Dengan Sastra
-4%
5 (1568)
Biografiku.com | Pramoedya Ananta Toer dikenal sebagai seorang sastrawan
besar Indonesia. Banyak karya-karyanya yang fenomenal sehingga ia dikenal
sebagai sastrawan yang sangat produktif. Namun sebagian besar hidupnya ia
habiskan di penjara karena dituduh sebagai pendukung partai komunis karena
menjadi ketua LEKRA. Bagaimana kisahnya?
Daftar Isi
Pramoedya Ananta Toer kemudian ditangkap Belanda pada tanggal 22 juli 1947
dengan tuduhan menyimpan dokumen pemberontakan melawan Belanda yang
kembali ke Indonesia untuk berkuasa. Ia kemudian di jatuhi hukuman penjara
dan kemudian dipenjarakan di pulau Edam dan kemudian dipindahkan ke penjara
di daerah Bukit Duri hingga tahun 1949 dan selama masa penahanannya
tersebut, ia lebih banyak menulis buku dan cerpen.
Pada tahun 1956, Pramoedya Ananta Toer sempat ke Beijing untuk menghadiri
hari kematian Lu Sung. Kembali ke Indonesia, ia kemudian mulai mempelajari hal-
hal yang berkaitan dengan orang-orang tionghoa di Indonesia. Pramoedya
bahkan menjalin hubungan yang erat dengan para penulis atau sastrawan dari
Tiongkok. Di masa tersebut, Pramoedya banyak menulis karya-karya sastra dan
juga tulisan-tulisan yang mengkritik pemerintahan Indonesia mengenai
penyiksaan terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.
Kemudian pada tahun 1958, Pramoedya Ananta Toer didaulat menjadi pimpinan
pusat Lekra (Lembaga Kesenian Jakarta) yang bernaung di bawah Partai Komunis
Indonesia pimpinan D.N Aidit. Jabatannya sebagai pimpinan pusat Lekra
membuat banyak seniman menjadi berseberangan pendapat dengan Pramoedya
Ananta Toer teruta para seniman yang menentang aliran komunis di Indonesia.
Di tahun 1962, Pramoedya Ananta Toer kemudian bekerja sebagai seorang dosen
sastra di Universitas Res Republica. Ia juga menjadi Dosen Akademi Jurnalistik Dr.
Abdul Rivai dan juga berprofesi sebagai redaktur majalah Lentera.
BACA JUGA : Biografi Buya Hamka, Kisah Perjalanan Sastrawan Indonesia Paling
Terkenal
Sambal baby cumi sambal teri
Belanja sekarang
Penghargaan
Freedom to Write Award dari PEN American Center, AS, 1988
Penghargaan dari The Fund for Free Expression, New York, AS, 1989
Wertheim Award, “for his meritorious services to the struggle for emancipation of Indonesian
people”, dari The Wertheim Fondation, Leiden, Belanda, 1995
Ramon Magsaysay Award, “for Journalism, Literature, and Creative Arts, in recognation of his
illuminating with briliant stories the historical awakening, and modern experience of
Indonesian people”, dari Ramon Magsaysay Award Foundation, Manila, Filipina, 1995
UNESCO Madanjeet Singh Prize, “in recognition of his outstanding contribution to the
promotion of tolerance and non-violence” dari UNESCO, Perancis, 1996
Doctor of Humane Letters, “in recognition of his remarkable imagination and distinguished
literary contributions, his example to all who oppose tyranny, and his highly principled struggle
for intellectual freedom” dari Universitas Michigan, Madison, AS, 1999
Chancellor’s distinguished Honor Award, “for his outstanding literary archievements and for his
contributions to ethnic tolerance and global understanding”, dari Universitas California,
Berkeley, AS, 1999
Chevalier de l’Ordre des Arts et des Letters, dari Le Ministre de la Culture et de la
Communication Republique, Paris, Perancis, 1999
New York Foundation for the Arts Award, New York, AS, 2000
Fukuoka Cultural Grand Prize (Hadiah Budaya Asia Fukuoka), Jepang, 2000
The Norwegian Authors Union, 2004
Centenario Pablo Neruda, Chili, 2004
Lain-lain
Nurdyansa
https://www.nurdyansa.com/
'...Sejarah akan meninggikan mereka yang memang layak dimuliakan dan sejarah juga akan menghitamkan
mereka yang layak dijatuhkan - NS'
ARTIKEL TERKAIT
Biografi Sunan Gunung Jati, Kisah Wali Songo Penyebar Agama Islam
di...