Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DENGAN DIAGNOSA MEDIS KISTA BARTHOLINI


DI RUANG OPERASI DI RS Dr. SLAMET GARUT

(Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas pada Praktik Profesi Keperawatan
Maternitas)

DISUSUN OLEH:
Afzal Risman Noor Falah KHGD22012
Astiani Fadilah Difani KHGD22013
Ega Anjani KHGD22014
Epul Saepuloh KHGD22001
Resti Pujianti KHGD22005
Rizki Maulana Firmansyah KHGD22089

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARSA HUSADA GARUT
2022
1. KONSEP KISTA BARTHOLIN
A. Definisi
Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang
ada di vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak
keluar. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat
saluran kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya
disebabkan oleh infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2017).
Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang
ada di vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak
keluar. Penyumbatan pada kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri .Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Kista Bartholini adalah penyumbatan kelenjar bartholini karena terinfeksi
oleh bakteri sehingga cairan lubrikasi vagina tidak keluar dan
menimbulkan benjolan (Baradero, 2016).
Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang
ada di vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak
keluar. Kista Bartholini adalah tumor kistik jinak yang ditimbulkan akibat
saluran kelenjar Bartholini yang mengalami sumbatan yang biasanya
disebabkan oleh infeksi kuman Neisseria gonorrhoeae (Widjanarko, 2017).
Kista Bartholini adalah penyumbatan pada kelenjar Bartholini yang
ada di vagina sehingga menyebabkan cairan lubrikasi pada vagina tidak
keluar. Penyumbatan pada kelenjar Bartholini biasanya disebabkan oleh
infeksi bakteri .Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
Kista Bartholini adalah penyumbatan kelenjar bartholini karena terinfeksi
oleh bakteri sehingga cairan lubrikasi vagina tidak keluar dan
menimbulkan benjolan (Baradero, 2016).
B. Etiologi
Sampai sekarang ini penyebab dari Kista Bartholini belum
sepenuhnya dimengerti, tetapi beberapa teori menyebutkan adanya
gangguan pada pembentukan estrogen (Mast, 2010).
Faktor penyebab kista meliputi :
1. Umur
Kista Bartholini bisa menyerang pada umur berapapun, masalah kista
sering ditemui pada wanita muda, umumnya terjadi pada wanita usia
20- 35 tahun terutama mereka yang belum pernah hamil atau baru
hamil sekali tapi sifatnya tidak ganas dimana pada usia reproduksi
sangat rentang terjadi kista. Dimana hormon estrogen pada usia
reproduksi mulai berfungsi dengan baik. Pada usia puberitas dan anak-
anak jarang ditemukan dikarenakan hormon estrogen belum berfungsi
dengan baik namun kadang kista terjadi karena pengaruh genetik atau
keturunan. Lain halnya dengan kista pada wanita menopause, yang
biasanya mengarah pada kanker dan perlu dilakukan tindakan operatif
secepatnya.
2. Paritas
Kista Bartholini umumnya terjadi pada wanita yang belum pernah
hamil dan pernah hamil namun sekali, namun sifat kista ini tidak
ganas. Penyebab pasti belum diketahui namun, studi epidemiologi
menyatakan beberapa faktor resiko terjadinya kista, antara lain tidak
menikah, tidak punya atau sedikit anak, nulipara. Kista sangat erat
kaitannya dengan wanita yang angka melahirkannya rendah dan
infertil atau tingkat kesuburannya rendah.
3. Riwayat Kista Bartholini Sebelumnya
Wanita yang pernah menderita Kista Bartholini sebelumnya memiliki
resiko terulangnya kista ini 20-40%. Tidak ada jaminan Kista
Bartholini tidak akan kambuh lagi setelah dilakukan pengobatan.
Sebab tanpa memperhatikan personal hygiene serta kurangnya
pemeriksaan tentang kesehatan alat reproduksi kista dapat timbul atau
muncul kembali. Hal ini merupakan bagian dari kista yang belum
terpecahkan.
