BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan salah satu organisasi pemberi jasa pelayanan kesehatan terhadap
masyarakat yang semakin dituntut untuk bekerja secara profesional sesuai dengan standar
pelayanan yang telah ditentukan.
Mengacu pada visi dan misi dari Millenium development goal’s, maka perlu disusun suatu
rencana kerja, sehingga kegiatan dari bagian ini menjadi lebih sistematis dan terorganisir.
Pedoman kerja akan menjadi acuan dalam melaksanakan kegiatan pelayanan TB dengan strategi
DOTS yang komprehensif.
Adapun Strategi DOTS terdiri dari :
1. Komitmen Politis
2. Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya
3. Pengobatan jangka pendek yang berstrandar bagi semua kasus TB, dengan penatalaksanaan
kasus secara tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan
4. Jaminan ketersediaan Obat Anti TBC (OAT) yang bermutu
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Untuk menanggulangi masalah TB, strategi DOTS harus diekspansi dan diakselerasi pada
seluruh unit pelayan kesehatan dan berbagai institusi terkait termasuk rumah sakit pemerintah
dan swasta, dengan mengikutsertakan secara aktif semua pihak dalam kemitraan yang bersinergi
untuk penanggulangan TB.
Intervensi dengan strategi DOTS di institusi rumah sakit baru dilakukan sejak tahun 2000.
Hasil survey prevalensi TB tahun 2004 menunjukan pola pencarian pengobatan TB cukup tinggi
yaitu sekitar 60%.
Pelaksanan DOTS di rumah sakit mempunyai daya ungkit dalam penemuan kasus (case
detection rate), angka keberhasilan pengobatan (cure rate), dan angka keberhasilan rujukan
(success referral rate).
Berkaitan dengan hal tersebut, maka Mitra Keluarga Tegal menerapkan pelayanan
1
pelayanan TB dengan strategi DOTS untuk mendukung program tersebut.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Pedoman pelayanan TB di Mitra Keluarga disusun dengan tujuan agar dapat meningkatkan
mutu pelayanan TB
2. Tujuan Khusus
a. Sebagai pedoman manajerial dan operasional dalam penanggulangan TB di Mitra
Keluarga Tegal
b. Sebagai indikator mutu penerapan standar pelayanan rumah sakit dalam program
penanggulangan TB melalui indikator standar pelayanan minimal
C. Ruang Lingkup
DOTS merupakan suatu strategi penanganan kasus TB yang terkait dengan
pelayanan pada Rawat Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Ruang Rawat Inap, Instalasi Laboratorium,
Instalasi Farmasi, Radiologi, dan Rekam Medis
D. Konsep Dasar
Pada dasarnya tugas Tim DOTS Rumah Sakit dalam penanggulangan TB adalah melayani
pasien yang datang mencari pengobatan dengan :
1. Melakukan penemuan (diagnosis) kasus TB
a. Mengidentifikasi suspek dan mengisi SITB pada format Terduga TB (TB.06);
b. Mengisi permohonan Laboratorium pada SITB untuk Pemeriksaan Dahak (TB.05);
c. Mendiagnosis TB pada orang dewasa dan anak sesuai dengan Program Nasional
Penanggulangan TB;
d. Menentukan klasifikasi penyakit dan tipe pasien;
e. Bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB (TB.01) dan kartu
identitas pasien (TB.02) secara lengkap dan benar.
2. Melakukan pengobatan pasien TB
a. Membantu pasien dalam penentuan pilihan tempat pengobatan selanjutnya;
b. Menetapkan paduan OAT yang benar untuk setiap klasifikasi dan tipe pasien serta
bertanggung jawab dalam menetapkan PMO bersama pasien;
c. Memberikan penyuluhan pada pasien, keluarganya dan PMO;
d. Bertanggung jawab dalam pengisian kartu pengobatan pasien TB (TB.01) dan kartu
identitas pasien (TB.02) secara lengkap dan benar serta pengisian data kasus pada
SITB
e. Mendeteksi dan menangani komplikasi, efek samping dan merujuk ke RS spesialistik
lain bila diperlukan;
f. Menangani pasien TB pada beberapa keadaan khusus;
g. Menetapkan hasil pengobatan dan mencatat pada kartu pengobatan pasiendan SITB;
2
h. Bertanggung jawab dalam pengisian kartu pencatatan lain yang diperlukan (formulir
TB.09 dan TB.10)
3. Melakukan pemantauan dan evaluasi hasil pengobatan
a. Bertanggung jawab dalam pemantauan keteraturan pengobatan
b. Melakukan analisis hasil pengobatan pasien sesuai dengan indikator;
c. Merencanakan tindak lanjut untuk penyelesaian masalah.
