,
maka semakin pelan peningkatan konsentrasi alveolar dan semakin kecil rasio
FA:FI
b. Karena konsentrasi gas secara langsung proporsional terhadap tekanan
parsialnya. Tekanan parsial alveolar juga akan perlahan naik.
c. Tekanan parsial alveolar : Menentukan tekanan parsial anestesi di darah dan
khususnya di otak yang akan menentukan efek klinis
d. Semakin besar uptake agen anestestesi, akan semakin besar perbedaan
konsentrasi yang di inspirasi dan konsentrasi alveolar, dan semakin lama
kecepatan induksinya
e. 3 Faktor yang mempengaruhi uptake anestesi :
 Kelarutan di darah
Contoh nyata karena partition coefficients Fat/Blood >1, maka
postprandial lipidemia akan meningkatkan kelarutan Blood/gas dan
anemia akan menurunkannya.

 Alveolar blood flow


Uptake anestesi  alveolar blood flow = cardiac output
 Bila CO turun uptake turun dan sebaliknya bila naik.
 Efek dari perubahan CO tidak terlalu berdampak pada agen yang tidak
larut
Perbedaan tekanan parsial antara gas alveoli dan darah vena
Keadaan output rendah mempengaruhi pasien untuk overdosis dengan
agen terlarut, karena laju peningkatan konsentrasi alveolar akan meningkat
secara nyata.
 Perbedaan tekanan parsial antara gas alveolar dan darah vena
Perbedaan ini bergantung dari tissue uptake. Jika tidak ada uptake jaringan
maka tekanan parsial di vena dan alveoli akan sama.
Transfer gas anestesi dari darah ke jaringan dipengaruhi 3 faktor
 Kelarutan jaringan terhadap agen (tissue/blood partition coefitient)
 Tissue blood flow
 Perbedaan tekanan parsial darah arteri dan jarringan
f. Agen yang tidak larut seperti N2O tidak banyak terserap ke darah dibanding
agen seperti halotan  konsentrasi alveolar N2O lebih cepat tercapai.
g. Kelarutan relative anestesi di udara, darah, dan jaringan digambarkan lewat
partition coefficient

Untuk memahami uptake dan distribusi, jaringan dibagi menjadi 4 berdasarkan


kelarutannya dan aliran darah
1. Grup perfusi tinggi (otak, jantung, liver, ginjal, organ endokrin) 
yang pertama mencapai steady state
2. Muscle grup  uptakenya membutuhkan beberapa jam
3. Fat group
4. Minimal perfusion (tulang, ligament, gigi, rambut, kartilago)
Ventilasi
Menurunnya tekanan alveolar oleh uptake dari tubuh dapat dicegah dengan
memberikan ventilasi  dan jila meningkatkan ventilasi dapat meningkatkan
rasio FA/FI.
 Konsentrasi
Induksi yang melambat akibat uptake dari alveolar gas dapat dikurangi dengan
meningkatkan konsentrasi inspirasi. Menariknya, meningkatkan konsentrasi
inspirasi tidak hanya meningkatkan alveolar concentration tapi juga meningkatkan
rate of rise FA/FI
Contoh jika 50% gas anestesi di uptake
Memberikan konsentrasi inspirasi 20% (20 dalam 100 gas)  yang tersisa setelah
uptake di alveoli 11% (10 dalam 90 gas)
Sekarang 80% (80 dalam 100gas)  setelah uptake 67% (40 dalam 60 gas)
Meningkatkan konsentrasi 4 kali tapi meningkatkan 6 x untuk konsentrasi
alveolinya.
Efek konsentrasi ini lebih signifikan pada N2O daripada agen anestesi volatil
 Faktor yang mempengaruhi konsentrasi arterial
 VQ Mismatch
 Faktor yang mempengaruhi eliminasi
 Recovery  menurunnya konsentrasi anestesi di jaringan otak
 Anestesi bisa dieliminasi dengan biotransformasi, loss transkutaneus, exhalasi
a. Biotransformasi = minimal dalam penurunan tekanan parsial alveolar
 Efek yang sangat jelas pada eliminasi agen anestesi yang soluble
b. Loss transkutaneus tidak terlalu signifikan untuk agen anestesi
c. Rute utama eliminasi dari agen anestesi inhalasi adalah melalui alveolus
d. Faktor yang meningkatkan kecepatan induksi dan emergence:
 Eliminasi rebreathing
 High Fresh Gas Flow
 Low anesthetic circuit volume
 Penurunan solubilitas
 Peningkatan cerebral blood flow
 Peningkatan ventilasi
 Farmakodinamik anestesi inhalasi
 Teori dari aksi anestesi
 GA  perubahan kesadaran yang reversible, analgesia, amnesia, muscle relaxan
 N2O dan xenon dipercaya menghambat reseptor NMDA. Reseptor NMDA
nmerupakan eksitatorik
 Agen inhalasi lain berinteraksi dengan GABA
 Kesatuan hipotesa mengajukan bahwa semua agen inhalasi memiliki mekanisme
aksi yang serupa pada level molecular. Hal ini sebelumnya didukung oleh
observasi yang mana potensi agen anestesi inhalasi berhubungan dengan kelarutan
terhadap lemak. (Meyer-Overton Rule).

