DISUSUN OLEH :
PEMBIMBING :
CI Akademik : Ns. Devia Putri Lenggogeni, M.Kep, Sp. Kep MB
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Pengkajian Keperawatan Pada Pasien Dengan CKD. Makalah sederhana yang ditulis
dengan tujuan utama untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Aplikasi 1 Keperawatan
Medikal Bedah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah.
Penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga tugas ini dapat
memberikan kontribusi penting dalam peningkatan wawasan keilmuan dan
perkembangan profesi keperawatan dimasa yang akan datang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
4
kelompok umur 35-44 tahun dibandingkan kelompok umur 25-34 tahun.
Prevalensi pada laki-laki (0,3%) lebih tinggi dari perempuan (0,2%), prevalensi
lebih tinggi terjadi pada masyarakat perdesaan (0,3%), tidak bersekolah (0,4%),
pekerjaan wiraswasta, petani/nelayan/buruh (0.3%), dan kuintil indeks
kepemilikkan terbawah dan menengah bawah masing-masing 0,3%. Sedangkan
provinsi dengan prevalensi tertinggi adalah Sulawesi Tengah sebesar 0,5%,
diikuti Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara masing-masing 0,4% .
Kebanyakan dari klien dengan gagal ginjal kronis telah masuk ke tahap
kedua pengobatan, yaitu pengobatan melalui hemodialisa. Hemodialisa
merupakan penggantian ginjal modern menggunakan dialisis untuk
mengeluarkan zat terlarut yang tidak di inginkan melalui difusi dan hemofiltrasi
untuk mengeluarkan air yang membawa serta zat terlarut yang tidak diinginkan
(C.O.O’Callaghan, 2009). Dialisis merupakan proses difusi zat terlarut dalam air
yang terjadi secara pasif melalui suatu membrane dari satu kompartemen cair
menuju kompartemen lainnya, digunakan untuk mengeluarkan cairan dan produk
limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu melaksanakan proses tersebut
(Smeltzer & Bare, 2013). Di Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu
dengan setiap hemodialisis dilakukan selama 5 jam, di center pusat dialisis lain
ada juga dialisis yang dilakukan 3 kali seminggu dengan lama dialisis 4 jam
(Sudoyo, 2009). Umumnya selama menjalani hemodialiasis akan menimbulkan
stress fisisk pada pasien setelah hemodialysis, pasien akan merasakan kelelahan
dan keluar keringat dingin akibat tekanan darah yang menurun sehubungan
dengan efek hemodialisis.
Hal yang paling menonjol pada pasien dengan stadium akhir ginjal adalah
kelelahan, kelemahan otot, gangguan fungsi fisik, sesak nafas dan depresi. Gejala
kelelahan telah dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada
pasien gagal ginjal tahap akhir yang menjalani hemodialisis (Bonner, 2010).
Penanganan keperawatan bertujuan untuk memecahkan masalah yang terjadi
pada pasien dengan memberi asuhan keperawatan yang profesional. Untuk
menjaga mutu asuhan yang diberikan pada pasien penyakit kronis seorang
perawat magister keperawatan bertanggung jawab memperoleh metode yang
5
baku dan sesuai, rasional (logis), dan sistematis (urut, rapi) (Nikmatur etal.,
2008).
1.3 Manfaat
Diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan asuhan keperawatan
pasien Chronic Kidney Disease (CKD) sehingga diperoleh hasil yang diharapkan
berupa kemampuan individu dalam melaksanakan berbagai aktifitas seacra
mandiri.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun
dan tidak reversible) (NIC-NOC, 2015). Adapun etiologi menurut Sudoyo
(2014), antara lain :
a. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada
glomerulus yang menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan
struktur, dan fungsi glomerulus.
b. Proteinuria
Adanya protein di dalam urin manusia yang melebihi nilai normalnya yaitu
lebih dari 150mg/24 jam atau pada anak-anak lebih dari 140mg/m2.
c. Penyakit ginjal diabetik
7
Pada pasien Diabetes, berbagai gangguan pada ginjal dapat terjadi, seperti
terjadinya batu saluran kemih, infeksi saluran kemih, pielonefritis, yang
selalu disebut sebagai penyakit ginjal non diabetik pada pasien diabetes.
d. Amiloidosis ginjal
Adalah penyakit dengan karakteristik penimbunan polimer protein di
ekstraseluler dan gambaran dapat diketahui dengan histokimia dan
gambaran ultrastruktur yang khas.
e. Diabetes militus adalah penyebab utama dan terjadi lebih dari 30% klien
yang menerima dialisis.hipertensi adalah penyebab utama ESRD kedua.
Menurut Smeltzer & Bare (2013), gagal ginjal kronik merupakan suatu
keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversible dari berbagai
penyebab. Penyebab terjadinya gagal ginjal kronik yang sering ditemukan
dapat dibagi menjadi 8 kelas adalah :
a. Infeksi : Pielonefritis kronik.
b. Penyakit peradangan : Glomerulonefritis.
c. Penyakit vascular hipertensif : Nefroslerosis benigna, nefrosklerosis
maligna, stenosis arteria renalis.
d. Gangguan jaringan penyambung : Lupus erimatosus sistemik, poliarteritis
nodosa, sklerosis sistemik progresif.
e. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistikk, asidosis
tubulus ginjal.
f. Penyakit metabolik : Diabetes mellitus, gout, hiperparatyroidisme,
amloidosis.
g. Nefropati toksik : Penyalah gunaan analgesik, nefropati timbale.
h. Nefropati obstruktif : Saluran kemih bagian atas : kalkuli neoplasma,
fibrosisretroperitoneal. Saluran kemih bawah : hipertrofi prostat, striktur
uretra, anomalicongenital pada leher kandung kemih dan uretra.