4. Jumlah pasangan seksual
Kista bisa terjadi pada wanita yang memiliki pasangan seks lebih dari
satu. Bila berhubungan seks hanya dengan pasangannya, dan
pasangannya pun tak melakukan hubungan seks dengan orang lain,
maka tidak akan mengakibatkan kista. Namun, bila memiliki pasangan
lebih dari satu, hal ini terkait dengan kemungkinan tertularnya
penyakit kelamin, salah satunya Human Papilloma Virus (HPV). Virus
ini akan mengubah sel-sel di permukaan mukosa hingga membelah
menjadi lebih banyak. Apabila terlalu banyak dan tidak sesuai dengan
kebutuhan, tentu akan menyebabkan timbulnya penyakit, misalnya
Kista Bartholini.
5. Gaya hidup yang tidak sehat
a. Mengkonsumsi makanan yang berlemak dan kurang sehat
Makanan merupakan sumber energi bagi tubuh agar semua organ
tubuh dapat berfungsi secara optimal. Pola makan yang sehat dapat
menjadikan tubuh kita sehat, sebaliknya dengan pola makan yang
tidak sehat maka tubuh kita rentang terhadap berbagai penyakit
Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan agar kita mempunyai
pola makan yang sehat, yaitu jumlah makanan yang kita
komsumsi, jenis makanan , dan jadwal makan. Jenis makanan yang
kita komsumsi harusnya mempunyai proporsi yang seimbang
antara karbohidrat, protein dan lemaknya. Komposisis yang
disarankan adalah 55-65% karbohidrat, 10-15% protein, 25-35%
lemak. Memilih jenis makanan yang hendak dikomsumsi perlu
diperhatikan komposisi atau kadar gizinya, hidangan direstoran
seperti junk food yang termasuk makanan berkelas dan bermutu
namun banyak mengandung lemak dan kolesterol. Makanan yang
mengandung lemak dan kolesterol dapat memicu terjadinya kista.
b. Kurang olahraga
Jarang berolahraga dan gerakan fisik. Bekerja dalam jangka waktu
yang panjang, jika bukan dalam bentuk dokumen pasti hampir
menghabiskan 10 jam waktunya di hadapan komputer, saking
sibuknya bahkan untuk mengangkat kepala sejenak saja tidak
sempat. Dan bekerja dengan sistem duduk lama atau hidup dengan
sistem horizontal, mudah mengakibatkan tulang keropos dan
penyakit lain. Kerja otak yang tegang dapat menyebabkan
penyelarasan cairan sistem saraf menjadi tidak normal,
menyebabkan metabolisme berupa minyak menjadi tidak teratur,
dan kolestrol darah meningkat.
c. Terpapar dengan polusi
Faktor pemicu kista saat ini banyak sekali, diantaranya pencemaran
udara akibat debu dan asap pembakaran kendaraan atau pabrik.
Asap kendaraan, misalnya, mengandung dioksin yang dapat
memperlemah daya tahan tubuh, termasuk daya tahan seluruh
selnya. Kondisi ini merupakan pemicu munculnya kista.
d. Personal hygiene Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri adalah
kondisi dimana seseorang tidak mampu melakukan perawatan
kebersihan untuk dirinya, alat genitalia rentan dengan terjangkitnya
bakteri selain pada anus. Untuk itu sangat penting untuk menjaga
kebersihan diri terutma alat genitalia supaya tidak terinfeksi bakteri
yang bias saja memicu terjadinya kista bartholini. Selain Kista
Bartholini, kurangnya kesadaran akan personal hygiene juga dapat
memicu terjadinya penyakit infeksi kelamin, seperti kanker
serviks.
e. Faktor genetic
Dalam tubuh kita terdapat gen-gen yang berpotensi memicu
kanker, yaitu protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya
makanan yang bersifat karsinogen, polusi atau terpapar zat kimia
tertentu karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi
onkogen yaitu gen pemicu kanker.