 Neurotoksisitas anestesi
 Otak bayi menunjukkan adanya perubahan perkembangan dan eliminasi sinaps
 Pada studi hewan, paparan isoflurane meningkatkan apoptosis neuron, dengan
mengubah mekanisme homestasis kalsium
 Studi manusia untuk membuktikan anestesia berbahaya atau tidak sulit dilakukan
karena tidak etis. Studi yang membandingkan populasi anak yang mendapatkan
anestesi dengan mereka yang tidak mendapatkan anestesi juga sulit karena pada
kenyataanya yang mana populasi sebelumnya sudah menjalani pembedahan dan
mendapatkan perhatuan dari komunitas medis.
 Konsekuensinya, anak yang menerima anestesi lebih mudah didiagnosa terkena
kesulitan belajar. Data dari studi yang besar mendemonstrasikan bahwa anak anak
yang menjalani pembedahan dan anestesi cenderung akan mengalami gangguan
perkembangan
 Paparan kumulatif dari anestesi volatile akan memperburuk neurodevelopmental
pada anak (anak dalam penanganan hypoplastic left heart syndrome)
 Percobaan manusia, hewan, laboraturium yang menunjukkan neurotoksisitas
anestesi akan mengganggu perkembangan saraf masih dalam studi.
 Agen anestesi juga dicurigai berkontribusi hiperfosforilasi protein tau 
berhubungan dengan alzeimer. Bagaimanapun juga hubungan anestetik delivery,
pembedahan, dan perkembangan AD belum mendapatkan investigasi yang cukup
untuk mendapatkan konklusi yang definitive.

 Anesthetic neuroprotection and cardiac preconditioning


 Meskipun agen inhalasi dicurigai berkontribusi terhadap neurotoksisitas, dia juga
memiliki efek protektif terhadap saraf dan jantung untuk melawan iskemia
(reperfusion injury).
 Prekondisi iskemik menyiratkan bahwa episode iskemik yang singkat dapat
melindungi sel terhadap kejadian iskemik yang lebih cerat.
 Berbagai mekanisme molecular yang dianggap melindungi sel dipersiapkan untuk
kejadian iskemik atau mekanisme farmakologi (seperti penggunaan anestesi
inhalasi)
 Pada jantung, prekondisi muncul dari aktifitas ATP-kanal potassium yang
sensitive (KATP)
 Mekanisme pasti dari prekondisi anestesi lebih mungkin multifocal dan terdiri dari
pembukaan kanal Katp, menghasilkan konsentrasi calcium di mitokondria
berkurang dan reduksi dari (ROS) ROS menyebabkan injuri seluler
 Prekondisi anestesi akan meningkatkan produksi anti-oksidan
 Sebagai tambahan, Reseptor NMDA terhubung terhadap injuri saraf. Antagonis
NMDA seperti gas xenon menunjukkan sifat neuroprotektif.
 Xenon memiliki efek anti-apoptotis secara sekunder terhadap inhibisi dari influx
kalsium setelah perlukaan sel

 Minimum Alveolar Concentration


 MAC dari anestesi inhalasi  konsentrasi alveolar yang mencegah pergerakan
pada 50% pasien terhadap stimulus standar ( insisi pembedahan).
 Nilai MAC pada setiap anestetik yang berbeda bersifat aditif. Sebagai contoh,
campuran 0.5 MAC N2O (53%) dan 0.5 MAC halothan (0.37%) memproduksi
efek yang sama dengan 1.0 MAC of isoflurane (1.2%) / 1.0 MAC atau agen
lainnya.
 Berbeda dengan depresi terhadap CNS, derajat depresi miokardial tidak sama
dengan MAC yang sama.  0.5 MAC halotan lebih depresif terhadap miokardial
dari 0.5 MAC N2O.
 MAC merepresentasikan hanya 1titik pada kurva konsentrasi-respon  ini
ekuivalen terhadap median effective concentration (EC50).
 Kasarnya, 1.3 MAC dari setiap agen anestesia volatile (halothane 1.3 x 0.75% =
0.97%) akan mencegah pergerakan 95% pasien (perkiraan untuk ED95)
 0.3-0.4 MAC dikaitkan dengan bangunnya pasien jika agen inhalasi merupakan
satu-satunya agen untuk mempertahankan anestesi
 Farmakologi klinik anestesi inhalasi
 N2O
 Property fisik
a. N2O tidak berwarna dan tidak berbau. Meskipun tidak eksplosif dan tidak
berbau, N2O dapat mendukung luka bakar.
