Anda di halaman 1dari 24

ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN

(STROKE)

Dosen Pengampu : Nixson Manurung S.Kep., Ns., M.Kep

Di susun oleh

Kelompok 4

1. Tiara Maulia (2014201028)


2. Fadilla Nurhuda Anggraini (2014201009)
3. Syahraini (2014201026)
4. Fronika Harahap (2014201023)
5. Titian Mendrofa (2014201030)
6. Herlina Zalukhu (2014201082
7. Restu Wati Telaumbanua (2014201043)
8. Yusniar Naibaho (2014201060)
9. Intan Murni Halawa (2014201045)
10. Nadia Furi (2014201048)
11. Samudra Ari Maulana Lubis (2014201051)
12. M. Rizki Ananda Panjaitan (2014201085)
13. Ali Mustika (2014201001)
14. Yessi Gloria Hutagalung (2014201035)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITAS IMELDA MEDAN (UIM)

T.A 2022/2023
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menua atau menjadi tua merupakan tahap akhir dari kehidupan dan pasti akan terjadi
pada semua makhluk hidup. Menua bukanlah suatu penyaki tmelainkan proses yang
berangsur-angsur dan berakibat pada perubahan baik biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual (Nugroho,2015). Upaya pemerintah dalam pembangunan nasional terutama di
bidang kesejah teraan social dan kesehatan berdampak pada tingginya angka harapan hidup
penduduk. Hal ini menyebabkan jumlah penduduk usia lanjut meningkat (Suardiman,2011).
Jumlah penduduk lanjutusia (lansia) di Indonesia mencapai 20.24 juta jiwa. Tahun
2050 jumlah lansia diprediksi menjadi 71,6 juta jiwa. Provinsi Jawa Tengah mencapai urutan
ketiga jumlah lansia terbanyak dengan prosentase sebesar 11,11% (Badan Pusat Statistik,
2014). Peningkatan jumlah lansia menimbulkan masalah dalam berbagai aspek. Salah
satunya adalah aspek kesehatan. Pada lansia terjadi penurunan struktur dan fungsi organ
tubuh sehingga lansia lebih rentan terhadap berbagai penyakit baik penyakit degenerative
maupun infeksi (Darmojodan Martono, 2010). Beberapa penyakit degenerative yang sering
ditemui pada lansia antara lain Hipertensi (25,8%), Arthritis (24,7%), Stroke (12,1%),
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (3,7%), Diabetes Mellitus (2,1%), Penyakit Jantung
Coroner (1,5%), Batu Ginjal (0,6%), Gagal Jantung (0,2%), dan Gagal Ginjal (0,6%).
Data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2008 menunjukkan pasien yang
diopname dengan diagnosis gagal jantung mencapai 14.449 pasien. Sedangkan pada tahun
2005 di Jawa Tengah terdapat 520 penderita gagal jantung yang pada umumnya adalah
lanjut usia. Prevelansi gagal jantung di Negara berkembang masih cukup tinggi dan
jumlahnya semakin meningkat, setengah dari pasien yang terdiagnosa gagal jantung masih
mempunyai harapan hidup 5 tahun (Rahmawati dalam Harjani,2012). Sedangkan penderita
stroke di Indonesia 2013 mencapai 12,1 per 1000 penduduk atau sekitar 2.137.941 jiwa.
Diprediksi jumlah ini akan terus meningkat menjadi 25-30 per 1000 penduduk dari tahun
ketahun. Sementara itu, d Jawa Tengah jumlah penderita stroke mencapai 17,9 per 1000
penduduk atau sekitar 431.201 jiwa (Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan
RI,2014).
Keperawatan gerontik secara holistic menggabungkan aspek pengetahuan dan
ketrampilan dari berbagai macam disiplin ilmu dalam mempertahankan kondisi kesehatan
fisik, mental, sosial, dan spiritual lansia. Hal ini diupayakan untuk memfaslitasi lansia
kearah perkembangan kesehatan yang lebih optimum, dengan pendekatan pada pemulihan
kesehatan, memaksimalkan kualitas hidup lansia baik dalam kondisi sehat, sakit maupun
kelemahan serta memberikan rasa aman, nyaman, terutama dalam menghadapi kematian
(Bondan,2009).
Hal yang pertama perawat lakukan dalam memberikan asuhan keperawatan pada
lansia adalah pengkajian. Menurut Potter & Perry (2005), pengkajian keperawatan adalah
proses sistematis dari pengumpulan, verifikasi dan komunikasi data tentang klien. Proses
keperawatan ini mencakup dua langkah yaitu pengumpulan data dari sumber primer (klien)
dan sumber sekunder (keluarga, tenaga kesehatan), dan analisis data sebagai dasar untuk
diagnose keperawatan.
B. Tujuan
1. Tujuan Instruksional Umum
Makalah ini disusun agar mahasiswa dapat mengetahui tentang Asuhan Keperawatan
pada Lansia dengan Gangguan Sistem Persyarafan : Pengaruh Proses Menua pada Sistem
persyarafan ( stroke).
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah disampakainnya materi tentang Asuhan Keperawatan pada Lansia dengan
Gangguan Sistem persyarafan : Pengaruh Proses Menua pada Sistem persyarafan (stroke),
mahasiswa dapat :
a. Mengetahui pengertian stroke.
b. Mengetahui etiologi stroke.
c. Mengetahui manifestasi klinis stroke
d. Mengetahui patofisiologi stroke
e. Mengetahui pemeriksaan diagnostic stroke.
f. Mengetahui penatalaksanaan stroke.
g. Mengetahui asuhan keperawatan stroke.
C. Manfaat