C. Tanda Dan Gejala
Pada saat kelenjar bartholini terjadi peradangan maka akan
membengkak, merah dan nyeri tekan. Kelenjar bartholini membengkak
dan terasa nyeri bila penderita berjalan dan sukar duduk (Djuanda, 2007).
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan akan tetapi kadang
dirasakan sebagai benda yang berat dan menimbulkan kesulitan pada
waktu koitus. Bila kista bartholini berukuran besar dapat menyebabkan
rasa kurang nyaman saat berjalan atau duduk. Tanda kista bartholini yang
tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi
vulva disertai kemerahan atau pambengkakan pada daerah vulva disertai
kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva (Amiruddin, 2004).
Adapun jika kista terinfeksi maka dapat berkenbang menjadi abses
bartholini dengan gajala klinik berupa (Amiruddin, 2004) :
1. Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik atau berhubungan seksual.
2. Umunnya tidak disertai demam kecuali jika terifeksi dengan organisem
yang ditularkan melaui hubungan seksual.
3. Pembengkakan pada vulva selam 2-4 hari.
4. Biasanya ada secret di vagina.
5. Dapat terjadi rupture spontan.
Tanda dan gejala yang dapat dilihat pada penderita kista bartolini
adalah:
1. Pada vulva : perubahan warna kulit,membengkak, timbunan nanah
dalam kelenjar, nyeri tekan.
2. Pada Kelenjar bartolin: membengkak, terasa nyeri sekali bila penderia
berjalan atau duduk,juga dapat disertai demam. Kebanyakkan wanita
penderita kista bartolini, datang ke rumah sakit dengan keluhan
keputihan dan gatal, rasa sakit saat berhubungan dengan pasangannya,
rasa sakit saat buang air kecil, atau ada benjolan di sekitar alat kelamin
dan yang terparah adalah terdapat abses pada daerah kelamin. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan cairan mukoid berbau dan bercampur
dengan darah
D. Patofisiologi
Kelenjar Bartholini terus menerus menghasilkan cairan, maka lama
kelamaan sejalan dengan membesarnya kista, tekanan didalam kista
semakin besar. Dinding kelenjar/kista mengalami peregangan dan
meradang. Demikian juga akibat peregangan pada dinding kista, pembuluh
darah pada dinding kista terjepit mengakibatkan bagian yang lebih dalam
tidak mendapatkan pasokan darah sehingga jaringan menjadi mati
(Setyadeng, 2010). Infeksi oleh kuman, maka terjadilah proses
pembusukan, bernanah dan menimbulkan rasa sakit. Karena letaknya di
vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri
menimbulkan rasa nyeri yang terkadang disertai dengan demam. Pasien
berjalan ibarat menjepit bisul di selangkangan (Djuanda, 2017).
E. Pemeriksaan penunjang
1. Pap smear Untuk mengetahui kemungkinan adanya kanker / kista
(mast, 2010)
2. Hitung darah lengkap Penurunan Hb (Hemaglobin) dapat
menunjukkan anemia kronis sementara penurunan Ht (Hematokrit)
menduga kehilangan darah aktif, peningkatan SDP (Sel darah putih)
dapat mengindikasikan proses inflamasi / infeksi.
3. CA 125 Titer CA 125 serum sering membantu membedakan antara
massa yang benigna dan maligna. Terutama pada pasien pasca
menopause.
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kista bartholini tergantung pada beberapa faktor
seperti gejala klinik nyeri atau tidak, ukuran kista, dan terinfeksi tidaknya
kista. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan ganguan tidak
perlu dilakukan tindakan apa-apa. Pada kasus jika kista kecil hanya perlu
diamati beberapa waktu untuk melihat ada tidaknya pembesaran
(Wiknjosastro, 2017).
