Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Fraktur ekstremitas bawah adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
atau tulang rawan yang terjadi pada ekstremitas bawah yang umumnya
disebabkan oleh ruda paksa. Trauma yang menyebabkan fraktur dapat berupa
trauma langsung, misalnya sering terjadi benturan pada ekstremitas bawah yang
menyebabkan fraktur pada tibia dan fibula.
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Saat ini,
penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-
pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Bahkan WHO telah menetapkan
decade 2000-2010 menjadi Dekade Tulang dan Persendian. Penyebab fraktur
terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain
menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta
orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau
dewasa muda. Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran,
atau penarikan. Fraktur dapat disebabkan trauma langsung atau tidak langsung.
Trauma langsung berarti benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur di
tempat itu. Trauma tidak langsung bila titik tumpu benturan dengan terjadinya
fraktur berjauhan. Tekanan yang berulang-ulang dapat menyebabkan keretakan
pada tulang. Keadaan ini paling sering ditemui pada tibia, fibula, atau metatarsal.
Fraktur dapat pula terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit
paget).
Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu, dari segi ilmu bedah, sangat
penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan nafas (airway), proses
pernafasan (breathing), dan sirkulasi (circulation), apakah terjadi syok atau tidak.

1
Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru dilakukan anamnesis dan
pemeriksaaan fisis secara terperinci. Untuk mengetahui tipe dan derajat fraktur
dapat dilakukan pemeriksaan radiologis.  Bila secara klinik ada atau diduga ada
fraktur, maka harus dibuat dua foto tulang yang bersangkutan. Sebaiknya dibuat
foto antero-posterior (AP) dan lateral. Bila kedua proyeksi ini tidak dapat dibuat
karena keadaan pasien yang tidak memungkinkan, maka dibuat 2 proyeksi yang
tegak lurus satu sama lain.
Mengingat golden period dari fraktur adalah 1-6 jam, penting untuk
memikirkan komplikasi fraktur yang mungkin terjadi. Secara umum, komplikasi
fraktur dapat berupa komplikasi dini dan komplikasi lanjut, hal ini berdasarkan
onset terjadinya komplikasi dengan fraktur awalnya. Namun, yang dapat dinilai
dengan pemeriksaan radiologis antara lain, osteomielitis, nekrosis avaskuler, non-
union, delayed union, mal-union, dan atrofi sudeck. Untuk memastikan
komplikasi dari fraktur ini, diperlukan beberapa jenis pemeriksaan radiologis,
baik itu dengan sinar X biasa, CT-scan dan MRI. Tak lupa pula untuk
memperhatikan segi klinis dan aspek radiologis yang baik sehingga intervensi
yang diharapkan dapat diwujudkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Bagaimana etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan malunion fraktur?

1.3 TUJUAN
1.3.1 Mengetahui etiologi, patogenesis, pemeriksaan fisik, diagnosis dan
penatalaksanaan malunion fraktur.

1.4 MANFAAT
1.4.1 Menambah wawasan mengenai penyakit bedah khususnya tentang
malunion fraktur.

2
BAB II
STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Sdr. H
Umur : 14 tahun
Jenis kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pelajar
Agama : Islam
Alamat : Paria, Pinrang
Status perkawinan : Belum Menikah
Suku : bugis
Tanggal MRS : Sabtu, 24 Januari 2018
Tanggal periksa : Sabtu, 24 januari 2018

B. ANAMNESA
1. Keluhan utama : Berjalan Pincang
2. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke POLI RSUD Andi Makkasau dengan keluarga
dalam keadaan sadar. Pasien mengeluhkan tungkai bawah kirinya
memendek kurang lebih 2 bulan yang lalu karena terjatuh dari ketinggian.
Mekanisme trauma yaitu pasien sedang berjalan, lalu tiba tiba
menginjak lubang dan terjatuh dari ketinggian sekitar 2 meter. pada saat
jatuh kaki kiri pasien menginjak tanah terlebih dahulu, pasien masih dalam
keadaan sadar, tidak pusing, mual, ataupun muntah. Pasien tidak
mengalami gangguan BAK ataupun gangguan BAB, Tidak ada luka
terbuka atau tulang yang keluar dari tungkai bawah kiri. tetapi tungkai
bawah kiri terasa sakit dan terluka, kecelakaan tersebut terjadi 2 bulan
yang lalu. Pasien kemudian ditolong oleh orang-orang yang melihat
kejadian, kemudian pasien dibawa ke UGD puskesmas, di sana pasien
dirawat lukanya (lecet di tungkai atas kiri) kemudian dilakukan

3
pemasangan spalk di tungkai atas kiri pasien. di Puskesmas pasien hanya
MRS sehari saja, karena tidak ada biaya. Sesampainya di rumah, keluarga
pasien membawa pasien ke tempat pengobatan alternative (Tukang pijit),
disana pasien dipijat, tungkai atas kiri yang telah di spalk di puskesmas
dilepas, di tempat tersebut pasien juga diberi jamu-jamuan untuk diminum,
di tukang pijit tersebut pasien hanya menginap sehari saja dan dibawa
pulang, pasien ke Tukang pijit tersebut berkali kali, selama 2 bulan.
Setelah pengobatan alternatif 2 bulan tersebut, pasien mengeluh paha kiri
terasa linu, dan bentuk tulang paha kiri memendek, kalau di buat jalan
tidak bisa seluruhnya meletakkan hentakan kaki sepenuhnya karena terasa
nyeri.

