Anda di halaman 1dari 73

PENGARUH PROGRESSIVE MUSCLE RELAXATION DAN

DEEP BREATHING TERHADAP PENURUNAN TEKANAN


DARAH PADA PASIEN DENGAN HIPERTENSI
DI POLINDES PALENGGIYAN

PROPOSAL

OLEH :

NAMA : Nawari
NPM : 2019020100068

PROGRAM STUDI S1 TEHNEK INFORMATIKA


UNIVERSITAS ISLAM MADURA
2022
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik

lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolnya lebih dari sama dengan 90

mmHg. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan

darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat

menimbulkan komplikasi, oleh sebab itu perlu dideteksi dini yaitu dengan

pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Zainaro et all, 2021). Hipertensi

menjadi masalah dibanyak Negara karena meningkatnya prevalensi,

banyaknya kasus yang belum mendapatkan pengobatan maupun yang sudah

diobati tetapi tekanan darahnya belum mencapai target, serta komplikasi

hipertensi yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas (Sudoyo et all, 2018).

Faktor risiko yang menyebabkan hipertensi antara lain usia, riwayat

keluarga, kebiasaan gaya hidup tidak sehat seperti merokok, diet berlemak,

kurang olahraga, jenis kelamin, dan stres psikologis (Rahayu at all, 2020).

Manifestasi klinisnya antara lain sakit kepala, pusing/migrain, rasa berat di

leher, gangguan tidur, lemas, dan mudah lelah (Asikin et al, 2016). Dimana

sakit kepala adalah kondisi yang sering dialami pasien, dan paling

mengganggu aktivitas.

Dampak hipertensi dapat menjadi ancaman serius bila tidak ditangani.

Tekanan darah tidak terkontrol akan mengakibatkan stroke, infark miokard,

gagal ginjal, ensefalopati, dan kejang (Tambayong, 2010). Inilah yang terjadi
pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena

arteriosklierosis (Triyanto, 2014). Penyempitan pembuluh darah akibat

hipertensi dapat menyebabkan berkurangnya suplai darah dan oksigen ke

jaringan yang akan mengakibatkan mikroinfark pada jaringan. Komplikasi

berat hipertensi adalah kematian karena obstruksi dan rupturnya pembuluh

darah otak (Price & Wilson, 2006) dalam Sumartini dan Suranti, 2019.

Kementrian Kesehatan (2018) menyatakan bahwa di indonesia terjadi

peningkatan prevalensi hipertensi dari 25,8% tahun 2013 menjadi 34,1 pada

tahun 2018 (Zainaro et all, 2021). Berdasarkan hasil Riskesdas 2018,

prevalensi penduduk dengan tekanan darah tinggi di Jawa Timur sebesar

36,3% (Profil Dinkes Jawa Timur, 2021). Hipertensi di Kabupaten Sampang,

persentase hipetensi sebesar 82,5% atau sekitar 208.652 penduduk, dengan

proporsi laki-laki sebesar 80,9% dan perempuan sebesar 84% (Profil Dinkes

Sampang, 2019).

Dari hasil studi pendahuluan yang di lakukan pada bulan oktober 2022 di

wilayah kerja polides palenggiyan didapatkan hasil bahwa dari 10 responden

yang mengalami tekanan darah tinggi (hipertensi) sebanyak 7 orang (70%)

dengan rata-rata tekanan darah 120–170 mmHg sedangkan 3 orang dari 10

responden (30%) memiliki tekanan darah normal yaitu 110-120 mmHg.

Hipertensi dapat di atasi dengan pengobatan farmakolgi dan

nonfarmakologi, pengobatan farmakologi dapat menggunakan obat anti

hipertensi seperti Golongan diuretik, golongan betabloker, golongan antagonis

kalsium, dan golongan ACE inhibitor. Terapi nonfarmakologis yang wajib


dilakukan oleh penderita hipertensi yaitu mengontrol asupan makanan dan

natrium, menurunkan berat badan, pembatasan konsumsi alkohol dan

tembakau, serta melakukan latihan dan relaksasi (Bare, 2011). Dan juga dapat

menggunakan berbagai metode, salah satunya yaitu slow deep breathing dan

progressive muscle relaxation (PMR).

Slow deep breathing adalah relaksasi yang disadari untuk mengatur

pernafasan secara dalam dan lambat. Slow deep breathing memberikan

pengaruh terhadap tekanan darah melalui peningkatan sensitivitas baroreseptor

dan menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis serta meningkatkan aktivitas

sistem saraf parasimpatis pada penderita hipertensi primer (SK Janet, 2017)

menurut Marliando 2021. Sedangkan progressive muscle relaxation (PMR)

adalah memusatkan perhatian pada suatu aktifitas otot yang tegang, kemudian

menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk

mendapatkan perasaan relaks (Fitriani et all, 2022). Relaksasi otot progresif

dapat meningkatkan relaksasi dengan menurunkan aktivitas saraf simpatis dan

meningkatkan aktifitas saraf parasimpatis sehingga terjadi vasodilatasi

diameter arteriol. Sistem saraf parasimpatis melepaskan neurotransmitter

asetilkolin untuk menghambat aktivitas saraf simpatis dengan menurunkan

kontraktilitas otot jantung, vasodilatasi arteriol dan vena kemudian

menurunkan tekanan darah (Muttaqin, 2009) dalam Waryantini dan Reza

2021.
1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan hasil studi pendahuluan, peneliti hanya membatasi pada

pengaruh progressive muscle relaxation dan deep breathing terhadap

penurunan tekanan darah pasien dengan hipertensi di Polindes Palenggiyan.

1.3 Rumusan Masalah

Apakah ada pengaruh kombinasi progressive muscle relaxation dan

deep breathing terhadap penurunan tekanan darah pasien dengan hipertensi di

Polindes Palenggiyan ?

1.4 Tujuan

1.4.1 Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh kombinasi progressive muscle relaxation

dan deep breathing terhadap penurunan tekanan darah pasien dengan

hipertensi di Polindes Palenggiyan.

1.4.2 Tujuan Khusus

a. Menganalisis pengaruh progressive muscle relaxation terhadap

penurunan tekanan darah pasien dengan hipertensi di Polindes

Palenggiyan.

b. Menganalisis pengaruh deep breathing terhadap penurunan tekanan

darah pasien dengan hipertensi di Polindes Palenggiyan.

c. Menganalisis kombinasi pengaruh progressive muscle relaxation dan

deep breathing terhadap penurunan tekanan darah pasien dengan

hipertensi di Polindes Palenggiyan.


1.5 Manfaat

1.5.1 Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi dan

digunakan sebagai kajian pustaka untuk menmbah keilmuan dalam bidang

keperawatan.

1.5.2 Praktis

a. Bagi responden

Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada

responden tentang pengaruh progressive muscle relaxation dan deep

breathing terhadap tekanan darah pasien dengan hipertensi .

b. Bagi Tenaga Kesehatan

Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan kepada

pihak tenaga kesehatan tentang pengaruh progressive muscle relaxation

dan deep breathing terhadap tekanan darah pasien dengan hipertensi

sehingga dapat dipakai sebagai bahan dalam memberikan informasi yang

akurat dan efisien.

c. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi

pengaruh progressive muscle relaxation dan deep breathing terhadap

tekanan darah pasien dengan hipertensi di wilayah Sampang.


1.6 Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


N Judul Penulis dan Variabel Desain Hasil
o Penelitian Tahun Penelitian Penelitian
Penelitian
1. Efektifitas Syamsuriyana Progressive Quasi
Hasil uji
Latihan & Ayu Lastari, muscle experiment
independen T
Progressive 2020 relaxation menggunak
test bahwa
Muscle dan an latihan
Relaxation penuruna pendekatan
progressive
Terhadap tekanan pre dan
muscle
Penurunan darah post test
relaxation
Tekanan with(PMR) secara
Darah pada control
bermakna
Pasien design
dapat
Hipertensi di menurunkan
Makasar tekanan darah
sistolik
(p=0,027) dan
juga
menurunkan
tekanan darah
diastolik
(p=0,041)
pada pasien
hipertensi
2. Pengaruh Slow Ni Putu Slow deep Kuantitatif Hasil uji
Deep Sumartini & breathing dengan paired T-test
Breathing Ilham Miranti, dan tekanan metode menunjukan
Terhadap 2019 darah quasi bahwa ada
Tekanan experiment perubahan
Darah Lansia dengan pretest dan
Hipertensi di desain non postest
Puskesmas equivalent tekanan darah
Ubung control sistol
Lombok group didapatkan p
Tengah value 0,001,
maka Ho
ditolak dan
tekanan darah
diastol
didapatkan
nilai p value
0,004
(p<0,05),
maka Ho
ditolak, dapat
disimpulkan
terdapat
pengaruh slow
deep breathing
terhadap
tekanan darah
lansia.
3. Pengaruh Satya Liwa Slow deep Study Teknik
Pemberian Marliando, breathing literature pernapasan
Slow Deep 2021 dan tekanan dengan slow
Breathing darah deep breathing
Terhadap exercise
Penurunan berpengaruh
Tekanan pada
Darah Tinggi penurunan
Pada Penderita tekanan darah
Hipertensi pada penderita
(Literature hipertensi.
Study)
4. Pengaruh Sri Mulyati Relaksasi Pra Hasil uji
Teknik Rahayu, Nur otot experiment
Wilcoxon,
Relaksasi Otot Intan Hayati, progresif al dengan
nilai rata-rata
Progresif Sandra Lantika dan tekanan pendekatan
tekanan darah
Terhadap Asih, 2020 darah one group
sebelum dan
Tekanan pret-test
sesudah
Darah Lansia post-test
dilakukan
dengan relaksasi
Hipertensi menunjukan
nilai p-value
0,000< α
(0,05) artinya
Ho di tolak
dapat
disimpulkan
ada pengaruh
teknik
relaksasi otot
progresif
terhadap
tekanan darah
lansia dengan
hipertensi
5. Pengaruh Waryantini & Relaksasi Quasi Hasil pada
Relaksasi Otot Reza Amelia, otot experiment kelompok
Progresif 2021 progresif al design treatment
Terhadap dan tekanan dengan pretest dan
Tekanan darah pendekatan posttest
Darah pada pre-post tes sistolik
Lansia dengan control one didapatkan
Hipertensi group nilai rata-rata
design 2.111 dengan
standar
deviation
1.023 t hitung
8.759 dan t
tabel 17
sedangkan
pretest dan
postest
diastolik
didapatkan
nilai rata-rata
2.389 dengan
standar
deviation
1.420 t hitung
7.138 t tabel
17 dan nilai p
value 0,0001 <
0,05 maka
kelompok
treatment Ho
ditolak dan H1
diterima
sehingga
terdapat
pengaruh
relaksasi otot
progresif
terhadap
tekanan darah
lansia pada
kelompok
treatment.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi

(arteri) ditulis dengan tekanan sistolik per diastolik. Tekanan darah

merupakan kekuatan yang digunakan oleh darah untuk melawan dinding

pembuluh darah arteri (Dita & Margiyati, 2021). Tidak semua tekanan darah

berada dalam batas normal sehingga menyebabkan munculnya gangguan

pada tekanan darah yakni dikenal dengan hipertensi atau tekanan darah tinggi

dan hipotensi atau tekanan darah rendah (Fitriani & Nilamsari, 2017) dalam

Siti Fadhilah at al (2020).