b. Tidak seperti anestesi volatile yang poten, N2O dalam bentuk gas pada
temperature ruangan dengan memiliki tekanan yang ambien
c. Dapat disimpan dalam bentuk cairan karena temperature kritikalnya di atas
temperature ruangan
d. Merupakan antagonis reseptor NMDA
 Efek pada system organ
a. Kardiovaskular
N2O ada tendensi menstimulasi system simpatis. Jadi, meskipun N2O secara
langsung mengurangi kontraksi miokardial secara in vitro  arterial blood
pressure, cardiac output, dan HR tidak berubah secara esensial atau hanya
sedikit naik in vivo karena stimulasi dari katekolamin (Tabel 8-6)
Depresi miokardial dapat sangat terlihat pada pasien dengan penyakit arteri
coroner atau dengan hipovolemik berat. Konstriksi dari otot polos vascular
paru akan meningkatkan pulmonary vascular resistance, yang mana secara
umum meningkatkan tekanan end-diastolik ventrikel kanan. Meskipun
vasokonstriksi pada vascular kulit, peripheral vascular resistance tidak
berubah secara signifikan.
b. Respiratory
N2O  meningkatkan RR menurunkan tidal volum sebagai respon stimulasi
CNS, dan mungkin reseptor regangan paru.
Efeknya adalah perubahan minimal pada minute ventilation dan level resting
arterial CO2
Hipoksik drive, respon ventilasi terhadap hipoksia arterial “yang dimediasi
oleh kemoreseptor perifer di badan karotis” secara jelas terdepresi bahkan
dengan sedikit N2O
c. Cerebral
Dengan meningkatkan CBF dan Cerebral blood volume, N2O memproduksi
sedikit peningkatan ICP. N2O juga meningkatkan CMRO2. Konsentrasi dari
N2O di bawah MAC dapat memberikan efek analgesia pada operasi gigi,
melahirkan, trauma, prosedur pembedahan minor.
d. Neuromuscular
Sebaliknya dibanding dengan agen inhalasi lainnya, N2O tidak memberikan
relaksasi otot yang signifikan. Pada faktanya, konsentrasi yang tinggi pada
ruangan hiperbarik  N2O dapat menyebabkan muscle rigidity. N2O tidak
mentriger hipertermi maligna
e. Renal
N2O tampaknya menurunkan kidney blood flow dengan meningkatkan renal
vascular resistance. Ini menggiring pada kondisi penurunan GFR dan urin outp
ut.
f. Hepatik
Aliran darah hepar kemungkinan turun selama anestesi dengan N2O, tetapi
lebih minimal daripada agen anestesi volatil
g. Gastrointestinal
Penggunaan N2O pada dewasa akan meningkatkan risiko PONV,
kemungkinan akibat aktivasi CTZ dan pusat muntah di medulla.
 Biotransformasi dan toksisitas
Selama emergence, hamper semua N2O dieliminasi melalui exhalasi. Sedikit yang
keluar denga bedifusi melalui kulit. Biotransformasi terbatas sampai kurang dari
0.01% yang mengalami metabolism reduktif di tractus gastrointestinal oleh
bakteri anaerobic
Oleh oksidasi ireversibel atom cobalt pada vit B12, N2O menghambat enzim yang
dependen terhadap B12. Enzim ini termasuk methionine sintase, yang penting
untuk formasi myelin, dan thymidylate synthase, yang penting untuk sintesis
DNA.
Paparan yang terlalu lama dengan N2O dapat menyebabkan depresi sumsum
tulang  anemia megaloblastic, dan bahkan deficit neurologis (neuropati perifer).
Bagaimanapun juga administrasi dari N2O dan untuk “bone marrow harvest”
nampaknya tidak mempengaruhi viabilitas “bone marrow mononuclear cell”
Karena kemungkinan efek teratogenic, N2O biasanya dihindari pada pasien yang
hamil yang belum mencapai trimester 3. N2O juga dapat mengubah respon
imunologis terhadap respon infeksi dengan mempengaruhi chemotaxis dan
motilitas dari leukosit PMN.
 Kontraindikasi
Meskipun N2O tidak larut bila dibandingkan dengan agen inhalasi yang lain, ini
35 kali lebih larut dibandingkan dengan nitrogen di darah. Maka, N2O cenderung
untuk berdifusi ke kavitas yang berisi udara dibandingkan nitrogen yang diserap
oleh aliran darah.
Contoh kondisi dimana N2O dapat berbahaya
a. Emboli udara arterial dan vena
b. Pneumothorax
c. Obstruksi usus akut dengan distensi usus
d. Udara intrakranial (pneumochepalus setelah penutupan dura atau
pneumoencephalography,
e. kista udara paru-paru
f. intraocular airbuble
g. grafting membrane timpani
N2O dapat berdifusi ke cuff ett, meningkatkan tekanan di mukosa trakea.
 Interaksi obat
Karena MACnya yang tinggi, N2O dilarang untuk digunakan sebagai agen
anestesi komplit, biasanya digunakan bersama anestesi volatile yang lebih poten.
Penambanhan N2O akan menurunkan kebutuhan dari agen lain (65% N2O akan
menurunkan MAC anestesi volatile sekitar 50%).