3. Riwayat penyakit dahulu


Riwayat trauma sebelumnya tidak ditemukan
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang sama sebelumnya
Pasien tidak pernah menjalani operasi sebelumnya
Pasien mengaku memiliki alergi ayam potong. Telur ayam potong
dan ikan asin

4. Riwayat pengobatan
 Mengkonsumsi obat-obatan untuk DM tidak ditemukan
 Mengkonsumsi obat-obatan untuk hipertensi tidak ditemukan
 Penggunaan kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama tidak
ditemukan

5. Riwayat Keluarga
Trauma (-)
Operasi (-)
DM (-)
Hipertensi (-)

4
C. VITAL SIGN
 Tekanan darah 110/70 mmHg,
 Nadi 88 x/mnt
 Pernafasan 20 x/mnt
 Suhu 36,8oC

D. STATUS LOKALIS
Status Lokalis : Regio femur sinistra
• Look : deformitas pemendekan (+), terdapat penonjolan abnormal dan
angulasi (+),  oedem (-), tak tampak sianosis pada lesi.
• Feel : Nyeri tekan setempat (-), krepitasi (-), sensibilitas (+), terasa lebih
menonjol dibandingkan dengan femur dextra, suhu rabaan normal,
NVD (neurovaskuler disturbance) (-), kapiler refil (+) normal,
arteri dorsalis pedis teraba.
• Move: Dalam batas normal

E. RESUME
Seorang anak Laki-Laki umur 14 tahun datang ke POLI RSUD ANDI
MAKKASAU dengan keluhan mengalami pemndekan tulang pada paha
kiri setelah jatuh dari ketinggian setinggi 2 mter, sekitar 2 bulan yang lalu.
Pemeriksaan vital sign: Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 88 x/mnt,
Pernafasan 20 x/mnt, Suhu 36,8oC. Status Lokalis : Regio cruris sinistra,
Look: deformitas pemendekan (+):angulasi (+),  Feel: sensibilitas (+),
terasa lebih menonjol dibandingkan dengan paha dextra, suhu rabaan
normal, kapiler refil (+) normal, arteri dorsalis pedis teraba. Move: Dalam
batas normal

F. DIAGNOSA KERJA
Malunion fraktur 1/3 middle left femur

5
G. PLANNING DIAGNOSA
• Planning pemeriksaan
– Foto Rontgen: Femur sinistra AP-lateral
– Lab : DL, CT, BT, HbSAg
• Planning Terapi
Operatif
Reconstruksi dan fiksasi interna: ORIF  dan Bone Graft   

6
BAB III
PEMBAHASAN

A. DEFINISI FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang,
tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang
umumnya disebabkan oleh tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan
jaringan lunak dengan berbagai macam derajat, mengenai pembuluh darah, otot
dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma
langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan tekanan
langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak
langsung, apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah
fraktur, misalnya jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada
klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan
atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Fraktur kruris (L:crus = tungkai) merupakan fraktur yang terjadi pada tibia dan
fibula.. Fraktur kruris merupakan fraktur yang sering terjadi dibandingkan dengan
fraktur pada tulang panjang lainnya. Periosteum yang melapisi tibia agak tipis
terutama pada daerah depan yang hanya dilapisi kulit sehingga tulang ini mudah
patah dan biasanya fragmen frakturnya bergeser karena berada langsung dibawah
kulit sehingga sering juga ditemukan fraktur terbuka.

B. ANATOMI
Femur adalah tulang terpanjang dan terkuat pada tubuh. Tulang femur
menghubungkan antara tubuh bagian panggul dan lutut. Kata “ femur” merupakan
bahasa latin untuk paha. Femur pada ujung bagian atasnya memiliki caput,
collum, trochanter major dan minor. Bagian caput merupakan lebih kurang dua
pertiga berbentuk seperti bola dan berartikulasi dengan acetabulum dari tulang
coxae membentuk articulation coxae. Pada pusat caput terdapat lekukan kecil

7
yang disebut fovea capitis, yaitu tempat perlekatan ligamentum dari caput.
Sebagian suplai darah untuk caput femoris dihantarkan sepanjang ligamen ini dan
memasuki tulang pada fovea.

Bagian collum, yang menghubungkan kepala pada batang femur, berjalan


ke bawah, belakang, lateral dan membentuk sudut lebih kurang 125 derajat, pada
wanita sedikit lebih kecil dengan sumbu panjang batang femur. Besarnya sudut ini
perlu diingat karena dapat berubah karena penyakit.
Trochanter major dan minor merupakan tonjolan besar pada batas leher
dan batang. Yang menghubungkan dua trochanter ini adalah linea
intertrochanterica di depan dan crista intertrochanterica yang mencolok di
bagian belakang, dan padanya terdapat tuberculum quadratum.

Bagian batang femur umumnya berbentuk cembung ke arah depan.