d. Menentukan jadwal pemeriksaan dahak ulang;
e. Menangani pasien mangkir
4. Melakukan Rujukan
a. Untuk pasien yang dirujuk dari rumah sakit, harus dibuatkan surat pengantar (formulir TB.09) dengan
menyertakan fotokopi TB.01 dan sisa OAT (bila telah diberi pengobatan). Pada Sistem SITB mengisi
rujukan ke Faskes yang dituju
b. Keinginan pasien akan dirujuk kemana.
c. Berdasarkan kondisi sakit atau keadaan sakitnya (memang perlu untukdirujuk).
d. Berdasarkan status pembiayaan pelayanan kesehatan, untuk kepesertaan BPJS, apabila kondisi pasien
stabil, pengobatan dilanjutkan di PPK 1 yang ditunjuk.
e. Rumah sakit memberikan informasi langsung (telepon atau SMS) keWasor
TB/Koordinator jejaring DOTS RS tentang pasien yang dirujuk.
5. Pencatatan dan Pelaporan
a. Melakukan pencatatan suspek dan pasien yang diobati dan mengisi SITB
b. Melakukan Pelaporan baik kepada Direktur Mitra Keluarga Tegal dan ke Dinas
Kesehatan Kota.
3
BAB I
STRUKTUR ORGANISASI
A. RUMAH SAKIT
4
B. KOMITE / TIM
Struktur Organisasi
Tim TB DOTS Mitra Keluarga Tegal
Penanggung Jawab
(Direktur)
Ketua
Sekretaris, PJ Pencatatan
Pelaporan, komunikasi &
informasi
2. Ketua Tim TB
5
a. Kriteria
1) Pendidikan dasar dokter spesialis paruparu atau penyakit dalam atau dokter
spesialis atau dokter umum yang bersertifikat Pelatihan Pelayanan
Tuberkulosis dengan Strategi DOTS di Rumah Sakit (PPTS DOTS).
2) Pernah mengikuti pelatihan pelatihan sesuai dengan bidangnya.
3) Memiliki dedikasi dan loyalitas kerja yang tinggi.
4) Memiliki kemampuan kepemimpinan
b. Tugas
1) Melaksanakan koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
penanggulangan TB
2) Bertanggung jawab atas seluruh kegiatan
3) Membagi tugas pelaksanaan program kepada seluruh anggota
c. Tanggungjawab
1) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan visi dan misi Pengendalian
Tuberkulosis.
2) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program dan evaluasi.
3) Bertanggung jawab terhadap Direktur.
d. Wewenang
1) Mendelegasikan tugas apabila berhalanganhadir.
2) Memeriksa hasil kegiatanPengendalianTuberkulosis
6
2) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan
dengan pelayanan TB di rumah sakit
3) Bertanggung jawab melaporkan hasil kegiatan administratif kepada Ketua
pelayanan TB di rumah sakit dan melakkan pelporan ke dinas kesehatan
setiap triwulan.
d. Wewenang
1) Meminta laporan pelaksanaan program pelayanan TB di rumah sakit dari
unit kerja terkait
2) Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS Mitra
KeluargaTegal terkait pelaksanaan program pelayanan TB di rumah sakit
3) Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan pelayanan TB di
rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan RS Mitra KeluargaTegal
4) Melakukan komunikasi internal dan eksternal kepadaunit kerja di
lingkungan RS Mitra KeluargaTegal dan pihak luar melalui surat tertulis,
email, dan telepon di rumah sakit
5) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang berhubungan
dengan pelayanan TB di rumah sakit
6) Bertanggung jawab melaporkan hasil kegiatan administratif kepada Ketua
pelayanan TB di rumah sakit
7
1) Melakukan skrining pasien diawal masuk poli paru/ poli anak
2) Melakukan cek penandaan pasien dengan diagnose TB pada RM .