Meskipun N2O tidak dipertimbangkan sebagai gas pembawa yang aman, N2O
melemahkan efek sirkulasi dan respiratori dari anestesi pada orang dewasa. N2O
mempotensiasi neuromuscular blocker, tetapi tidak sehebat agen volatile.
Konsentrasi dari aliran N2O melalui vaporizer dapat mempengaruhi konsentrasi
anestetik volatil. Sebagai contoh, nerkurangnya konsentrasi N2O (karena
peningkatan konsentrasi oksigen) akan meningkatkan konsentrasi agen volatile
meskipun pada seting yang konstan. Perbedaan ini akibat kelarutan dari N2O dan
O2 pada anestesi volatile.
N2O adalah gas yang menipiskan ozone dengan efek rumah kaca.
 Halothane
 Property fisik
Halotan adalah halogenated alkane. Rantai karbon fluoride membuat zat ini
nonflamable dan noneksplosif. Pengawet thymol dan botol warna kuning amber
menghambat dekomposisi oksidatif secara spontan. Obat ini jarang digunakan di
US
 Efek pada system organ
a. Karidiovaskular
Reduksi dose-dependen dari arterial blood pressure dikarenakan depresi
miokardial. 2.0 MAC pada pasien yang tidak menjalani pembedahan
menurunkan 50% BP dan cardiac output.
Depresi kardiak- karena gangguan dari pertukaran Na-Ca dan pemanfaatan
kalsium intraselular  menyebabkan peningkatan tekanan atrium kanan.
Meskipun halotan adalah vasodilator arteri coroner, aliran darah coroner
berkurang karena turunnya tekanan arteri sistemik. Perfusi miokardial
yang adekuat biasanya dipertahankan, karena kebutuhan O2 juga
berkurang.
Normalnya, hipotensi akan menghambat baroreseptor di arkus aorta dan
bifurkasi karotis  menyebabkan penurunan di stimulasi vagal dan terjadi
kompensasi berupa peningkatan HR. Halotan menghambat refleks ini.
Menurunnya konduksi SA node dapat terlihat pada junctional rhytm /
bradikardia. Pada bayi halotan menurunkan menurunkann CO dengan
menurunkan HR dan mendepresi kontraksi miokardial.
Halothan mensensitisasi efek aritmogenik Dari epinefrin maka dosis
epinefrin di atas 1.5 mcg/kg harus dihindari.
Meskipun aliran organ di redistribusikan, SVR tidak berubah
b. Respiratory
Halotan menyebabkan napas cepat dan dangkal. Meningkatnya RR tidak
cukup untuk mengatasi penurunan tidal volume, maka ventilasi alveolar
menurun, dan resting PaCO2 meningkat.
Ambang batas apnea “PaCO2 tertinggi dimana pasien masih dipertahankan
apnea” juga meningkat karena perbedaan antara ambang batas apnea
dengan PaCO2.
Halothan membatasi peningkatan minute ventilation yang seharusnya
secara normal menyertai peningkatan paCO2. Efek ventilator halotan
karena efek sentral (depresi medulla) dan perifer (disfungsi otot
intercostal). Perubahan ini akan diperparah oleh penyakit paru sebelumnya
dan diringankan dengan stimulasi pembedahan. Peningkatan PaCO2 dan
menurunnya tekanan intrathorax yang menyertai pernapasan spontan
dengan halothan secara khusus merevers depresi Cardiac output, arterial
blood pressure, dan HR. Hipoksik drive akan sangat terdepresi bahkan
dengan halotan konsentrasi rendah.
Halotan dipercaya merupakan bronkodilator yang poten, karena halotan
sering mereverse asthma-induced bronchospasm. Aksinya tidak diinhibisi
oleh agen beta blocker. Halotan mengurangi refleks airway dan
merilekskan otot polos bronkial dengan menghambat pergerakan calcium
intrasel. Halotan juga mengurangi klirens mucus dari tractus respiratori,
menimbulkan hypoxia post-operatif dan atelektasis
c. Cerebral
Dengan mendilatasi vascular otak, halotan menurunkan resistensi vascular
otak dan meningkatkan cerebral blood volume dan CBF. Autoregulasi
“penjaga CBF tetap konstan saat terjadinya perubahan arterial blood
pressure” ter blunted. Peningkatan serentak di ICP dapat dicegah dengan
melakukan hiperventilasi sebelum administrasi halothan. Aktifitas otak
menurun, menunjukan perlambatan pada EEG dan reduksi dari CMRO2.
d. Neuromuscular
Halotan merelaksasi otot skeletal dan mempotensiasi NMBA. Seperti
anestesi volatile yang potent lainnya  mentrigger hiperteremi maligna
e. Renal
Halotan mereduksi aliran darah renal, GFR, dan urin output. Penurunan ini
diakibatkan karena menurunnya arterial blood pressure dan Cardiac
Output. Karena reduksi aliran darah renal lebih besar dari penurunan GFR,
fraksi filtrasinya menjadi meningkat. Hidrasi preoperasi dapat mengurangi
perubahan ini.
f. Hepatic
Halotan menyebabkan penurunan aliran darah hepar dan menurunkan
proporsi terhadap depresi cardiac output. Vasospasme arteri hepatic telah
dilaporkan selama anestesi halothan. Metabolisme dan klirens dari
beberapa obat (fentanyl, fenitoin, verapamil) nampaknya terganggu oleh
halothan. Bukti lain disfungsi sel hepar termasuk retensi pewarnaaan
sulfobromopthalein dan sedikit peningkatan transaminase liver.