2.1.3 Patofisiologi
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang
normalnya dieksresikan kedalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia
dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Banyak gejala uremia yang membaik
setelah di dialysis (Smeltzer & Bare, 2013).
8
Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus
yang berfungsi. Penurunan laju filtasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa
clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukkan penurunan
clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan
natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat
terjadi karena aktivitas, aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko
hipotensi dan hipovolemia (Price & Wilson, 2012).
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,
memendeknya usia sel darah merah, defesiensi nutrisi dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran
pencernaan. Eritropoitein yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum
tulang untuk menghasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoitein
menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai kelelahan, angina
dan sesak nafas (Price & Wilson, 2012).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal
balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi lain akan menurun. Tetapi,
gagal ginjal tubuh tidak merespons normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon, sehingga kalsium di tulang menurun, menyebabkan terjadinya
perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga, vitamin D (1,25
dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan
gagal ginjal (Sudoyo, 2009).
9
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki, tangan, sakrum),
pembesaran vena leher.
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul.
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual, muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi.
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai,
panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop.
g. Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler.
2.1.5 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m 2.
Adapun klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya menurut
Sudoyo (2009), antara lain sebagai berikut :
Tabel Klasifikasi penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya
10
2.1.6 Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, klien CKD akan mengalami beberapa
komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Suwitra (2006) antara lain adalah :
a. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, kata bolisme,
dan masukan diit berlebih.
b. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
d. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan
peningkatan kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion
anorganik.
f. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
i. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
2.1.7 Penatalaksanaan
Klien CKD perlu mendapatkan penatalaksanaan secara khusus sesuai
dengan derajat penyakit CKD, bukan hanya penatalaksanaan secara umum.
Menurut (Sudoyo, 2015), sesuai dengan derajat penyakit CKD dapat dilihat
dalam tabel berikut :
a. Terapi spesifik terhadap penyakit dasarnya.
b. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
c. Memperlambat pemburukan fungsi ginjal.
d. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular.
e. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi.
f. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal.
11
Tabel Rencana tatalaksana penyakit ginjal kronik sesuai dengan derajatnya.
LFG
Derajat Rencana tatalaksana
(ml/mnt/1,73m
1 >90 Terapi penyakit dasar, kondisi
komoroid, evaluasi pemburukan fungsi
ginjal, memperkecil resiko
kardiovaskular.
2 60-89 Menghambat pemburukan fungsi ginjal
a. Penatalaksanaa keperawatan
1) Cairan
a) Klien yang tidak didialisa
Bila ada oliguria, cairan yang diperbolehkan biasanya 400-500 ml
(untuk menghitung kelebihan cairan rutin) ditambah volume yang
hilang lainya seperti urin, diare, dan muntah selama 24 jam terakhir.
b) Klien dialysis
Pemasukan cairan terbatas jumlahnya sehingga kenaikan berat badan
tidak lebih dari 0,45 kg/hari diantara waktu dialisis. Ini umumnya
akibat dari pemasukan 500 ml sehari ditambah volume yang hilang
melalui urin, diare dan muntah.
2) Elektrolit
a) Klien yang tidak dialysis
Pemasukam kalium harus dibatasi 1,5-2,5 g (38,5-64 mEq)/hari pada
dewasa dan sekitar 50 mg (1,9 mEq)/kg/hari untuk anak- anak.
b) Klien yang didialisis
Ini dapat diberikan lebih bebas untuk mempertahankan kadar
natrium dan kalium serum normal pada Klien dengan dialisis. selama
12
CAPD (cronik ambulatory peritonial dealysis), kalium yang dapat
diberikan sekitar 2,7-3,1g (70-80 mEq)/kg/hari pada anak, untuk
mempertahankan keseimbangan cairan.
3) Diet rendah protein untuk membatasi akumulasi produk akhir
metabolisme protein yang tidak dapat diekresikan ginjal.
4) Persiapan yang harus dilakukan perawat sebelum operasi AV – Shunt:
a) Berikan informasi yang jelas pada klien karena sering terjadi kesalah
pahaman. Klien sering menganggap Operasi AV-Shunt adalah
pemasangan alat untuk HD padahal hanya menyambungkan
pembuluh darah yang ada pada tubuh klien.
b) Batasan laboratorium untuk operasi AV-Shunt biasanya
direkomendasikan dari dokter penyakit dalam dan ahli bedahnya.
Selama ini Rekomendasi untuk Periksakan laboratorium yaitu , Hb >
8 mg/dl, Trombosit dalam batas normal, Gula Darah Sewaktu dalam
batas normal untuk klien tanpa riwayat DM dan untuk klien dengan
DM harus dikonsultasikan lagi dengan ahli bedahnya.
c) Lakukan program free heparin sebelum dilakukan operasi, menurut
literatur sebaiknya heparin tidak diberikan 6-8 jam sebelum operasi
dan diharapkan tidak diberikan kembali setelah 12 jam post operasi
atau dikondisikan sampai luka operasi mengering.
d) Sebelum operasi perawat HD bisa melakukan palpasi pada arteri
radialis dan ulnaris untuk merasakan kuat tidaknya aliran darah
arterinya kemudian dilaporkan ke ahli bedah. bila salah satu arteri
(radilis/ ulnaris ) tidak teraba dan tidak ditemukan dengan alat
penditeksi (dopler) maka kontra indikasi untuk dilakukan AV- Shunt.
b. Penatalaksanaa kolaboratif
1) Diuretik kuat untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
2) Glikosida jantung untuk memobilisasi cairan yang menyebabkan
edema.