Mekanisme terjadinya tekanan darah berasal dari dua kekuatan, satu

kekuatan diciptakan oleh jantung ketika memompa darah menuju pembuluh

daraharteri dan melalui sirkulatori. Sedangkan kekuatan yang lain adalah

kekuatan pembuluh arteri ketika mereka mendesak darah mengalir ke

jantung. Terdapat dua macam kelainan tekanan darah yakni dikenal dengan

hipertensi atau tekanan darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah

(Fitriani dkk, 2017).

Klasifikasi tekanan darah menurut American Heart Association

(2017) kategori tekanan darah yang dikatakan normal ialah tekanan darah

sistolik <120 mmHg dan tekanan darah diastolik <80 mmHg. Tidak semua

tekanan darah berada dalam batas normal sehingga menyebabkan munculnya

gangguan pada tekanan darah yakni dikenal dengan hipertensi atau tekanan
darah tinggi dan hipotensi atau tekanan darah rendah (Fitriani & Nilamsari,

2017). Untuk mengukur tekanan darah adalah nilai tekanan darah dari suatu

hasil pemeriksaan yang menunjukkan aliran darah yang dipompa oleh jantung

dengan menggunakan alat sphygmomanometer digital (Siti Fadhilah at al

2020).

Sherwood (2014) dan Berman et al (2016), mengatakan tekanan darah

bisa tidak normal terjadi karena ada faktor yang mempengaruhi tekanan darah

yaitu elastisitas dinding arteri, volume darah, kekuatan gerak jantung,

viskositas darah, curah jantung, kapasitas pembuluh darah (Siti Fadhilah at al

2020). AHA (2016), menyatakan faktor - faktor yang mempengaruhi

perubahan tekanan darah adalah faktor keturunan, usia, berat badan

( obesitas ), jenis kelamin, stres fisik dan psikis, pola makan tidak sehat,

konsumsi garam yang tinggi, kurangnya aktivitas fisik, konsumsi alkohol,

konsumsi kafein,merokok, riwayat pemakaian KB hormonal, penyakit lain

seperti orang yang terkena diabetes, asam urat, penyakit ginjal (Noor Hidayah

& Hartatik).

2.2 Konsep Dasar Hipertensi

2.2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi berawal dari bahasa latin yaitu hiper dan tension. Hiper

ialah tekanan yang berlebihan dan tension ialah tensi. Hipertensi merupakan

kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam kurun

waktu yang lama) yang dapat menyebabkan kesakitan pada seseorang dan

bahkan dapat menyebabkan kematian. Seseorang dapat disebut menderita


hipertensi jika didapatkan tekanan darah sistolik >140 mmHg dan diastolik

>90 mmHg (Yeyeh, 2010) dalam Ainurrofiq et al (2019). Hipertensi adalah

suatu keadaan dimana tekanan sistol dan diastol mengalami kenaikan yang

melebihi batas normal tekanan (tekanan sistol diatas 140 mmHg dan diastol

diatas 90 mmHg) (Murwani, 2011 :81) dalam Sri Iswahyuni (2019).

Hipertensi merupakan suatu kondisi medis yang kronis dimana

tekanan darah meningkat diatas tekanan darah yang disepakati normal.

Tekanan darah terbentuk dari interaksi antara aliran darah dan tahanan

pembuluh darah perifer. Tekanan darah meningkat dan mencapai puncak

apabila aliran darah deras misalnya pada waktu sistol, kemudian menurun

pada waktu aliran darah berkurang seperti pada waktu diastol. Data

epidemiologi menunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah sistolik dan

atau tekanan darah diastolik atau tekanan nadi meningkatkan kejadian

kardiovaskular (Kabo, 2010) dalam Ekarini et al (2019).

Tekanan darah tinggi (hipertensi) terjadi ketika tekanan darah terlalu

tinggi. Tekanan darah seseorang meliputi tekanan darah sistolik dan diastolik.

Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah saat jantung berdetak. Tekanan

darah diastolik adalah tekanan darah saat jantung dalam keadaan istirahat.

Tekanan darah normalnya adalah 140/90 mmHg (WHO, 2020). Secara

umum, hipertensi atau hipertensi diukur dua kali dengan interval lima menit

di bawah istirahat yang cukup. Tekanan darah sistolik meningkat lebih dari

140 mmHg dan tekanan darah diastolik meningkat lebih dari 90 mmHg

(Andri et al., 2021; Harsismanto et al., 2020; Whelton, 2018) dalam Fahri et
al (2021). Cara pengukuran tekanan darah diperlihatkan pada tabel 2.1

menjelaskan tentang klasifikasi hipertensi.

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi

Kategori Sistolik Diastolik


Normal <120 <80
Prahipertensi 120-139 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 90-99
Hipertensi stadium 2 ≤160 ≥ 100
Sumber ; Fahri et al (2021)

2.2.2 Jenis Hipertensi

Menurut agoes 2010 jenis jenis hipertensi :

a. Rebound hiprtension

Selain hipertensi primer dan sekunder terdapat jenis hipertensi

yang lain disebut rebound hipertensi. Hipertensi ini terjadi karena

penghentian konsumsi obat anti hipertensi. Kenaikan tekanan darah

dapat lebih tinggi dari sebelum dimulainya obat dan hipertensi yang

timbul dapat menimbulkan keadaan kedaruratan. Keadaan ini dapat

dihindari dengan mengurangi dosis secara bertahap, yang bertujuan

memberikan kesempatan pada tubuh untuk menyesuaikan diri terhadap

penurunan dosis obat tersebut. Obat-obat yang sering menimbulkan

rebound hipertension ini mencakup agen anti hipertensi yang bekerja

sentral seperti kolidin dan penyekat – beta (beta blocker)

b. Hipertensi resisten

Penelitian menunjukkan bahwa 30% pengidap hipertensi

tergolong pengidap hipertensi resisten. Usia lanjut dan obessitas

merupakan dua faktor resiko yang menghawatirkan seperti yang terjadi


pada masyarakat dewasa ini. Hipertnsi biasanya ditatalaksana dengan

perubahan gaya hidup dan obat-obatan. Jika tidak erdapat efek pada

awal pengobatan, peningkatan dosis atu penambahan obat lain

diperlukan, atau dengan menggunakan obat pengganti lain. Meskipun

begitu, perubahan tekanan darah kadang kala tidak terjadi. Kegagalan

terapi ini dapat terjadi akibat interaksi obat, yaitu mekanisme kerja dua

oabt atau lebih saling bertentangan. Contohnya agen anti hipertensi

tidak bekerja jika diberikan dengan anti depresan tertentu, analgesik,

obat flu atau pencahar. Efek penggunaan kopi, alkohol, licorice )dalam

permen atau obat batuk) secara berlebihan dapat memicu hipertensi.

Efek lainnya yang berupa rasa takut/cemas berlebihan, apnea, tidur,

retensi air, kerusakan ginjal, penambahan berat badan, peradangan

arteri (artriti) dapat meningkatkan tekanan darah. Karena itu, dokter

perlu menanyakan pasien untuk memperoleh informasi tentang obat

atau jamu, jenis suplemen, dan minuman yang sedang digunakan

c. Hipertensi maligna

Hipertensi maligna merupakan komplikasi hipertensi dengan

gejala berupa peningkatan darah, kerusakan organ atau jaringan tubuh

seperti mata, otak, paru atau ginjal. Keadaan ini berbeda dengan

komplikasi hipertensi lainnya karena disertai papil edema. Tekanan

sistolik/diastolik pasien dapat mencapai 240/120 mmhg. Gejala

penyerta yang timbul dapat berbahaya seperti sakit kepala hebat,

penglihatan kabur sampai kebutaan, kejang, dan akhirnya kehilangan


kesadaran. Hipertensi maligna adalah suatu kedaruratan medis dan

pasien yang mengalaminya beresiko terkena serangan jantung, stroke,

gagal jantung, kerusakan ginjal dan perdarahan otak sehingga harus

mendapatkan penanganan intensif

d. Krisi hipertensi

Di amerika serikat, krisis hipertensi dijumpai pada sekitar 500.000

orang setiap tahunnya (kurang dari 1% pengidap hipertensi). Keadaan

ini sering disalah tafsirkan sebagai hipertensi maligna, kegawatan

hipertensi, kedaruratan hipertensi, dan sebagainya. Diagnosis hipertensi

ditegakkan jika tekanan diastolik mencapai 120 mmhg atau lebih

disertai kerusakan organ atau jaringan tubuh.

e. Ensefalopati hipertensi

Keadaan ini jarang memperlihatkan tanda atau gejala yang

mencolok, kecuali bila tekanan sistolik berada diatas 240 mmhg dan

tekanan diastolik 120 mmhg. Jika kerusakan organ atau jaringan

(seperti gagal ginjal) tidak dijumpai, keadaan ini disebut “eccelerated

hipertension” (hipertensi yang dipercepat). Jika kerusakan organ atau

jaringan sangat mungkin atau sudah terjadi tanpa disertai dengan

peningkatan tekanan intra kranial, keadaan ini dinamakan “kegawatan

hipertensi”. Kegawatan hipertensi ditanganisecara khusus, tetapi tidak

memerlukan perawatan dirumah sakit dalam waktu lama. Jika tekanan

intrakranial meningkat, keadaan ini desebut hipertensi maligna.

Peningkatan tekanan intrakranial akan menyebabkan papil edema


(edema bagian sentral mata) yang dapat diketahui pada pemeriksaan

fundus retina.

f. White coat hipertension

Sters dapat meningkatakan tekanan darah. Tekanan darah

seseorang yang normal dapat meningkat di ruang perikas ketika orang

tersebut menemui petugas kesehatan seperti dokter yang biasanya

mengenakan jas berwarna putih. Meskipun begitu, stres juga dapat

timbul akibat hal-hal lain, misalnya kehilangan jabatan,tekanan

pekerjaan, kemacetan yang lama di jalan, dan lain-lain.

g. Hipertensi labil

Pada keadaan ini, nilai tekanan darah lebih bervariasi dari

biasanya. Tekanan darah dapat meningkat, contohnya, dari 119/79

mmHg pada jam 10 pagi menjadi 170/104 mmHg pada jam 4 sore.

Hipertensi labil dapat di sebabkan konsumsi kopi yang berlebihan, atau

stres yang berakibat serius dan memerlukan penanganan segera.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi yang tidak dapat diubah

Beberapa faktor yang tidak dapat dirubah menurut Black & Hawks, 2015.

Antara lain:

a. Riwayat keluarga

Hipertensi dianggap poligenik dan multifaktorial, yaitu pada

seorang dengan riwayat hipertensi keluarga, beberapa gen mungkin

berinteraksi dengan yang lainnya dan juga lingkungan yang dapat

menyebabkan tekanan darah naik dari waktu ke waktu. Kecenderungan


genetis yang membuat keluarga tertentu rentan terhadap hipertensi

mungkin berhubungan dengan peningkatan kadar natrium intraseluler

dan penurunan rasio kalsium-natrium, yang lebih sering ditemukan

pada orang berkulit hitam. Klien dengan orang tua yang memiliki

hipertensi beresiko pada resiko hipertensi yang lebih tinggi pada usia

muda.

b. Usia

Hipertensi primer biasanya muncul antara usia 30-50 tahun.