Dengan dibuatkan laporan asuhan keperawatan ini diharapkan pembaca mampu mengetahui
tentang stroke pada lansia sehingga bisa mencegahnya dari sejak dini.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Stroke
Stroke merupakan penyakit gangguan fungsional otak akut fokal maupun global akibat
terhambatnya aliran darah ke otak karena perdarahan (stroke hemoragik) ataupun sumbatan (stroke
iskemik) dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak yang terkena, yang dapat sembuh sempurna,
sembuh dengan cacat, atau kematian (Junaidi, 2011).
Stroke merupakan kondisi hilangnya fungsi neurologis secara cepat karena adanya gangguan
perfusi pembuluh darah otak. Stroke umumnya diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu iskemik
dan hemoragik (perdarahan). Stroke iskemik terjadi akibat adanya sumbatan pada lumen pembuluh
darah otak sedangkan stroke hemoragik (stroke perdarahan) yang terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah otak. Gangguan vaskularisasi otak ini memunculkan berbagai manifestasi klinis seperti
kesulitan berbicara, kesulitan berjalan dan mengkoordinasikan bagian-bagian tubuh, sakit kepala,
kelemahan ototwajah, gangguan penglihatan, gangguan sensori, gangguan pada proses berpikir dan
hilangnya kontrol terhadap gerakan motorik yang secara umum dapat dimanifestasikan dengan
disfungsi motorik seperti hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi tubuh) atau hemiparesis
(kelemahan yang terjadi pada satu sisi tubuh). (Sari dkk, 2015)
Stroke menurut WHO (World Health Organization) adalah gangguan fungsi serebral yang
terjadi baik fokal maupun global yang terjadi mendadak dan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam atau
meninggal disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.Stroke adalah penyakit atau gangguan
fungsional otak akut fokal maupun global akibat terhambatnya peredaran darah ke otak. Gangguan
peredaran darah otak berupa tersumbatnya pembuluh darah otak atau pecahnya pembuluh darah di
otak. Otak yang seharusnya mendapat pasokan oksigen dan zat makanan menjadi terganggu.
Kekurangan pasokan oksigen ke otak akan memunculkan kematian sel saraf. Gangguan fungsi otak
ini akan memunculkan gejala stroke ( Junaedi, 2011).
Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara
cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan tanda yang sesuai daerah fokal otak yang terganggu.
Stroke adalah disfungsi neurologis yang disebabkan oleh infark serebral, spinal maupun
retina. Definisi infark pada susunan saraf pusat berdasarkan temuan neurologis, imajing atau bukti
obyektif lain atau adanya bukti klinis yang membuktikan adanya iskemik fokal dari serebral, spinal
maupun retina.
B. Klasifikasi Stroke
Berdasarkan jenisnya stroke dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Stroke non hemoragic
Stroke jenis ini pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah otak yang kemudian
menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke otak. Stroke ini sering diakibatkan
oleh trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak atau suatu emboli dari pembuluh darah di
luar otak yang tersangkut di arteri otak. Jenis stroke ini merupakan jenis stroke yang tersering
didapatkan, sekitar 80% dari semua stroke. Stroke jenis ini juga bisa disebabkan oleh berbagai hal
yang menyebabkan terhentinya aliran darah otak antara lain, syok, hipovolemia, dan berbagai
penyakit lain. Disebut stroke non hemoragik karena tidak ditemukanya perdarahan otak. Stroke
non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 bentuk klinis yaitu:
 Serangan Iskemia Sementara/Transient Ischemic Attack (TIA)
Pada bentuk ini gejalah neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu kurang dari 24 jam.
 Defisit Neurologik Iskemia Sementara/Reversible Ischemic Neurological Deficit (RIND).
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih dari 24 jam hingga ≤ 21
hari.
 Stroke progresif (Progressive Stroke/Stroke in evolution)
Gejala neurologik semakin lama semakin berat.
 Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
 Gejala klinis sudah menetap. Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke
sebagian otak tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel yang di
ikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya terjadi kematian
neuron.

Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu:

 Stroke Non Hemoragik Embolik


Pada stroke non hemoragik tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak,
melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistim vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan
bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit jantung rheumatoid akut
atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup mitralis, Fibralisi atrium, Infark
kordis akut dan embolus yang berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini
menyebabkan curah jantung berkurang biasanya muncul disaat penderita tengah beraktivias
fisik seperti berolah raga.

 Stroke Non Hemoragik Trombus


Stroke trombolitik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah ke otak. Dapat
dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis) merupakan
70 persen kasus stroke non hemoragik trombus dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah
terhalang, biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
atherosklerosis.
2. Stroke hemoragic
Stroke jenis ini merupakan sekitar 20% dari semua stroke. Stroke jenis ini diakibatkan oleh
pecahnya suatu mikro aneurisma di otak. Stroke ini dibedakan atas: perdarahan intraserebral,
subdural, dan subaraknoid (Sudoyo, 2007). Menurut WHO, dalam International Statistical
Classification of Diseases and Related Health Problem 10th Revision, stroke hemoragik dibagi
atas:
 Perdarahan Intraserebral (PIS)
Perdarahan Intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang primer berasal dari pembuluh darah
dalam parenkim otak dan bukan disebabkan oleh trauma. Perdarahan ini banyak disebabkan
oleh hipertensi, selain itu faktor penyebab lainnya adalah aneurisma kriptogenik, diskrasia
darah, penyakit darah seperti hemofilia, leukemia, trombositopenia, pemakaian antikoagulan
angiomatosa dalam otak, tumor otak yang tumbuh cepat, amiloidosis serebrovaskular.
 Perdarahan Subarakhnoidal (PSA)
Perdarahan Subarakhnoidal (PSA) adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah ke dalam
ruangan subarakhnoidal. Perdarahan ini terjadi karena pecahnya aneurisma (50%), pecahnya
malformasi arteriovena atau MAV (5%), berasal dari PIS (20%) dan 25% kausanya tidak
diketahui.
 Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terjadi akibat robeknya vena jembatan
( bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan otak dan sinus venosus di dalam
durameter atau karena robeknya araknoidea.Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah
arteri ke dalam ruang interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri
tersebut dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya. Stroke hemoragik terjadi apabila
susunan pembuluh darah otak mengalami ruptur sehingga timbul perdarahan di dalam
jaringan otak atau di dalam ruang subarakhnoid.