Berbentuk licin dan bulat pada permukaan anteriornya, pada bagian belakangnya
terdapat linea aspera, tepian linea aspera melebar ke atas dan ke bawah. Tepian
medial berlanjut ke bawah sebagai crista supracondylaris medialis menuju
tuberculum adductorum pada condylus medialis. Tepian lateral menyatu ke bawah
dengan crista supracondylaris lateralis. Pada permukaan postertior batang femur,
di bawah trochanter major terdapat tuberositas glutealis, yang ke bawah
berhubungan dengan linea aspera. Bagian batang melebar kearah ujung distal dan
membentuk daerah segitiga datar pada permnukaan posteriornya, disebut fascia
poplitea.

Gambar 1.1. Anatomi Tulang Femur

Ujung bawah femur memilki condylus medialis dan lateralis, yang di


bagian posterior dipisahkan oleh incisura intercondylaris. Permukaan anterior
condylus dihubungkan oleh permukaan sendi untuk patella. Kedua condylus ikut

8
membentuk articulation genu. Di atas condylus terdapat epicondylus lateralis dan
medialis. Tuberculum adductorium berhubungan langsung dengan epicondylus
medialis.17,18

Vaskularisasi femur berasal dari arteri iliaka komunis kanan dan kiri. Saat
arteri ini memasuki daerah femur maka disebut sebagai arteri femoralis. Tiap-tiap
arteri femoralis kanan dan kiri akan bercabang menjadi arteri profunda femoris,
ramiarteria sirkumfleksia femoris lateralis asenden, rami arteria sirkumfleksia
femoris lateralis desenden, arteri sirkumfleksia femoris medialis dan arteria
perforantes. Perpanjangan dari arteri femoralis akan membentuk arteri yang
memperdarahi daerah genu dan ekstremitas inferior yang lebih distal. Aliran balik
darah menuju jantung dari bagian femur dibawa oleh vena femoralis kanan dan
kiri.18

Gambar 1.2. Struktur Vaskularisasi Femur

C. FISIOLOGI TULANG
Fungsi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jantung, otak, dan paru-paru) dan
jaringan lunak.
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).

9
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sum-sum tulang belakang (hema
topoiesis).
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor.

D. ETIOLOGI
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan
garis patah melintang atau miring.
2)Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang
paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3)Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi.Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan
penarikan.

E. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur,
periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan
lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang
segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan
vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian
inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya

10
Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur :
1) Faktor Ekstrinsik
Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung
terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.
2) Faktor Intrinsik
Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk
timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan,
dan kepadatan atau kekerasan tulang.

F. KLASIFIKASI FRAKTUR
a. Berdasarkan komplit atau ketidak klomplitan fraktur.
1. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang
atau melalui kedua korteks tulang.
2. Fraktur Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang
tulang seperti:
a. Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
b. Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks
dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.
c. Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi
korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang
b. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubbungannya dengan mekanisme
trauma.
1. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakan akibat trauma angulasi juga.
3. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
4. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.

11
5. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi
otot pada insersinya pada tulang.
c. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan.
2) Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubungan.
3) Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada
tulang yang sama.
d. .Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap tetapi kedua
fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.
2. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga
disebut lokasi fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
e. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1. 1/3 proksimal
2. 1/3 medial
3. 1/3 distal
f. Fraktur Kelelahan/stres: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
g. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
1. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih
utuh) tanpa komplikasi.
2. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
perlukaan kulit.

12
h.Fraktur Patologis: fraktur yang terjadi pada tulang karena adanya
kelainan/penyakit yang menyebabkan kelemahan pada tulang.
i. Fraktur femur

1. Fraktur Collum Femur :

Fraktur Collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu


misalnya penderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur dengan benda keras ataupun disebabkan oleh
trauma tidak langsung yaitu karena gerakan eksorotasi yang mendadak dari
tungkai bawah, dibagi dalam :

1. Fraktur Intrakapsuler (Fraktur Collum femur)

2. Fraktur Extrakapsuler (Fraktur Intertrochanter femur)

2. Fraktur Subtrochanter Femur

Adalah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari


trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding dan Magliato,
yaitu:

1. Tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor

2. Tipe 2 : garis patah berada 1-2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor Tipe 3 : garis patah berada 2-3 inch di
distal dari batas atas trochanter.

Fraktur ini dapat terjadi pada setiap umur dan biasanya akibat
trauma yang hebat. Gambaran klinisnya berupa anggota gerak bawah
dalam keadaan rotasi eksterna, memendek, dan ditemukan pembengkakan
pada daerah proksimal femur disertai nyeri pada pergerakan. Pada
pemeriksaan radiologis dapat meninjukkan fraktur yang terjadi dibawah
trokhanter minor. Garis fraktur bisa bersifat transverse, oblik atau spiral,
dan sering bersifat kominutif. Fragmen proksimal dalam keadaan posisi

13
fleksi sedangkan distal dalam keadaan posisi abduksi dan bergeser ke
proksimal. Pengobatan dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna dengan
menggunakan plate dan screw. Komplikasi yang sering timbul adalah
nonunion dan malunion. Komplikasi ini dapat dikoreksi dengan osteotomi
atau bone grafting.

