Anda di halaman 1dari 10

Nama : Firda rahmadina hadi

NPM : 2110631110226
Jawaban UTS studi fiqih
1. Jelaskan sumber hukum dalam Islam dan berikan dalil yang berhubungan dengan
sumber hukum Islam serta bagaimana pendapat para ulama fiqh dan ushul fiqh
memandang sumber hukum.

Sumber hukum islam adalah asal ( tempat pengambilan ) hukum islam. Sumber hukum
islam disebut juga dengan istilah dalil hukum islam atau pokok hukum islam atau pokok
hukum islam atau dalil hukum islam.
Kata sumber dalam ilmu fiqih adalah mashdar lafadz tersebut terdapat dalam Sebagian
literatur sebagai ganti dari sebutan dalil atau lengkapnya adillah syar’iyyah sedangkan
dalam literatur klasik biasanya yang digunakan adalah dalil atau adillah syar’iyyah dan
tidak pernah kata “mashadir al – ahkam al – syar’iyyah. Mereka yang menggunakan kata
mashadir sebagai ganti
al – adillah beranggapan bahwa kedua kata tersebut memiliki arti yang sama. Bila dilihat
secara etimologis, maka akan terlihat bahwa kedua kata itu tidaklah sinonim, setidaknya
bila dihubungkan dengan syari’ah . kata sumber dapat diartikan suatu wadah yang dari
wadah itu dapat ditemukan atau ditimba norma hukum, sedangkan dalil hukum berarti
yang memberi petunjuk dan menuntun kita dalam menemukan hukum dalam artian ini
hanya dapat digunakan untuk al – qur’an dan sunah. keduanya merupakan wadah yang
dapat ditimba hukum syara keduanya bukanlah wadah yang dapat ditimba norma
hukum. ijma dan qiyas itu, keduanya adalah cara dalam menemukan hukum, untuk ijma
dan qiyas, karena memang semuanya menuntun kepada penemuan hukum Allah.
Dalil yang berhubungan dengan sumber hukum islam
Q.S an – nisa ayat 59

َ َ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اَ ِط ْيعُوا هّٰللا َ َواَ ِط ْيعُوا ال َّرس ُْو َل َواُولِى ااْل َ ْم ِر ِم ْن ُك ۚ ْم فَ اِ ْن تَن‬
‫از ْعتُ ْم‬
‫ك َخ ْي ٌر‬ َ ِ‫فِ ْي َش ْي ٍء فَ ُر ُّد ْوهُ اِلَى هّٰللا ِ َوال َّرس ُْو ِل اِ ْن ُك ْنتُ ْم تُْؤ ِمنُ ْو َن بِاهّٰلل ِ َو ْاليَ ْو ِم ااْل ٰ ِخ ۗ ِر ٰذل‬
59 ࣖ ‫ َّواَحْ َس ُن تَْأ ِو ْياًل‬.
“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan
Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
1
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”

1
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fikih,(Jakarta: Pustaka Amani, 2003), hlm. 136.
Para ulama menyepakati 4 sumber hukum Islam yaitu :
1. Al – qur’an
2. Hadits
3. Ijma
4. Qiyas2

2
Amir Syarifudin, Ushul´ hlm.51.
2. Jelaskan mengenai hukum syara dan klasifikasinya kemudian berikan contoh
masingmasing hukum syara’ minimal 2 contoh

Hukum syara itu adalah titah Allah yang mengandung aturan tingkah laku, dengan kata
lain dapat dikatakan bahwa hukum syara itu adalah seperangkat peraturan berdasarkan
ketentuan Allah tentang tingkah laku manusia yang diakui dan diyakini berlaku serta
mengikat untuk semua umat yang beragama Islam.
Klasifikasi hukum syara : hukum syara dibagi menjadi dua, yaitu hukum taklifi dan
hukum wad’i
Hukum taklifi yaitu hukum syara yag berhubungan dengan perbuatan mukallaf yang
mengandung tuntutan dan kebolehan, tuntutan untuk meelaksanakan atau
meninggalkan, atau memilih berbuat atau tidak berbuat.
Hukum wadh’I adalah hukum syara yang berhubungan dengan perbuatan Mukallaf yang
mengandung persyaratan, sebab atau mani.
Contoh hukum syara ( taklifi )
1. Kewajiban wudhu sebelum melaksanakan sholat
2. Kewajiban tayamum apabila tidak mendapatkan air untuk berwudhuk atau tidak
bisa menyentuh air untuk berwudhu karena sakit
Contoh hukum syara ( wadh’I )
1. seseorang yang tidur jika merusak suatu barang saat ia tidur, ataupun seorang
pemburu yang salah sasaran karena gelapnya malam sehingga membunuh
seseorang. Mereka berdua tetap wajib mengganti rugi dan terkena denda, meskipun
mereka melakukan perbuatan itu tanpa mengetahuinya. 3