3) Kalsium karbonat atau kalsium asetat untuk mengobati osteodistropi
ginjal dengan mengikat fosfat dan menambah kalsium.
4) Anthi hipertensi (ACE inhibitor) untuk mengontrol tekanan darah dan
13
edema.
5) Famotidin dan ranitidin untuk mengurangi iritasi lambung.
6) Suplemen besi dan folat atau tranfusi sel darah merah untuk anemia.
7) Eritropoitin sintetik untuk menstimulus sumsum tulang, memproduksi
sel darah merah.
8) Suplemen besi, estrogen konjugata, dan desmopresin untuk melawan
efek hematologik.
9) Terapi dialysis (pengganti ginjal)
10) Dialysis digunakan untuk mengeluarkan produk sisa cairan dan uremik
dari tubuh bila ginjal tidak mampu melakukanya.juga dapat digunakan
untuk mengobati klien dengan edema yang tidak meresponpengobatan
lain, hepatic, hiperkalemia, hiperkalsemia, hipertensi, dan dialysis
peritonial, untuk menggantikan ginjal yang tidak berfungsi. Dialisis
adalah pergerakan cairan dan butir-butir (partikel) memlalui membaran
semipermeabel. Dialisis adalah suatu tindakan yang dapat memulihkan
keseimbangan cairan dan elektrolit, mengendalikan keseimbangan
asam-basa, dan mengeluarkan sisa metabolisme dan bahan dari tubuh.
Ada tiga prinsip yang mendasari dialisis, yaitu disfungsi, osmosis, dan
ultrafiltrasi. Disfungsi adalah pergerakan butir-butir (partikel) dari tempat yang
berkonsentrasi tinggi ke tempat yang berkonsentrasi rendah. Dalam tubuh
manusia, hal ini terjadi memlalui membran semipermeabel. Difusi
menyebabkan urea, kreatinin, adan asam urat dari darah klien masuk ke dalam
dialisiat. Walaupun konsentrasi eritrosit dan protein da;lam darah tinggi, meteri
ini tidak dapat menebus membran semipermeabel katrena eitrosit dan prtotein
mempunyai mokelul yang besar. Osmosi menyangkut pergerakan air melakui
membran semipermeabel dari tempat yang berkonsentrasi rendah ke tempat
yang berkonsentrasi tinggi (osmolalitas). Ultrafiltrasi adalah pergerakan cairan
melalui membran semipermeabel sebagai akibat tekanan gradien buatan.
Tekanan gradien buatan dapayt bertekanan positif (didorong) atauu negatif
(ditarik). Ultrafiltrasi lebih efisien daripada osmosisi dalam mengambil cairan
dan diterapkan dalam hemodialisa. Pada saat dialissi, prinsip osmosis, dan
difusi atau ultrafiltrasi digunakan secara simultan atau persamaan.
14
1. Dampak Penyakit Gagal Ginjal Kronik
Menurut Smeltzer & Bare (2008), penyakit ginjal kronik akan
berdampak terhadap perubahan fisik, psikologis, sosial dan ekonomi.
Seperti yang dijelaskan berikut ini:
a. Perubahan Fisik
Perubahan yang terjadi pada fisik pasien penyakit ginjal kronik
tergantung pada kerusakan ginjal dan keadaan lainnya yang
mempengaruhi seperti usia dan kondisi tubuh pasien. Perubahan fisik
yang dapat terjadi pada pasien penyakit ginjal kronik dibagi menjadi 8
bagian yaitu :
1) Sistem Neurologi
Kelemahan/fatigue, kecemasan, penurunan konsentrasi, disorientasi,
tremor, seizures, nyeri pada telapak kaki, perubahan tingkah laku.
2) Sistem Integumen
Kulit berwarna coklat keabu-abuan, kering, kulit mudah terkelupas,
pruritus, ekimosis, purpura tipis, kuku rapuh, rambut tipis.
3) Sistem Kardiovaskular
Hipertensi, pitting edema (kaki, tangan, dan sakrum), edema
periorbita, precordial friction rub, pembesaran vena pada leher,
perikarditis, efusi perikardial, tamponade pericardial, hiperkalemia,
hiperlipidemia.
4) Sistem Pernafasan
Cracles, sputum yang lengket dan kental, depresi refleks batuk,
nyeri pleuritik, napas pendek, takipnea napas kussmaul, uremic
pneumonitis.
5) Sistem Gastrointestinal
Bau ammonia, napas uremik, berasa logam, ulserasi pada mulut dan
berdarah, anoreksia, mual dan muntah, konstipasi atau diare,
perdarahan pada saluran pencernaan.
6) Sistem Hematologi
Anemia, trombositopenia.
15
7) Sistem Reproduksi
Amenorrhea, atropi testis, infertil, penurunan libido.