3. Fraktur Batang(midshaft) Femur

Fraktur batang femur merupakan fraktur yang sering terjadi pada


orang dewasa muda. Jika terjadi pada pasien manula, fraktur ini harus
dianggap patologik sebelum terbukti sebaliknya. Fraktur spiral biasanya
disebabkan oleh jatuh dengan mekanisme terpuntir/ twisting injury.
Fraktur transverse dan oblik biasanya akibat angulasi atau benturan
langsung, oleh karena itu sering ditemukan pada kecelakaan sepeda motor.
Pada benturan keras, fraktur mungkin bersifat kominutif atau tulang dapat
patah lebih dari satu tempat.
Femur diliputi oleh otot yang kuat dan merupakan proteksi untuk
tulang femur, tetapi juga dapat berakibat jelek karena dapat menarik
fragmen fraktur sehingga bergeser. Femur dapat pula mengalami fraktur
patologis akibat metastasis tumor ganas. Fraktur femur sering disertai
dengan perdarahan masif yang harus selalu dipikirkan sebagai penyebab
syok. Klasifikasi fraktur femur dapat bersifat tertutup atau terbuka, simpel,
komunitif, fraktur Z atau segmental.

4. Fraktur Distal Femur

• Suprakondiler Femur

Daerah suprakondiler adalah daerah antara batas proksimal


kondilus femur dan batas metafisis dengan diafisis femur. Fraktur
terjadi karena tekanan varus atau valgus disertai kekuatan aksial
dan putaran. Klasifikasi fraktur suprakondiler femur terbagi atas :
tidak bergeser, impaksi, bergeser, impaksi, bergeser dan komunitif.
Fragmen bagian distal selalu terjadi dislokasi ke posterior, hasil ini

14
biasanya disebabkan karena adanya tarikan otot – otot
gastrocnemius, biasanya fraktur supracondylar ini disebabkan oleh
trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya
axial dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.

• Interkondiler Femur

Fraktur intercondylar femur, adalah fraktur dimana, garis fraktur


diantara condylus medialis dan lateralis, umumnya terjadi bentuk
T fraktur atau Y fraktur.1,19

Mekanisme terjadinya fraktur femur dapat disebabkan oleh trauma langsung


atau tidak langsung. Menurut Swiontkowski dan Stovitz, trauma langsung, gaya
atau energi trauma akan mengenai sepanjang shaft femur atau di regio trokhanter,
sedangkan trauma tidak langsung oleh karena tarikan otot illiopsoas di trochanter
minor dan otot adductor di trochanter mayor.20

G. DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosis fraktur dapat secara klinis meliputi anamnesis
lengkap danmelakukan pemeriksaan fisik yang baik, namun sangat penting untuk
dikonfirmasikan denganmelakukan pemeriksaan penunjang berupa foto rontgen
untuk membantu mengarahkan danmenilai secara objektif keadaan yang
sebenarnya.
A. Anamnesa
Anamnesa : ada trauma
Bila tidak ada riwayat trauma berarti fraktur patologis. Trauma harus diperinci
jenisnya, besar-ringannya trauma, arah trauma dan posisi penderita atau
ekstremitas yang bersangkutan (mekanisme trauma). Dari anamnesa saja dapat
diduga :
o Kemungkinan politrauma.
o Kemungkinan fraktur multipel.
o Kemungkinan fraktur-fraktur tertentu, misalnya : fraktur colles, fraktur
supracondylair humerus, fraktur collum femur.

15
o Pada anamnesa ada nyeri tetapi tidak jelas pada fraktur inkomplit
o Ada gangguan fungsi, misalnya : fraktur femur, penderita tidak dapat
berjalan. Kadang-kadang fungsi masih dapat bertahan pada fraktur
inkomplit dan fraktur impacted ( impaksi tulang kortikal ke dalam
tulang spongiosa).
Trauma dapat terjadi karena kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian
atau jatuh dikamar mandi pada orang tua, penganiayaan, tertimpa benda berat,
kecelakaan pada pekerja oleh karena mesin atau karena trauma olah raga.
Penderita biasanya datang karena nyeri, pembengkakan, gangguan fungsi
anggota gerak, deformitas, kelainan gerak, krepitasi atau datang dengan gejala-
gejala lain.
B. Pemeriksaan Fisik 
1. Pemeriksaan umum
Dicari kemungkinan kompikasi umum, misalnya : shock pada fraktur multipel,
fraktur pelvis atau fraktur terbuka, tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka
terinfeksi.
Pada pemeriksaan awal penderita, perlu diperhatikan adanya:
 Syok, anemia atau perdarahan.
 Kerusakan pada organ-organ lain, misalnya otak, sumsum tulang
belakang atau organ-organ dalam rongga toraks, panggul dan
abdomen.
 Faktor predisposisi, misalnya pada fraktur patologis (penyakit Paget). 
2. Pemeriksaan status lokalis
Tanda-tanda fraktur yang klasik adalah untuk tulang panjang. Fraktur tulang-
tulang kecil misalnya: naviculare manus, fraktur avulsi, fraktur intraartikuler,
fraktur epifisis. Fraktur tulang-tulang yang dalam misalnya odontoid-cervical,
cervical, dan acetabulum mempunyai tanda-tanda tersendiri.
Pada pemeriksaan fisik dilakukan:
 Look (Inspeksi)
Deformitas: angulasi ( medial, lateral, posterior atau anterior),
diskrepensi (rotasi,perpendekan atau perpanjangan). 