3. Jelaskan perbedaan ijtihad dan mujtahid, dan apakah Nabi SAW seorang mujtahid
jelaskan dengan argumen yang rasiolan.

3
Drs anshari, hukum syara dan sumber - sumbernya hal 31
Ijtihad berasal dari kata ijtahada-yajtahidu-ijtahadan yang merupakan derivasi dari
kata jahada. Secara bahasa maknanya adalah upaya atau kemampuan. Namun
sebagai sebuah istilah, ijtihad memiliki beragam definisi dan penjelasan. Imam al-
Ghazali mendefinisikan ijtihad dengan “badzlul mujtahid wus’ahu fi thalabil ‘ilmi bi
ahkamis syariah” (mengerahkannya seorang mujtahid kepada segala kemampuan
dan upayanya untuk mengurai pengetahuan tentang hukum-hukum syariat). Imam
Ibn Qudamah juga berpendapat serupa dan hampir sama dengan definisi versi Imam
al-Ghazali. Sedangkan Imam al-Baydlowi mendefinisikan ijtihad sebagai “pengerahan
segala upaya untuk menangkap hukum-hukum syariat”.Secara umum, yang
dimaksud dengan ijtihad adalah usaha dan upaya yang dikerahkan oleh seorang
bernama “Mujtahid”, dengan segala kemampuan dan pengetahuan yang dimiliknya
untuk menggali dan menemukan hukum-hukum syariat.

Mujtahid adalah orang yang melakukan ijtihad. Selain harus Islam, baligh, berakal
dan adil, ada lagi beberapa syarat terkait penguasaan ilmu yang harus dimiliki oleh
seorang Mujtahid. Jadi tidak sembarang orang yang bisa melakukan proses ijtihad.
Berikut syarat-syarat utama yang harus dipenuhi; Menguasai pengetahuan tentang
al-Qur’an. Al-Qur’an sebagai sumber utama dalam mashadirus syariah tentu saja
memegang peranan penting sebagai sumber hukum Islam. Maka, seorang Mujtahid,
ketika hendak menggali hukum dari ayat-ayat al-Qur’an harus menguasai ilmu-ilmu
terkait dengan al-Qur’an itu sendiri. Yakni ilmu seputar makna teks al-Qur’an, illat
dan tujuan yang terdapat di dalamya, asbabun nuzul, nasikh-mansukh dan mampu
mengidentifikasi ayat-ayat hukum. Menguasai pengetahuan tentang Sunnah
Kenabian. Hadis dan sunnah kenabian merupakan sumber kedua setelah al-Qur’an.
Maka, ketika hendak menggali hukum Islam dari teks-teks hadis, seorang Mujtahid
harus menguasai seluruh ilmu terkait dengan hadis. Mulai dari menguasai
mustalahul hadis, kritik sanad dan matan hadis, ilmu jarh wat ta’dil, dan berbagai
macam ilmu dalam diskursus pemahaman hadis. Menguasai Ilmu Bahasa Arab. Al-
Qur’an dan Hadis sampai kepada kita dengan media Bahasa Arab. Seorang Mujtahid
tidak akan mampu memahami teks tersebut ketika dia tidak menguasai Bahasa Arab.
Nahwu, Shorrof, Balaghah, Manthiq dan ilmu kebahasaan lainnya mutlak harus
dikuasai. Menguasai Ushul al-Fikih. Ushul Fikih adalah tiang ijtihad. Di dalamnya ada
sekumpulan teori dan konsep, berikut kaidah-kaidah untuk menggali hukum Islam.
Maka sudah sepatutnya seorang Mujtahid mesti menguasai ilmu ini. Tidak boleh
tidak! 4Mengetahui hal-hal terkait Ijma’. Setelah al-Qur’an dan Hadis, Ijma’ adalah
sumber syariat ketiga dalam Islam. Ijma’ berkaitan dengan kesepakatan yang telah
dilakukan oleh para ulama terkait suatu hukum tertentu. Ijma’ ulama termasuk dalil
qath’I (yang pasti), yang harus dirujuk oleh Mujtahid ketika hendak menentukan

