Anda di halaman 1dari 28

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu ujung tombak dalam menjadi tolak ukur

kemajuan suatu bangsa. Semakin tinggi mutu pendidikan maka akan

meningkatkan sumber daya manusia sehingga dapat menciptakan generasi yang

unggul. Pengajaran dan pembelajaran menjadi salah satu peranan penting untuk

guru dalam pendidikan. Dalam UU Nomor 20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 tentang

Sistem Pendidikan Nasional RI, dinyatakan: “Pendidikan adalah usaha sadar dan

terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk mewakili

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia serta keterampilan diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan begitu penting karena hampir semua sikap, keterampilan,dan

pengetahuan yang dimiliki diperoleh melalui pendidikan. Peran guru lebih

diarahkan pada bagaimana guru merancang atau mengaransemen berbagai sumber

dan fasilitas yang tersedia untuk digunakan atau dimanfaatkan peserta didik dalam

mempelajari sesuatu. Guru sebagai tenaga pengajar membimbing siswa secara

langsung di kelas dan pihak sekolah sebagai fasilitator dalam penyelenggaraan

proses pembelajaran. Selain guru harus terampil dalam mengajarkan suatu materi,

guru juga harus mampu mengetahui karakter atau kondisi belajar yang disukai

oleh peserta didik, paling tidak guru harus mengetahui gaya belajar masing-

masing peserta didik agar pembelajaran dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
2

Pembelajaran dengan memperhatikan gaya belajar siswa juga perlu

dilakukan, agar interaksi antara guru dengan siswa dalam proses pembelajaran

dapat terjalin dengan baik dan komunikatif. Hal tersebut dapat dipenuhi apabila

guru mengetahui dan mengenali gaya belajar siswa. Peserta didik akan mudah

melakukan sesuatu dengan baik seperti berbagi pengetahuan dengan tenaga

pengajar yang memiliki gaya belajar yang sama dengan siswa, sebaliknya jika

tidak ada kesesuaian antara gaya mengajar guru dengan gaya belajar siswa, maka

siswa akan merasa bosan, tidak memperhatikan materi yang diajarkan, dan hasil

ujian rendah (Dewi dan Iskandar, 2011).

Gaya belajar peserta didik sangat menentukan bagaimana individu menerima

dan menyerap suatu pengetahuan sehingga siswa dapat menguasai suatu pelajaran

yang dipelajarinya. Gaya belajar yang menjadi perhatian dalam membantu peserta

didik untuk menyerap informasi dengan mudah, diantaranya terdapat 3 gaya

belajar yaitu gaya belajar visual (Visual Learners) menitik beratkan pada

ketajaman pengelihatan, gaya belajar auditori (Auditory Learners) mengandalkan

pada pendengaran untuk bisa memahami dan mengingatnya, dan gaya belajar

kinestetik (Kinesthetic Learners) mengharuskan individu yang bersangkutan

menyentuh sesuatu yang memberikan informasi tertentu agar ia bisa

mengingatnya.

Fisika adalah salah satu mata pelajaran dalam bidang pendidikan yang dapat

dipelajari dengan berbagai macam model dan metode pembelajaran. Hal ini

dikarenakan mata pelajaran fisika dapat membuat peserta didik dalam berpikir

logis, kritis dan kreatif untuk memecahkan berbagai persoalan dalam materi
3

Fisika. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang paling mendasar dari semua

cabang sains, karena berhubungan dengan perilaku dan struktur benda (Giancoli,

2001:1) Dalam mempelajari fisika diperlukan suatu proses berpikir karena fisika

pada hakikatnya berkenaan dengan stuktur dan ide abstrak yang disusun secara

sistematis dan logis melalui proses penalaran deduktif. Oleh karena itu dalam

mempelajari fisika kurang tepat bila dilakukan dengan cara menghafal, fisika

dapat dipelajari dengan baik yaitu dengan cara mengerjakan latihan-latihan dan

mulai berpikir bagaimana merumuskan masalah, merencanakan penyelesaian,

mengkaji langkah- langkah penyelesaian, membuat dugaan bila data yang

disajikan kurang lengkap, diperlukan sebuah kegiatan berpikir yang disebut

berpikir kritis Pembiasaan berfikir yang sistematis, logis, melatih imajinasi dan

membentuk ide akan mengembangkan kemampuan manusia dalam memecahkan

masalah kehidupan.

Melalui kemampuan berpikir kritis, kecerdasan kognitif yang dipunyai

peserta didik diduga dapat dilatih dan dikembangkan, serta peserta didik dapat

menghubungkan berbagai fakta atau informasi untuk membuat suatu prediksi

dengan pengetahuan yang dimilikinya. Oleh sebab itu, aspek berpikir kritis pada

pembelajaran dalam substansi fisika penting mendapat perhatian dalam

hubungannya pada tahapan jenjang pendidikan.

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan di SMA Negeri 8 Gowa

dengan melakukan wawancara kepada guru mata pelajaran fisika. Di mana tidak

semua peserta didik yang terlibat aktif dalam pembelajaran, karena ada sebagian

mereka yang lebih suka belajar mendengarkan pendidiknya berceramah/bercerita.