16
Bengkak atau kebiruan.
Fungsio laesa (hilangnya fungsi gerak). 
Pembengkakan, memar dan deformitas mungkin terlihat jelas, tetapi
hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh. Kalau kulit robek dan
luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera itu terbuka
(compound).
 Feel (palpasi)
Palpasi dilakukan secara hati-hati oleh karena penderita biasanya mengeluh
sangat nyeri. Hal-hal yang perlu diperhatikan: 
Temperatur setempat yang meningkat
Nyeri tekan; nyeri tekan yang superfisisal biasanya disebabkan oleh
kerusakan jaringan lunak yang dalam akibat fraktur pada tulang.
Krepitasi; dapat diketahui dengan perabaan dan harus dilakukan secara
hati-hati.
Pemeriksaan vaskuler pada daerah distal trauma berupa palpasi arteri
radialis, arteri dorsalis pedis, arteri tibialis posterior sesuai dengan
anggota gerak yang terkena. Refilling (pengisian) arteri pada kuku.
Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang memerlukan
pembedahan.
 Move (pergerakan)
Nyeri bila digerakan, baik gerakan aktif maupun pasif.
Gerakan yang tidak normal yaitu gerakan yang terjadi tidak pada
sendinya.
Pada penderita dengan fraktur, setiap gerakan akan menyebabkan nyeri
hebat sehingga uji pergerakan tidak boleh dilakukan secara kasar,
disamping itu juga dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan lunak
seperti pembuluh darah dan saraf.
3. Pemeriksaan Penunjang
Sinar -X
Dengan pemeriksaan klinik kita sudah dapat mencurigai adanya
fraktur. Walaupun demikian pemeriksaan radiologis diperlukan untuk

17
menentukan keadaan, lokasi serta eksistensi fraktur. Untuk
menghindari nyeri serta kerusakan jaringan lunak selanjutnya, maka
sebaiknya kita mempergunakan bidai yang bersifat radiolusen untuk
imobilisasi sementara sebelum dilakukan pemeriksaan radiologis.
Tujuan pemeriksaan radiologis:
 Untuk mempelajari gambaran normal tulang dan sendi.
 Untuk konfirmasi adanya fraktur.
 Untuk mengetahui sejauh mana pergerakan dan konfigurasi
fragmen serta pergerakannya.
 Untuk mengetahui teknik pengobatan.
 Untuk menentukan apakah fraktur itu baru atau tidak.
 Untuk menentukan apakah fraktur intra-artikuler atau ekstra-
artikuler.
 Untuk melihat adanya keadaan patologis lain pada tulang.
 Untuk melihat adanya benda asing.
 Pemeriksaan dengan sinar-X harus dilakukan dengan ketentuan
´Rules of Two´:
 Dua pandangan
Fraktur atau dislokasi mungkin tidak terlihat pada film sinar-X
tunggal dan sekurang-kurangnya harus dilakukan 2 sudut
pandang (AP & Lateral/Oblique).
 Dua sendi
Pada lengan bawah atau kaki, satu tulang dapat mengalami
fraktur atau angulasi. Tetapi angulasi tidak mungkin terjadi
kecuali kalau tulang yang lain juga patah, atau suatu sendi
mengalami dislokasi. Sendi-sendi diatas dan di bawah fraktur
keduanya harus disertakan dalam foto sinar-X.
 Dua tungkai
Pada sinar-X anak-anak epifise dapat mengacaukan diagnosis
fraktur. Foto pada tungkai yang tidak cedera akan bermanfaat.

18
 Dua cedera
Kekuatan yang hebat sering menyebabkan cedera pada lebih
dari 1 tingkat. Karena itu bila ada fraktur pada kalkaneus atau
femur perlu juga diambil foto sinar-X pada pelvis dan tulang
belakang.
 Dua kesempatan
Segera setelah cedera, suatu fraktur mungkin sulit dilihat,
kalau ragu-ragu, sebagai akibatresorbsi tulang, pemeriksaan
lebih jauh 10-14 hari kemudian dapat memudahkan diagnosis.
Pencitraan Khusus
Umumnya dengan foto polos kita dapat mendiagnosis fraktur, tetapi
perlu dinyatakan apakah fraktur terbuka atau tertutup, tulang mana
yang terkena dan lokalisasinya, apakah sendi juga mengalami fraktur
serta bentuk fraktur itu sendiri. Konfigurasi fraktur dapat menentukan
prognosis serta waktu penyembuhan fraktur, misalnya penyembuhan
fraktur transversal lebihlambat dari fraktur oblik karena kontak yang
kurang. Kadang-kadang fraktur atau keseluruhan fraktur tidak nyata
pada sinar-X biasa.Tomografi mungkin berguna untuk lesi spinal atau
fraktur kondilus tibia. CT atau MRI mungkin merupakan satu-satunya
cara yang dapat membantu, sesungguhnya potret transeksional sangat
penting untuk visualisasi fraktur secara tepat pada tempat yang sukar.
Radioisotop scanning berguna untuk mendiagnosis fraktur-tekanan
yang dicurigai atau fraktur tak bergeser yang lain.