 Biotransformasi dan toksisitas
Halotan dioksidase di hepar oleh isozyme khusus dari CYP(2EI) menjadi
metabolit utama  trifluoroacetic acid. Pada absennya oksigen, metabolism
reduksi dapat menghasilkan sejumlah kecil produk akhir yang hepatotoksik yang
berikatan secara kovalen dengan makromolekul jaringan. Hal ini lebih tepat
terjadi mengikuti induksi enzim oleh fenobarbital. Peningkatan level fluoride
menjadi tanda metabolism anaerobic yang signifikan.
Disfungsi hepar postoperasi bisa karena beberapa penyebab :
a. Viral hepatitis
b. Perfusi hepar terganggu
c. Penyakit hati yang sudah ada sebelumnya
d. Hipoksia hepatis
e. Sepsis
f. Hemolisis
g. Benign pos-operatif intrahepatic cholestasis
h. Drug-induced hepatitis
Halothane hepatitis sangat jarang. Pasien yang terekspos dengan halothan
berulang dengan interval yang sempit, wanita usia paruh baya, orang dengan
predisposisi familial terhadap toksisitas halothan/ Riwayat personal toksisitas
dapat meningkatkan risiko.
Tanda-tanda berkaitan dengan injuri hepar  peningkatan serum alanine &
aspartate trasferase, peningkatan bilirubin, encephalopathy
Lesi hepatic pada manusia  nekrosis centrilobular  juga terjadi pada tikus
yang sebelumnya mendpatkan pengobatan fenobarbital dan diekspos dengan
halothan pada kondisi hipoksik (FiO2 <14%)
Model hipoksik halothan ini menggabarkan kerusakan hepar dari sisa metabolit
atau hipoksia.
Beberapa bukti lain terkait mekanisme imunologi. Sebagai contoh, beberapa tanda
dari penyakit mengindikasikan reaksi alergi (eosinophilia, rash, demam) dan tidak
muncul sampai beberapa hari setelah paparan.Lebih dari itu, antibody yang
berikatan dengan hepatosit sebelumnya terpapar halothan sudah diisolasi dari
pasien dengan disfungsi hepar yang di induksi halothan. Respon antibody dapat
termasuk protein microsomal hati yang sudah dimodifikasi dengan trifluoroacetic
acid sebagai antigen pentrigger. Agen inhalasi lain yang mengalami metabolism
oksidatif dapat menyebabkan hepatitis. Bagaimanapun juga, agen yang lebih baru
mengalami sedikit metabolisme atau tidak sama sekali, dan tidak membentuk
trifluoroacetic acid protein yang menyebabkan respon imunologi yang berujung
pada hepatitis.
 Kontraindikasi
Hal ini bijaksasna  menghindari halothan dari pasien dengan disfungsi liver
yang tidak bisa dijelaskan akibat Riwayat anestesi sebelumnya.
Halothan, seperti semua anestesi inhalasi, harus digunakan dengan hati” (hanya
boleh digunakan dengan hiperventilasi sedang pada pasien dengan massa
intrakranial karena kemungkinan untuk terjadi hipertensi intrakranial karena
peningkatan CBF dan CBV.
Pasien dengan hipovolemik dan beberapa pasien dengan penurunan berat fungsi
ventrikel kiri mungkin tidak dapat menoleransi efek inotropic negative dari
halotan.
Sensitisasi katekolamin dari jantung akan mengurangi kegunaan dari halothan
contoh saat diberikan epinefrin eksogen atau pasien dengan pheochromocytoma.
 Interaksi obat
Depresi miokardial pada halothan akan sangat parah pada
a. Beta blocker
b. Calcium channel blocker
Antidepresan trisiklik dan MAOI  fluktuasi dari BP dan aritmia, meskipun tidak
merepresentasikan kontraindikasi absolut. Kombinasi dari halotan dan aminofilin
telah menghasilkan aritmia ventricular yang spesifik.
Kombinasi halotan + aminofilin  aritmia ventricular yang serius.
 Isoflurane
 Property fisik
Anestesi volatile nonflammable dengan bau yang menusuk.
 Efek pada system organ
a. Kardiovaskular
Isofluran menyebabkan depresi ventrikel kiri yang minimal invivo. Cardiac
Ouput dijaga dengan meningkatkan HR karena pemeliharaan dari carotid
baroreflex.