4

Karena setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Untuk itu,

peserta didik harus mengenali bagaimana gaya belajarnya sendiri agar mudah

untuk menerima pembelajaran. Selain itu pendidik juga harus mengenali gaya

belajar peserta didiknya agar nantinya pendidik dapat mempersiapkan strategi

yang cocok untuk diajarkan khususnya pada mata pelajaran fisika agar hasil

belajar peserta didik bisa maksimal. Dilihat dari data peserta didik di SMA Negeri

8 Gowa masih banyak yang memperoleh nilai rendah pada mata pelajaran fisika,

yang disebabkan oleh berbagai faktor, baik faktor internal maupun faktor

eksternal yang mempengaruhi hasil belajar fisika peserta didik.

Fakta yang terjadi dilapangan khususnya di SMA Negeri 8 Gowa, bahwa

kebanyakan peserta didik tidak mengetahui gaya belajar apa yang dominan pada

dirinya. Padahal, gaya belajar adalah kunci dalam mengembangkan kinerja pada

pekerjaan maupun di sekolah. Pemahaman tentang gaya belajar sangat penting

karena akan berguna dalam memaksimalkan penyerapan informasi.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merancang penelitian tentang

hubungan gaya belajar dengan keterampilan berpikir kritis di SMA Negeri 8

Gowa karena belum ada peneliti yang mengangkat penelitian yang dimaksud di

sekolah tersebut. Berdasarkan data yang diperoleh disekolah tersebut. Demi

mewujudkan paradigma diatas, maka peneliti berminat untuk melakukan suatu

penelitian mengenai “Hubungan Gaya Belajar dengan Keterampilan Berpikir

Kritis peserta didik pada pembelajaran Fisika kelas XI SMA Negeri 8 Gowa”.
5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, dapat dibuat rumusan masalah pada

penelitian ini yaitu “Bagaimana hubungan antara Gaya Belajar dengan

Keterampilan Berpikir Kritis peserta didik pada pembelajaran Fisika kelas XI

SMA Negeri 8 Gowa”.

C. Pertanyaan Penilitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka pertanyaan

penilitian ini yaitu “apakah ada hubungan antara Gaya Belajar dengan

Keterampilan Berpikir Kritis peserta didik pada pembelajaran Fisika kelas XI

SMA Negeri 8 Gowa”.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah “untuk mengetahui hubungan antara Gaya

Belajar dengan Keterampilan Berpikir Kritis siswa pada pembelajaran Fisika

kelas XI SMA Negeri 8 Gowa”.

E. Manfaat Penilitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka manfaat penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Dapat digunakan sebagai pengetahuan baru dalam mengetahui hubungan

gaya belajar dengan kemampuan berpikir kritis siswa .

2. Dapat menambah pengalaman dalam kegiatan penelitian memperoleh teori

baru, memecahkan masalah dan dapat digunakan sebagai referensi untuk

kegiatan dan pengembangan gaya belajar dan kemampuan berpikir kritis

terhadap pembelajaran fisika.


6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Pengertian Gaya Belajar

Belajar merupakan aktivitas individu dalam memperoleh informasi. Proses

belajar membuat individu mendapat pengetahuan baru. Tentunya, dalam

aktivitas memperoleh informasi tersebut individu memiliki gaya tersendiri yang

dianggapnya paling mudah untuk mencerna informasi. Hal ini kemudian disebut

dengan gaya belajar. Hasrul (2009: 2) berpendapat bahwa gaya belajar

merupakan suatu kombinasi dari proses seseorang menyerap dan kemudian

mengatur serta informasi. Gaya belajar bukan hanya berupa aspek ketika

menghadapi informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata tetapi juga

aspek pemrosesan informasi. Aspek lain adalah ketika merespon sesuatu atas

lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan konkret).

Gaya belajar banyak ditafsirkan oleh para ahli. Nasution (Kusumawati,

2018: 2) memiliki pandangan bahwa gaya belajar adalah cara yang konstan yang

dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap stimulus atau informasi, cara

mengingat, berpikir, dan memecahkan masalah soal. Kalsum (2017: 131)

menambahkan bahwa gaya belajar merupakan cara yang konsisten yang

dilakukan oleh seorang siswa dalam menangkap informasi, cara mengingat,


7

berfikir dan memecahkan masalah. Oleh karena itu, dengan mengetahui gaya

belajar yang terbaik bagi seorang siswa, diharapkan siswa akan meningkatkan

prestasi belajar dari siswa tersebut. Sejalan dengan itu, Duff dan Duffy’s

(Gantasala, 2017: 170) mengemukakan pendapatnya bahwa:

“Definition of learning styles is that they are the composite of cognitive

characteristics, affective and psychological factors that influence the way

individuals interact and respond to learning enviroments.”

Hal tersebut bermakna bahwa gaya belajar merupakan gabungan dari faktor

karakteristik kognitif, afektif dan psikologi siswa yang dapat mempengaruhi

interaksi dan respon individu (siswa) terhadap pembelajaran. Selain itu, Sarasin

(Fitriani, 2017: 19) berpendapat bahwa gaya belajar adalah pola perilaku

spesifik dalam menerima informasi baru, serta proses menyimpan informasi atau

keterampilan baru.

Berdasarkan pendapat para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa gaya belajar

merupakan cara termudah individu dalam menyerap informasi yang didapat.