C. Etiologi Stroke
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi :
 Usia
Risiko terkena stroke meningkat pada usia 45 tahun. Setiap penambahan usia tiga tahun akan
meningkatkan risiko stroke sebesar 11-20%. Dari semua stroke, orang yang berusia lebih
dari 65 tahun memiliki risiko paling tinggi yaitu 71%, sedangkan 25% terjadi pada orang
yang berusia 65-45 tahun, dan 4% terjadi pada orang berusia <45 tahun. Menurut penelitian
Siregar F (2002) di RSUP Haji Adam Malik Medan dengan desain case control, umur
berpengaruh terhadap terjadinya stroke dimana pada kelompok umur ≥45 tahun risiko
terkena stroke dibandingkan kelompok umur < 45 tahun.
 Jenis Kelamin
Menurut data dari 28 rumah sakit di Indonesia, ternyata laki-laki banyakmenderita stroke
dibandingkan perempuan.Insiden stroke 1,25 kali lebihbesar pada laki-laki dibanding
perempuan.
 Ras/bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulitputih. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup.Padatahun 2004 di Amerika terdapat
penderita stroke pada laki-laki yangberkulit putih sebesar 37,1% dan yang berkulit hitam
sebesar 62,9%sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar 41,3% dan yangberkulit
hitam sebesar 58,7%.
 Hereditas
Gen berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnyahipertensi, jantung,
diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat strokedalam keluarga, terutama jika dua atau
lebih anggota keluarga pernahmengalami stroke pada usia kurang dari 65 tahun,
meningkatkan risiko. terkena stroke.
2. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi/diubah :
 Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko
terjadinya stroke sebanyak 4 sampai 6 kali. Semakintinggi tekanan darah kemungkinan
stroke makin besar karena terjadinyakerusakan pada dinding pembuluh darah sehingga
memudahkan terjadinyapenyumbatan/perdarahan otak. Sebanyak 70% dari orang yang
terserangstroke mempunyai tekanan darah tinggi.
 Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan faktor risiko untuk stroke, namun tidak sekuat hipertensi.
Diabetes melitus dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
yang lebih berat sehingga berpengaruh terhadap terjadinya stroke.
 Penyakit Jantung
Penyakit jantung yang paling sering menyebabkan stroke adalah fibrilasi atrium/atrial
fibrillation (AF), karena memudahkan terjadinya penggumpalan darah di jantung dan dapat
lepas hingga menyumbat pembuluh darah di otak. Di samping itu juga penyakit jantung
koroner, kelainan katup jantung, infeksi otot jantung, pasca operasi jantung juga
memperbesar risiko stroke. Fibrilasi atrium yang tidak diobati meningkatkan risiko stroke.
 Obesitas
Obesitas berhubungan erat dengan hipertensi, dislipidemia, dan diabetes melitus. Obesitas
meningkatkan risiko stroke sebesar 15%. Obesitas dapat meningkatkan hipertensi, jantung,
diabetes dan aterosklerosis yang semuanya akan meningkatkan kemungkinan terkena
serangan stroke.
 Hiperkolesterolemia
Kondisi ini secara langsung dan tidak langsung meningkatkan faktor risiko, tingginya
kolesterol dapat merusak dinding pembuluh darah dan juga menyebabkan penyakit jantung
koroner. Kolesterol yang tinggi terutama Low Density Lipoprotein (LDL) akan membentuk
plak di dalam pembuluh darah dan dapat menyumbat pembuluh darah baik di jantung
maupun di otak. Kadar kolesterol total > 200 mg/dl meningkatkan risiko stroke 1,31-2,9 kali.
 Merokok
Merokok menyebabkan penyempitan dan pengerasan arteri di seluruh tubuh (termasuk yang
ada di otak dan jantung), sehingga merokok mendorong terjadinya aterosklerosis,
mengurangi aliran darah, dan menyebabkan darah mudah menggumpal.
 Alcohol
Konsumsi alkohol yang berlebihan dapat mengganggu metabolisme tubuh, sehingga terjadi
dislipidemia, diabetes melitus, mempengaruhi berat badan dan tekanan darah, dapat merusak
sel-sel saraf tepi, saraf otak dan lain-lain. Hal ini mempermudah terjadinya stroke. Konsumsi
alkohol berlebihan meningkatkan risiko terkena stroke 2-3 kali.
 Stress
Hampir setiap orang pernah mengalami stres. Stres psiokososial dapat menyebabkan depresi.
Jika depresi berkombinasi dengan faktor risiko lain (misalnya, aterosklerosis berat, penyakit
jantung atau hipertensi) dapat memicu terjadinya stroke. Depresi meningkatkan risiko
terkena strokesebesar 2 kali.
D. Manifestasi Klinis Stroke
1. Stroke non hemoragic
Gejala stroke non hemoragik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak bergantung
pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan peredaran darah
terjadi, maka gejala-gejala tersebut adalah:
 Gejala akibat penyumbatan arteri karotis interna.
- Buta mendadak (amaurosis fugaks).
- Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bahasa lisan (disfasia) bila
gangguan terletak pada sisi dominan.
- Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (hemiparesis kontralateral) dan dapat
disertai sindrom Horner pada sisi sumbatan.
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri anterior.
- Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol.
- Gangguan mental.
- Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh.
- Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air.
- Bisa terjadi kejang-kejang.
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri media.
- Bila sumbatan di pangkal arteri, terjadi kelumpuhan yang lebih ringan. Bila tidak di
pangkal maka lengan lebih menonjol.
- Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh.
- Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (aphasia).
 Gejala akibat penyumbatan system vertebrobasilar.
- Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas.
- Meningkatnya refleks tendon.
- Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
- Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan (tremor), kepala berputar
(vertigo).
- Ketiakmampuan untuk menelan (disfagia).
- Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang, dan pita suara sehingga pasien sulit
bicara (disatria).
- Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan kesadaran secara lengkap
(strupor), koma, pusing, gangguan daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap
lingkungan (disorientasi).
- Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia), gerakan arahbola mata
yang tidak dikehendaki (nistagmus), penurunan kelopak mata(ptosis), kurangnya
daya gerak mata, kebutaan setengah lapang pandangpada belahan kanan atau kiri
kedua mata (hemianopia homonim).
- Gangguan pendengaran.
- Rasa kaku di wajah, mulut, atau lidah.
 Gejala akibat penyumbatan arteri serebri posterior.
- Koma.
- Hemiparesis kontra lateral.
- Ketidakmampuan membaca (aleksia).
- Kelumpuhan saraf kranialis ketiga.
- Gejala akibat gangguan fungsi luhur.
- Aphasia yaitu hilangnya kemampuan dalam berbahasa.
- Agraphiayaitu hilangnya kemampuan menulis akibat adanya kerusakan otak.
- Right-Left Disorientation & Agnosia jari (Body Image) adalah sejumlah tingkat
kemampuan yang sangat kompleks, seperti penamaan, melakukan gerakan yang
sesuai dengan perintah atau menirukan gerakan-gerakan tertentu.
- Hemi spatial neglect (Viso spatial agnosia) adalah hilangnya kemampuan
melaksanakan bermacam perintah yang berhubungan dengan ruang.
- Syndrome Lobus Frontal, ini berhubungan dengan tingkah laku akibat kerusakan
pada kortex motor dan premotor dari hemisphere dominan yang menyebabkan
terjadinya gangguan bicara.
- Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
- Amnesia adalah gangguan mengingat yang dapat terjadi pada trauma capitis, infeksi
virus, stroke, anoxia dan pasca operasi pengangkatan massa di otak.
- Dementia adalah hilangnya fungsi intelektual yang mencakup sejumlah kemampuan.
2. Stroke hemoragic
 Gejala Perdarahan Intraserebral (PIS)
Gejala yang sering djumpai pada perdarahan intraserebral adalah: nyeri kepalaberat, mual,
muntah dan adanya darah di rongga subarakhnoid. Padapemeriksaan pungsi lumbal
merupakan gejala penyerta yang khas. Serangansering kali di siang hari, waktu beraktivitas
dan saat emosi/marah. Kesadaranbiasanya menurun dan cepat masuk koma (65% terjadi
kurang dari setengahjam, 23% antara 1/2-2 jam, dan 12% terjadi setelah 3 jam).
 Gejala Perdarahan Subarakhnoid (PSA)
Pada penderita PSA dijumpai gejala: nyeri kepala yang hebat, nyeri di leherdan punggung,
mual, muntah, fotofobia. Pada pemeriksaan fisik dapatdilakukan dengan pemeriksaan kaku
kuduk, Lasegue, dan Kernig untukmengetahui kondisi rangsangan selaput otak, jika terasa
nyeri maka telahterjadi gangguan pada fungsi saraf. Pada gangguan fungsi saraf otonom
terjadidemam setelah 24 jam. Bila berat, maka terjadi ulkus pepticum karenapemberian obat
antimuntah disertai peningkatan kadar gula darah, glukosuria,albuminuria, dan perubahan
pada EKG.
 Gejala Perdarahan Subdural
Pada penderita perdarahan subdural akan dijumpai gejala: nyeri kepala, tajampenglihatan
mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda defisitneurologik daerah otak yang
tertekan. Gejala ini timbul berminggu-mingguhingga berbulan-bulan setelah terjadinya
trauma kepala.