Stimulasi ringan dari Beta adrenergic dapat meningkatkan aliran darah
skeletal, menurunkan SVR, dan menurunkan tekanan darah arterial.
Peningkatan isoflurane secara cepat dapat berefek pada peningkatan HR,
arterial blood pressure, dan plasma level dari norepinefrin untuk sementara.
Isofluran mendilatasi arteri coroner, tetapi tidak sepoten NTG ataupun
adenosin. Dilatasi dari arteri coroner normal secara teoritis dapat mengalihkan
darah menjauh dari lesi stenosis  terjadi coronary steal.
b. Respirasi
Depresi respirasi selama anestesi isoflurane menyerupai anestesi volatile yang
lain, kecuali takipnea yang tidak terlalu dominan. Efek yang lebih jelas adalah
turunnya Minute Ventilation. Bahkan dengan isoflurane yang rendah (0.1
MAC)  akan memblunting respon ventilasi normal terhadap hipoksia dan
hiperkapnia.
Meskipun ada tendensi untuk mengiritasi reflex jalan napas atas, isoflurane
merupakan bronkodilator yang baik, tapi tidak sepoten halotan.
c. Cerebral
Pada konsentrasi lebih dari 1 MAC, isoflurane meningkatkan CBF dan
tekanan intrakranial. Efek ini tidak separah pada halothan dan dapat direverse
dengan hiperventilasi. Berkebalikan dengan halotan, hiperventilasi tidak perlu
dilakukan sebelum pemberian halothan untuk prevensi peningkatan tekanan
intrakranial. Isofluran mengurangi CMRO, dan pada 2 MAC, obat ini
memproduksi silent EEG.
d. Neuromuscular
Merelaksasi otot skeletal
e. Renal
Menurunkan renal blood flow, GFR, dan output urin
f. Hepatik
Total hepatic blood flow (arteri hepatic dan aliran vena porta) dapat berkurang
pada aenstesia dengan isoflurane. Suplai oksigen hepatis lebih baik dimaintain
dengan isoflurane daripada dengan halothan  karena perfusi hepatis tersedia.
Tes Fungsi hepar umumnya tidak terdampak.
 Biotransformasi dan toksisitas
Isofluran dimetabolisme menjadi trifluoroacetic acid. Meskipun serum fluoride
fluid level dapat meningkat  nefrotoksisitas jarang sekali terjadi, bahkan pada
induksi enzim.
Sedasi yang lama (>24h pada 0.1-0.6 MAC isoflurane) pada pasien yang sakit
kritis akan meningkatkan plasma fluoride level tapi tidak menyababkan gangguan
ginjal.

 Kontraindikasi
Tidak ada kontradinsikasi unik
Pasien dengan hypovolemia berat mungkin tidak dapat menoleransi efek
vasodilatasi
Dapat menyebabkan hipertermi maligna
 Interaksi obat Epinefrin aman digunakan sampai dosis 4.5mcg/kg. pelemas otot
nondepol akan terpotensiasi dengan isoflurane.
 Desflurane
 Property fisik
Strukturnya sangat serupa dengan isoflurane. Faktanya, hanya perbedaan dari
substitusi dari atom fluorin pada atom klorin isofuran. Perubahan kecil ini
mengubah efek dari property fisik dari obat. Sebagai contoh  karena vapor
pressure desflurane pada 20oC adalah 681 mmhg pada dataran tinggi ia akan
mendidih pada temperature ruangan. Ini merupakan persoalan utama dalam
menciptakan vaporizer desflurane. Lebih jauh  kelarutannya yang rendah
terhadap darah membuat obat ini sangat cepat untuk induksi dan emergence.
Oleh karena itu konsentrasi alveolar mencai konsentrasi inspirasi jauh lebih cepat
jika dibandingkan dengan agen volatile lainnya.
Bahkan blood/gas partition koefisiennya (0.42) lebih rendah dari N2O (0.47)
Meskipun potensi desflurane hanya ¼ agen volatile lainnya, kekuatannya masih
17 kali lipat dari N2O
High vapor pressure, ultrashort duration of action, moderate potency
karakteristik desflurane
 Efek pada system organ
a. Kardiovaskular
Serupa dengan isoflurane. Peningkatan pada konsentrasi berhubungan dengan
penurunan SVR yang berujung pada penurunan arterial blood pressure.
Cardiac ouput relatef tidak berubah atau sedikit berkurang pada 1-2 MAC.
Peingkatan sedang pada HR, CVP, pulmonary artery pressure  pada dosis
kecil tidak terjadi
Peningkatan secara cepat pada konsnetrasi desflurane akan berujung pada
peningkatan sementara namun kadang peningkatan mengkhawatirkan di HR,
BP, dan level katekolamin yang lebih jelas terlihat dibandingkan dengan
isoflurane, khususnya pada pasien dengan penyakit kardiovaskular.
Respon kardiovaskular karena desflurane ditingkatkan dengan cepat dapat
dikurangi dengan fentanyl, esmolol, atau klonidin.
b. Respiratory
Desfluran menyebabkan penurunan tidal volume dan meningkatkan RR.