4
Ach fajruddin…. Ushul …38 - 39
sebuah hukum. Itulah syarat-syarat utama terkait pengetahuan yang harus dikuasai
oleh seorang Mujtahid.
Apakah nabi Muhammad seorang mujtahid? Tidak karena dalam kitab as-
syakiyah al-islamiyah tidak boleh seorang rasul menjadi mujtahid

4. Jelaskan sejarah adanya ijtihad dalam Islam kemudian sertakan hadist yang
menyatakan kebolehan berijtihad dan bagaimana pandangan ulama tentang ijtihad.
maka ijtihad pada dasarnya telah tumbuh sejak zaman Nabi Muhammmad Saw.
Kemudian berkembang pada masa-masa shahabat dan tabi’in serta generasi
berikutnya hingga kini dan masa mendatang dengan mengalami pasang surut dan
ciri-ciri khususnya masing-masing. Pada masa Rasulullah Saw. meskipun fikih belum
menjadi sebagai sebuah ilmu, tetapi ijtihad sebagai cara untuk menemukan hukum
fikih sudah dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan para shahabatnya, meskipun pada
masa itu ijtihad belum lagi menjadi dasar hukum Islam, karena dasar hukum Islam
kembali kepada wahyu baik al-Qur’an maupun Sunnah. Misalnya, Sebagaimana
peristiwa tawanan perang Badar yang oleh Rasulullah Saw. menerima pendapat Abu
Bakar al-shiddiq dengan menetapkan berdasarkan tebusan, ternyata mendapat
koreksi dari Allah SWT. yang seharusnya tawanan itu dibunuh sesuai dengan
pendapat Umar bin Khattab, dengan menurunkan wahyu al-Qur’an surah al-Anfal
ayat 67: Tidak patut, bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda
duniawiyah sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Ayat tersebut memberi ketegasan bahwa ijtihad
yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dalam memutuskan hukum tawanan perang.
Badar tersebut adalah keliru, sehingga perlu untuk dibetulkan dengan menurunkan
wahyu alQur’an. Pada masa awal pertumbuhan dan perkembangan fikih Nabi Saw.
telah memberi contoh dan melatih para shahabat untuk melakukan ijtihad. Bahkan
Nabi Saw. mendorong para shahabat untuk berijtihad dengan menggambarkan
ganjaran bagi orang yang melakukannya. Dalam sebuah Hadis yang diriwayatkan
dari ‘Amr ibn al-Ash r.a. ia mendengar
dalil memperbolehkan ijtiha : Namanya Mu'adz bin Jabal. Kelebihannya yang paling
menonjol dan keistimewaannya yang utama ialah fikih atau hukum dan syariat. Keahliannya
dalam fikih dan ilmu pengetahuan ini mencapai taraf yang menyebabkannya berhak
menerima pujian dari Rasulullah SAW dengan sabdanya, Umatku yang paling tahu akan yang
halal dan yang haram ialah Mu'adz bin Jabal. Dalam kecerdasan intelektual dan
keberaniannya mengemukakan pendapat, Mu'adz hampir sama dengan Umar bin Khathab.
Ketika Rasulullah SAW hendak mengirimnya ke Yaman, lebih dulu ditanyainya, "Apa yang
menjadi pedomanmu dalam mengadili sesuatu, hai Mu'adz? Kitabullah, jawab Mu'adz.
"Bagaimana jika kamu tidak jumpai dalam Kitabullah? tanya Rasulullah pula. "Saya putuskan
dengan sunah Rasul. Jika tidak kamu temui dalam sunah Rasulullah? Saya pergunakan
pikiranku untuk berijtihad dan saya takkan berlaku sia-sia, jawab Mu'adz. Maka, berseri-
serilah wajah Rasulullah. Segala puji bagi Allah yang telah mem beri taufik kepada utusan
Rasulullah sebagai yang diridhai oleh Rasulullah, sabda beliau. Kemampuan untuk berijtihad
dan keberanian menggunakan ijtihad dan kecerdasan inilah yang menyebabkan Mu'adz
berhasil mencapai kekayaan dalam ilmu fikih. Suatu hari, pada masa pemerintahan Khalifah
Umar, A'idzullah bin Abdillah masuk masjid bersama beberapa orang sahabat. Maka, ia pun
duduk pada suatu majelis yang dihadiri oleh 30 orang lebih. Masing-masing menyebutkan
sebuah hadis yang mereka terima dari Rasulullah SAW. Pada halakah atau lingkaran itu ada
seorang anak muda yang amat tampan, hitam manis warna kulitnya, bersih, baik tutur
katanya, dan termuda usianya di antara mereka. Jika pada mereka terdapat keraguan
tentang suatu hadis, mereka tanyakan kepada anak muda itu yang segera memberikan
fatwanya. Dan ia tak berbicara kecuali bila diminta. Dan tatkala majelis itu berakhir," saya
dekati anak muda itu dan saya tanyakan siapa namanya, ia menjawab, saya adalah Mu'adz
bin Jabal,"tutur A'idzullah.
Para ulama memahami pengertian ijtihad dalam tinjauan bahasa dan istilah sebagai berikut:
Secara umum, hukum berijtihad itu adalah wajib. Artinya, seseorang mujtahid wajib
melakukan ijtihad untuk menggali dan merumuskan hukum syara' dalam hal-hal yang
syara.Oct 31, 20195