E. Patofisiologi Stroke
Dalam keadaan fisiologis, jumlah darah yang mengalir ke otak adalah 50–60 ml per 100
gram otak per menit. Jadi jumlah darah untuk seluruh otak, yang kira-kira beratnya antara 1200-1400
gram adalah 700-840 ml per menit. Dari jumlah darah itu, satu pertiganya disalurkan melalui tiap
arteri karotis interna dan satu pertiga sisanya disalurkan melalui susunan vertebrobasilar. Daerah otak
tidak berfungsi karena secara tiba-tiba tidak menerima suplai darah lagi karena arteri yang
memperdarahi daerah tersebut putus atau tersumbat. Penyumbatan itu bisa terjadi secara mendadak
atau secara berangsur-angsur (Mardjono, 2008).
Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola yang berdiameter 100-400 mcmeter
mengalami perubahan patologik pada dinding pembuluh darah tersebut berupa hipohialinosis,
nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Arteriol-arteriol dari cabang-cabang
lentikulostriata, cabang tembus arteriotalamus dan cabang-cabang paramedian arteria vertebro-basilar
mengalami perubahan-perubahan degeneratif yang sama. Kenaikan darah yang “abrupt” atau
kenaikan dalam jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah terutama
pada pagi hari dan sore hari. Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka perdarahan dapat berlanjut
sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan merusak struktur anatomi otak dan
menimbulkan gejala klinik. Jika perdarahan yang timbul kecil ukurannya, maka massa darah hanya
dapat merusak dan menyela di antara selaput akson massa putih tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorbsi darah akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan pada perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peninggian tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat
menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak
terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus dan pons. Selain kerusakan
parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan mengakibatkan peningian tekanan
intrakranial dan menyebabkan menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya
tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya tertekan
lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka
resiko kematian sebesar 93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan
bila terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian
sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal. (Jusuf Misbach,
1999).