Gaya belajar tiap individu dapat berbeda-beda. Seorang individu memiliki gaya

belajar tersendiri yang menurutnya adalah gaya belajar terbaik untuk mengolah

informasi yang didapatnya. Tiap gaya belajar juga akan mempengaruhi perilaku

aktivitas belajar bagi pebelajar yang menerapkannya.

2. Gaya Belajar VAK (visual, Auditorial, Kinestetik)

Gaya belajar terdiri dari berbagai jenis. Marno dan M. Indri (Fitriani, 2017:

19) mengemukakan tiga tipe belajar peserta didik: (1) visual, yakni dalam

belajar, peserta didik tipe ini lebih mudah belajar dengan cara melihat atau
8

mengamati. (2) auditori, yakni peserta didik lebih mudah belajar dengan

mendengarkan, dan (3) kinestetik, yakni dalam menerapkan pembelajaran

peserta didik lebih mudah belajar dengan melakukan/tindakan.

Sementara Gilakjani (2012: 105-106) membagi gaya belajar utama, yakni

visual, auditorial dan kinestetik. Pembelajaran tipe visual ini akan mudah belajar

jika terdapat visual gambar. Pembelajaran tipe auditorial akan mudah mengolah

informasi yang diperolehnya melalui sistem pendengaran. Pembelajaran ini akan

mendapat pengetahuan dari teks yang dibacakan secara nyaring di kelas.

Sementara itu, pembelajaran tipe kinestetik akan mudah belajar dengan

pendekatan aktif dalam gerakannya. Pembelajaran ini akan sangat baik

berinteraksi dengan dunia fisik.

Modalitas merupakan langkah-langkah bagaimana individu menyerap

informasi dengan mudah. DePorter (2010: 123) membagi modalitas belajar

menjadi 3 bagian. Modalitas yang dimaksud yakni modalitas visual, modalitas

auditorial, dan modalitas kinestetik. Hasrul (2009) memberikan ciri-ciri perilaku

yang merupakan kecenderungan belajar. Berikut ciri-ciri modalitas belajar:

a, Karakteristik Visual

1. Rapi dan teratur, yakni pada catatan yang dimiliki pebelajar. Hal ini karena

pebelajar sangat memperhatikan bentuk visual untuk menulis catatan.

2. Teliti terhadap detail, memperhatikan hal-hal yang terperinci mengenai

suatu materi.

3. Mementingkan penampilan, baik dalam hal pakaian maupun presentasi.

4. Mengingat dengan mudah sesuatu yang dilihat daripada yang didengar.


9

5. Pembaca cepat dan tekun.

6. Lebih suka melakukan demonstrasi daripada berpidato.

7. Lebih suka seni rupa daripada musik.

8. Kadang-kadang kehilangan konsentrasi ketika siswa ingin

memperhatikan.

b. Karakteristik Auditorial

1. Menggerakkan bibir dan mengucapkan tulisan di buku ketika membaca.

2. Senang membaca dengan suara nyaring.

3. Dapat mengulangi kembali dan menirukan nada, birama, dan warna suara.

4. Merasa kesulitan untuk menulis, tetapi hebat dalam bercerita.

5. Berbicara dengan irama yang terpolah.

6. Biasanya suka musik daripada seni rupa.

7. Belajar dengan mendengarkan dan mengingat hal-hal yang didiskusikan.

8. Suka berbicara, suka berdiskusi dan menjelaskan sesuatu dengan panjang

lebar.

c. Orang-orang Kinestetik

1. Berbicara dengan perlahan.

2. Menanggapi perhatian fisik.

3. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang.

4. Selalu berorientasi pada fisik dan banyak gerak.

5. Belajar melalui memanipulasi dan praktik.

6. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat.

7. Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama.


10

8. Tidak dapat mengingat lokasi, kecuali jika mereka memang telah pernah

berada di tempat itu.

Karakeristik perilaku seseorang dengan gaya belajar tertentu dikemukakan

oleh Uno (2010: 181). Beliau menjabarkan bahwa karakteristik individu yang

menerapkan gaya belajar visual yakni: 1) kebutuhan melihat sesuatu secara

visual untuk mengetahuinya atau memahaminya, 2) memiliki kepekaan yang

kuat terhadap warna, 3) memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah

artistik, 4) memiliki kesulitan dalam berdialog secara langsung, 5) terlalu reaktif

terhadap suara, 6) sulit mengikuti anjuran lisan,

Gaya belajar auditorial merupakan gaya belajar yang menitikberatkan pada

indera pendengaran. Seseorang dengan gaya belajar auditorial memiliki

beberapa karakteristik di antaranya: 1) semua informasi hanya dapat diserap

melalui pendengaran, 2) memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam

bentuk tulisan secara langsung, 3) memiliki kesulitan menulis ataupun membaca.

Seseorang yang menerapkan gaya belajar kinestetik/tactual juga memiliki

beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut di antaranya: 1) menempatkan

tangan sebagai alat penerima informasi utama agar dapat mengingatnya, 2)

hanya dengan memegang dapat menyerap informasinya tanpa harus membaca

penjelasannya, 3) termasuk orang yang tidak bisa/tahan duduk terlalu lama untuk

mendengarkan pelajaran, 4) memiliki kemampuan mengoordinasikan sebuah tim

dan kemampuan mengendalikan gerak tubuh.