G. TEKNIK PENANGANAN
Penatalaksanaan Fraktur :
Secara umum prinsip pengobatan fraktur ada 4:
1. Recognition, diagnosis dan penilaian fraktur Prinsip pertama adalah
mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksan
klinis dan radiologis.
Pada awal pengobatan perlu diperhatikan:

19
1. Lokalisasi fraktur
2. Bentuk fraktur
3. Menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan
4. Komplikasi yang mungkin terjadi selama dan sesudah pengobatan
2. Reduction; reduksi fraktur apabila perlu Restorasi fragmen fraktur
dilakukan untuk mendapatkan posisi yang dapat diterima. Pada fraktur
intraartikuler diperlukan reduksi anatomis dan sedapat mungkin
mengembalikan fungsi normal dan mencegah komplikasi seperti
kekakuan, deformitas, serta perubahan osteoartritis di kemudian hari.
Posisi yang baik adalah :
-alignment yang sempurna
-aposisi yang sempurna
3. Retention; imobilisasi fraktur
4. Rehabilitation; mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin
Non Operatif
1. Reduksi
Reduksi adalah terapi fraktur dengan cara mengantungkan kaki dengan tarikan
atau traksi.
2. Imobilisasi
Imobilisasi dengan menggunakan bidai. Bidai dapat dirubah dengan gips dalam
7-10 hari, atau dibiarkan selama 3-4 minggu.
3. Pemeriksaan dalam masa penyembuhan
Dalam penyembuhan, pasien harus di evaluasi dengan pemeriksaan rontgen
tiap 6 atau 8 minggu. Program penyembuhan dengan latihan berjalan,
rehabilitasi ankle, memperkuat otot kuadrisef yang nantinya diharapkan dapat
mengembalikan ke fungsi normal

Operatif
Penatalaksanaan Fraktur dengan operasi, memiliki 2 indikasi, yaitu:
a. Absolut

20
- Fraktur terbuka yang merusak jaringan lunak, sehingga memerlukan operasi
dalam penyembuhan dan perawatan lukanya.
- Cidera vaskuler sehingga memerlukan operasi untuk memperbaiki jalannya
darah di tungkai.
- Fraktur dengan sindroma kompartemen.
- Cidera multipel, yang diindikasikan untuk memperbaiki mobilitas pasien,
juga mengurangi nyeri.
b. Relatif, jika adanya:
- Pemendekan
- Fraktur tibia dengan fibula intak
- Fraktur tibia dan fibula dengan level yang sama
Adapun jenis-jenis operasi yang dilakukan pada fraktur tibia diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Standar
Fiksasi eksternal standar dilakukan pada pasien dengan cidera multipel yang
hemodinamiknya tidak stabil, dan dapat juga digunakan pada fraktur
terbuka dengan luka terkontaminasi. Dengan cara ini, luka operasi yang
dibuat bisa lebih kecil, sehingga menghindari kemungkinan trauma
tambahan yang dapat memperlambat kemungkinan penyembuhan. Di bawah
ini merupakan gambar dari fiksasi eksternal tipe standar.

b. Ring Fixators

21
Ring fixators dilengkapi dengan fiksator ilizarov yang menggunakan sejenis
cincin dan kawat yang dipasang pada tulang. Keuntungannya adalah dapat
digunakan untuk fraktur ke arah proksimal atau distal. Cara ini baik
digunakan pada fraktur tertutup tipe kompleks. Di bawah ini merupakan
gambar pemasangan ring fixators pada fraktur diafisis tibia.

c. Open reduction with internal fixation (ORIF)


Cara ini biasanya digunakan pada fraktur diafisis tibia yang mencapai ke
metafisis. Keuntungan penatalaksanaan fraktur dengan cara ini yaitu
gerakan sendinya menjadi lebih stabil. Kerugian cara ini adalah mudahnya
terjadi komplikasi pada penyembuhan luka operasi. Berikut ini merupakan
gambar penatalaksanaan fraktur dengan ORIF.

d. Intramedullary nailing
Cara ini baik digunakan pada fraktur displased, baik pada fraktur terbuka
atau tertutup. Keuntungan cara ini adalah mudah untuk meluruskan tulang

22
yang cidera dan menghindarkan trauma pada jaringan lunak. Di bawah ini
adalah gambar dari penggunaan intramedullary nailing.

H. KOMPLIKASI PENYEMBUHAN FRAKTUR


1) Mal union
Malunion adalah keadaan dimana fraktur menyembuh pada saatnya, tetapi
terdapat deformitas yang berbentuk angulasi, varus/valgus, rotasi, kependekan
atau union secara menyilang misalnya pada fraktur radius dan ulna.
Etiologi :
Fraktur tanpa pengobatan, pengobatan yang tidak adekuat, reduksi dan
imobilisasi yang tidak baik, pengambilan keputusan serta teknik yang salah pada
awal pengobatan, osifikasi premature pada lempeng epifisis karena adanya
trauma.
Gambaran Klinis :
Deformitas dengan bentuk yang bervariasi, gangguan fungsi anggota gerak,
nyeri dan keterbatasan pergerakan sendi, ditemukan komplikasi seperti paralysis
tardi nervus ulnaris, Osteoartritis apabila terjadi pada daerah sendi, bursitis atau
nekrosis kulit pada tulang yang mengalami deformitas.