F. Pemeriksaan Penunjang Stroke


Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat stroke dan sub-tipenya,
untuk mengidentifikasi penyebab utamanya dan penyakit terkait lain, untuk menentukan terapi dan
strategi pengelolaan terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan. Pemeriksaan yang
dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien.
1. CT dan MRI
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis sub-tipe dari stroke adalah Computerised
Topography (CT) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI
masing-masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra individual
memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan daerah abnormal yang ada di
dalamnya.CT sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi kurang peka untuk
mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada tahap paling awal. CT dapat memberi hasil
negatif-semu (yaitu, tidak memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus
stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk menghasilkan dan mengukur interaksi
antara gelombang-gelombang magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus
Hidrogen) di dalam jaringan kepala.Pemeriksaan MRI aman, tidak invasif, dan tidak
menimbulkan nyeri. MRI lebih sensitif dibandingkan CT dalam mendeteksi stroke iskemik,
bahkan pad stadium dini. Alat ini kurang peka dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan.
2. Ultrasonografi
Pemindaian arteri karotis dilakukan dengan menggunakan gelombang suara untuk menciptakan
citra. Pemindaian ini digunakan untuk mencari kemungkinan penyempitan arteri atau pembekuan
di arteri utama. Prosedur ini aman, tidak menimbulkan nyeri, dan relatif cepat (sekitar 20-30
menit).
3. Angiografi otak
Angiografi otak adalah penyuntikan suatu bahan yang tampak dalam citra sinar-X kedalam
arteri-arteri otak. Pemotretan dengan sinar-X kemudian dapat memperlihatkan pembuluh-
pembuluh darah di kepala dan leher. Angiografi otak menghasilkan gambar paling akurat
mengenai arteri dan vena dan digunakan untuk mencari penyempitan atau perubahan patologis
lain, misalnya aneurisma. Namun, tindakan ini memiliki resiko kematian pada satu dari setiap
200 orang yang diperiksa.
4. Pungsi Lumbal
Pungsi lumbal kadang dilakukan jika diagnosa stroke belum jelas. Sebagai contoh, tindakan ini
dapat dilakukan untuk menyingkirkan infeksi susunan saraf pusat serta cara ini juga dilakukan
untuk mendiagnosa perdarahan subaraknoid. Prosedur ini memerlukan waktu sekitar 10-20 menit
dan dilakukan di bawah pembiusan lokal.
5. EKG
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung atau penyakit jantung sebagai
kemungkinan penyebab stroke. Prosedur EKG biasanya membutuhkan waktu hanya beberapa
menit serta aman dan tidak menimbulkan nyeri.
6. Foto Toraks
Foto sinar-X toraks adalah proses standar yang digunakan untuk mencari kelainan dada,
termasuk penyakit jantung dan paru. Bagi pasien stroke, cara ini juga dapat memberikan
petunjuk mengenai penyebab setiap perburukan keadaan pasien. Prosedur ini cepat dan tidak
menimbulkan nyeri, tetapi memerlukan kehati-hatian khusus untuk melindungi pasien dari
pajanan radiasi yang tidak diperlukan (Feigin, 2009).
7. Pemeriksaan Darah dan Urine
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab stroke dan untuk
menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke. Analisis urine mencakup penghitungan sel dan
kimia urine untuk mengidentifikasi infeksi dan penyakit ginjal (Feigin, 2009). Hitung darah
lengkap untuk melihat penyebab stroke seperti trombositosis, trombositopenia, polisitemia,
anemia (termasuk sikle cell disease).
G. Penatalaksanaan Stroke
Penderita stroke non hemoragic atau stroke iskemik biasanya diberikan terapi :
 Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel, dipiridamol, cilostazol.
 Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator (rt-PA)).
 Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli).
 Neuroprotektan.