Peristiwa hipertensi meningkat dengan usia; 50-60% klien yang

berumur lebih dari 60 tahun memiliki tekanan darah lebih dari 140/90

mmHg. Penelitian epidemiologi, bagaimanapun juga, telah menunjukan

prognosis yang lebih buruk pada klein yang hipertensinya mulai pada

usia muda. Hipertensi sistolik terisolasi umumnya terjadi pada orang

yang berusia lebih dari 50 tahun, dengan hampir 24% dari semua orang

terkena pada usia 80 tahun. Diantara orang dewasa, pembacaan TDS

lebih baik dari pada TDD karena merupakan prediktor yang lebih baik

untuk kemungkinan kejadian dimasa depan seperti penyakit jantung

koroner, stroke, gagal jantung, dan penyakit ginjal.

c. Jenis kelamin

Pada keseluruhan insiden, hipertensi lebih banyak terjadi pada

pria dibandingkan wanita sampai kira-kira usia 55 tahun. Resiko pada

pria dan wanita hampir sama antara usia 55 tahun sampai 75 tahun;

kemudian, setelah usia 74 tahun, wanita lebih beresiko besar.


d. Etnis

Statistik mortalitas mengingikasikan bahwa angka kematian pada

wanita berkulit putih dewasa dengan hipertensi lebih rendah pada angka

4,7 %; pria berkulit putih pada tingkat terendah berikutnya yaitu 6,3 %,

dan pria berkulit hidam padatingkat terendah berikutnya yaitu 22,5%;

angka kematian tertinggi pada wanita berkulit hitam pada angka 29,3

%. Alasan peningkatan prevalensi hipertensi diantara orang yang

berkulit hitam tidak lah jelas, akan tetapi peningkatannya dikaitkan

dengan kadar renin yang lebih rendah, sensitivitas yang lebih besar

terhadap vasopresin, tingginya asupan garam, dan tingginya stres

lingkungan.

2.2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi hipertensi yang dapat diubah

a. Diabetes

Hipertensi telah terbukti terjadi lebih dari dua kali lipat pada

klien diabetes menurut beberapa studi penelitian terkini. Diabetes

mempercepat aterosklerosis dan menyebabkan hipertensi karena

kerusakan pada pembuluh darah besar. Oleh karena itu hipertensi

akan menjadi diagnosis yang lazim pada penderita diabetes,

meskipun diabetesnya terkontrol dengan baik. Ketika seseorang

klien diabetes terdiagnosis dengan hipertensi. Keputusan pengobatan

dan perawatan tindak lanjut harus benar-benar individual dan agesif.


b. Stres

Stres meningkatkan resistensi vaskuler perifer dan curah

jantung serta menstimulasi aktivasi sistem saraf simpati. Dari waktu

ke waktu hipertensi dapat berkembang. Stresor bisa dari banyak hal,

mulai dari suara, infeksi, peradangan nyeri, berkurangnya suplai

oksigen, panas, dingin, trauma, pengerahan tenaga berkepanjangan,

respons pada peristiwa kehidupan, obesitas, usia tua, obat-obatan,

penyakit, pembedahan dan pengobatan medis dapat memicu respons

stres. Rangsangan berbahaya ini dianggap oleh seseorang sebagai

ancaman atau dapat menyebabkan bahaya; kemudian, sebuah

respons psikopatologi “melawan-atau-lari” (fight or flight)

diprakarsai didalam tubuh. Jika respons stres menjadi berlebihan

atau berkepanjangan, disfungsi organ sasaran atau penyakit akan

dihasilkan. Sebuah laporan dari Lembaga Stres Amerika (American

Institute of Stress) memperkirakan 60% sampai 90% dari seluruh

kunjungan perawatan primer meliputi keluhan yang berhubungan

dengan stres. Oleh karena stres adalah permasalahan persepsi,

interpretasi orang terhadap kejadian yang menciptakan banyak stresor

dan respon stres.

c. Obesitas

Obesitas, terutama pada tubuh bagian atas (tubuh berbentuk

“apel”), dengan meningkatnya jumlah lemak sekitar sekitar

diafragma, pinggang, dan perut, dihubungkan dengtan


pengembangan hipertensi. Orang dengan kelebihan berat badan

tetapi mempunyai mempunyai kelebihan paling banyak di pantat,

pinggul dan paha (tuhuh berbentuk “pear”) berada pada resiko jauh

lebih sadikit untuk pengembangan hipertensi sekunder dari pada

peningkatan berat badan saja. Kombinasi obesitas dengan faktorfaktor

lain dapat di tandai dengan sindrom metabolis, yang juga

meningkatkan resiko hipertensi.

d. Nutrisi

Nutrisi Konsumsi natrium bisa menjadi faktor penting dalam

perkembangan hipertensi esensial. Paling tidak 40 % dari klien yang

akhirnya terkena hipertensi akan sensitif terhadap garam dan

kelebihan garam mungkin menjadi penyebab pencetus hipertensi

pada individu ini. Diet tinggi garam mungkin menyebabkan

pelepasan hormon natriuretik yang berlebihan, yang mungkin secara

tidak langsung meningkatkan tekanan darah. muatan natrium juga

menstimulasi mekanisme vasopresor didalam sistem saraf pusat

(SSP). Penelitian juga menunjukan bahwa asupan diet rendah

kalium, dan magnesium dapat berkontribusi dalam pengembangan

hipertensi. (Black & Hawks, 2014).

e. Penyalahgunaan Obat

Merokok sigaret, mengkonsumsi banyak aklohol, dan

beberapa penggunaan obat terlarang merupakan faktor-faktor

resikohipertensi. Pada dosis tertenstu nikotin dalam rokok sigaret


serta obat seperti kokain dapat menyebabkan naiknya tekanan darah

secara langsung; namun bagaimanapun juga, kebiasaan memakai zat

ini telat turut meningkatkan kejadian hipertensi dari waktu ke waktu.

Kejadian hipertensi juga tinggi diantara orang yang minum 3 ons

etanil perhari. Pengaruh dari kafein adalah kotroversial. Kafein

meningkatkan tekanan darah akan tetapi tidak menghasilkan efek

yang berkelanjutan. (Black & Hawks, 2014).

Menurut Ardiansyah M., 2012 penyebab hipertensi dibagi menjadi 2

golongan :

1. Hipertensi primer (esensial)

Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hiperetnsi yang

90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang diduga

berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial diantaranya :

a. Genetik

Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih tinggi

mendapatkan penyakit hipertensi.

b. Jenis kelamin dan usia

Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah menopause

berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.

c. Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.

Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan dengan

kandungan lemak yang tinggi secara langsung berkaitan dengan

berkembangnya penyakit hipertensi.


d. Berat badan obesitas

Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering dikaitkan

dengan berkembangnya hipertensi.

e. Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol

Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan

berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat yang

terkandung dalam keduanya.

2. Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui

penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa

penyakit, yaitu :

a. Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang

mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau aorta

abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat menghambat

aliran darah sehingga terjadi peningkatan tekanan darah diatas area

kontriksi.

b. Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini merupakan

penyakit utama penyebab hipertensi sekunder. Hipertensi

renovaskuler berhubungan dengan penyempitan

c. Satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa darah

ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien dengan

hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau fibrous dyplasia

(pertumbuhan abnormal jaringan fibrous). Penyakit parenkim ginjal


terkait dengan infeksi, inflamasi, serta perubahan struktur serta

fungsi ginjal.

d. Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen). Kontrasepsi

secara oral yang memiliki kandungan esterogen dapat

menyebabkan terjadinya hipertensi melalui mekanisme renin-

aldosteron-mediate volume expantion. Pada hipertensi ini, tekanan

darah akan kembali normal setelah beberapa bulan penghentian

oral kontrasepsi.

e. Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks

adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder. Adrenalmediate

hypertension disebabkan kelebihan primer aldosteron, kortisol, dan

katekolamin.

f. Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.

g. Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan darah

untuk sementara waktu.

h. Kehamilan

i. Luka bakar

j. Peningkatan tekanan vaskuler

k. Merokok.

Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.

Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas miokardial,

peningkatan denyut jantung serta menyebabkan vasokortison yang

kemudian menyebabkan kenaikan tekanan darah.


2.2.5 Manifestasi Klinis

Tahap awal hipertensi primer biasanya adalah asimtomatik, hanya

ditandai dengan kenaikan tekanan darah. kenaikan tekanan darah pada

awalnya sementara tetapi akhirnya menjadi permanen. Ketika gejala

muncul, biasanya samar. Sakit kepala, biasanya di tengkuk dan leher dapat

muncul saat terbangun, yang berkurang selama siang hari. Gejala lain akibat

kerusakan organ mencakup nokturia, bingung, mual dan muntah, dan

gangguan penglihatan. Penyempitan mata dapat menunjukan penyempitan

arteriol, hemoragi eksudat, dan papiledema (pembengkakan saraf optikus)

(LeMone P,2019).

Klien yang mengalami hipertensi memang terkadang tidak

menampakan gejala hingga bertahun-tahun. Gejala jika ada menunjukan

adanya kerusakan dengan manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang

divaskularisasi oleh pembuluh darah yang bersangkutan. Perubahan patologi

pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia (peningkatan urinasi pada

malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogenurea darah dan kreatinin).

Pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain tekanan

darah yang tinggi, tetapi dapat ditemukan perubahan pada retina, seperti

perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus berat,

edema pupil (edema padadiskus optikus).

Gejala umum yang ditimbulkan akibat hipertensi tidak semua pada

setipa orang. Bahkan terkadang timbul tanpa gejala. Secara umum gejala

yang dikeluhkan oleh penderita hipertensi sebagai berikut :


a. Sakit kepala

b. Rasa pegal dan tidak nyaman pada tengkuk

c. Perasaan berputar seperti tujuh keliling serasa ingin jatuh

d. Berdebar atau detak jantung terasa cepat

e. Telinga berdenging.

Corwin (2000) dalam buku (Aspiani, 2015) menyebutkan bahwa

sebagian besar gejala klinis timbul setelah mengalami hipertensi

bertahun-tahun berupa:

a. Nyeri kepala saat terjaga, terkadang disertai mual dan muntah, akibat

peningkatan tekanan darah intrakranial

b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

c. Ayunan langkah yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf

pusat.

d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi

glomerolus.

e. Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan

kapiler.

Gejala lain yang umumnya terjadi pada penderita hipertensi,

yaitu pusing, muka merah, sakit kepala, keluar darah dari hidung

secara tiba-tiba, tengkuk terasa pegal dan lain-lain (Aspiani, 2015).