8) Sistem Muskuloskeletal
Kram otot, hilangnya kekuatan otot, nyeri tulang, dan fraktur.
b. Perubahan Psikologis
Perubahan fungsi fisik secara progresif akibat penyakit ginjal
yang diderita membuat pasien penyakit ginjal kronik mengalami
berbagai stres psikologis. Perubahan keseharian akibat terapi yang
harus dijalani, kewajiban melakukan kunjungan ke rumah sakit dan
laboratorium secara rutin untuk pemeriksaan darah, dan perubahan
finansial untuk biaya pengobatan membuat pasien mengalami stres dan
membuat mereka tidak dapat menjalankan peran secara holistik.
c. Perubahan Sosial
Beberapa pasien timbul gangguan psikis seperti stres, depresi,
cemas, putus asa, konflik ketergantungan, denial, frustasi, keinginan
untuk bunuh diri, dan penurunan citra diri. Selain itu, karena
keterbatasan fisik yang dialaminya maka pasien pun akan mengalami
perubahan peran dalam keluarga maupun peran sosialdi masyarakat.
Peran sosial lain yang berubah pada pasien penyakit ginjal kronik
adalah perubahan pekerjaan. Pasien dengan keterbatasan fisik akan
mengalami penurunan kemampuan kerja. Pasien dapat mengambil cuti
atau kehilangan pekerjaannya. Hal ini akan menimbulkan permasalahan
lain yaitu penurunan kualitas hidup pasien. Pasien penyakit ginjal
kronik yang tidak mempunyai pekerjaan mempunyai penurunan skor
yang sangat signifikan pada dimensi fungsi fisik, peran fisik,
kesehatanumum, vitalitas, peran emosional dan peningkatan intensitas
nyeri.
d. Perubahan Ekonomi
Perubahan ekonomi akibat dari penyakit ginjal dan dialisis tidak
hanya terjadi pada individu dan keluarga pasien. Masalah ekonomi ini
juga akan berakibat kepada perekonomian negara sebagai penanggung
16
jawab atas penduduknya. Biaya dialisis yang mahal akan membuat
pengeluaran di sektor kesehatan akan meningkat. Biaya perawatan yang
mahal membuat pasien yang harus menjalani hemodialisis di negara
berkembang sebagian besar meninggal atau berhenti melakukan dialisis
setelah 3 bulan menjalani terapi. Di sisi lain kapasitas kerja dan fisik
mereka mengalami penurunan yang sangat drastis sehingga terjadi
penurunan penghasilan.
2. Hemodialisa
17
mengoreksi gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal
ginjal (Black & Hawks, 2014).
Hemodialisis pada penyakit gagal ginjal kronik dilakukan dengan
mengalirkan darah ke dalam suatu tabung ginjal buatan (dialiser) yang
terdiri dari dua kompartemen yang terpisah. Darah pasien dipompa dan
dialirkan ke kompartemen darah yang dibatasi oleh selaput semipermeabel
buatan (artifisial) dengan kompartemen dialisat. Kompartemen dialisat
dialiri cairan dialysis yang bebas pirogen, berisi larutan dengan komposisi
elektrolit mirip serum normal dan tidak mengandung sisa metabolism
nitrogen. Cairan dialysis dan darah yang terpisah akan mengalami
perubahan konsentrasi karena zat terlarut berpindah dari konsentrasi yang
tinggi ke arah konsentrasi yang rendah (Sudoyo, 2009).
3. Tujuan Hemodialisa
Tujuan hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen dan
toksin dari dalam darah dan mengeluarkan air yang berlebihan kemudian
dialihkan dari pasien ke mesin yaitu mesin dialyzer, dimana darah
diberikan dan kemudian dikembalikan ke tubuh pasien (Smeltzer & Bare,
2013).
4. Prinsip Hemodialisa
Ada 3 prinsip dasar yang mendasari kerja hemodialisa, yaitu : difusi,
osmosis, dan ultrafiltrasi. Racun dan limbah dalam darah dibuang oleh
proses difusi, yaitu bergerak dari daerah yang konsentrasi yang lebih tinggi
dalam darah ke area konsentrasi yang lebih rendah dialisat. Dialisa terdiri
dari semua elektrolit penting dalam konsentrasi esktraseluler ideal. Tingkat
elektrolit dalam darah pasien dapat dikendalikan dengan cairan dialisat
(Smeltzer and Bare, 2008).
Kelebihan air akan dibuang dari dalam darah melalui proses osmosis,
dimana bergerak dari daerah konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi ke
daerah konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah. Ultrafiltrasi didefinisikan
sebagai air yang bergerak di bawah tekanan tinggi ke daerah tekanan
rendah. Ultrafiltrasi dicapai dengan menerapkan tekanan negatif atau
kekuatan penyedotan ke membran dialisis (Smeltzer and Bare, 2008).
18
5. Indikasi Hemodialisa
Menurut konsesus Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI)
(2003) secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)
kurang dari 15 mL/menit,LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala
uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala
dapat menjalani dialisis.Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya
indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti edema paru,
hiperkalemia, asidosis metabolic berulang, dan nefropatik diabetic.
Pada umumnya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal
kronis adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit,
sehingga dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari
hal tersebut dibawah:
a. Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b. Kreatinin serum >6 mEq/L
c. Ureum darah > 200 mg/DL
d. Ph darah <7,1
e. Oliguria atau anuria berkepanjangan ( > 5hari)
6. Prosedur Hemodialisa
Menurut Smeltzer and Bare (2008), hemodialisa mencakup
shunting/pengalihan arus darah dari tubuh pasien ke dialisator dimana
terjadi difusi dan ultrafiltrasi dan kemudian kembali ke sirkulasi pasien.