Kista bartholini tidak selalu menyebabkan keluhan, akan tetapi
kadang-kadang dirasakan sebagai benda berat dan menimbulkan kesulitan
pada saat coitus. Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan
gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal ini perlu
dilakukan tindakan pembedahan, tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan
tetapi tindakan ini bisa menyebabkan perdarahan. Akhir-akhir ini
dianjurkan marsupisialisasi sebagai tindakan tanpa resiko dan dengan hasil
yang memuaskan. Pada tindakan ini setelah diadakan sayatan dan isi kista
dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit yang terbuka
pada sayatan Tapi kalau kistanya besar dan menyebabkan keluhan atau
terinfeksi menjadi bisul (abses) terapi definitifnya berupa operasi kecil
(marsupialisasi).
Marsupialisasi yaitu sayatan dan pengeluaran isi kista diikuti
penjahitan dinding kista yang terbuka pada kulit vulva yang terbuka.
Tindakan ini terbukti tidak beresiko dan hasilnya memuaskan. Insisi
dilakukan vertical pada vestibulum sampai tengah kista dan daerah luar
cincin hymen. Lebar insisi sekitar 1,5 – 3 cm, tergantung besarnya kista
kemudian kavitas segera dikeringkan. Kemudian dilakukan penjahitan
pada bekas irisan. Bedrest total dimulai pada hari pertama post operatif.
1. Konservatif
Sejumlah tindakan konservatif dapat dilakukan untuk membantu
meringankan secara sementara rasa nyeri yang berat sehubungan
dengan infeksi kelenjar atau saluran bartholini. Misalnya, anjurkan
pasien untuk mencuci vulva engan air hangat beberapa kali sehari.
Berikan obat analgesik jika diperlukan. Setelah mengambil kultur,
pertimbangkan untuk memberikan antibiotik spekttrum luas yang
efektif melawan organisme yang tersering ditemukan pada infeksi ini
seperti bakteri koliform, klamidia dan gonokokus.
2. Marsupialisasi
Kadang merupakan terapi terpilih untuk pasien dibawah umur 40 tahun
jika tidak di indikasi eksisi kista. Selain itu marsupialisasi ditujukan
untuk mencegah kekambuhan dimasa mendatang.
3. Mengeksisi Kista Bartholini
Pada saat ini jarang ada keperluan mengeksisi kista Bartholini kecuali
jika diduga karsinoma kelenjar Bartholini, eksisi bisa menjelaskan
diagnosis histologi. Kulit labium minus diinsisi dan tepi luka
ditegangkan. Kemudian dinding kistanya dikeluarkan secara tajam
dengan scalpel (Salim, 2009).
4. Kateter Word
Kateter word biasanya digunakan untuk penanganan kista saluran
bartolini dan abses. Batang karet kateter ini memiliki panjang 1 inchi
dan diameter no.10 french foley catheter. Balon kecil yang ditiup di
ujung kateter dapat menahan sekitar 3 ml larutan salin atau garam.
Setelah persiapan steril dan anestesi local, dinding kista atau abses
dijepit dengan forsep kecil, dan mata pisau no 11 digunakan untuk
membuat sayatan 5 mm (menusuk) kedalam kista atau abses. Sayatan
harus berada dalam introitus hymenalis eksternal terhadap daerah
dilubang saluran. Jika sayatan terlalu besar, kateter word akan jatuh
keluar. Setelah dibuat sayatan, kateter word dimasukkan, dan ujung
balon di kembangkan dengan 2-3 ml larutan garam yang disuntikkan
melalui pusat kateter yang memungkinkan balon kateter untuk tetap
berada di dalam rongga kista atau abses. Ujung bebas kateter dapat di
tempatkan dalam vagina. Untuk memungkinkan ephitelialisasi dari
pembedahan saluran di ciptakan, kateter word dibiarkan pada
tempatnya selama empat sampai enam minggu, meskipun
epithelialisasi dapat terjadi segera setelah tiga sampai empat minggu.
Jika kista bartolini atau abses terlalu dalam, penempatan kateter tidak
praktis, dan pilihan laian harus di pertimbangkan (Mast, 2010).
2. KONSEP EKSTIRPASI
A. Pengertian
Ekstirpasi adalah pengangkatan jaringan tumor beserta kapsulnya.