2.2.6 Komplikasi Hipertensi

Menurut Ardiansyah, M. (2012) komplikasi dari hipertensi adalah :

a. Stroke
Stroke akibat dari pecahnya pembuluh yang ada di dalam otak atau

akibat embolus yang terlepas dari pembuluh nonotak. Stroke bisa terjadi

pada hipertensi kronis apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak

mengalami hipertrofi dan penebalan pembuluh darah sehingga aliran

darah pada area tersebut berkurang. Arteri yang mengalami

aterosklerosis dapat melemah dan meningkatkan terbentuknya

aneurisma.

b. Infark Miokardium

Infark miokardium terjadi saat arteri koroner mengalami arterosklerotik

tidak pada menyuplai cukup oksigen ke miokardium apabila terbentuk

thrombus yang dapat menghambat aliran darah melalui pembuluh

tersebut. Karena terjadi hipertensi kronik dan hipertrofi ventrikel maka

kebutuhan okigen miokardioum tidak dapat terpenuhi dan dapat terjadi

iskemia jantung yang menyebabkan infark.

c. Gagal Ginjal

Kerusakan pada ginjal disebabkan oleh tingginya tekanan pada kapiler-

kapiler glomerulus. Rusaknya glomerulus membuat darah mengalir ke

unti fungsionla ginjal, neuron terganggu, dan berlanjut menjadi hipoksik

dan kematian. Rusaknya glomerulus menyebabkan protein keluar

melalui urine dan terjadilah tekanan osmotic koloid plasma berkurang

sehingga terjadi edema pada penderita hipertensi kronik.


d. Ensefalopati

Ensefalopati (kerusakan otak) terjadi pada hipertensi maligna (hipertensi

yang mengalami kenaikan darah dengan cepat). Tekanan yang tinggi

disebabkan oleh kelainan yang membuat peningkatan tekanan kapiler

dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan

saraf pusat. Akibatnya neuro-neuro disekitarnya terjadi koma dan

kematian.

2.2.7 Patofisiologi Hipertensi

Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh

darah terletak dipusat vasomotor pada medula diotak. Dari pusat

vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut kebawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia simpatis

di thoraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam

bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia

simpatis. Pada titik ini, neuron pre-ganglion melepaskan asetilkolin, yang

akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana

dengan dilepaskannya norepinefrin mengakibatkan kontriksi pembuluh

darah. Berbagai faktor, seperti kecemasan dan ketakutan dapat

mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan

vasokontriktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut

bisa terjadi.

Pada saat bersamaan ketika sistem saraf simpatis merangsang

pembuluh darah sebagai respon rangsan emosi, kelenjar adrenal juga


terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medula

adrenal menyekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi.

Korteks adrenal menyekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat

memeprkuat respon vasokontriktor pembuluh darah. Vasokontriksi

yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan

pelepasan renin. Renin yang dilepaskan merangsang pembentukan

angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II,

vasokontriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresi aldosteron

oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air

oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.

Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi (Brunner &

Suddarth,2002).

2.2.8 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada hipertensi terdiri dari penatalaksanaan

farmakologi dan penatalaksanaan non farmakologi. Dalam

penatalaksanaannya tersebut, terdapat sejumlah hal yang harus

diperhatikan (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Penatalaksanaan hipertensi


Jenis penatalaksanaan Tindakan
Farmakologi Golongan diuretik, golongan betabloker,
golongan antagonis kalsium, dan golongan
ACE inhibitor.
Non farmakologi a. Pola makan harus dibatasi atau
dikurangi, terutama makanan yang
mengandung garam.
b. Aktivitas/olahraga.
Sumber : samsudin 2011

a. Farmakologi
1. Diuretik

Diuretika adalah senyawa yang dapat menyebabkan ekskresi urin yang

lebih banyak. Menghambat reabsorpsi garam di tubulus distal dan

membantu reabsopsi kalium. Terdapat tiga faktor utama yang

mempengaruhi respon diuretik. Pertama, diuretik mereabsorpsi sedikit

sodium akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan

diuretik yang bekerja pada daerah yang mereabsorpsi banyak sodium.

Kedua, status fisiologi organ akan memberikan respons yang berbeda

dengan diuretik. Misalnya dekompensasi 29 jantung, sirosis hati, dan

gagal ginjal. Ketiga, interaksi anatara obat dengan reseptor (Syamsudin,

2011).

Jenis diuretika berdasarkan cara kerjanya menurut Sutedjo (2008) :

a. Menghambat reabsorbsi Natrium dan air dari Tubulus Ginjal dan

Ansa Henle, misalnya: Tiazid dan Derifatnya (Chlortalidon,

Hidroklorotiazid, Indopamid, Sipamid) merupakan Diuretika

potensi sedang mampu mengesresikan 5-10% Natrium yang

difiltrasikan Glomerulus, Diuretika Loop atau High Celling

(Furosemid, Bumetanide,Asam Etakrinat) Diuretik kuat dibanding

Tiazid, dapat mengekresikan 15-30% Natrium yang difiltrasikan

Glomerulus, dan bekerja banyak pada Anse Henle Asenden (Loop).

b. Diuretik osmotik yaitu menarik cairan jaringan peritubuler menuju

tubulus dan menambah jumlah kencing karena adanya perbedaan

tekanan osmotis antara intratubuler dan peritubuler.


c. Antagonis Aldosteron (spironolakton) digunakan untuk diuretik,

pengurangan oedema, hiperaldosteron primer maupun sekunder dan

jenis obat deuretik lainnya.

2. Penyekat α (α - Blocker)

Obat golongan ini bekerja dengan menghambat reseptor α, tetap

hambatan reseptor α (alpha) tergantung dari perbedaan profil

farmakokinetiknya. Obat golongan ini bekerja dengan menghambat efek

vasokonstriktor epinefrin dan norepinefrin. Efek ini menyebabkan

vasodilatasi arteriola dan resistensi vascular perifer yang lemah.

Kombinasi efek penurunan resistensi vascular perifer dan penurunan

kembalinya pembuluh vena menyebabkan terjadinya hipotensi ortostatik

khususnya pada dosis awal (first dose effect). Efek antihipertensi dari

penyekat α dapat menurunkan tekanan darah 10/10 mmHg dan

meningkatkan kadar HDL. Prazosin dapat digunakan pada penderita

asma sebab memiliki efek sebagai relaksan ringan pada otot polos

bronkus. Penyekat α dapat digunakan pada hipertensi dengan prostatis

sebab penyekat α dapat mengurangi gejala urinary hesitancy dan spasme

lehers kandung kemih yang berhubungan dengan hipertrofi prostat. c.

Penyekat b (b- Blocker) Golongan obat ini memiliki efek kronotropik

dan inotropik negative yang menyebabkan penurunan tekanan darah dan

menurunkan curah jantung dan resistensi vascular perifer. Efek

penghambatan terhadap reseptor β2 yang terdapat dipermukaan

membrane sel jukstaglomruler dapat menyebabkan penurunan sekresi


renin yang berperan didalam sistem renin angiotensin aldosteron dan

menurunkan tekanan darah.

3. ACE Inhibitor

Angiotensin converting enzim (ACE) inhibitor memiliki efek

dalam penurunan tekanan darah melalui penurunan resistansi perifer

tanpa disertai dengan perubahan curah jantung, denyut jantung, maupun

laju filtrasi glomerolus. Penurunan tekanan darah melalui penghambatan

sistem renin angiotensin aldosteron (RAA). Renin merupakan enzim

yang disekresi terutama dari sel jukstaglomeruler di bagian arteriol aferen

ginjal dan menyebabkan perangsangan pada sitem RAA sehingga

menurunkan tekanan darah, penurunan konsentrasi ion Na+ sehingga

dapat menurunkan tekanan darah, nyeri, dan stres. Pada sistem RAA,

kerja ACE inhibitor adalah menghambat enzim ACE yaitu suatu enzim

yang dapat menguraikan angiotensin I menjadi angitensin II. Angiotensin

II merupakan suatu vasokonstriktor yang pontensial merangsang korteks

adrenal untuk menyitesis dan menyekresi aldosteron dan secara langsung

menekan pelepasan renin. Enzim ACE juga dapat mendegradasi

bradikinin dari bentuk aktif. ACE Inhibitor dapat menyebabkan

bradikinin tidak terdegradasi dan terakumulasi di saluran pernafasan dan

paru sehingga menimbulkan batuk kering. Batuk kering merupakan efek

samping yang paling sering terjadi, insidennya sampai 10 – 20% lebih

sering pada wanita dan terjadi pada malam hari.

4. Antagonis Reseptor
Angiotensin II Obat-bat yang mempengaruhi jalur sistem renin

angiotensin (RAS) antara lain adalah ACE inhibitor dan A II RA.

Tampaknya A II RA merupakan obat yang mempunyai prospek yang

baik karena obat ini mampu memblok kerja semua angiotensin II yang

terbentuk baik melalui jalur ACE atau non-ACE. A II RA dapat secara

selektif memblok kerja Angiotensin II pada reseptor AT, sehingga A II

RA disamping menurunkan tekanan darah juga mempunyai kemampuan

melindungi organ-organ lain (end organ protection). Terdapat dua tipe

reseptor yaitu AT1 dan AT2 dengan efek kerja yang berbeda.

Angiotensin II yang seharusnya bekerja pada reseptor AT1 akan

diblokade oleh A II RA sehingga terjadi penurunan tekanan darah,

penurunan retensi air dan sodium, serta penurunan aktivitas seluler yang

merugikan (antaralain hiperetrofi sel dan lain-lain). Angiotensin II yang

terakumulasi akan kerja di reseptor AT2 dengan efek berupa vasodilatasi

dan antiproliferasi. Akhirnya rangsangan reseptor AT2 akan bekerja

sinergis dengan efek hambatan pada reseptor AT1.

5. Antagonis Kalsium

Antihipertensi golongan antagonis kalsium merupakan obat yang

paling sering digunakan. Antagonis kalsium bekerja dengan menghambat

influks kalsium pada selotot polos pembuluh darah dan otot jantung

sehingga terjadi relaksasi. Efek antihipertensi dari antagonis kalsium

berhubungan dengan dosis, bila dosisditambah maka efek antihipertensi

semakin besar dan tidak menimbulkan efek toleransi. Antagonis kalsium


tidak dipengaruhi asupan garam sehingga berguna bagi orang yang

tidakmematuhi diet garam. Antagonis kalsium lebih baik dari diuretik

dan betablocker dalam mengurangi kejadian hipertrofiventrikel kiri yang

merupakan risiko independen pada hipertensi, selain itu antagonis

kalsium juga mempunyai efek proteksi vaskular. Obat-obat golongan.

Antagonis kalsium berguna untuk pengobatan pasien hipertensi yang

juga menderita asma,diabetes, angina dan/atau penyakit vaskularperifer

(Jannah dkk, 2020).

b. Non Farmakologi

Menjalani pola hidup sehat telah banyak terbukti dapat menurunkan

tekanan darah, dan secara umum sangat menguntungkan dalam

menurunkan risiko permasalahan kardiovaskular. Pada pasien yang

menderita hipertensi derajat 1, tanpa faktor risiko kardiovaskular lain,

maka strategi pola hidup sehat merupakan tatalaksana tahap awal, yang

harus dijalani setidaknya selama 4 – 6 bulan. Bila setelah jangka waktu

tersebut, tidak didapatkan penurunan tekanan darah yang diharapkan atau

didapatkan faktor risiko kardiovaskular yang lain, maka sangat dianjurkan

untuk memulai terapi farmakologi (Perhimpunan Dokter Spesialis

Kardiovaskular Indonesia, 2015).