Terapi komplikasi :
 Antiedema : larutan manitol 2%.
 Antibiotic, antidepresan, antikonvulsan : dengan indikasi.
 Anti thrombosis vena dalam dan emboli paru.
Penatalaksanaan faktor risiko :
 Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu.
 Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu.
 Antidislipidemi : dengan indikasi.
Terapi non medikamentosa :
 Operatif.
 Phlebotomy.
 Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medic.
 Low Level Laser Therapy (ekstravena/intravena).
 Edukasi (aktivitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet).

H. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan proses keperawatan untuk mengenal
masalah klien, agar dapat memberi arah kepada tindakan keperawatan. Tahap pengkajian terdiri
dari tiga kegiatan, yaitu pengumpulan data, pengelompokkan data dan perumusan diagnosis
keperawatan. (Lismidar, 1990)
i. Pengumpulan data
Pengumpulan data adalah mengumpulkan informasi tentang status kesehatan klien
yang menyeluruh mengenai fisik, psikologis, sosial budaya, spiritual, kognitif,
tingkat perkembangan, status ekonomi, kemampuan fungsi dan gaya hidup klien.
(Marilynn E. Doenges et al, 1998)

1. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,
nomor register, diagnose medis.

2. Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan
tidak dapat berkomunikasi. (Jusuf Misbach, 1999)

3. Riwayat penyakit sekarang


Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat

mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping gejala
kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain. (Siti
Rochani, 2000)

4. Riwayat penyakit dahulu


Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat
trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti
koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan. (Donna D.
Ignativicius, 1995)

5. Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes
militus. (Hendro Susilo, 2000)

6. Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk pemeriksaan,
pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan keuangan keluarga sehingga
faktor biaya ini dapat mempengaruhi stabilitas emosi dan pikiran klien dan
keluarga.(Harsono, 1996)

7. Pola-pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat


Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol, penggunaan obat
kontrasepsi oral.

b. Pola nutrisi dan metabolisme


Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual muntah
pada fase akut.

c. Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.

d. Pola aktivitas dan latihan


Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan
sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah

e. Pola tidur dan istirahat


Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena kejang
otot/nyeri otot

f. Pola hubungan dan peran


Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami kesukaran
untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.

g. Pola persepsi dan konsep diri


Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, tidak
kooperatif.