(Mangunkusumo, Endang, Buku Ajar Kesehatan, 2011)
B. Indikasi
1. Dapat menentukan diagnosa yang tepat
2. Mempercepat tindakan selanjutnya
C. KontraIndikasi
1. Menimbulkan infeksi pada daerah insisi
2. Proses penyembuhannya membutuhkan waktu
D. Tujuan
1. Tujuan Umum :
Mengetahui dan memahami tehnik instrumentasi Ekterpasi
2. Tujuan Khusus :
Sebagai acuan penerapan langkah-langkah perawat instrument untuk :
a) Mengatur alat secara sistematis di meja instrumen.
b) Memperlancar handling instrument.
c) Mempertahankan kesterilan alat – alat instrument selama operasi.
A. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1. Persiapan pasien
a. Surat persetujuan operasi
b. Lokasi insisi sudah ditandai
c. Pasien memakai gaun operasi yang disediakan
2. Persiapan lingkungan
No. Alat dan Bahan Jumlah
1. Lampu operasi Sesuai kebutuhan
2. Mesin Termocouter 1
3. Plat Diatermi 1
4. Meja Operasi 1
5. Meja Instrumen 1
6. Meja Mayo 1
7. Tempat Sampah 1

B. Persiapan alat
1) BPH (Bahan Habis Pakai)
No. Alat dan Bahan Jumlah
1. Handscoon steril Sesuai kebutuhan
2. Kassa steril 20
3. Kassa deppers 10
4. Mess 10/15 1/1
5. Premilin 3-0 1
6. Vicril 3-0 1
7. Cairan NS 0,9% 1000 ml 1
8. Sufratule 1
9. Spongstan 1
10. Bethadine 10% 250 cc
12. Hipafix Secukupnya
13 Alkohol 70% Secukupnya
14 Spuit disposible 3 cc/5 cc 1/1
15 Pehacain/lidocain 1/1 amp

2) Alat Non Steril


No. Alat dan Bahan Jumlah
1. Lampuoperasi Sesuai kebutuhan
2. Mesin Termocouter 1
3. Plat Diatermi 1
4. Meja Operasi 1
5. Meja Instrumen 1
6. Meja Mayo 1
7. Tempat Sampah 1
8. Mesin suction 1

3) Alat Steril
 Meja Mayo
No. Alat dan Bahan Jumlah
1. Handmess No. 3 1
2. Gunting jaringan / guntingbenang / 1/1/1
Metzeboum
3. Allis klem 1
4. Hak kombinasi 2
5. Doek klem 1
6. Pean sedang 1
7. Needle holder sedang 1
8. Pincet chirurgis (tissue forcep) sedang 2
9. Kom sedang/kom kecil (round bowl) 1/1
10. Bengko ksedang 1

 Meja Instrumen
No. Alat dan Bahan Jumlah
1. Doek besar 5
2. Doek sedang 5
3. Doek sedang berlubang 10
4. Doek kecil 7
5. Sarung mayo 1
6. Jas operasi 8
7. Handuk kecil 8
8. Nirbeken/bengkok/kidney trey 2
9. Kom besar 3
10. Kassa steril 1
11. ESU 1

C. Teknik Instrumentasi
SIGN IN
1. Perawat sirkuler mengatur posisi pasien (terlentang)
2. Perawat sirkuler memasang arde (pad) pada ekstremitas bawah
pasien/bagian tubuh yang berotot
3. Instrumentator melakukan scrubbing, memakai gaunoperasi dan
handscoon steril
4. Instrumentator membantu operator dan asisten operator, memberi handuk
kecil pada operator dan asisten untuk mengeringkan tangan, membantu
memakaikan gaun operasi pada operator dan asisten, juga memakaikan
handscooen steril pada operator dan asisten
5. Instrimentator memberikan chucing/round bowl yang berisi betadine dan
deppres + desinfektan klem pada asisten untuk mendesinfeksi daerah
operasi
6. Instrumentator memberikan duck sedang berlubang pada asisten untuk di
bentangkan di atas pasien dan posisi lubang nya berada pada area yang
akan dioperasi
7. Instrumentator memberikan doek kecil/sedang pada asisten untuk
menutupi area kaki pasien
8. Meja mayo didekatkan pada pasien, pasang cauter dan selang suction
dengan dijepitkan pada doek besar berlubang menggunakan towel klem
(doek klem)
TIME OUT