Beberapa pola hidup sehat yang dianjurkan oleh banyak guidelines

adalah

a. Penurunan berat badan. Mengganti makanan tidak sehat dengan

memperbanyak asupan sayuran dan buah-buahan dapat memberikan


manfaat yang lebih selain penurunan tekanan darah, seperti

menghindari diabetes dan dislipidemia.

b. Mengurangi asupan garam. Dianjurkan untuk asupan garam tidak

melebihi 2 gr/ hari

c. Olah raga. Olah raga yang dilakukan secara teratur sebanyak 30 – 60

menit/ hari, minimal 3 hari/ minggu, dapat menolong penurunan

tekanan darah.

d. Mengurangi konsumsi alkohol. konsumsi alcohol lebih dari 2 gelas per

hari pada pria atau 1 gelas per hari pada wanita, dapat meningkatkan

tekanan darah.

e. Teknik relaksasi

Banyaknya terapi relaksasi, termasuk meditasi transendental,

relaksasi slow deep breathing, yoga, biofeedback, relaksasi otot

progresif, dan psikoterapi, dapat mengurangi tekanan darah pada

klien hipertensi, paling tidak untuk sementara. Walaupun

masingmasing modalitas memiliki pendukungnya sendiri, tidak ada

yang terbukti menyakinkan baik praktis untuk sebagian besar klien

hipertensi atau efektif dalam mempertahankan pengaruh jangka

panjang yang signifikan.

f. Berhenti merokok.

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang Hipertensi

Pemeriksaan secara menyeluruh dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosis hipertensi dan menentukan derajat keparahannya. Pengukuran


tekanan darah dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang untuk

mengetahui tekanan darah. Selain pemeriksaan tekanan darah,

pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan untuk mencari faktor resiko

dan penyebab hipertensi, serta mengetahu kerusakan organ, misalnya

ginjal dan jantung. Pemeriksaan laboratorium rutin yang

direkomendasikan sebelum memulai terapi antihipertensi adalah

urinalysis, kadar gula darah dan hematokrit; kalium, kreatinin, dan

kalsium serum; profil lemak (setelah puasa 9 – 12 jam) termasuk HDL,

LDL, dan trigliserida, serta elektrokardiogram. Pemeriksaan opsional

termasuk pengukuran ekskresi albumin urin atau rasio albumin / kreatinin.

Pemeriksaan yang lebih ekstensif untuk mengidentifikasi penyebab

hipertensi tidak diindikasikan kecuali apabila pengontrolan tekanan darah

tidak tercapai.

2.3 Konsep Dasar Relaksasi Otot Progresif

2.4.1 Definisi teknik relaksasi otot progresif

Teknik relaksasi otot progresif adalah teknik relaksasi otot dalam yang

tidak memerlukan imajinasi, kekuatan atau sugesti. (Karang & Ahmad,

2017). Relaksasi otot progresif adalah salah satu cara dari tekhnik relaksasi

yang mengombinasikan latihan nafas dalam serangkaian seri kontraksi dan

relaksasi otot tertentu (Kustanti & widodo, 2008 dalam Manurung, 2017).

Relaksasi otot progresif adalah memusatkan perhatian pada suatu

aktivitas otot, dengan mengidentifikasikan otot yang tegang kemudian


menurunkan ketegangan dengan melakukan teknik relaksasi untuk

mendapatkan perasaan relaks (Megawati, 2020).

Relaksasi otot progresif dapat dilakukan untuk jangka panjang dan

tanpa efek samping dan waktu yang fleksibel. Relaksasi ini mengarahkan

untuk bersantai serta merasakan otot aktif yang ditegangkan diseluruh tubuh

dengan maksud mengurangi ketegangan otot, menurunkan tekanan darah,

menurunkan efektivitas sistem saraf simpatis, dan membuat relaks (Potter &

Perry, 2010).

Terapi relaksasi otot progresif bermanfaat untuk menurunkan

resistensi perifer dan menaikan elastisitas pembuluh darah. Otot-otot dan

peredaran darah akan lebih sempurna dalam mengabil dan mengedarkan

oksigen serta relaksasi otot progresif dapat bersifat vasodilator yang efeknya

memperlebar pembuluh darah dan dapat menurunkan tekanan darah secara

langsung. Relaksasi otot progresif ini menjadi metode relaksasi yang tidak

memerlukan imajinasi, tidak ada efek samping, mudah dilakukan, membuat

tubuh dan pikiran terasa tenang dan rileks. Latihan ini dapat membantu

mengurangi ketegangan otot, stress, menurunkan tekanan darah,

meningkatkan toleransi terhadap aktivitas sehari-hari, meningkatkan

imunitas, sehingga status fungsional, dan kualitas hidup meningkat (Karang

& Ahmad, 2017).

Relaksasi dilakukan secara bertahap dan dipraktekan dengan

berbaring atau duduk di kursi dengan kepala ditopang dengan bantal. Setiap

kelompok otot ditegangkan selama 5-7 detik dan direlaksasikan selama 10-
20 detik. Prosedur ini diulang paling tidak satu kali.Ptunjuk relaksasi

progresif dibagi dalam dua bagian, yaitu bagian pertama dengan mengulang

kembali pada saat praktek sehingga lebih mengenali otot tubuh yang paling

sering tegang, dan bagian kedua dengan prosedur singkat untuk merilekskan

beberapa otot secara stimulan sehingga relaksasi otot dapat dicapai dalam

waktu singkat. Waktu yang diperlukan untuk melakukan relaksasi otot

progresif sehingga dapat menimbulkan efek yang maksimal adalah selama

satu sampai dua minggu dan dilaksanakan selama satu sampai dua kali 15

menit per hari (Karang & Ahmad, 2017).

2.4.2 Tujuan Latihan Relaksasi Otot Progresif

Terapi relaksasi otot progresif mempunya tujuan untuk mencapai

keadaan rileks menyeluruh, mencakup keadaan rileks secara

fisiologiskeadaan rileks yang diberikan akan merangsang hipotalamus

dengan mengeluarkan pituitary untuk merilekskan pikiran. Keadaan rileks

ditandai dengan penurunan kadar epinefrin dan nonepinefrin dalam darah,

penurunan frekuensi denyut jantung (sampai mencapai24 kali per menit),

penurunan frekuensi nafas (sampai 4-6 kali per menit), penurunan

ketegangan otot, metabolism menurun, vasodilatasi dan peningkatan

temperature pada ekstremitas (Karang & Ahmad, 2017).

2.4.3 Tujuan

Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011), tujuan dari teknik ini adalah

untuk:
a. Menurunkan ketegangan otot, kecemasan, nyeri leher dan punggung,

tekanan darah tinggi, frekuensi jantung, laju metabolic

b. Mengurangi disretmia jantung, kebutuhan oksigen.

c. Meningkatkan gelombang alfa otak yang terjadi ketika klien sadar

tidak mau fokus perhatian seperti relaks.

d. Meningkatkan kebugaran, konsentrasi.

e. Memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stress.

f. Mengatasi insomnia, depresi, kelelahan, iritabilitas, spasme otot, fobia

ringan, gagap ringan, dan

g. Membangun emosi positif dari emosi negatif.

2.4.4 Teknik Latihan Relaksasi Otot Progresif

Menurut Setyoadi & Kushariyadi (2011) persiapan untuk melakukan teknik

ini yaitu:

a. Persiapan

Persiapan alat dan lingkungan : kursi, bantal, serta lingkungan yang

tenang dan sunyi.

1) Pahami tujuan, manfaat, prosedur.

2) Posisikan tubuh secara nyaman yaitu berbaring dengan mata tertutup

menggunakan bantal di bawah kepala dan lutut atau duduk di kursi

dengan kepala ditopang, hindari posisi berdiri.

3) Lepaskan asesoris yang digunakan seperti kacamata, jam, dan

sepatu.
4) Longgarkan ikatan dasi, ikat pinggang atau hal lain sifatnya

mengikat.

b. Prosedur

1) Gerakan 1 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan.

a) Genggam tangan kiri sambil membuat suatu kepalan.

b) Buat kepalan semakin kuat sambil merasakan sensasi

ketegangan yang terjadi.

c) Pada saat kepalan dilepaskan, rasakan relaksasi selama 10 detik.

d) Gerakan pada tangan kiri ini dilakukan dua kali sehingga dapat

membedakan perbedaan antara ketegangan otot dan keadaan

relaks yang dialami.

e) Lakukan gerakan yang sama pada tangan kanan.

2) Gerakan 2 : Ditunjukan untuk melatih otot tangan bagian belakang.

a) Tekuk kedua lengan ke belakang pada peregalangan tangan

sehingga otot di tangan bagian belakang dan lengan bawah

menegang.

b) Jari-jari menghadap ke langit-langit.


Gambar 3.1 Gerakan 1 dan 2

3) Gerakan 3 : Ditunjukan untuk melatih otot biseps (otot besar

padabagian atas pangkal lengan).

a) Genggam kedua tangan sehingga menjadi kepalan.

b) Kemudian membawa kedua kapalan ke pundak sehingga otot

biseps akan menjadi tegang.


Gambar 3.2 Gerakan 3

4) Gerakan 4 : Ditunjukan untuk melatih otot bahu supaya mengendur.

a) Angkat kedua bahu setinggi-tingginya seakan-akan hingga

menyentuh kedua telinga.

b) Fokuskan perhatian gerekan pada kontrak ketegangan yang

terjadi di bahu punggung atas, dan leher.


Gambar 3.4 Gerakan 4

5) Gerakan 5 dan 6 : Ditunjukan untuk melemaskan otot-otot wajah

(seperti dahi, mata, rahang dan mulut).

a) Gerakan otot dahi dengan cara mengerutkan dahi dan alis

sampai otot terasa kulitnya keriput.

b) Tutup keras-keras mata sehingga dapat dirasakan ketegangan di

sekitar mata dan otot-otot yang mengendalikan gerakan mata.

6) Gerakan 7 : Ditujukan untuk mengendurkan ketegangan yang

dialami oleh otot rahang. Katupkan rahang, diikuti dengan

menggigit gigi sehingga terjadi ketegangan di sekitar otot rahang.

7) Gerakan 8 : Ditujukan untuk mengendurkan otot-otot di sekitar

mulut. Bibir dimoncongkan sekuat-kuatnya sehingga akan

dirasakan ketegangan di sekitar mulut.


Gambar 3.5 Gerakan 5, 6, 7 dan 8

8) Gerakan 9 : Ditujukan untuk merilekskan otot leher bagian depan

maupun belakang.

a) Gerakan diawali dengan otot leher bagian belakang baru

kemudian otot leher bagian depan.

b) Letakkan kepala sehingga dapat beristirahat.

c) Tekan kepala pada permukaan bantalan kursi sedemikian rupa

sehingga dapat merasakan ketegangan di bagian belakang leher

dan punggung atas.

9) Gerakan 10 : Ditujukan untuk melatih otot leher bagian depan.

a) Gerakan membawa kepala ke muka.

b) Benamkan dagu ke dada, sehigga dapat merasakan ketegangan

di daerah leher bagian muka.

10) Gerakan 11 : Ditujukan untuk melatih otot panggung.

a) Angkat tubuh dari sandaran kursi.

b) Punggung dilengkungkan.
c) Busungkan dada, tahan kondisi tegang selama 10 detik,kemudian

relaks.
Gambar 3.6. Gerakan 9, 10, 11, 12

11) Gerakan 13 : Ditujukan untuk melatih otot perut

1) Tarik dengan kuat perut ke dalam.

2) Tahan sampai menjadi kencang dan keras selama 10 detik,

lalu dilepaskan bebas.

3) Ulangi kembali seperti gerakan awal untuk perut.

Gambar 3.7 gerakan 13. Untuk

melatih otot perut

12) Gerakan 14-15 : Ditujukan untuk melatih otot-otot kaki (seperti

paha dan betis).