Untuk pelaksanaan hemodialisa terjadi yang masuk ke darah pasien, suatu
mekanisme yang mentraspor darah ke dan dari dialisator, dan dialisator
(daerah dimana terjadi pertukaran larutan elektrolit dan produk-produk sisa
berlangsung). Sekarang terdapat lima cara utama agar terjadi yang masuk
ke aliran darah pasien. Ini terdiri dari sebagai berikut :
a. Fistula aerteriovena
b. External arteriovenous/arus arteriorvena eksternal
c. Kateterisasi vena femoral
d. Kateterisasi vena subklavia
19
7. Komplikasi Hemodialisa
Pada penderita gagal ginjal kronik memiliki keluhan utama yang
sering dirasakan oleh penderita penyakit gagal ginjal kronik adalah cepat
merasa lelah, mual, serta mulut kering ini. Kondisi ini disebabkan oleh
penurunan kadar natrium dalam darah karena ginjal tidak lagi dapat
mengendalikan eksresi natrium (Smeltzer and Bare, 2008).
Komplikasi atau dampak hemodialisa terhadap fisik menjadikan klien
lemah dan lelah dalam menjalani kehidupan sehari-hari terutama setelah
menjalani hemodialisa (Farida, 2010). Sedangkan Menurut Smeltzer &
Bare (2008), komplikasi dialisis sendiri dapat mencakup hal-hal berikut:
a. Hipotensi dapat terjadi selama terapi dialisis ketika cairan dikeluarkan.
b. Emboli udara merupakan komplikasi yang jarang tetapi dapat saja
terjadi jika udara memasukis istem vaskuler pasien.
c. Nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun bersamaan dengan
terjadinya sirkulasi darah di luar tubuh.
d. Pruritus dapat terjadi selama terapi dialisis ketika produk akhir
metabolisme meninggalkan kulit.
e. Gangguan keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan
serebral dan muncul sebagai serangan kejang. Komplikasi ini
kemungkinan terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang berat.
f. Kram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dengan cepat
meninggalkan ruang ekstrasel.
g. Mual dan muntah merupakan peristiwa yang sering terjadi.
20
Pengkajian keperawatan pada klien dengan Chronic Kidney Disease
(CKD) menurut Doengoes, 2012; Nursalam, 2008; Sudoyo, 2015; NIC NOC,
2015 sebagai berikut :
a. Demografi.
Klien CKD kebanyakan berusia diantara 30 tahun, namun ada juga yang
mengalami CKD dibawah umur tersebut yang diakibatkan oleh berbagai
hal seperti proses pengobatan, penggunaan obat-obatan dan sebagainya.
CKD dapat terjadi pada siapapun, pekerjaan dan lingkungan juga
mempunyai peranan penting sebagai pemicu kejadian CKD. Karena
kebiasaan kerja dengan duduk / berdiri yang terlalu lama dan lingkungan
yang tidak menyediakan cukup air minum / mengandung banyak senyawa/
zat logam dan pola makan yang tidak sehat.
b. Riwayat penyakit yang diderita klien sebelum CKD seperti DM, glomerulo
nefritis, hipertensi, rematik, hiperparatiroidisme, obstruksi saluran kemih,
dan traktus urinarius bagian bawah juga dapat memicu kemungkinan
terjadinya CKD.
c. Pengkajian Bio-psiko-Sosial
1) Aktivitas istirahat
Gejala : kelelahan ekstrem kelemahan dan malaise, gangguan tidur
(insomnia/ gelisah atau somnolen).
Tanda : kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : Riwayat hipertensi lama atau berat, palpitasi : nyeri dada
(angina)
Tanda : Hipertensi : nadi kuat, edema jaringan umum dan piting pada
kaki, telapak tangan, nadi lemah dan halus, hipotensi ortostatik
menunjukkan hipovolemia yang jarang terjadi pada penyakit tahap
akhir, friction rub pericardial (respon terhadap akumulasi rasa) pucat,
kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan pendarahan.
3) Integritas Ego
Gejala: Faktor stres, contoh finansial, hubungan, dan sebagainya. Peran
tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.
21
Tanda: Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian.
4) Eiminasi
Gejala :Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, Malnutrisi, kembung, diare, konstipasi.
Tanda : Perubahan warna urin, contoh kuning pekat, merah, coklat,
berwarna. Oliguria, dapat menjadi anuria.
2) Makanan / Cairan
Gejala :Peningkatan berat badan cepat (edem), penurunan berat badan
(malnutrisi). Anoreksia, nyeri ulu hati, mual / muntah, rasa metalik
tidak sedap pada mulut (pernafasan amonia), pengguanaan diuretik.
Tanda : Distensi abdomen / asietas, pembesaran hati (tahap akhir).
Perubahan turgor kulit. Edem (umum, tergantung). Ulserasi gusi,
pendarahan gusi / lidah. Penurunan otot, penurunan lemak subkutan,
tampak tak bertenaga.
3) Neorosensasi
Gejala :Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot / kejang : sindrom
Kaki, gelisah; kebas terasa terbakar pada telapak kaki. Kebas
kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer).
Tanda: Gangguan sistem mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketikmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan
tingkat kesadaran, koma. Kejang, fasikulasi otot, aktifitas kejang,
Rambut tipis, kuku rapuh dan tips.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot / nyeri kaki. Memburuk
pada malam hari.
Tanda : perilaku berhati-hati dan gelisah.
8) Pernafasan
Gejala: nafas pendek : dipsnea, nokturnal parosimal, batuk dengan /
tanpa sputum kental atau banyak.