Radiologis :
Pada foto roentgen terdapat penyambungan fraktur tetapi dalam posisi yang
tidak sesuai dengan keadaan yang normal.

23
Pengobatan :
Konservatif dilakukan refrakturisasi dengan pembiusan umum dan
diimobilisasi sesuai dengan fraktur yang baru,pada pasien malunion yang masih
terbentuk fase subkalus. Apabila ada kependekan anggota gerak dapat
dipergunakan sepatu ortopedi. Operatif dilakukan osteotomi koreksi (osteotomi Z)
dan bone graft disertai dengan fiksasi interna, atau dengan osteotomi dengan
pemanjangan bertahap misalnya pada anak-anak, atau dengan osteotomi yang
bersifat baji.

2) Delayed union
Delayed union adalah suatu kondisi dimana terjadi penyambungan tulang
tetapi terhambat yang disebabkan oleh adanya infeksi dan tidak tercukupinya
peredaran darah ke fragmen. Fraktur yang tidak sembuh setelah selang waktu 3-5
bulan (3 bulan untuk anggota gerak atas dan 5 bulan untuk anggota gerak bawah).
Etiologi :
Sama dengan nonunion.
Gambaran Klinis :
Nyeri anggota gerak dan pergerakan pada waktu berjalan, terdapat
pembengkakan, nyeri tekan, terdapat gerakan yang abnormal pada daerah fraktur,
pertambahan deformitas.
Radiologis :
Tidak ada gambaran tulang baru pada ujung daerah fraktur, gambaran kista
pada ujung-ujung tulang karena adanya dekalsifikasi tulang, gambaran kalus yang
kurang disekitar fraktur.
Pengobatan :
Konservatif dilakukan pemasangan plester untuk imobilisasi tambahan
selama 2-3 bulan. Operatif dilakukan bila union diperkirakan tidak akan terjadi
maka segera dilakukan fiksasi interna dan pemberian bone graft.
3) Non union
Fraktur yang tidak menyembuh antara 6-8 bulan dan tidak didapatkan
konsolidasi sehingga terdapat pseudoartrosis (sendi palsu). Pseudoartrosis dapat

24
terjadi tanpa infeksi tetapi dapat juga terjadi bersama-sama infeksi disebut
infected pseudoartrosis
. Beberapa jenis nonunion terjadi menurut keadaan ujung-ujung fragmen
tulang yaitu : hipertrofik  ujung-ujung tulang bersifat sklerotik dan lebih besar
dari normal yang disebut gambaran elephant’s foot, garis fraktur tampak dengan
jelas, ruangan antar tulang diisi dengan tulang rawan dan jaringan ikat fibrosa,
pada jenis ini vaskularisasi baik sehingga biasanya hanya diperlukan fiksasi yang
rigid tanpa pemasangan bone graft.
Atrofik/oligotrofik  tidak ada tanda-tanda aktivitas seluler pada ujung fraktur,
ujung tulang lebih kecil dan bulat serta osteoporotik dan avaskuler, pada jenis ini
disamping dilakukan fiksasi rigid juga diperlukan pemasangan bone graft
Etiologi :
Vaskularisasi yang kurang pada ujung-ujung fragmen, reduksi yang tidak
adekuat, imobilisasi yang tidak adekut sehingga terjadi pada kedua fragmen,
waktu imobilisasi yang tidak cukup, infeksi, distraksi pada kedua ujung karena
adanya traksi yang berlebihan, interposisi jaringan lunak di antara kedua fragmen,
terdapat jarak yang cukup besar antara kedua fragmen, destruksi tulang misalnya
oleh karena tumor atau osteomielitis (fraktur patologis), disolusi hematoma
fraktur oleh jaringan sinovia (fraktur intrakapsuler), kerusakan periosteum yang
hebat sewaktu terjadi fraktur atau operasi, fiksasi interna yang tidak sempurna,
delayed union yang tidak diobati, pengobatan yang salah atau sama sekali tidak
dilakukan pengobatan, terdapat benda asing diantara kedua fraktur misalnya
pemasangan screw diantara kedua fragmen.
Gambaran Klinis :
Nyeri ringan atau sama sekali tidak ada, gerakan abnormal pada daerah
fraktur yang membentuk sendi palsu yang disebut pseudoartrosis, nyeri tekan
sedikit atau sama sekali tidak ada, pembengkakan bisa ditemukan dan bisa juga
tidak terdapat pembengkakan sama sekali, pada perabaan ditemukan rongga
diantara kedua fragmen
Radiologis :

25
Terdapat gambaran sklerotik pada ujung-ujung tulang, ujung-ujung tulang
berbentuk bulat dan halus, hilangnya ruangan meduler pada ujung-ujung tulang,
salah satu ujung tulang dapat berbentuk cembung dan sisi lainnya cekung
(pseudoartrosis).
Pengobatan :
Fiksasi interna rigid dengan atau tanpa bone graft, eksisi fragmen kecil
dekat sendi misalnya kepala radius dan prossesus styloideus ulna, pemasangan
protesis misalnya pada fraktur leher femur, stimulasi elektrik untuk mempercepat
osteogenesis..
4) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis adalah kerusakan tulang yang diakibatkan adanya
defisiensi suplay darah.
5) Trauma saraf terutama pada nervus peroneal komunis.
6) Gangguan pergerakan sendi pergelangan kaki.
Gangguan ini biasanya disebakan karena adanya adhesi pada otot-otot
tungkai bawah.
7) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena penolakan tubuh terhadap implant berupa
internal fiksasi yang dipasang pada tubuh pasien. Infeksi juga dapat terjadi
karena luka yang tidak steril.