5
Muhammmad Abu Zahrah, Muhadaroh fi tarikh alMadhabib al-Fiqhiyah, Mesir: Matba’ah al-Madani, hlm. 121-
128.
5. Jelaskan alasan kenapa ulama fiqh dan ushul berbeda-beda pendapat dalam
menentukan hukum dan berikan contoh perbedaan pendapat dalam ilmu fiqh.

Karena Allah subhanahu wata'ala menciptakan manusia dengan berbagai variasi


warna kulit, bahasa, tabiat, dan bentuk tubuh. Dalam keragaman inilah terdapat
keindahan dan kesempurnaan. Dengan kata lain, perbedaan merupakan fitrah dan
kehendak Allah SWT.

Allah berfirman dalam Surat al-Maidah ayat 48:

ِ ‫َولَ ْو َشا َء هَّللا ُ لَ َج َعلَ ُك ْم ُأ َّمةً َو‬


ِ ‫اح َدةً َولَ ِك ْن لِيَ ْبلُ َو ُك ْم فِي َما آتَا ُك ْم فَا ْستَبِقُوا ْال َخ ْي َرا‬
‫ت‬
Artinya: “Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja),
tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya
kepadamu, maka berlomba-lombalah kamu dalam kebajikan.

1. Perbedaan Qiraat ( bacaan )


Al-Qur’an diterima oleh para sahabat tidak dalam satu tipe qira’at saja,
melainkan dalam berbagai bentuk qira’at. Banyaknya tipe qira’at ini turut serta
dalam menciptakan perbedaan pendapat ulama dalam hukum Islam,

misalnya firman Allah SWT:

ِ ِ‫صاَل ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬


‫ق‬ َ ‫يَاَأيُّهَا الَّ ِذ‬
َّ ‫ين آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬
‫وس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن‬
ِ ‫ َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬    
  “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan usaplah kepalamu dan
(basuh) kedua kakimu sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6). Imam Nafi’,
Ibnu Amir, dan Kisa’i membaca lafadz “wa arjulakum” dengan i’rab nashab,
sedangkan imam Ibnu Katsir, Abu Amr, dan Hamzah membacanya dengan jer, yaitu
“wa arjulikum”. Mayoritas ulama fiqih mengikuti bacaan nashab, sehingga mereka
menyatakan kewajiban membasuh kaki dalam wudhu, bukan mengusapnya.
Sedangkan ulama Syi’ah Imamiyyah memilih bacaan jer, dan menegaskan kewajiban
mengusap kaki dalam wudhu.

2. Pemikiran ( idologi dan filsafat )


6

6
Fiqih ikhtilaf (perbedaan pendapat ulama mazhab ulama dalam ranah fiqih islam

Anda mungkin juga menyukai