Berdasarkan pendapat para ahli, dapat peneliti simpulkan bahwa gaya

belajar memiliki beberapa jenis. Gaya belajar tersebut di antaranya visual,


11

auditorial, dan kinestetik. Pada pebelajar visual, peserta didik mengedepankan

indera penglihatan. Pada pebelajar auditorial, peserta didik mengedepankan

indera pendengaran. Pada pebelajar kinestetik, siswa mengedepankan gerakan

fisik.

3. Kemampuan Berpikir Kritis

Sikap kritis memiliki kaitan erat dengan kritik. Istilah “kritik” berasal dari

bahasa Yunani, krinein. Secara harfiah krinein berarti : memisahkan atau

merinci. Sikap kritis merupakan kecenderungan sikap yang tidak mudah

percaya. Seseorang yang bersikap kritis akan selalu berusaha menemukan

kesalahan atau kekeliruan serta tajam dalam melakukan analisis (Saptono,

2011:131). Menurut Krulik dan Rudnick (dalam Fatmawati, dkk., 2014), secara

umum, keterampilan berpikir terdiri atas empat tingkat yaitu: menghafal (recall

thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative

thinking).

Keterampilan berpikir kritis merupakan pengaturan diri dalam memutuskan

sesuatu yang terdiri dari interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi, maupun

pemaparan menggunakan suatu bukti, konsep, metodologi, kriteria, atau

pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar penarikan kesimpulan/pernyataan

(Facione, 1991). Berpikir kritis merupakan suatu proses yang bertujuan agar kita

dapat membuat keputusan-keputusan yang masuk akal (Ennis, 1993).

Keterampilan berpikir kritis sendiri merupakan potensi intelektual yang dapat

dikembangkan melalui proses pembelajaran (Zubaidah & Corebima, 2011).

Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa kemampuan


12

berpikir kritis adalah kemampuan memperoleh kesimpulan yang tepat dengan

didasarkan pada pemikiran yang sistematis dan beralasan sehingga mampu

memberikan banyak alternatif dari setiap hasil pemikirannya.

Pemahaman terhadap keterampilan berpikir kritis siswa dapat digunakan

oleh guru dalam merancang dan menentukan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai, sehingga perlu kiranya bagi guru untuk memantau perkembangan

keterampilan berpikir kritis siswa. Peran guru dalam paradigma pembelajaran di

era global adalah sebagai mediator dan fasilitator, dan diantara tugasnya adalah

memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah proses berpikir siswa

berkembang atau tidak, termasuk didalammya adalah keterampilan berpikir kritis

(Lambertus, 2009).

Siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis yang baik

diharapkan memiliki kemampuan kognitif yang baik pula. Hal tersebut sangat

membantu siswa untuk dapat berinteraksi dengan lingkungan dan masyarakat.

Keterampilan berpikir kritis dalam kehidupan seseorang baik dalam kehidupan

pribadi maupun dalam bermasyarakat, maka berpikir kritis dianggap penting

untuk dikembangkan di sekolah pada setiap jenjang, untuk menciptakan dan

menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan kognitif yang baik dalam

mengikuti proses pembelajaran (Haryani, 2012). Seseorang dikatakan berpikir

kritis dapat dilihat dari beberapa indikator. Indikator kemampuan berpikir kritis

yang dikembangkan Facione diuraikan menjadi beberapa subskill seperti pada

Tabel I (Fithriyah, 2016:583).

Tabel. I Aspek keterampilan berpikir kritis Facione


13

NO Indikator berpikir kritis


Keterangan
yang dicapai

1 Interpretasi memahami suatu makna dari suatu hal, terdorong untuk


memahami masalah yang diberikan
2 Analisis memahami lebih dalam suatu hal dapat melalui data,
informasi dll,
3 Inferensi
menarik kesimpulan dari pengumpulan data dan informasi
4 Evaluasi
menilai kredibilitas dari kesimpulan yang dihasilkan
5 Penjelasan
menyatakan kebenaran, alasan, serta bukti
6 Pencocokan
pencocokan sebagai tahap akhir yakni validasi

Kemampuan berpikir dapat terlihat dari perilaku kognitif seseorang berupa

keterampilan yang dapat diamati/manifest maupun yang tidak dapat

diamati/latent (Susetyo, 2015:19). Wujud dari kemampuan kognitif seseorang

yaitu berupa pemahaman informasi, pengelolaan gagasan, penilaian terhadap

informasi atau perilaku. Ranah kognitif taksonomi Bloom saat ini telah direvisi

tingkatan-tingkatanya. Taksonomi Bloom hanya mempunyai satu dimensi,

sedangkan taksonomi revisi memiliki dua dimensi, yaitu proses kognitif dan

pengetahuan. Adapun ranah kognitif taksonomi Bloom disajikan dalam Tabel II

(Airasian, 2010: 100-102).