h. Pola sensori dan kognitif


Pada pola sensori klien mengalami gangguan penglihatan/kekaburan
pandangan, perabaan/sentuhan menurun pada muka dan ekstremitas yang
sakit. Pada pola kognitif biasanya terjadi penurunan memori dan proses
berpikir.

i. Pola reproduksi seksual


Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa pengobatan
stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi, antagonis histamin.

j. Pola penanggulangan stress


Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan masalah karena
gangguan proses berpikir dan kesulitan berkomunikasi.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan


Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku yang tidak
stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh. (Marilynn E.
Doenges, 2000)

8. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum
i. Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
ii. Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar dimengerti, kadang
tidak bisa bicara
iii. Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi
b. Pemeriksaan integumen
i. Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika
kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di samping itu perlu juga
dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah yang menonjol karena
klien stroke hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
ii. Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
iii. Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c. Pemeriksaan kepala dan leher
i. Kepala : bentuk normocephalik
ii. Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah satu sisi

iii. Leher : kaku kuduk jarang terjadi


d. Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.

e. Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.

f. Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus


Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine

g. Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.

h. Pemeriksaan neurologi
i. Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII central.

ii. Pemeriksaan motorik


Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah satu sisi
tubuh.

iii. Pemeriksaan sensorik


Dapat terjadi hemihipestesi.

iv. Pemeriksaan refleks


Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali didahuli dengan refleks patologis.

9. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi
i. CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak.
ii. MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik.
iii. Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau
malformasi vaskuler.
iv. Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat
pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita stroke.
b.Pemeriksaan laboratorium
i. Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor
masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
ii. Pemeriksaan darah rutin
iii. Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula
darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur
turun kembali.
iv. Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

I. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan untuk
mengabsorpsi nutrient.
2. Hambatan mobilitas fisik b.d penurunan kekuatan otot.
N Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
o

Ketidakseimbangan nutrisi: 1. Status gizi 1. Manajemen nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh Dengan kriteria hasil : Aktivitas-aktivitas :
b.d ketidakmampuan untuk - Tentukan status gizi pasien dan kemampuan
- Asupan gizi ( ditingkatkan dari
mengabsorpsi nutrien pasien untuk memenuhi kebutuhan gizi
skala 3 ke 4)
- Atur diet yang diperlukan
- Asupan makanan ( ditingkatkan dari
- Lakukan atau bantu pasien terkait dengan
1 skala 3 ke 4)
perawatan mulut sebelum makan
- Asupan cairan ( ditingkatkan dari
- Bantu pasien membuka kemasan
skala 3 ke 4)
makanan,memotong makanan jika diperlukan
- Anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan
makanan tertentu berdasarkan perkembangan
atau usia
- Berikan arahan bila diperlukan
2 Hambatan mobilitas fisik b/d 1. Ambulasi 1. Terapi latihan ambulasi
penurunan kekuatan otot Dengan kriteria hasil : Aktivitas-aktivitas :
- Menompang berat badan - Beri pasien pakaian yang tidak mengekang
( ditingkatkan dari skala 3 ke 4) - Sediakan tempat tidur berketinggian rendah,
- Berjalan dengan langkah yang yang sesuai
efektif ( ditingkatkan dari skala 3 ke - Konsultasikan pada ahli terapi fisik mengenai
4) rencana ambulasi, sesuai kebutuhan
2. Pergerakan - Gunakan sabuk untuk berjalan untuk
membantu perpindahan dan ambulasi sesuai
Dengan kriteria hasil : kebutuhan
- Keseimbangan ( ditingkatkan dari - Sediakan alat bantu ( tongkat, walker, atau
skala 3 ke 4) kursi roda )
- Gerakan otot ( ditingkatkan dari - Monitor penggunaan kruk pasien atau alat
skala 3 ke 4) bantu berjalan lainnya
- Kinerja pengaturan tubuh
( ditingkatkan dari skala 3 ke 4)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. (1988). Textbook of Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. J.B. Lippincott
Campany, Philadelpia.
Junaidi, I. (2011). Stroke waspadai ancamannya.Yogyakarta: Andi Offset.
Suhartin, Prastiwi. 2010. “Teori Penuaan, Perubahan Pada Sistem Tubuh dan Implikasinya pada
Lansia”. Dalam Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik I Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro. Diakses pada 18 Septembeer
2018, 11:29.

Anda mungkin juga menyukai