1) Luruskan kedua telapak kaki sehingga otot paha terasa

tegang.
2) Lanjutkan dengan mengunci lutut sedemikian rupa

sehingga ketegangan pindah ke otot betis.

3) Tahan posisi tegang selama 10 detik, lalu dilepas.

4) Ulangi setiap gerakan masing-masing dua kali.

Gambar 3.8 gerakan 14 dan 15 Untuk melatih otot-otot

2.4 Konsep Dasar Teknik Slow Deep Breathing

2.4.1 Definisi teknik slow deep breathing

Latihan slow deep breathing adalah tindakan yang dilakukan

secara sadar bertujuan mengatur pernafasan secara lambat dan dalam

sehingga menyebabkan efek relaksasi (Tarwoto, 2011). Relaksasi dapat

di aplikasikan sebagai terapi non farmakologis untuk mengatasi stress,

hipertensi, ketegangan otot, nyeri dan gangguan pernafasan. Terjadi

perpanjangan pada serabut otot, menurunnya pengiriman impuls saraf

menuju otak, menurunnya aktifitas pada otak dan juga fungsi tubuh lain

pada saat terjadinya relaksasi. Respon relaksasi ditandai dengan

penurunan tekanan darah menurunnya denyut nadi, jumlah pernafasan

serta konsumsi oksigen (Potter & Perry. 2006 dalam Tarwoto, 2011).
Latihan slow deep breathing yang terdiri dari Nafas dada, Nafas

diafragma, Nafas perut dapat digunakan sebagai asuhan keperawatan

mandiri dengan mengajarkan cara untuk melakukan nafas dalam (dengan

menahan inspirasi secara maksimal), nafas lambat dan juga cara

menghembuskan nafas dengan cara perlahan dengan metode bernafas

fase ekshalasi yang panjang (Lekas, 2012)

2.4.2 Tujuan Slow Deep Breathin

Tujuan latihan Slow Deep Breathing yaitu untuk memelihara

pertukaran gas, meningkatkan ventilasi alveoli mencegah terjadinya

atelektasis paru. Unsur oksigen yang masuk melewati paru-paru, secara

tidak sadar di atur oleh salah satu bagian batang otak bernama medula

oblongata. Melalui proses metabolisme, oksigen dengan unsur-unsur lain

di ubah menjadi energi bagian tubuh sehingga dapat menurunkan tekan

darah. Oksigen yang kita hisap cukup melancarkan peredaran darah,

melancarkan metabolism tubuh dan mensuplai otak dengan kadar yang

cukup (Lekas, 2012)

2.4.3 Manfaat Teknik Slow Deep Breathing untuk Tekanan Darah

Penyakit tubuh sebenarnya merupakan gangguan fungsi tubuh

tertentu yang terjadi pada tingkat sel. Penyebabnya bisa bermacammacam

antara lain: masuknya virus atau bakteri ke dalam sistem tubuh,

penurunan kekebalan/ antibodi yang berakibat matinya sel. Penuaan

misalnya disebabkan oleh terganggunya proses respirasi/ pernafasan sel

yang berlangsung di mitrokondria (organ respirasi sel) atau juga

peningkatan tekanan darah, dan stress. Penyebab lainnya berupa


rusaknya jaringan atau organ tubuh karena benturan dari luar, inipun bisa

kita sebut sebagai penyakit (Lekas, 2012). Manfaat yang bisa kita dapat

misalnya:

a. Media Pencegahan Penyakit

Dengan peningkatan energi yang diperoleh dari hasil latihan

nafas dalam lambat maka proses regenasi sel-sel yang rusak

atau pun menghidupkan sel-sel yang masih tidur bisa

ditingkatkan. Begitupun sistem kekebalan tubuh akan

meningkat drastis. Hasilnya akan sulit bagi kita untuk terkena

penyakit.

b. Mengobati Penyakit Dalam Tubuh

Energi yang besar setelah melakukan olah nafas dalam lambat

otomatis meningkatkan kemampuan sistem tubuh, untuk

membunuh virus atau bakteri yang merusak sekaligus meregenerasi

kerusakan yang timbul.

c. Peningkatan Kemampuan Fisik

Tubuh yang lemah disebabkan kekurangan energi. Tenaga yang

dahsyat dapat membuat tubuh lebih bertenaga dan kuat, dengan

energi yang lebih sel-sel tubuh akan menjadi lebih padat dan

tubuh menjadi sangat alot teknik ini cocok untuk anak, dewasa,

ataupun lansia.

d. Keseimbangan Tubuh Dan Fikiran

Koordinasi / kerjasama yang baik antara tubuh dan fikiran di

antaranya bisa diperoleh ketika kondisi otak benar-benar baik


dan teknik ini cocok untuk rileksasi stress. Dengan tarik nafas

dalam lambat kita bisa menyaluri sel-sel yang tidur dan

meningkatkan kerja otak dalam mengontrol tubuh.

e. Peningkatan Kepekaan Dan Pengendalian Diri

Konon dengan teknik yang baik dan dapat meresapi, kimia

tubuh kita akan berfungsi secara harmonis sehingga ketenangsn

dan pengendalian diri ketika menyikapi sesuatu akan sesuai

dengan kadarnya. Dengan hidupnya sel-sel otak, kemampuan

IQ, EQ, SQ kita akan meningkat sehingga kita dapat peka

terhadap diri orang lain dan lingkungan sekitar. Disaat yang

sama kemampuan ini bisa dimanfaatkan untuk berfikir dan

merenungkan ciptaan tuhan untuk menghasilkan sesuatu yang

bermanfaat.

Beberapa contoh penyakit yang dapat disembuhkan dengan

metode olah nafas dalam lambat ini di antaranya:

Jantung, hipertensi, gangguan organ pernafasan, gangguan

pencernaan, ginjal, sakit kepala, dan penyakit fisik lainnya.

Olah nafas dalam lambat juga dapat membuat tubuh menjadi

rileks / santai dan mengurangi beban fikiran atau stres. Teknik

ini sekedar untuk memaksimalkan fungsi pernafasan secara

alamiah tanpa rekayasa.

2.4.4 Pengaruh Slow Deep Breathing Terhadap Tekanan

Slow Deep Breathing merupakan tindakan yang disadari untuk

mengatur pernafasan secara dalam yang dilakukan oleh korteks serebri,


sedangkan pernafasan spontan dilakukan oleh medulla oblongata. Nafas

dalam lambat dilakukan dengan mengurangi frequensi bernafas 16-19

kali dalam 1 menit menjadi 6-10 kali dalam 1 menit. Nafas dalam lambat

yang dilakukan akan merangsang munculnya oksida nitrit yang akan

memasuki paru-paru bahkan pusat otak yang berfungsi membuat orang

menjadi lebih tenang sehingga tekanan darah yang dalam keadaan tinggi

akan menurun (ward, 2010)

Latihan Slow Deep Breathing dapat menurunkan produksi asam

laktat di otot dengan cara meningkatkan suplai oksigen sementara

kebutuhan oksigen didalam otak mengalami penurunan sehingga terjadi

keseimbangan oksigen di dalam otak. Nafas dalam dam juga lambat

dapat menstimulus saraf otonom yang dapat berefek terhadap penurunan

respon saraf simpatis dan juga peningkatan respon parasimpatis. Respon

saraf simpatis akan meningkatkan aktifitas tubuh sementara respon saraf

parasimpatis cendrung menurunkan aktivitas tubuh sehingga tubuh

mengalami relaksasi dan mengalami penurunan aktivitas metabolik.

Stimulasi saraf parasimpatis berdampak terhadap terhadap vasodilatasi

pada pembuluh darah otak yang memungkinkan suplai oksigen di dalam

otak lebih banyak sehingga sehingga perfusi pada jaringan otak lebih

adekuat (downey, 2009 dalam niken, 2015). Penurun kadar hormon

adrenalin juga terjadi saat latihan Slow Deep Breathing yang akan

memberikan rasa tenang dan rileks sehingga berdampak terhadap

perlambatan denyut jantung yang akhirnya akan membuat tekanan darah


mengalami penurunan (Prasetyo, 2010 dalam Hafid, 2018)

a. Pernafasan Dada

Pernafasan dada adalah pernafasan yang menggunakan

gerakan-gerakan otot antara tulang rusuk.adanya kontraksi

otot-otot yang terdapat diantara tulang-tulang rusuk

menyebabkan tulang dada dan tulang rusuk terangkat sehingga

rongga dada membesar

b. Pernafasan Perut

Pernafasan perut adalah pernafasan yang menggunakan otototot

diafragma. Otot-otot sekat rongga dada berkontraksi

sehingga diafragma yang semula cembung menjadi agak rata,

dengan demikian paru-paru dapat mengembang kea rah perut.

2.4.5 Fisiologi Pernafasan

Fungsi paru adalah tempat pertukara gas oksigen dan

karbondioksida pada pernafasan melalui paru melalui pernafasan melalui

pernafasan eksterna. Tubuh melakukan usaha memenuhi kebutuhan O2

untuk proses metabolism dan mengeluarkan CO2 sebagai hasil

metabolisme dengan perantara organ paru-paru dan saluran nafas bersama

kardiovaskuler sehingga dihasilkan darah yang kaya oksigen (Syaifuddin,

2010)

2.4.6 Mekanisme Fisiologi Slow Deep breathing

Selama metode inspirasi dengan deep breating berlangsung, akan

menyebabkan abdomen dan rongga dada terisi penuh mengakibatkan

terjadinya peningkatan tekanan intratoraks di paru. Inspirasi dalam akan


efektif untuk membuka pori-pori kecil antara sel alveolus (khon) dan

menimbulkan ventilasi kolateral ke dalam alveolus di sebelahnya yan

mengalami penyumbatan. Dengan demikian kolaps akibat absorpsi gas ke

dalam alveolus yang tersumbat dapat di cegah. Dalam keadaan normal

absorpsi gas ke dalam darah lebih mudah karena tekanan parsial total

gasgas darah sedikit lebih rendah dari pada tekanan atmosfer akibat lebih

banyak nya O2 yang di absorpsi kedalam jaringan daripada CO2 yang di

ekresikan (Yadav, 2009)

2.4.7 Prosedur Pelaksanaan Latihan Slow Deep Breathing

Prosedur yang dilakukan saat latihan Slow Deep Breathing dengan

melakukan pernafasan diafragma dan purse lip breathing selama inspirasi

mengakibatkan pembesaran pada abdomen bagian atas seiring dengan

dorongan udara yang masuk selama inspirasi. Langkah-langkah latihan

Slow Deep Breathing (University of Pittsburrgh Medical Center, 2003

Dalam Tarwoto, 2011) adalah sebagai berikut:

a. Mengatur pasien dalam posisi duduk

b. Kedua tangan pasien diletakan di atas perut

c. Anjurkan pasien untuk melakukan tarik nafas secara perlahan dan

dalam melalui hidung

d. Tarik nafas selama 3 detik dan merasakan abdomen mengembang

selama menarik nafas

e. Tahan nafas selama 3 detik


f. Kerutkan bibir dan keluarkan nafas melalui mulut, hembuskan secara

perlahan selama 6 detik. Dan rasakan abdomen bergerak kebawah

g. Ulangi 1 langkah sampai 10 selama 2-5 menit, lakukan Slow Deep

Breathing dengan frekuensi 3 kali sehari (Rasyidah AZ, et al, 2018).