Secara keseluruhan terjadi penurunan ventilasi alveolar yang menyebabkan
peningkatan resting PaCO2. Bau yang tajam dan iritasi jalan napas selama
induksi desflurane dapat bermanifestasi salivasi, napas berat, batuk,
laringosapsm. Resistensi airway dapat meningkat pada anak dengan reactive
airway.  desflurane merupakan pilihan induksi inhalasi yang buruk
c. Cerebral
Seperti agen volatile anestesi lainnya  direct vasodilator terhadap vascular
cerebral, meningkatkan CBF, CBV, dan tekanan intrakranial pada pasien
normotensi dan normocapnia. Yang melawan penurunan cerebral vascular
resistance adalah penurunan CMRO2 yang signifikan yang cenderung
menyebabkan vasokonstriksi cerebral dan peningkatan sedang CBF. Vaskular
otak menyisakan responsivitas terhadap perubahan PaCO2  maka tekanan
intrakranial dapat diturunkan dengan hiperventilasi. Konsumsi O2 otak selama
anestesi desflurane berkurang. Jadi, selama periode desflurane-induced
hypotension (MAP=60)  CBF adekuat untuk memelihara metabolism aerob
meskipun dengan cerebral perfusion pressure yang rendah. Efek pada EEG
serupa dengan isoflurane. Awalnya, frekuensi EEG meningkat, tapi ketika
anestesi makin dalam perlambatan EEG mulai terlihat  menggiring pada
burst supresssion pada konsentrasi inhalasi yang lebih tinggi.
d. Neuromuscular
Desfluran berhubungan dengan dose dependent decrease pada respon TOF dan
tetanic peripheral nerve stimulation.
e. Renal
Tidak ada dasar dari setiap efek nefrotoksik yang signifikan yang disebabkan
oleh paparan desflurane. Bagaimanapunjuga, penurunan CO, penurunan urin
output dan GFR harus diperkirakan dalam penggunaan desflurane dan semua
obat anestesi.
f. Hepatic
Tes fungsi hepar secara umum tidak terdampak oleh desflurane, dengan
asumsi bahwa perfusi organ dipertahankan perioperatif. Desflurane mengalami
metabolisme minimal; oleh karena itu, risiko hepatitis yang diinduksi oleh
anestesi juga minimal. Seperti isoflurane dan sevoflurane, deliveri oksigen ke
hati umumnya dipertahankan
 Biotransformasi dan toksisitas
Metabolism desflurane minimal pada manusia. Serum dan urin level fluoride
inorganic setelah anestesia desflurane secara essential tidak berubah. Tidak ada
loss perkutaneus. Desfluran, lebih dari anestesi volatile lainnya  didegradasi
oleh absorbant CO2 yang kering khususnya barium hidroksida tapi juga sodium
dan potassium hidroksida) menjadi carbon monoxida
 Kontraindikasi
Desflurane memiliki banyak kontraindikasi dibanding anestesia volatile modern
lainnya:
a. Hypovolemia berat
b. Hipertermi maligna
c. Hipertensi intrakranial
 Interaksi obat
Desfluran mempotensiasi Nondepol muscle relaxant dengan cara yang sama
dengan isoflurane. Epinefrin dapat secara aman diberikan hingga 4.5 mcg/kg (agar
tidak mensensitisasi miokardium untuk artemia)
Meskipun emergence lebih cepat setelah anestesi desflurane daripada anestesia
isoflurane, mengganti isoflurane ke desflurane pada akhir anestesia tidak
meningkatkan recovery secara signifikan.
Sering berhubungan dengan delirium pada beberapa pasien pediatrik.

 Sevoflurane
 Property fisik
Seperti desflurane, sevoflurane dihalogenisasi dengan fluorine. Kelarutan
sevoflurane pada darah sedikit lebih tinggi dari desflurane. Tidak berbau dan
konsentrasi yang cepat meningkat pada alveolar membuat sevoflurane adalah
pilihan yang sempurna untuk induksi yang cepat dan mulus pada pasien pediatrik
dan dewasa.
Faktanya induksi inhalasi dengan konsentrasi 4-8% sevoflurane dengan campuran
50% N2O dan O2 dapat dicapai dalam 1 menit. Demikian juga, kelarutannya yang
rendah di darah juga membuat emergencenya cepat daibandingkan di isofluran
 Efek pada system organ
a. Kardiovaskular
Sevofluran sedikit mengurangi kontraktilitas miokardial. Penurunan SVR dan
arterial blood pressure tidak separah isoflurane atau desflurane. Karena
sevoflurane tidak menaikkna HR jika ada hanya sedikit peningkatan di HR 
CO tidak dipertahankan sebaik isfoluran dan desflurane. Sevo menyebabkan
pemanjangan QT interval.
b. Respiratory
Sevoflurane menekan respirasi dan merevers bronkospasme potensi =
isoflurane.