Tanda: takiepna, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman
22
(Pernafasan kusmaul). Batuk produktif dengan sputum merah muda
encer (edema paru).
9) Keamanan
Gejala :Kulit gatal ada / berulamngnya infeksi
Tanda : Pruritus Demam ( sepsis, dehidrasi ; normotemia dapat secara
actual terjadi peningkatan pada klien yang mengalami suhu tubuh lebih
rendah dari pada normal ( efek CKD / depresi respon imum) Ptekie,
araekimosis pada kulit Fraktur tulang ; defosit fosfat, kalsium,
(klasifikasi metastatik) pada kulit, jaringan lunak sendi, keterbatasan
gerak sendi.
10) Seksualitas
Gejala : penurunan libido ; amenorea ; infertilitas.
11) Interaksi Sosial
Gejala : Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekeja,
mempertahankan fungsi peran biasanya dalam keluarga.
Pemeriksaan fisik
1) Penampilan / keadaan umum.
Lemah, aktifitas dibantu, terjadi penurunan sensifitas nyeri. Kesadaran klien
dari compos mentis sampai coma.
2) Tanda-tanda vital.
Tekanan darah naik, respirasi riet naik, dan terjadi dispnea, nadi meningkat
dan reguler.
3) Antropometri.
Penurunan berat badan selama 6 bulan terahir karena kekurangan nutrisi,
atau terjadi peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.
4) Kepala.
Rambut kotor, mata kuning / kotor, telinga kotor dan terdapat kotoran
telinga, hidung kotor dan terdapat kotoran hidung, mulut bau ureum, bibir
kering dan pecah-pecah, mukosa mulut pucat dan lidah kotor.
5) Leher dan tenggorok.
Peningkatan kelenjar tiroid, terdapat pembesaran tiroid pada leher.
23
6) Dada
Dispnea sampai pada edema pulmonal, dada berdebar-debar. Terdapat otot
bantu napas, pergerakan dada tidak simetris, terdengar suara tambahan pada
paru (rongkhi basah), terdapat pembesaran jantung, terdapat suara tambahan
pada jantung.
7) Abdomen.
Terjadi peningkatan nyeri, penurunan pristaltik, turgor jelek, perut buncit.
8) Genital.
Kelemahan dalam libido, genetalia kotor, ejakulasi dini, impotensi, terdapat
ulkus.
9) Ekstremitas.
Kelemahan fisik, aktifitas klien dibantu, terjadi edema, pengeroposan
tulang, dan Capillary Refill lebih dari 1 detik.
10) Kulit.
Turgor jelek, terjadi edema, kulit jadi hitam, kulit bersisik dan mengkilat /
uremia, dan terjadi perikarditis.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang pada klien dengam Chronic Kidney Disease (CKD)
menurut trucker, 2008; sudoyo, 2015.
1) Urinalisasi : PH asam, SDP, SDM, berat jenis urin (24 jam) : volume
normal, volume kosong atau rendah, proteiurea, penurunan klirens
kreatinin kurang dari 10 ml permenit menunjukan kerusakan ginjal yang
berat.
2) Hitungan darah lengakap : penurunan hematokrit / HB , trombosit, leukosit,
peningkaanj SDP.
3) Pemerikasaan urin : Warna PH, kekeruhan, glukosa, protein, sedimen,
SDM, keton, SDP, CCT.
4) Kimia darah : kadar BUN, kreatinin, kalium, kalsium, fosfor, natrium,
klorida abnormal.
5) Uji pencitraan : IVP, ultrasonografi ginjal, pemindaian ginjal, CT scan.
6) EKG : distritmia
7) Poto polos abdomen, bias tampak batu radio opak
24
8) Pielografi intra vena jarang dikerjakan, karena kontras tidak dapat melewati
filter glomerolus, disamping kekawatiran terjadinya pengaruh toksik oleh
kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.
9) Piolografi antegrad atau retrograt sesuai dengan indikasi.
10) Pemeriksaan lab CCT (Clirens Creatinin Test) untuk mengetahui laju
filtrasi glomerulus. Untuk menilai GFR (Glomelular Filtration Rate) / CCT
(Clearance Creatinin Test) dapat digunakan dengan rumus :
25
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan menurut Huda dan Hardhi dalam NANDA NIC-NOC (2015).
26
Perubahan status mental,
kegelisahan, kecemasan
27
Dilaporkan atau fakta adanya
kekurangan makanan
Dilaporkan adanya perubahan
sensasi rasa
Perasaan ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
Miskonsepsi
Kehilangan BB dengan makanan
cukup
Keengganan untuk makan
Kram pada abdomen
Tonus otot jelek
Nyeri abdominal dengan atau
tanpa patologi
Kurang berminat terhadap
makanan
Pembuluh darah kapiler mulai
rapuh
Diare dan atau steatorrhea
Kehilangan rambut yang cukup
banyak (rontok)
Suara usus hiperaktif
Kurangnya informasi,
misinformasi
28
berhubungan dengan faktor
biologis, psikologis atau
ekonomi.
29
4 Gangguan perfusi jaringan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC) Circulatory Care :
berhubungan dengan penurunan Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan penilaian secara komprehensif fungsi sirkulasi
suplai O2 dan nutrisi ke jaringan keperawatan selama 3x24 jam periper. (cek nadi priper,oedema, kapiler refil,
sekunder. perfusi jaringan adekuat. temperatur ekstremitas).
Kriteria Hasil: 2. Kaji nyeri.