I. PROGNOSIS
Prognosis dikatakan baik jika penderita secepat mungkin dibawa ke rumah
sakit sesaat setelah terjadi trauma, kemudian jenis fraktur yang diderita ringan,
bentuk dan jenis perpatahan simple, kondisis umum pasien baik, usia pasien
relative muda, tidak terdapat infeksi pada fraktur dan peredaran darah lancar.
Penanganan yang diberikan seperti operasi dan pemberian internal fiksasi juga
sangat mempengaruhi terutama dalam memperbaiki struktur tulang yang patah.
Setelah operasi dengan pemberian internal fiksasi berupa plate and screw,
diperlukan terapi latihan untuk mengembalikan aktivitas fungsionalnya.
Pemberian terapi latihan yang tepat akan memberikan prognosis yang baik

26
bilamana (1) quo ad vitam baik jika pada kasus ini tidak mengancam jiwa pasien,
(2) quo ad sanam baik jika jenis perpatahan ringan, usia pasien relative muda dan
tidak ada infeksi pada fraktur, (3) quo ad fungsionam baik jika pasien dapat
melakukan aktivitas fungsional, (4) quo ad cosmeticam yang disebut juga dengan
proses remodeling baik jika tidak terjadi deformitas tulang. Dalam proses
rehabilitasi, peran fisioterapi sangat penting terutama dalam mencegah komplikasi
dan melatih aktivitas fungsionalnya.
Prognosis dari fraktur tibia fibula untuk kehidupan adalah bonam. Pada
sisi fungsi dari kaki yang cedera, kebanyakan pasien kembali ke performa semula,
namun hal ini sangat tergantung dari gambaran frakturnya, macam terapi yang
dipilih, dan bagaimana respon tubuh terhadap pengobatan. Komplikasi infeksi
yang menyebabkan osteomielitis biasanya merupakan akibat dari fraktur terbuka
meskipun tidak jarang terjadi setelah reposisi terbuka.

BAB IV
KESIMPULAN

27
Seorang anak Laki-Laki umur 14 tahun datang ke POLI RSUD ANDI
MAKKASAU dengan keluhan mengalami pemndekan tulang pada paha kiri
setelah jatuh dari ketinggian setinggi 2 mter, sekitar 2 bulan yang lalu.
Pemeriksaan vital sign: Tekanan darah 110/70 mmHg, Nadi 88 x/mnt,
Pernafasan 20 x/mnt, Suhu 36,8oC. Status Lokalis : Regio cruris sinistra, Look:
deformitas pemendekan (+):angulasi (+),  Feel: sensibilitas (+), terasa lebih
menonjol dibandingkan dengan paha dextra, suhu rabaan normal, kapiler refil (+)
normal, arteri dorsalis pedis teraba. Move: Dalam batas normal
Diagnosa kerja: Malunion fraktur 1/3 Middle left femur, Planing terapi:
Operatif: Reconstruksi dan fiksasi interna: ORIF  dan Bone Graft   

DAFTAR PUSTAKA

28
Mahyudin, Lestari. 2010. Fraktur Diafisis Tibia. (http://www.Belibis17.tk.
Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.

Skinner, Harry B. 2006. Current Diagnosis & Treatment In Orthopedics. USA:


The McGraw-Hill Companies.

Anonymous. Fraktur Tibia Fibula. http://www.docstoc.com/docs/54980966/Case-


Bedah-Fraktur-Tibia-Fibula-FK-UNSRI. Diakses pada tanggal 7 Mei 2011.

Reksoprodjo, Soelarto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fakultas Kedoktran


Universitas Indonesia. Jakarta: Binarupa Aksara. 1995

Snell, Anatomi Klinik. Bagian 2. Edisi ketiga. Jakarta: EGC. 1998

Doherty M. Gerard. Current Diagnosis and Treatment Surgery.13th Edition. New


York: Mc Grow Hill. 2009

Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi ketiga. Jakarta: Media
Aesculapius. 2000.

Rasjad, Chairuddin. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Makassar: Bintang


Lamumpatue. 2003.

Sjamsuhidajat R, Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II. Jakarta: EGC. 2004.
Keany E. James. Femur Fracture. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/824856-treatment

Bergman, Ronald, Ph.D. Anatomy of First Aid: A Case Study Approach.


Available from: http://www.anatomyatlases.org/firstaid/ThighInjury.shtml

29
Apley AG, Solomon L. Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley. Jakarta:
Widya Medika. 1995

30

Anda mungkin juga menyukai