3) Melakukan koordinasi dengan tim Pengendalian Tuberkulosis dan Tim PPI
dalam rangka kegiatan operasional.
4) Melakukan kegiatan-kegiatan operasional untuk pelayanan Pengendalian
Tuberkulosis (pengawasan APD di poli paru/poli anak berupa pemakaian
masker baik pasien maupun pengantar)
5) Pengawasan terhadap SPO yang telah ditetapkan.
6) Melakukan evaluasi kegiatan operasional dan mutu pelayanan
Pengendalian Tuberkulosis termasuk pencatatan dan pelaporan
b. TanggungJawab
1) Bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan program di masing-
masing unit kerjanya
2) Bertanggung jawab terhadap ketua tim Pengendalian Tuberkulosis
6. Perawat IGD
a. UraianTugas
1) Melakukan skrining pasien diawal masuk IGD.
2) Melakukan koordinasi dengan tim Pengendalian Tuberkulosis dan Tim PPI
dalam rangka kegiatan operasional.
3) Melakukan kegiatan-kegiatan operasional untuk pelayanan Pengendalian
Tuberkulosis (pengawasan APD di IGD berupa pemakaian masker baik
pasien maupun pengantar)
4) Pengawasan terhadap SPO yang telah ditetapkan.
5) Melakukan evaluasi kegiatan operasional dan mutu pelayanan
Pengendalian Tuberkulosis termasuk pencatatan danpelaporan
b. TanggungJawab
1) Bertanggung jawab terhadap kelancaran pelaksanaan program di masing-
masing unit kerjanya
2) Bertanggung jawab terhadap ketua tim Pengendalian Tuberkulosis
8
8. Kepala Bagian Laboratorium
a. UraianTugas
1) Melaksanakan pelayanan pemeriksaan laboratorium terkait pelayanan
Pengendalian Tuberkulosis
2) Pemantauan pelaporan pelayanan Pengendalian Tuberkulosis terkait hasil
analisa laboratorium.
3) Melakukan koordinasi dengan ketua tim Pengendalian Tuberkulosis terkait
dengan pelayanan Pengendalian Tuberkulosis.
b. TanggungJawab
1) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program dan pelaksanaan
pelayanan Pengendalian Tuberkulosis
2) Bertanggung jawab kepada ketua tim Pengendalian Tuberkulosis
3) Bertanggungjawab melakukan perekapan reagen tuberculosis.
4) Bertanggungjawab melakukan pelaporan kepada rumah sakit dan dinas
kesehatan terkait penggunaan reagen tuberculosis
9
2) Bertanggung jawab kepada ketua tim Pengendalian Tuberkulosis.
BAB III
MEKANISME KERJA
1. PENEMUAN PASIEN TB
Kegiatan penemuan pasien terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis, penentuan
klasifikasi penyakit dan tipe pasien. Penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam
kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular,
secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di
masyarakat dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif
di masyarakat.
a. Strategi penemuan
Penemuan pasien TB di Mitra keluarga Tegal dilakukan secara pasif dengan skrining
dari hasil anamnesa dan pemeriksaan penunjang pada saat pasien datang untuk rawat
jalan di poliklinik dan IGD Mitra Keluarga Tegal maupun pada saat pasien masuk
untuk rawat inap
10
identifikasi M.tuberkulosis pada penanggulangan TB khususnya untuk mengetahui
apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama
fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi:
1) Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
2) Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak.
3) Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda.
2. DIAGNOSIS TB
a. Diagnosis TB paru
1) Semua suspek TB diperiksa menggunakan pemeriksaan biakan TCM
2) Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman
TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan
TCM merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan
dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai
dengan indikasinya.
3) Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks
saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru,
sehingga sering terjadi overdiagnosis.
4) Gambaran kelainan radiologik Paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
11
5) Untuk lebih jelasnya lihat alur prosedur diagnostik untuk suspek TB paru.
b. Diagnosis TB ekstra paru.
1) Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada
Meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe
superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada
spondilitis TB dan lain-lainnya.
2) Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada
metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.
12
Indikasi pemeriksaan foto toraks
Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan
dahak secara TCM dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :
1) hasil TCM MTb Negatif .
2) Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti: pneumotorak, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau
efusi pleural) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan
bronkiektasis atau aspergiloma).
13
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang
jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada
hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain
selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium),
kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat
kelamin, dan lain-lain.
14
g. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe
pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan
BTA positif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain untuk
melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok
ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA
positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Catatan:
TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal,
default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan
secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis
spesialistik.
4. PENGOBATAN TB
a. Tujuan Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya
resistensi kuman terhadap OAT.
15
Tabel 1. Jenis, sifat dan dosis OAT
1) Prinsip pengobatan
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
a) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam
jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan
gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap
(OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
b) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan
langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas
Menelan Obat (PMO).
c) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
3) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
16
kategori pasien sesuai yang disediakan oleh Dinas Kesehatan, meliputi :
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori
anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet
OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu
tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini
dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan
OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan
untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1)
pasien dalam satu (1) masa pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB :
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga
menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko
terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan
penulisan resep
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian
obat menjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
17
Tabel 2 Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1
18
Tabel 5 Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2
Catatan:
• Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin
adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
• Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
• Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
5. TATALAKSANA TB ANAK
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala
utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu
kriteria lain dengan menggunakan sistem skor . Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP
IDAI telah membuat Pedoman NasionalTuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem
skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional penanggulangan
tuberkulosis untuk diagnosis TB anak.
Lihat tabel 3.5. tentang sistem pembobotan (scoring system) gejala dan
pemeriksaan penunjang.
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor
yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat
OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi,
seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan
sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
19
Tabel 6 Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB
Catatan :
Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter.
Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya
seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung
didiagnosis tuberkulosis..
Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah
penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
1. Tanda bahaya :
a. kejang, kaku kuduk
b. penurunan kesadaran
c. kegawatan lain, misalnya sesak napas
2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura
3. Gibbus, koksitis
20
Gambar 3 Alur tatalaksana pasien TB Anak Pada Unit Pelayanan Kesehatan
Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah
pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi aik klinis maupun pemeriksaan penunjang.
Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan
pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik
tidak menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.
21
Tabel 7 Dosis OAT KDT pada Anak
Keterangan:
1) Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
2) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
3) OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau dilarutkan ke
dalam air.
1) INH (Isoniazid) dengan dosis 10 mg/kgBB (7-15 mg/kg) setiap hari selama 6 bulan.
2) Setiap bulan (saat pengambilan obat Isoniazid) dilakukan pemantauan terhadap
adanya gejala TB.
a) Jika terdapat gejala TB pada bulan ke 2, ke 3, ke 4, ke 5 atau ke 6, maka harus
segera dievaluasi terhadap sakit TB
b) jika terbukti sakit TB, pengobatan harus segera ditukar ke regimen terapi TB
anak dimulai dari awal
3) Jika PP-INH selesai diberikan (tidak ada gejala TB selama 6 bulan pemberian),
maka pemberian INH dapat dihentikan.
4) Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG
setelah PP- INH selesai diberikan.
22
6. PENGAWASAN MENELAN OBAT
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan diperlukan seorang
PMO.
a. Persyaratan PMO
1) Seseorang yang dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas kesehatan
maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh pasien.
2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4) Bersedia dilatih dan atau mendapat penyuluhan bersama-sama dengan pasien
23
dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara
mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam
memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk
memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau
kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu
dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila ke 2 spesimen tersebut negatif.
Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil pemeriksaan ulang
dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemriksaan ulang dahak
mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
24
Tabel 10. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur
25
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”: Jika
seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu
kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan
pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada
sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini,
hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang.
Di Mitra Keluarga Tegal penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a. Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian
kembali OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan obat
lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang merupakan penyebab
26
dari efek samping tersebut.
b. Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau karena
kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu kemudian
diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila dalam proses
rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul reaksi, berarti
hepatotoksisitas karena reakasi hipersensitivitas.
c. Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya
pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat diberikan
lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut dengan obat lain.
Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal ini akan menurunkan
risiko terjadinya kambuh.
d. Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas (kepekaan) terhadap
Isoniasid atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh
sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka pendek.
Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau Rifampisin
tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi. Namun, jangan
lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif sebab mempunyai risiko
besar terjadi keracunan yang berat.