Nursing outcomes classification 3. Inspeksi kulit dan Palpasi anggota badan.
(NOC) : Circulation Status 4. Atur posisi klien, ekstremitas bawah lebih rendah untuk
Membran mukosa merah memperbaiki sirkulasi.
muda 5. Monitor status cairan intake dan output.
Conjunctiva tidak anemis 6. Evaluasi nadi, oedema.
Akral hangat 7. Berikan therapi antikoagulan.
TTV dalam batas normal.
Tidak ada edema
5 Intoleransi aktivitas berhubungan Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC) Activity therapy :
dengan keletihan anemia, retensi Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor respon fisik, social dan spiritual.
produk sampah dan prosedur keperawatan selama 3x24 jam 2. Bantu klien untuk mendapatkan alat bantuan aktivitas
dialysis. Intoleransi aktivitas dapat seperti kursi roda, krek.
teratasi. Kriteria Hasil: 3. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai.
Nursing outcomes classification 4. Bantu klien/ keluarga untuk mengidentifikasi
(NOC) : Circulation Status kekurangan dalam beraktivitas.
Mampu melakukan aktivitas 5. Bantu klien untuk mengembangkan motivasi diri dan
sehari-hari secara mandiri. penguatan.
Tanda-tanda vital normal 6. Kolaborasikan dengan tenaga rehabilitasi medik
Mampu berpindah dengan dalam merencakan program terapi yang tepat.
atau tanpa bantuan alat.
Sirkulasi status baik.
30
6 Resiko Kerusakan intregritas Tujuan: Nursing intervensi classification (NIC) Skin surveilance :
kulit berhubungan dengan efek Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor adanya tanda – tanda kerusakan integritas kulit.
uremia dan neuropati perifer. keperawatan selama 3x24 jam 2. Monitor warna kulit.
Resiko Kerusakan intregritas 3. Monitor temperatur
kulit tidak terjadi. 4. Catat adanya perubahan kulit dan membran mukosa.
Kriteria Hasil: 5. Ganti posisi dengan sering.
6. Anjurkan intake dengan kalori dan protein yang adekuat
Nursing outcomes classification
(NOC) : Circulation Status
Temperatur jaringan dalam
rentang normal.
Elastisitas dan kelembaban
dalam rentang rentang normal.
Pigmentasi dalam rentang
normal.
31
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditunjukkan
pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor – faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien (Nursalam, 2008)
Implementasi keperawatan:
1. Mennstimbangkan cairan
2. Memenuhi kebutuhan nutrisi
3. Memenuhi pola nafas
4. Menstimbangkan perfusi jaringan
5. Mengstimbangkan aktivitas
6. Mengelastisitaskan integritas kulit
32
Kegagalan dalam
mengubah bentuk
kalsium tidak aktif
KETERANGAN:
Penurunan filtrasi GFR, Hiperkalemia
= Manifestasi Klinis (Teori) Peningkatan Restriksi
= Patofisiologi permeabilitas glomerulus aktivitas sistem Kalium
= Pengobatan Peningkatan BUN dan serum meningkat RAA
= Mas. Keperawatan (Teori) kreatinin, proteinuria meningkat
= NIC & NOC Hiperparatiroidisme
Vasokonstriksi,
Hipertrofi pada
HIPOPROTEINURIA DAN nefron yang tersisa
retensi air dan garam
Sintesa protein hepar menurun HIPOALBUMINEMIA Penurunan ekskresi
kalium
Peningkatan
Peningkatan aktivitas Ketidakmampuan
HIPERLIPIDEMIA resistensi tahanan
sistem RAA mengkonsentrasikan perifer
urine
Malnutrisi MK : Kelebihan Hiperkalemia
Vasokonstriksi, Edema volume cairan
MK : Ggn retensi air dan garam Kehilangan fungsi
MK : Ketidakseimbangan nefron lebih jauh Hipertensi, gagal
nutrisi kurang dari eliminasi jantung,,edema
kebutuhan tubuh urin Produksi urine turun
Kehilangan fungsi ginjal Kehilangan fungsi Penurunan ekskresi fosfat
nonekskretorik ginjal sekretorik
Agen
Peningkatan produksi Kerusakan kerja Kegagalan Penurunan sekresi pengikat
lipid insulin memproduksi hydrogen dan reabsorbsi fosfat
eritropoetin bikarbonat hiperfosfatemia
Kadar glukosa
Aterosklerosis
darah tidak Penurunan produksi sel Natrium bikarbonat
berlanjut darah merah oleh Penurunan
menentu
sumsum tulang absorbsi
kalsium Penurunan reabsorbsi
natrium di tubulus
Inflamasi dan edema Produksi Hb turun, Peningakatan Perubahan Penurunan ekskresi Restriksi
paru transport O2 terganggu asam urat SSP sisa metabolism cairan
33 nitrogen
MK : Perfusi renal tidak MK : Bersihan jalan nafas MK : Kelebihan MK : Ketidakseimbangan MK : Ggn MK : Keletihan
efektif tidak efektif volume cairan nutrisi kurang dari eliminasi urin
kebutuhan tubuh
NOC :
NOC: NOC:
a. Cir
a. Electro NOC:
culation status a. Respiratory status : NOC: NOC:
lit and acid base Keletihan berkurang
b. Ele Ventilation a. Nutritional status: a. Nutritional
balance Adequacy of nutrient status: Adequacy
ctrolite and Acid Base b. Respiratory status : NIC:
Airway patency b. Fluid b. Nutritional Status : food of nutrient