2.4.8 Kerangka konsep hipertensi

Tekanan Darah

Manifestasi kelinis Non Farmakologi


1.nyeri
kepala/migren
1. Muscle relaxation
2.rasa berat di tengkuk 2. Deep breathing
3. lemah

Gerakan otot rangka

Menegangkan otot

Menegangkan otot

Merelaksasikan

Keadaan rileks

Sistem saraf simpatis

Aseticolin

Hormon epinefrin Hormon kortisol

Curah jantung

Vasodilatasi (pelebaran
pembuluh darah)
= Mempengaruhi
Aliran darah lancar
= Diteliti

=Tidak diteliti Tekanan darah menurun


2.4.8 Hipotesis

Ha : Ada pengaruh progressive muscle relaxation dan deep breathing terhadap


penurunan tekanan darah pada pasien dengan hipertensi
BAB 3

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu

pengetahuan atau pemecahan suatu masalah (Notoatmodjo, 2012). Pada bab 3 ini

akan dijelaskan tentang: Desain penelitian, kerangka kerja, populasi, sampel dan

sampling, tempat dan waktu penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi

operasional, instrument penelitian, pengumpulan data, analisa data dan etika

penelitian.

3.1. Desain penelitian

Desain penelitian adalah seluruh dari perencanaan untuk menjawab

pertanyaan penelitian dan mengantisipasi beberapa kesulitan yang mungkin

timbul selama proses penelitian (Nursalam, 2013).

Metode yang digunakan dalam desain ini adalah metode Quasi

eksperimen. Hal ini dapat terjadi, karena penelitian yang menguji coba suatu

intervensi pada kelompok subjek dengan atau tanpa kelompok pembanding

namun tidak dilakukan randomisasi. Desain penenelitian yang digunakan

dalam penelitian ini adalah two group pretest – posttest. Dimana peneliti

melakukan observasi sebanyak dua kali yaitu sebelum eksperimen dan

sesudah eksperimen (Karang &Ahmad Rizal, 2017).

Tabel 3.1 Rancangan Quasy Eksperimen


Subjek Pra-test Pelakuan Pasca test
K-A O X OX-A
K-B O OX-B
Time 1 Time 2 Time 3
Keterangan:

K-A : Subjek perlakuan


K-B : Subjek kontrol

O : Observasi sebelum diberikan perlakuan

X : Intervensi dengan relaksasi otot progresif dan deep breathing

OX-A : Observasi tekanan darah pada kelompok perlakuan sesudah

diberikan relaksasi otot progresif

OX-B : Observasi tekanan darah pada kelompok perlakuan sesudah

diberikan relaksasi nafas dalam

Dalam rencangan ini kelompok eksperimental diberi perlakuan

relaksasi otot progresif sedangkan kelompok kontrol di berikan relaksasi

nafas dalam. Pada kedua kelompok diawali dengan pra-tes, dan setelah

pemberian perlakuan diadakan pengukuran kembali (pasca-tes).

2 Identifikasi variabel

Variabel merupakan perilaku atau karakteristik yang memberikan nilai

beda terhadap sesuatu (benda, manusia, dan lain-lain) (Nursalam, 2013).

Dalam penelitian ini dibedakan menjadi satu kelompok, yaitu:

3.2.1Variabel bebas (Independen)

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya

menentukan variabel lain. Suatu kegiatan stimulus yang dimanipulasi oleh

peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependen (Nursalam,

2013). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Relaksasi otot progresif

dan deep breathing.


3.2.2 Variabel terikat (Variabel Dependen)

Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang nilainya ditentukan

oleh variabel lain (Nursalam, 2013). Dalam penelitian ini variabel

dependen adalah Tekanan darah.

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah menjelaskan semua variabel dan istilah

yang digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga memudahkan

pembaca atau penguji dalam mengartikan penelitian (Nursalam, 2013).

Table 3.2 Definisi Operasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur Skala Hasil ukur

Independen Teknik relaksasi otot SOP - -


dengan memusatkan
1. Relaksasi perhatian pada otot yang
otot progresif tegang dengan melakukan
relaksasi untuk
mendapatkan perasaan
rileks sehingga dapat
menurunkan tekanan
darah tinggi. Tehnik ini
dilakukan satu sampai
dua minggu dan
dilaksanakan satu sampai
dua kali 15 menit per
hari.

Parameter :
1. Terdiri dari tahap
persiapan dan
prosedur
2. Terdiri dari 15
gerakan
a. Melatih otot
tangan
b. Melatih otot
tangan bagian
belakan
c. Melatih otot
biseps
d. Melatih otot bahu
e. Melemaskan otot
wajah
f. Mengendurkan
otot rahang
g. Mengendurkan
otot mulut
h. Merileks kan otot
leher bagian depan
i. Merileks kan otot
leher bagian
belakang
j. Melatih otot
punggung
k. Melemaskan otot
dada
l. Melatih otot perut
m. Melatih otot kaki

2. Deep Teknik deep breathing SOP - -


breathing pernafasan yang
dilakukan secara sadar
dan teratur dengan proses
nafas yang dalam dan
lambat. Teknik ini
dilakukan lakukan dengan
frekuensi 3 kali sehari

Parameter :

1. Mengatur pasien dalam


posisi duduk
2. Kedua tangan pasien
diletakan di atas perut
3. Anjurkan pasien untuk
melakukan tarik nafas
secara perlahan dan dalam
melalui hidung
4. Tarik nafas selama 3
detik dan merasakan
abdomen mengembang
selama menarik nafas
5. Tahan nafas selama 3
detik
6. Kerutkan bibir dan
keluarkan nafas melalui
mulut, hembuskan secara
perlahan selama 6 detik.
Dan rasakan abdomen
bergerak kebawah
7. Ulangi 1 langkah
sampai 10 selama 2-5
menit.

Dependen Jumlah tekanan darah Sphymo Ordinal Score tekanan


Tekanan yang di tekan terhadap mano darah
darah dinding arteri saat jantung meter dan a. normal
memompa darah ke stetoskop sistolik < 120,
seluruh tubuh. diastolik
<80mmHg
Parameter : b. pra
Sistoli dan diastolik hipertensi
sistolik 120 –
139, diatolik
80-89
c. hipertensi
stadium 1
diastolik 140
– 159 sistolik
90 -99
d.hipertensi
stadium 2
diastolik ≤ 160
, sistolik ≥ 100

3.4 Populasi dan sampel

3.4.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan dari suatu variabel yang menyangkut

masalah yang diteliti variabel tersebut bisa berupa uang, kejadian, perilaku

atau sesuatu lain yang akan dilakukan penelitian (Nursalam 2013). Populasi

dalam penelitian ini adalah pasien yang mengalami tekanan darah tinggi di

Polindes Palenggiyan. Sedangkan populasinya sebanyak 44 pasien yang

mengalami tekanan darah tinggi.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah bagian populasi yang dipilih dengan “sampling” tertentu

untuk bisa meneliti atau mewakili populasi. Pada penelitian umumnya tidak

menggunakan seluruh objek sebagai objek penelitian (Nursalam 2013).


Sedangkan yang menjadi sampel penelitian ini adalah Pada penelitian ini

sampel diambil dari sebagian populasi target yang sesuai dengan kriteria

sebagai berikut:

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari suatu

populasi target dan terjangkau yang akan diteliti (Nursalam, 2013).

1) Pasien mengalami tekanan darah tinggi tanpa komplikasi

(hipertensi)

2) Pasien hipertensi baik ringan,sedang atau berat

b. Kriteria Ekslusi

Kriteria ekslusi adalah menghilangkan/mengeluarkan subjek yang

memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab (Nursalam,

2013).

1) Pasien hipertensi dengan komplikasi ( DM,GGK, penyakit jantung

lain nya)

3.4.3 Besar sampel

Besar sampel adalah anggota yang akan dijadikan sampel (Nursalam,

2013):

α
Z 2 1− . P ( 1− p ) . N
2
n=
α
d 2 ( N−1 ) + Z 2 1− . P (1−p )
2
Keterangan :

n : Jumlah sampel minimal yang diperlukan

α = Derajat kepercayaan (0,05)


Z1−α /2 = Nilai pada distribusi normal standar yang sama dengan tingkat

kemaknaan (1,962 atau dibulatkan menjadi 4)

p = Proporsi pasien hipertensi

q = 1-p (proporsi )

d = limit dari error atau presisi absolut (0,05)

Hasil perhitungannya :

Berdasarkan rumus diatas diperoleh sampelnya sebagai berikut :

n= 1,962.0.5 (1-0,5) 44

0,52 (44-1) + 1,962. 0,5 (1-0,5)

n= 3,8416. 0,5. 0,5. 44

0,0025.43 + 3,8416. 0,5. 0,5

n= 42,26

0,1075 + 0,96

n= 42,26 = 39,6

1,067

Jadi jumlah sampel yang diambil sebanyak 40 orang.

3.4.4 Teknik Sampling

Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat

mewakili populasi. Teknik sampling merupakan cara-cara yang ditempuh

dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar-benar

sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2013). Dalam

penelitian ini teknik yang digunakan Teknik purposive sampling.Sampel


yang diambil secara purposive berarti dengan sengaja mengambil atau

memilih kasus atau responden. (Karang &Ahmad Rizal, 2017).

3.5 Tempat dan waktu penelitian

3.5.1Tempat penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di wiliyah kerja Polindes Palenggiyan

Kabupaten Sampang.

3.5.2 Waktu Penelitian

Penelitian akan dilak sanakan pada 05 februari 2023

3.6 Alat pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian. Langkah-langkah dalam pengumpulan data bergantung pada

rancangan penelitian dan tehnik instrument yang digunakan (Nursalam,

2013). Menurut (Sujarweni, 2014) instrument pengumpulan data adalah alat

bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya

mengumpulkan data agar kegiatan tersebut sistematis dan dipermudah

olehnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah

Sop deep breathing yang ambil dari sumber sop progressive muscle relaxation

(Rosdiana & Cahyati, 2021)dan Lember observasi tekanan darah pasien

3.7 Etika penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, berusaha untuk memperhatikan etika

yang harus dipatuhi dalam pelaksanaannya agar hak responden dapat

terlindungi, mengingat bahwa penelitian akan berhubungan langsung dengan


manusia. Oleh karena itu peneliti sebelum melakukan penelitian terlebih

dahulu mengajukan ethical clearance kepada pihak yang terlibat langsung

maupun tidak langsung dalam penelitian agar tidak terjadi peanggaran hak-

hak otonomi manusia yang kebetulan menjadi subjek penelitian. Penelitian ini

dimulai dengan melakukan berbagai prosedur yangberhubungan dengan etika

peneltian meliputi :

3.7.1 Nilai Sosial

Suatu penelitian dapat diterima secara etis apabila berdasarkan pada

metode ilmiah yang valid. Dengan kata lain, justifikasi etis melakukan

penelitian yang mengikutsertakan manusia adalah adanya nilai sosial,

memiliki kewajiban moral untuk memastikan semua penelitian dilakukan

dengan cara menjunjung tinggi hak asasi manusia, menghormati, melindungi

dan adil terhadap subjek dan masyarakat dimana penelitian dilakukan.

3.7.2 Nilai Ilmiah

Suatu penelitian dapat diterima secara etis apabila berdasarkan pada

metode imliah yang valid. Dengan kata lain, justifikasi etis melakukan

penelitian yang mengikutsertakan manusia adalah adanya nilai ilmiah.