c. Cerebral
Mirip dengan isoflurane dan desflurane, sevoflurane menyebabkan sedikit
peningkatan CBF dan tekanan intrakranial pada normocarbia, meskipun
beberapa penelitian menunjukkan penurunan CBF. Konsentrasi tinggi
sevoflurane (> 1,5 MAC) dapat mengganggu autoregulasi CBF, sehingga
memungkinkan penurunan CBF selama hipotensi hemoragik. Efek pada
autoregulasi CBF ini tampaknya kurang terasa dibandingkan dengan
isoflurane. CMRO2 menurun, dan aktivitas kejang belum dilaporkan.
d. Neuromuscular
Sevofluran memproduksi relaksasi otot yang adekuat untuk intubasi setelah
induksi inhalasi. Meskipun kebanyakan praktisi anestesi akan mendalamkan
anestesi dengan propofol, lidokain, atau opioid  memberikan neuromuscular
blocker sebelum intubasi atau kombinasi kedua pendekatan ini.
e. Renal
Sedikit menurunkan renal bloodflow
Substansi metabolitnya berhubungan dengan gangguan fungsi tubulus renal
f. Hepatik
Sevofluran menurunkan aliran vena porta, tapi meningkatkan aliran arteri
hepatic  O2 delivery tetap terjaga.
Secara umum tidak berhubungan dengan immune-mediated anesthetic
hepatotoxicity
 Biotransformasi dan toksisitas
Enzim mikrosom hati P-450 (khususnya isoform 2E1) memetabolisme
sevoflurane kurang lebih seperempat dari halotan (5% vs 20%), tetapi 10 hingga
25 kali lipat dari isoflurane/desflurane dan dapat diinduksi pretreatmen etanol atau
fenobarbital. Potensi nefrotoksisitas akibat peningkatan fluorida anorganik (F-)
telah dibahas sebelumnya. Konsentrasi fluorida serum melebihi 50 μmol / L pada
sekitar 7% pasien yang menerima sevoflurane, namun disfungsi ginjal yang
signifikan secara klinis belum dikaitkan dengan anestesi sevoflurane. Tingkat
keseluruhan metabolisme sevofluran adalah 5%, atau 10 kali lipat dari isofluran.
Meskipun demikian, tidak ada hubungan dengan kadar fluoride puncak setelah
sevoflurane dan kelainan konsentrasi ginjal.
Barium Hidroksida dapat mendegradasi sevoflurane, menghasilkan produk akhir
nefrotoksik lain yang telah terbukti (setidaknya pada tikus) compound A.
Akumulasi compund A meningkat dengan :
a. peningkatan suhu
b. anestesi aliran rendah
c. penyerap barium hidroksida kering (Baralyme)
d. konsentrasi sevofluran tinggi
e. anestesi dalam durasi lama.
Belum diketahui adanya penelitian yang menghubungkan sevofluran dengan
toksisitas atau cedera ginjal pascaoperasi yang terdeteksi. Meskipun demikian,
beberapa dokter merekomendasikan aliran gas baru minimal 2 L / menit untuk
anestesi yang berlangsung lebih dari beberapa jam.
Sevofluoran juga dapat didegradasi menjadi hidrogen fluorida oleh logam dan
kotoran yang ada dalam peralatan manufaktur, kemasan botol kaca, dan peralatan
anestesi. Hidrogen fluorida dapat menghasilkan acid burn jika kontak dengan
mukosa pernapasan.
Risiko cedera pasien telah dikurangi secara substansial dengan menghambat
proses degradasi dengan menambahkan air ke sevofluran selama proses
pembuatan dan mengemasnya dalam wadah plastik khusus. Insiden kebakaran
yang terisolasi di sirkuit pernapasan mesin anestesi dengan penyerap CO2 kering
telah dilaporkan saat sevofluran digunakan.
 Kontraindikasi
a. Hypovolemia berat
b. Hipertermia maligna
c. Hipertensi intrakranial
 Interaksi obat
Berpotensiasi dengan NMBA. Tidak mensensitisasi jantung pada katekolamin-
induced aritmia

 Xenon
 Xenon diambil dari atmosfer melalui proses distilasi yang mahal.
 Xenon adalah gas yang tidak berbau, tidak mudah meledak, dan terbentuk secara
alami dengan MAC 71% dan blood/gas coeficient 0,115, memberikan parameter
onset dan emergence yang sangat cepat.
 efek anestesi xenon dimediasi oleh penghambatan NMDA
 Xenon tampaknya memiliki sedikit efek pada sistem kardiovaskular, hati, atau
ginjal dan telah terbukti dapat melindungi dari iskemia saraf.
 Penghirupan Xenon yang dikombinasikan dengan hipotermia telah disarankan
sebagai metode perlindungan untuk mencegah kerusakan otak setelah cedera otak
iskemik.
 Efek delirium minimal jika dibandingkan dengan sevoflurane.
 Biaya mahal dan ketersediaan yang terbatas tjadi kendala

Anda mungkin juga menyukai