Balance 1. Identifkasi
balance and Fluid Intake b. Nutritional
c. Flu c. Aspiration Control gangguan fungsi
c. Hydrati Status : food and
id Balance NIC: tubuh yang
NIC: on Fluid Intake
d. Hid 1. Identifikasi status mengakibatkan
ration Respiratory status: kelelahan
Airway patency NIC: nutrisi NIC:
e. Tis 1. Pertahankan catatan 2. Identifikasi alergi dan 2. Monitor
1. Kolaborasi pemberian 1. Identifikasi
sue Prefusion : renal intake dan output intoleransi makanan kelelahan fisik
bronkodilator status nutrisi
f. Uri yang akurat 3. Identifikasi makanan dan emosional
2. Lakukan fisioterapi 2. Identifikasi
nari elimination 2. Pasang urin kateter yang disukai 3. Monitor pola dan
dada jika perlu alergi dan
jika diperlukan jam tidur
3. Keluarkan sekret 4. Identifikasi kebutuhan intoleransi
NIC : 4. Monitor lokasi
dengan batuk atau 3. Monitor hasil lab kalori dan jenis makanan
Pasien Hemodialisis: dan
suction yang sesuai dengan nutrient 3. Identifikasi
1. Observasi terhadap retensi cairan (BUN , ketidaknyamana
4. Monitor status 5. Monitor asupan makanan yang
dehidrasi, kram otot dan Hmt , osmolalitas n selama
hemodinamik makanan disukai
aktivitas kejang urin ) melakukan
5. Kolaborasi pemberian 6. Monitor berat badan 4. Identifikasi
2. Observasi reaksi antibiotik 4. Monitor vital sign aktivitas
7. Monitor hasil kebutuhan
tranfusi 6. Pertahankan hidrasi 5. Kaji lokasi dan luas pemeriksaan kalori dan jenis
3. Monitor TD yang adekuat untuk edema nutrient
laboratorium
4. Monitor BUN, Creat, mengencerkan secret 6. Monitor masukan 5. Monitor asupan
makanan / cairan makanan
7. Berikan diuretik 6. Monitor hasil
sesuai interuksi pemeriksaan
8. Kolaborasi laboratorium
pemberian 34 obat :
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J., 1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Alih bahasa
Ester, M., Jakarta , EGC.
De Jong, W., dan Sjamsuhidajat, R., 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi,
Jakarta , EGC.
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Gerogianni, G., Babatsikou, F., Polikandrioti, M., & Grapsa, E. (2019). Management
of anxiety and depression in haemodialysis patients: the role of non-
pharmacological methods. International Urology and Nephrology, 51(1), 113–
118. https://doi.org/10.1007/s11255-018-2022-7
Ignatavicius, D., et all, 1995, Medical Surgical Nursing A Nursing Proces Approach
2nd Edition, Philadelpia , W.B Saunders Company.
Lee, M. C., Wu, S. F. V., Hsieh, N. C., & Tsai, J. M. (2016). Self-Management
Programs on e GFR, Depression, and Quality of Life among Patients with
35
Chronic Kidney Disease: A Meta-Analysis. Asian Nursing Research, 10(4),
255–262. https://doi.org/10.1016/j.anr.2016.04.002
Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Camera, I. M.
(2011). Medical Surgical Nursing: Assessment and Management of Clinical
Problems(8th ed.). St Louis, Missouri: Mosby Inc.
Lin, M. Y., Liu, M. F., Hsu, L. F., & Tsai, P. S. (2017). Effects of self-management
on chronic kidney disease: A meta-analysis. International Journal of Nursing
Studies, 74(October 2016), 128–137.
https://doi.org/10.1016/j.ijnurstu.2017.06.008
Mahjubian, A., Bahraminejad, N., & Kamali, K. (2018). The Effects of Group
Discussion Based Education on the Promotion of Self-Management Behaviors
in Hemodialysis Patients. Journal of Caring Sciences, 7 (4), 225 – 232.
https://doi.org/10.15171/jcs.2018.034
Moore K.L., Dalley A.F., Agur A.M.R. 2010. Clinically oriented anatomy. 6th
edition. Lippincott William and Wilkins. Amerika. 246-53. Jakarta: Erlangga
Moore, C.M., 1997, Buku Pedoman Terapi Diet Dan Nutrisi Edisi II, Alih bahasa
Oswari, L.D., Jakarta , Hipokrates.
Moore, K.L, Anne, M, R. Agur, 2002, Anatomi Klinis Dasar, Alih bahasa Hendra
Laksman., Jakarta , Hipokrates.
Peng, S., He, J., Huang, J., Lun, L., Zeng, J., Zeng, S. Wu, Y. (2019). Self-
management interventions for chronic kidney disease: A systematic review and
meta-analysis. BMC Nephrology, 20(1). https://doi.org/10.1186/s12882-019-
1309
Price, S.A., dkk, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 4
Buku 2, Alih bahasa Peter A., Jakarta , EGC.
Potter dan Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran ECG.
36
Purnomo, B.B., 2003, Dasar-dasar Urologi, Edisi 2, Malang, CV. Infomedika.
Ramali, A., dan Pamoentjak., 1994, Kamus Kedokteran , Arti dan Keterangan Istilah
Edisi Revisi, Jakarta , Djambatan.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2010). Brunner &
suddarth's textbook of medical-surgical nursing (12th ed.). Philadelphia: Wolter
Kluwer Health / Lippincott Williams & Wilkins.
37