Tabel. II Kategori dan proses kognitif dalam pembelajaran

NO Kategori Proses Kognitif Definisi


1 Mengingat -Mengenali Menempatkan pengetahuan dalam memori jangka
panjang yang sesuai dengan pengetahuan tersebut
-Mengambil Mengambil pengetahuan yang relevan dari memori
jangka panjang
2 Memahami -Menafsirkan Mengubah satu bentuk gambaran ke bentuk lain
-Mencontohkan Menemukan contoh ilustrasi tentang konsep dan
prinsip
-Mengklasifikasikan Menentukan sesuatu dalam satu kategori
-Merangkum Mengabstraksikan tema atau poin-poin pokok.
-Menyimpulkan Membuat kesimpulan yang logis dari informasi yang
diterima.
-Membandingkan Menentukan hubungan antara dua ide, objek, dan
14

semacamnya.
-Menjelaskan Membuat model sebab-akibat dalam sebuah sistem.
3 Mengaplikasikan -Mengeksekusi Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang familier
-Mengiplementasikan Menerapkan suatu prosedur pada tugas yang tidak
familier
4 Menganalisis -Membedakan Membedakan bagian materi pelajaran yang
relevan dari yang tidak relevan, bagian yang
penting dari yang tidak.
-Mengorganisasikan Menentukan bagaimana elemen-elemen bekerja
atau berfungsi dalam sebuah struktur.
-Mendekonstruksi Menentukan sudut pandang, bias, nilai, atau
maksud dibalik materi pelajaran.
5 Mengevaluasi -Memeriksa Menentukan inkonsistensi atau kesalahan dalam
suatu proses atau produk; menentukan apakah suatu
proses atau produk memiliki konsistensi internal;
menemukan efektivitas suatu prosedur yang sedang
dipraktikan
-Menilai Menemukan inkonsistensi antara suatu produk dan
kriteria eksternal; menentukan apakah suatu produk
memiliki konsistensi eksternal; menemukan
ketepatan suatu prosedur
6 Mencipta -Merumuskan Membuat hipotesis-hipotesis berdasarkan kriteria.
Misalnya dengan membuat hipotesis tentang sebab-
sebab terjadinya sutu fenomena.
-Merencanakan Merencanakan prosedur untuk menyelesaikan suatu
tugas. Misalnya, membuat proposal penelitian
tentang topik sejarah tertentu.
-Mengkonstruksi Menciptakan suatu produk, misalnya membuat
habitat untuk spesies tertentu demi suatu tujuan.

B. Kerangka Pikir

DePorter dan Hernacki (2010) menyebutkan bahwa gaya belajar seseorang

adalah kombinasi bagaimana ia menyerap, dan kemudian mengatur serta

mengolah informasi. Ghufron dan Risnawita (2012) mendefinisikan gaya belajar

sebagai cara-cara yang lebih disukai dalam melakukan kegiatan berpikir,

memproses, dan mengerti suatu informasi. Lehmann dan Ifenthaler (2012)

menyatakan bahwa gaya belajar merupakan cara belajar yang khas bagi siswa.

Cara yang khas ini bersifat individual yang sering kali tidak disadari oleh siswa

yang setelah terbentuk akan cenderung bertahan dalam waktu yang lama. Cara

belajar yang khas ini mempengaruhi kemampuan peserta didik untuk memahami
15

dan menyerap pelajaran (Riyanto, 2010). Dengan demikian, dapat dikatakan

bahwa gaya belajar merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

kemampuan berpikir kritis siswa, hal ini dikarenakan gaya belajar berpengaruh

terhadap bagaimana siswa berpikir dan menyelesaikan masalah atau soal. Hal ini

sejalan dengan pendapat Nurbaeti et al. (2015) yang menyebutkan bahwa

terdapat hubungan secara po sitif antara gaya belajar dengan keterampilan

berpikir kritis siswa. Ghofur et al. (2016) juga menyebu kan bahwa gaya belajar

juga menjadi faktor pendorong untuk mencapai keterampilan berpikir kritis.

Gaya belajar penting dipelajari karena dapat menunjang keberhasilan siswa

dalam belajar. Jika siswa sudah mengetahui gaya belajar yang sesuai, maka akan

mudah bagi siswa untuk mendapat prestasi yang baik karena siswa akan nyaman

dengan gaya belajar tertentu. Selain itu, dengan mengetahui gaya belajar maka

akan membantu siswa menjadi seorang problem solver (pemecah masalah) yang

baik (Gilakjani, 2012: 109).

Guru perlu mengetahui gaya belajar siswa untuk mempertimbangkan cara

mengajar yang tepat yang dapat diterima dengan mudah oleh siswa. Bire (2014:

169) berpendapat bahwa guru dengan penggunaan gaya belajar yang dibatasi

hanya dalam satu bentuk, terutama yang bersifat verbal atau dengan jalur

auditorial, tentunya dapat menyebabkan ketimpangan dalam menyerap

informasi. Oleh karena itu, dalam kegiatan belajar, siswa perlu dibantu dan

diarahkan untuk mengenali gaya belajar yang sesuai dengan dirinya sehingga

tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.

Penelitian terkait kemampuan berpikir kritis dan gaya belajar secara terpisah
16

telah banyak dilakukan sebelumnya. Penelitian yang menganalisis kemampuan

berpikir kritis di antaranya dilakukan oleh Nuryanti et al. (2018) yang

menunjukkan bahwa hasil analisis kemampuan berpikir kritis siswa rendah

sehingga masih perlu dilatihkan lebih lanjut agar dapat ditingkatkan. Widodo et

al. (2019) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari 24 peserta hanya

terdapat dua mahasiswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi. Sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh Agustinasari dan Endang Susilawati

(2018), pemanfaatan potensi lokal yang diintegrasikan dalam pembelajaran fisika

menjadikan pembelajaran lebih kontekstual dan bermakna serta dapat mengasah

keterampilan berpikir kritis peserta didik. Bire et al. (2014) dalam penelitiannya

menemukan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antara gaya belajar

(visual, auditorial, dan kinestetik) terhadap prestasi belajar.