9. Beri kassa basah pada operator untuk operator membersihkan area yang
akan di insisi → beri kassa kering untuk mengeringkan area insisi
10. Beri spuit 3cc yang berisi pehacain / licodain 2 cc untuk operator
melakukan anestesi lokal → beri pincet chirurgis yang satunya diberikan
pada asisten
11. Operator akan menjepit kulit/tumor pasien dan bila pasien tidak merasa
nyeri/sakit instrumen memberikan mess no. 15 pada operator untuk insisi
12. Instrumen memberikan pean pada asisten dan kassa untuk asisten
membantu operator merawat perdarahan
13. Instrumen mendekatkan cauter pada asisten operator untuk merwat
perdarahan dan operator melebarkan jaringan jika diperlukan
14. Instrumen memberikan pean pada operator untuk operator membuka
jaringan lemak dan otot (jaringan ikat) sampai operator menemukan
jaringan tumor yang akan di insisi dan diambil untuk pemeriksaan
15. Sampai masa/jaringan tumor terlihat instrumen memberikan mess 15 pada
operator untuk operator menginsisi jaringan → instrumen memberikan
Allis klem pada operator untuk menjepit jaringan dan mengambil jaringan
tersebut
16. Setelah jaringan terangkat instrumen memberikan kassa pada operator,
pincet chirurgis dan pean pada asisten untuk membersihkan dan merawat
perdarahan
17. Instrumen memberikan spongstan pada operator untuk ditanamkan
padajaringan yang baru di insisi bertujuan menghentikan perdarahan
SIGN OUT
18. Beri benang vicril 3/0 dan Needle holder pada operator dan operator
menjahit lapis demi lapis jaringan → pinset anatomis, gunting benang dan
klem pean diberikan pada asisten
19. Beri benang premilin 3/0 dan Needle holder pada operator untuk operator
menjahit kulit → instrumen memberikan kassa basah pada asisten untuk
membersihkan luka (kassa yang di basahi dengan cairan NS 0,9%) →
keringkan dengan kassa kering
20. Tutup luka dengan sufratule → kassa kering → hipafix
21. Potongan jaringan di masukkan pada botol PA yang sudah di sediakan
oleh perawat sirkuler
22. Alat-alat instrumen di cuci, dikeringakan dan di inventariskan kembali →
di sterilkan
23. Instrumen mencatat BHP pada lembaran depo yang tersedia
24. Ruang operasi dibersihkan → di sinar
I. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Fokus
a. Wawancara Identitas klien, keluhan utama (nyeri), riwayat
obstetrik, riwayat ginekologi, riwayat perkawinan, pekerjaan,
pendidikan, keluhan sejak kunjungan terakhir, pengeluaran
pervaginam, riwayat kehamilan, riwayat persalinan.
b. Pemeriksaan Fisik (Head To Toe)
Tanda-tanda vital: Tekanan darah normal, nadi meningkat (> 100
x/mnt), suhu meningkat (> 370C), RR normal (16 – 20 x/mnt)
Genitalia: Nyeri pada area genitalia, adanya benjolan lunak dan
supel berisi cairan berwarna kuning dan berbau, adanya perubahan
warna kulit, udem pada labia mayor posterior, adannya
pengeluaran cairan pada kelenjar bartolini
c. Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan urin
 Pemeriksaan kultur cairan vagina
 Terapi
 Pemberian antibiotik spektrum luas
2. Pengkajian Keperawatan
a. Data biografi pasien
b. Riwayat kesehatan saat ini, meliputi : keluhan utama masuk RS,
faktor pencetus, lamanya keluhan, timbulnya keluhan, faktor yang
memperberat, upaya yang dilakukan untuk mengatasi, dan
diagnosis medik.