Parameter ilmiah mengacu pada kemampuan penelitian untuk menghasilkan

informasi yang valid dan handal, sesuai tujuan yang dinyatakan dalam

protokol, dasar untuk penelitian selanjutnya dan data yang relevan untuk

mengambil keputusan klinis, kesehatan dan kebijakan sosial atau alokasi

sumber daya.
Intinya adalah bahwa berbagai hal yang berkaitan dengan “desain

ilmiah” yang menghasilkan informasi yang bermakna, bukan justru

sebaliknya.

3.7.3 Pemerataan Beban dan Manfaat

Penelitian dapat diterima secara etik bila resiko telah diminimalisirkan

(baik dengan mencegah potensi-potensi merugikan dan meminimalisir

dampak negatif yang mungkin terjadi) dan manfaat sumber penelitian harus

lebih besar dibanding resiko. Selain itu juga memastikan bahwa manfaat dan

beban disitribusikan merata, tidak ada status/tingkat kelompok dikenakan

resiko/beban lebih berat.

3.7.4 Potensi Manfaat dan Resiko

Hampir setiap penelitian yang mengikutsertakan subjek manusia akan

memberikan beberapa “konsekuensi” misal resiko seperti ketidaknyamanan,

pengorbanan waktu atau biaya. Beberapa manfaat yang sesuai nampaknya

diperlukan untuk membenarkan hal itu demi keseimbangan. Oleh sebab itu,

penting membedakan berbagai jenis manfaat hasil penelitian dan berbagai

makna moral dari segi subjek.

3.7.5 Bujukan / Eksploitasi / Inducement (Undak)

Dalam penelitian harus dihindari adanya kecurigaan atau klaim adanya

“eksploitatif”, dan pentingnya aspek moral pada klaim tersebut. Klaim

berkaitan dengan aspek manfaat dan bahaya (benefit anda harm),

kerentanan (vulnerability) dan persetujuan (consent).


3.7.6 Rahasia dan Privacy

Kerahasiaan adalah menghormati usaha penyedia informasi tentang

bagaimana informasi yang akan digunakan atau diungkapkan. Dengan

demikian, kewajiban untuk menghormati kerahasiaan adalah berkaitan

dengan bagaimana seseorang menepati janji. Hal ini penting untuk dicatat

bahwa usaha untuk menjaga kerahasiaan tidak selalu secara eksplisit

diberikan.

3.7.7 Persetujuan setelah penjelasan (PSP) atau informed consent (IC)

PSP atau informed consent adalah persetuan yang di berikan oleh individu

kompeten yang telah menerima informasi yang telah diperlukan. PSP juga

merupakan suatu proses komunikasi antara tim peneliti dan peserta sebagai

subjek, yang di mulai dan terus di lakukan selama penelitian.

3.8 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek

dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu

penelitian (Nursalam, 2013).

Pengumpulan data yang dilakukan Di Wilayah Kerja Polindes

Palenggiyan Kabupaten Sampang dengan menggunakan 9 tahap :

1. Tahap yang pertama adalah peneliti akan melakukan pendekatan

kepada bidan.

2. Tahap yang kedua adalah peneliti akan melakukan pendekatan kepada

calon responden.
3. Tahap ketiga adalah peneliti memberikan penjelasan terkait dengan

penelitian yang akan dilakukan mulai dari maksud dan tujuan serta

manfaat begitu juga dengan langkah – langkah penelitian.

4. Tahap keempat adalah calon responden yang bersedia menjadi

responden, untuk mendatangi surat pernyataan (informed consent)

yang berisi tentang ketersediaan untuk menjadi responden.

5. Tahap kelima adalah melakukan pengukuran tekanan darah sebelum

dilakukan terapi relaksasi otot progresif dan deep breathing

6. Tahap keenam melakukan observasi pelaksanaan terapi relaksasi otot

progresif dan deep breathing

7. Tahap ketujuh melakukan pengukuran tekanan darah seminggu

sesudah dilakukan terapi relaksasi otot progresif dan deep breathing

8. Tahap kedelapan peneliti memeriksa kelengkapan data yang sudah

didapatkan.

9. Tahap kesembilan peneliti kemudian mengolah hasil data yang sudah

didapatkan dari responden.

3.9 Pengolahan Data

3.9.1 Pemeriksaan Data (editing)

Hasil angket/kuisioner dari lapangan harus dilakukan penyuntingan

(editing) terlebih dahulu. Secara umum editing adalah merupakan kegiatan

untuk pengecekan dan perbaikan serta mengoreksi kelengkapan pengisian

kuisioner (Notoatmodjo, 2010).


3.9.2 Pemberian Skor (scoring)

Scoring adalah mengisi kolom-kolom atau kotak-kotak lembar kode

atau kartu kode sesuai dengan jawaban masing-masing pertanyaan.

(Notoatmojo, 2010). Skoring adalah penentuan jumlah skor. Maka setiap

jumlah pada setiap observasi atau pengamatan pengukuran tekanan darah

diberi skor sesuai dengan klasifikasi atau pembagian kategori adalah

sebagai berikut :

1 : Normal

2 : Pra hipertensi

3 : Hipertensi stadium 1

4 : Hipertensi stadium 2

3.9.3 Pemberian Code (coding)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode terhadap data yang

terdiri atas beberapa kategori. Coding dalam penelitian ini peneliti

memberikan kode atau tanda pada setiap jawaban untuk mempermudah

dalam pengolahan data dan analisis data serta berpedoman pada definisi

operasional. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan

analisis data menggunakan komputer (Hidayat, 2012). Maka pada setiap

hasil yang didapat diberi kode dengan karakter masing-masing.

1 : Normal sistolik < 120, diastolik <80mmHg

2 : Pra hipertensi sistolik 120 – 139, diatolik 80-89

3 : Hipertensi stadium 1 diastolik 140 – 159 sistolik 90 -99

4 : Hipertensi stadium 2 diastolik ≤ 160 , sistolik ≥ 100


3.9.4 Tabulasi (tabulating)

Tabulating adalah proses penyusunan data ke dalam bentuk tabel.

Pada tahap ini dianggap bahwa data telah selesai diproses sehingga harus

segera disusun kedalam suatu pola formal yang dirancang (Nursalam,

2013).

3.10 Analisa Data

3.10.1 Analisa univariat

Merupakan suatu pekerjaan yang dilakukan oleh seorang peneliti

dalam melakukan sebuah analisis. pekerjaan ini sangat mudah, namun

akan dapat memberikan gambaran umum dari data yang telah

dikumpulkan melalui responden (Imron, 2011).

3.10.2 Analisis bivariat

Cara analisis data yang digunakan adalah analisis bivariat yang

dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi

(Notoatmojo, 2010). Dalam penelitian ini menggunakan uji paried sampel

T test yang merupakan analisis dengan melibatkan dua pengukuran pada

subjek yang sama terhadap suatu pengaruh atau perlakuan tertentu. uji

tersebut digunakan untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah

terapi relaksasi otot progresif dan deep breathing pada pasien penderita

hipertensi. Analisis biavariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga

berhubungan atau berkolerasi (Notoatmodjo, 2010)


Dalam penelitian ini menggunakan analisis sebagai berikut:
a. Uji normalitas data
Sampel ≥ 50 Responden → Uji kolmograf
Sampel ≤ 50 Responden → Uji shapiro wilk
Jika p ≥ α maka data dinyatakan normal
Jika p ≤ α maka data tidak dinyatakan normal
b. Mengetahui perbedaan tekanan darah dan kekambuhan pre dan
post perlakuan jika semua data
normal Uji paired t test
Jika salah satu data tidak normal Uji Wilcoxon
c. Mengetahui perbedaan tekanan darah dan kekambuan pre dan post
control jika semua data
normal Uji paired t test
Jika salah satu data tidak normal Uji Wilcoxon
d. Mengetahui perbedaan control dan kelompok perlakuan jika semua
data
Normal Uji Independent t test
Jika salah satu data tidak normal Uji Whitney test
3.11 Kerangka kerja

Frame work atau kerangka kerja adalah sesuatu yang abstrak, logical,

secara arti harfiah dan akan membantu peneliti dalam menghubungkan hasil

penemuan dengan body of knowledge (Nursalam, 2013).

Variable Independen : Variabel Dependen :


Relaksasi otot progresif Tekanan darah
Deep breathing

Populasi : 32 pasien hipertensi di Polindes Palenggiyan


Sampling Purposive sampling

Kelompok perlakuan : 16 Kelompok kontrol : 16


responden responden

Observasi tekanan darah dengan Observasi tekanan darah dengan


manifestasi klinis manifestasi klinis

Diberikan terapi relaksasi otot Diberikan terapi relaksasi nafas


progresif dalam

Observasi tekanan darah Observasi tekanan darah


dengan manifestasi klinis dengan manifestasi klinis

Hasil Hasil

a. Univariat: Distribusi Frekuensi

b. Biavriat: Normalitas Uji shapiro wilk

Berpasangan Uji paired t test / Uji Wilcoxon


Tidak Berpasangan Uji Independent / Uji Whitney
kesimpulan

Gambar 3.1 kerangka Kerja


DAFTAR PUSTAKA

Anneahira. Contoh Penulisan Daftar Pustaka.


http://www.anneahira.com/contohpenulisan-daftar-pustaka.htm. Diaks

Wibowo, Ridho. 2010. Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar matematika


pada bangun datar melalui strategi active self assessment. Skripsi :
Surakarta. UMS (Tidak Dipublikasikan).

Martiani, Indri. 2007. Upaya peningkatan pemahaman konsep berhitung


melalui metode contextual teaching and learning (CTL). Skripsi :
Surakarta. UMS (Tidak Dipublikasikan)

Kusumaningsih, Diah. 2011.Upaya Meningkatkan Kemampuan Berpikir


Kritis Siswa Kelas X-C SMA N 11 Yogyakarta melalui Pembelajaran
Matematika dengan Pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) pada Materi Perbandingan Trigonometri. Skripsi : Yogyakarta.
UNY (Tidak Dipublikasikan)

Martiani, Indri. 2007. Upaya peningkatan pemahaman konsep berhitung


melalui metode contextual teaching and learning (CTL). Skripsi :
Surakarta. UMS (Tidak Dipublikasikan).

Ratnasari, Nia. 2010. Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika


melalui Model Pembelajaran Think Pair Share (TPS). Skripsi :
Surakarta. UMS (Tidak Dipublikasikan).

Salong, Amjad. Metode Penelitian Triangulasi.


http://jaisamq.blogspot.com/2012/02/metode-triagulasi.html. Diakses
Tanggal 29 November

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor – Faktor yang Memperngaruhinya. Jakarta:


Rineka Cipta.
Sutama. 2010. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, PTK, R
& D. Surakarta: Fairuz Media.

-------. 2011. Penelitian Tindakan Teori dan Praktek dalam PTK, PTS, dan
PTBK. Surakarta: CV. Citra Mandiri Utama.

Uno, Hamzah. 2007. Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar


Mengajar Yang kreatif dan Efektif. Jakarta : Bumi Aksara.
Wibowo, Ridho. 2010. Peningkatan keaktifan dan prestasi belajar matematika
pada bangun datar melalui strategi active self assessment. Skripsi :
Surakarta. UMS (Tidak Dipublikasikan)

Anda mungkin juga menyukai