Bertolak dari hasil penelitian sebelumnya, peneliti bermaksud untuk

menggabungkan unsur kemampuan berpikir kritis dan gaya belajar siswa dalam

sebuah penelitian. Hal tersebut didasarkan oleh hasil penelitian Ghofur et al.

(2016) yang menyatakan bahwa gaya belajar juga menjadi faktor pendorong

untuk mencapai keterampilan berpikir kritis. Kebaruan dari penelitian ini yaitu

analisis kemampuan berpikir kritis difokuskan pada aspek berpikir kritis kognitif

yang ditinjau dari tipe gaya belajar siswa (visual, auditorial, dan kinestetik). Hal

tersebut diharapkan akan memberikan pengetahuan baru untuk guru dalam

menyiapkan model pembelajaran yang ideal dengan melihat karakteristik siswa.

Secara kritis pengetahuan guru yang lebih terhadap kemampuan siswa dalam

berpikir kritis ketika menyelesaikan permasalahan fisika lebih berpotensi untuk


17

menyiapkan pembelajaran dan menyiapkan siswa lebih produktif dalam belajar

fisika dimasa yang akan datang. Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan gaya belajar dengan kemampuan

berpikir kritis peserta didik pada pembelajaran fisika.

Penyebaran Angket Gaya


Belajar VISUAL

Pengelompokkan Gaya Belajar


AUDITORIAL

Tes Kemampuan Berpikr Kritis


berdasarkan Gaya Belajar Peserta
KINESTETIK
Didik

Kuantitatif Korelasional

Terdapat hubungan antara gaya belajar


dengan keterampilan berpikir kritis
peserta didik pada pembelajaran fisika

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Berdasarkan uraian yang terdapat dalam latar belakang maupun kerangka pikir,

dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis sebagai berikut yaitu,

H 0 : ρ=0

Ha : ρ ≠ 0

1. H 0 : Berlaku jika tidak ada Hubungan Antara Gaya Belajar dengan kemampuan

berpikir kritis peserta didik pada pembelajaran fisika kelas XI SMAN 8 Gowa.
18

2. H a : Berlaku jika ada Hubungan Antara Gaya Belajar dengan kemampuan

berpikir kritis peserta didik pada pembelajaran fisika kelas XI SMAN 8 Gowa

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian, jenis penelitian ini

adalah penelitian kuantitatif menggunakan metode penelitian survei dengan

analisis korelasional, yaitu suatu penelitian yang bertujuan mencari hubungan atau

pengaruh dari dua variabel atau lebih.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 8 Gowa pada semester ganjil

tahun ajaran 2022/2023.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain

penelitian survei. Desain penelitian survei yaitu prosedur penelitian kuantitatif

yang dilakukan untuk memperoleh mendeskripsikan sikap, perilaku, dan

karakteritik dari populasi yang diperoleh. Jenis survei yang digunakan adalah

cross sectional survey design yaitu desain penelitian yang mengumpulkan data

pada satu waktu kepada sampel (Creswell, 2012).


19

Keterangan

X = Gaya Belajar

Y = Kemampuan Berpikir Kritis

D. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMAN 8 Gowa

jurusan IPA. Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu teknik

random sampling.

E. Definisi Operasional Variabel

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel

terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah gaya belajar dan variabel

terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kritis. Berikut merupakan

definisi operasional variabel dalam penelitian ini:

1. Gaya belajar adalah suatu strategi yang diterapkan peserta didik atau

mahasiswa untuk memperdalam ilmu atau pelajaran yang mereka dapatkan

di sekolah. Gaya belajar juga merupakan cara yang digunakan seorang

peserta didik dalam bereaksi dan dalam mengunakan kemampuannya pada

proses belajar. Ada 3 macam gaya belajar berdasakan preferensi sensori,

yaitu: visual, auditorial dan kinestik. Gaya belajar visual adalah gaya belajar

yang mengandalkan penglihatan untuk memahami informasi. Gaya belajar

auditorial adalah gaya belajar yang mengandalkan pendengaran untuk


20

memahami informasi. Gaya belajar kinestetik adalah gaya belajar yang

mengandalkan sentuhan atau praktek secara langsung untuk dapat

memahami informasi.

2. Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan seseorang dengan cara

berpikir mendalam dan logis mengenai sebuah permasalahan berdasarkan

informasi yang relevan. Kemampuan yang dimiliki seseorang dalam

merumuskan suatu masalah, menganalisis masalah, mengevaluasi masalah

dan mengungkapkan suatu hal disertai bukti dan fakta yang jelas serta sikap

terbuka terhadap berbagai kemungkinan yang ada sehingga dapat

dipertanggungjawabkan. Proses tersebut akan mendorong munculnya

pemikiran-pemikiran baru. Adapun 6 indikator yang digunakan yaitu

Interpretasi, analisis, inferensi, evaluasi, penjelasan, dan pencocokan.