c. Riwayat kesehatan masa lalu, meliputi : penyakit yang pernah
dialami, riwayat alergi, imunisasi, kebiasaan merokok,minum kopi,
obat-obatan dan alcohol
d. Riwayat kesehatan keluarga
e. Pemeriksaan fisik umum dan keluhan yang dialami. Untuk pasien
dengan kanker servik, pemeriksaan fisik dan pengkajian keluhan
lebih spesifik ke arah pengkajian obstretri dan ginekologi, meliputi
 Riwayat kehamilan, meliputi : gangguan kehamilan, proses
persalinan, lama persalinan, tempat persalinan, masalah
persalinan, masalah nifas serta laktasi, masalah bayi dan
keadaan anak saat ini
 Pemeriksaan genetalia
 Pemeriksaan payudara
 Riwayat operasi ginekologi
 Pemeriksaan pap smear
 Usia menarche
 Menopause
f. Masalah yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi
 Kesehatan lingkungan/hygiene
 Aspek psikososial meliputi : pola pikir, persepsi diri, suasana
hati, hubungan/komunikasi, kebiasaan seksual, pertahanan
koping, sistem nilai dan kepercayaan dan tingkat
perkembangan.
g. Data laboratorium dan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain
 Terapi medis yang diberikan
 Efek samping dan respon pasien terhadap terapi
 Persepsi klien terhadap penyakitnya
3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan inkontinitus jaringan
sekunder
b. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (pembedahan)
c. Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan prosedur
invasif
d. Hipovolemia berhubungan dengan kekurangan cairan aktif
e. Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
f. Risiko Perdarhan berhubungan dengan tindakan pembedahan
4. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Keperawatan Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. Nyeri Akut b.d Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
kerusakan Setelah dilakukan tindakan Observasi
inkontinitus keperawatan selama waktu 1. Mengidentifikasi lokasi,
jaringan yang telah ditentukan, maka karakteristik, durasi, frekuensi,
sekunder tingkat nyeri menurun dengan kualitas, intensitas nyeri.
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi respon nyeri verbal
2. Gelisah menurun 4. Identifikasi faktor yang
3. Meringis menurun memperberat dan memperingan
4. Sikap protektif menurun nyeri
5. Kesulitan tidur menurun 5. Identifikasi pengetahuan dan
6. Frekuensi nadi membaik keyakinan tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh nyeri
terhadap kualitas hidup
7. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri.
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan
nyeri
3. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
2 Ansietas b.d Tingkat Ansietas Dukungan keyakinan
krisis situasional Setelah dilakukan asuhan Observasi
(pembedahan) keperawatan selama waktu 1. Identifikasi kesembuhan
yang telah ditentukan, jangka panjang sesuai kondisi
diharapakan tingkat ansietas klien
menurun dengan kriteria hasil: Terapeutik
1. Verbalisasi khawatir akibat 1. Berikan harapan yang realistis
kondisi yang dihadapi sesuai prognosis
cukup menurun 2. Fasilitasi pertemuan antara
2. Perilaku gelisah cukup keluarga dan tim kesehatan
menurun untuk membuat keputusan
3. Perilaku tegang cukup Edukasi
menurun 1. Jelaskan bahaya atau resiko
4. Frekuensi nafas cukup yang terjadi akibat keykinan
menurun negatif
5. Frekuensi nadi cukup Berikan penjelasan yang relevan
menurun dan mudah dipahami
6. Tekanan darah cukup
menurun
3 Gangguan Integritas Kulit dan Jaringan Perawatan Luka
integritas Setelah dilakukan tindakan Observasi
jaringan keperawatan selama waktu 1. Monitor karakteristik luka (mis.
b.d prosedur yang telah ditentukan, maka drainase, warna, ukuran, bau) .

Anda mungkin juga menyukai