27
BAB IV
STANDAR FASILITAS
B. Dukungan Manajemen
Manajemen memberi dukungan terhadap pelaksanaan program penanggulangan TB di
RS, berupa :
Dukungan yang diberikan oleh manajemen berupa:
1. Penerbitan Surat Keputusan untuk Tim TB DOTS RS, dan menetapkan dan regulasi
terkait pengaturan alur pelayanan TB Paru di Rumah Sakit
2. Anggaran atau dana untuk kegiatan :
a. Pendidikan atau Pelatihan (diklat)
b. Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang.
c. Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, laporan, dan rapat rutin.
C. Standar Prosedur Operasional
1. SPO Alur Pelayanna Pasien TB Rawat Inap
28
2. SPO Alur Pelayanan Pasien TB Rawat Jalan
3. SPO Jejaring Internal TB DOTS
4. SPO Jejaring Eksternal TB DOTS
5. SPO Pemeriksaan Dahak
6. SPO Pemantauan Pengobatan
7. SPO Penegakan Diagnosa TB
8. SPO Kolaborasi TB - HIV
9. SPO Pencatatan dan Pelaporan Pelayanan TB
10. SPO Rujuk Pasien TB
29
BAB V
PERTEMUAN / RAPAT
A. Pengertian
Rapat adalah suatu pertemuan yang terdiri dari beberapa orang yang memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama untuk membicarakan atau memecahkan suatu masalah
tertentu.
C. Kegiatan Rapat
Kegiatan rapat Pelayanan penanggulangan TB terdiri dari :
1. Rapat Terjadwal
Rapat terjadwal adalah rapat yang diadakan sesuai dengan jadwal yang telah
ditentukan, biasanya. Adapun rapat terjadwal yang dilakukan adalah
a. Rapat internal 3 (tiga) bulanan, yaitu rapat Ketua Tim TB DOTS bersama
seluruh anggota tim nya, untuk melakukan pembahasan terkait koordinasi
pelayanan TB di Rumah Sakit
b. Rapat tahunan
Melakukan evaluasi pelaksanaan program kegiatan penanggulangan TB dan
perencanaan penyusunan program kegiatan untuk tahun berikutnya
2. Rapat Tidak Terjadwal
Rapat tidak terjadwal adalah rapat yang diadakan secara insidentil. rapat tidak
terjadwal ini biasanya dilakukan untuk membahas persoalan atau hal-hal yang terjadi
saat proses pekerjaan berlangsung guna mencari akar penyebab terjadinya persoalan
dan mencari solusi atas permasalahan tersebut.
3. Segala yang berhubungan dengan rapat Tim TB diatur oleh sekretaris tim termasuk
persiapan dan hasil rapat.
BAB VI
PELAPORAN
A.Pengertian
30
Pelaporan adalah suatu sistem atau metode yang dilakukan untuk melaporkan segala
bentuk kegiatan yang ada terkait dengan pemberian pelayanan TB
B.Jenis Laporan
Perlaporan terkait dengan pelayanan penanggulangan TB terdiri dari :
1. Laporan Bulanan
Laporan bulanan adalah laporan yang dibuat oleh Ketua Tim TB sesuai hasil
pemantauan dan pencatatan data setiap bulannya diserahkan kepada Direktur dan
kepada Dinas Kesehatan Kota Tegal :
a. Pasien suspek TB
b. Pasien terdiagnosa TB
c. Pasien Rujuk
d. Pasien mangkir
e. Pasien TB HIV
f. Pasien TB MDR
2. Laporan Semester
Laporan semester merupakan laporan yang dibuat oleh Ketua Tim TB setiap 6
(enam) bulan dan diserahkan kepada Direktur. Laporan ini memuat informasi terkait
dengan Evaluasi pelakasanaan program kegiatan Tim TB di RS Mitra Keluarga
Tegal
3. Laporan Tahunan
Laporan yang dibuat oleh Ketua Tim TB dalam bentuk tertulis dan diserahkan
kepada Direktur pada akhir tahun. Laporan tahunan ini memuat informasi terkait
dengan Evaluasi pelaksanaan program kegiatan Tim TB di RS Mitra Keluarga Tegal
31