F. Instrumen Penelitian

1. Angket Gaya Belajar

Instrumen ini bertujuan untuk memperoleh informasi dari responden tentang

gaya belajar siswa yaitu berupa pernyataan yang akan menentukan gaya belajar

apa yang paling dominan dalam diri siswa berdasarkan karakter yang dimiliki

siswa tersebut.

2. Soal Tes Kemampuan Berpikir Kritis

Instrumen ini bertujuan untuk memperoleh informasi dari responden tentang

kemampuan berpikir siswa yaitu berupa pernyatan yang mengambarkan diri

siswa. Dari pernyataan yang dijawab akan mendiskripsikan seberapa besar

kemampuan berpikir siswa tersebut. Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini
21

adalah soal tes untuk mengetahui berpikir kritis dalam memecahkan masalah

fisika. Soal ini disusun oleh peneliti sendiri berupa satu masalah uraian yang

didasarkan pada indikator berpikir kritis.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur Penelitian Prosedur penelitian mengenai proses berpikir siswa

dibagi menjadi tiga tahapan yang akan dijelaskan sebagai berikut:

1) Tahap Persiapan

a. Melakukan observasi awal untuk mengetahui jumlah kelas, dan gambaran

umum tentang proses pembelajaran peserta didik

b. Menyampaikan surat izin permohonan untuk melakukan penelitian

c. Menyiapkan instrumen yang dibutuhkan untuk penelitian

d. Melakukan validasi ahli terhadap instrumen penelitian

2) Tahap pelaksanaan

a. Mengadakan pretest

b. Memberikan angket gaya belajar kepada siswa.

c. Peneliti menetapkan subjek penelitian

d. Memberikan tes kemampuan pemecahan masalah

3) Tahap akhir

a. Menganalisis data, membahas dan menyimpulkan

b. Membuat laporan penelitian

H. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan

metode kuisioner dan tes.


22

1. Kuisioner

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan metode kuesioner. Metode kuesioner ini juga sering disebut dengan

angket di mana dalam kuesioner tersebut terdapat beberapa pertanyaan yang

berhubungan erat dengan masalah penelitian yang hendak dipecahkan, disusun

dan disebarkan ke responden untuk memperoleh informasi di lapangan. Kuesioner

merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi

seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk

dijawabnya (Sugiyono, 2011). Angket ini digunakan untuk mengetahui dan

mengelompokkan data gaya belajar siswa visual, auditorial, dan kinestetik. Jenis

angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, yaitu angket

yang telah disediakan dengan jawabannya sehingga responden memilih jawaban

yang sudah disediakan. Selanjutnya, dipilih siswa dengan kecenderungan gaya

belajar yang memperoleh nilai terbesar atau yang mendekati skor maksimum tiap

gaya belajar. Langkah-langkah penyusunan kuisioner (angket) gaya belajar :

1) Menyusun materi yang akan digunakan untuk kuisioner

2) Menyusun kisi-kisi kuisioner (angket)

3) Membuat kuisioner (angket)

4) Menentukan cara pemberian skor dengan Sangat S = 4, Setuju = 3, Kurang

Setuju = 2, Tidak Setuju = 1

2. Tes

Tes dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui seberapa jauh

pemahaman dan kemampuan berpikir kritis siswa terhadap materi. Tes merupakan
23

salah satu cara mengumpulkan data untuk mengetahui perubahan yang terjadi

pada siswa setelah adanya perlakuan tindakan. Tes dalam penelitian ini digunakan

untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman dan kemampuan berpikir kritis siswa

terhadap materi setelah dilaksanakannya tindakan. Tes berupa soal cerita yang

terdiri dari 2 soal. Hasil tes digunakan sebagai data mengenai bagaimana

kemampuan berpikir kritis siswa secara individu. Hasil tes juga digunakan sebagai

kontrol apakah kemampuan berpikir kritis yang terlihat pada saat diskusi.

I. Teknik Analisis Data

Analisis data angket siswa dilakukan dengan cara menghitung skor tiap item

yang sudah ditentukan. Skor tiap gaya belajar visual, auditorial, dan kinestetik

dijumlahkan semua sesuai dengan data yang didapat, skor yang tertinggi

merupakan kecenderungan gaya belajar siswa. Setiap siswa memiliki

kecenderungan ke salah satu tipe gaya belajar, tetapi tetap ada kombinasi diantara

ketiga gaya belajar tersebut. Pada penelitian ini yang diambil adalah

kecenderungan siswa pada salah satu tipe gaya belajar. Analisis lembar jawaban

dan hasil wawancara siswa, peneliti menggunakan metode analisis data Miles dan

Huberman (1992) yang meliputi reduksi data, penyajian data, dan penarikan

kesimpulan.

Tahapan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi:

1) Reduksi Data

Proses reduksi data berarti merangkum, memilih, dan memfokuskan pada hal-

hal yang penting. Data yang terkumpul dalam penelitian ini baik dari lembar

jawaban dan wawancara dipilah kemudian data yang tidak diperlukan dieliminasi.
24

2) Penyajian Data

Penyajian data ini dilakukan dengan menyusun informasi-informasi yang

diperoleh terkait dengan penelitian kedalam bentuk tulisan. Data yang disajikan

berupa hasil dari soal tes yang telah diberikan oleh peneliti dalam menyelesaikan

masalah fisika, serta hasil wawancara sebagai penguat hasil tes tersebut. Data

disajikan dalam bentuk poin-poin penting berupa kata-kata dan bahasa dari hasil

penelitian yang nantinya akan digunakan sebagai bahan penarikan kesimpulan.

3) Penarikan Kesimpulan

Proses paling akhir dalam analisis data adalah penarikan kesimpulan. Sesuai

dengan jenis dan pendekatan penelitian yaitu kesimpulan dari penelitian ini

berupa kata-kata yang dijelaskan sesuai dengan hasil yang diperoleh selama

penelitian dengan menunjukkan bukti hasil tes yang telah dilakukan oleh siswa.

Selain itu, untuk membeberkan gambaran dari hasil penelitian maka teknik

analisis data yang digunakan antara lain dengan teknik analisis data secara

deskriptif dan statistik. Ada dua tahapan dalam mengolah data, yaitu:

1. Tahapan pertama (pengolahan data)

Penerapan data sesuai dengan pendekatan penelitian yaitu pengolahan data

dengan menggunakan rumus yang ada sesuai dengan pendektan penelitian yang

diambil. Setelah data diolah dimasukkan kedalam tabel, selanjutnya adalah

menganalisis atau menguji data tersebut dengan analisis kuantitatif atau statistik.

2. Tahap kedua (Analisis data)

Analisis data dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap deskripsi, tahap uji

persyaratan analisis, dan tahap pengujian hipotesis.


25

a. Tahap Deskripsi

Data Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap deskripsi data adalah

menyiapkan data, yaitu data tentang untuk selanjutnya di proses dengan bantuan

program komputer (SPSS).

b. Tahap Pengujian Persyaratan

Tahap pengujian persyaratan analisis data dalam penelitian ini pertama data di

uji normalitas dan homogenitasnya. Kalau data sudah normal dan homogenya

maka selanjutnya data di uji validitas dan reliabilitasnya. Persyaratan analisis

statistik parametrik adalah uji normalitas dan homogenitas.

1) Uji Validitas

Uji validitas yang dipakai adalah validitas internal. Untuk menguji validitas

tiap item intrumen adalah dengan menkorelasikan antara skor-skor tiap item

dengan skor total keseluruhan instrumen. Item dikatakan valid jika r hit > rtab dan

sebaliknya. Untuk mengetahui validitas instrumen pada penelitian ini digunakan

program SPSS 20.0 for windows.

Dengan rumus :

nƩxy−(Ʃx)( Ʃy)
r xy=
√{nƩ x2− ( Ʃx )2 }{nƩy2−¿ ¿
Keterangan:

r xy = koefisien korelasi antara x dan y

n = jumlah subjek

x = skor item

y = skor total
26

Ʃx = jumlah skor item

Ʃy = jumlah skor total

Ʃ x 2 = jumlah kuadrat skor item


2
Ʃ y = Jumlah kuadrat skor total

2) Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas yang dipakai adalah reliablitas internal. Yaitu menganalisis

data dari satu kali uji. Teknik yang dipakai antara lain adalah teknik belah dua

(split-half-methode) dengan rumus Spearman-Brown:

2 x r xy
r xx =
2+r xy

Caranya terlebih dahulu angket dibagi menjadi dua bagian, misalnya ganjil genap.

Setelah itu dilanjutkan dengan perhitungan dengan SPSS 20.0 for windows.

Dengan rumus:

K ƩS j2
α = K−1 (1- 2
¿
Sx

Keterangan:

α = koefisien reliabilitas alpha

k = jumlah item

Sj = varian responden untuk item 1

Sx = jumlah varian skor total

Setelah data valid dan reliabel, maka selanjutnya data akan dimasukkan dalam

rumus regresi ganda.

3) Uji Normalitas
27

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data

yang didapatkan mengikuti atau mendekati hukum sebaran baku Gauss. Disini

peneliti menggunakan uji kolmogorofsmirnov satu sampel dengan SPSS 20.0 for

windows untuk menguji normalitas.

4) Uji Linearitas

Uji linieritas ini dimaksudkan untuk mengetahui linier tidaknya hubungan

masing-masing variabel. Uji ini digunakan sebagai prasyarat dalam analisis

korelasi maupun regresi linier. Pengujian menggunakan SPSS dengan

menggunakan Test Of Linearity pada taraf signifikansi 0,05. Dua variabel

dikatakan mempunyai hubungan yang linier bila signifikansi (Linearity)

kurangdari 0,05.

5) Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk mengetahui varian antara kelompok yang di

uji berbeda atau tidak, variansinya homogen atau heterogen. Data yang

diharapkan adalah homogen. dalam penelitian ini data di uji homogenitasnya

dengan menggunakan One-Way ANOVA dengan SPSS 20.0 for windows.

Untuk mendapat data yang akurat maka intrumen angket yang dipakai harus di

uji validitas dan reliablitasnya. Uji validitas yang digunakan untuk mendapatkan

validitas yang tinggi dari instrumen, sehingga bisa memenuhi persyaratan.

Sedangkan uji reliablitasnya dilakukan guna memperoleh gambaran yang tetap

mengenai apa yang diukur.


28

Anda mungkin juga menyukai