Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perpindahan Panas

Perpindahan panas adalah ilmu yang mempelajari perpindahan energi yang


terjadi karena adanya perbedaan suhu diantara benda atau material. Panas dapat
berpindah dari temperatur yang lebih tinggi ke temperatur yang lebih rendah.

Panas adalah suatu bentuk energi yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke
tempat lain yang dapat menimbulkan akibat dalam suatu proses, akibat yang
ditimbulkan antara lain yaitu : kenaikan suhu, perubahan tekanan, perubahan fasa
dan reaksi kimia (Holman, 2004).

Terdapat 2 (dua) macam panas, yaitu:

a. Panas Sensibel
Panas sensibel adalah panas yang menyebabkan terjadinya
kenaikan/penurunan suhu, akan tetapi fasanya tidak berubah. Dinyatakan dengan:

Q = W . Cpcamp . ΔT (2.1)
Dimana:
Q = panas yang dilepas atau diterima (J/s)
W = jumlah aliran massa fluida panas atau dingin (kg/jam)
Cpcamp = panas jenis campuran fluida panas atau dingin (J/kg. K)
∆T = beda temperatur masuk dan keluar fluida panas/dingin (K)

b. Panas Laten
Panas laten adalah panas yang diperlukan untuk merubah fasa (wujud) benda
tetapi temperaturnya tetap. Dinyatakan dengan:

Q=mλ (2.2)

5
Dimana:
Q = Panas (J/s)
M = Laju alir massa (kg/hr)
λ = Panas laten dari fluida yang berubah fasanya (J/kg)

Menurut hukum kekekalan energi, yaitu panas atau energi tidak dapat
dimusnahkan atau diciptakan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk energi ke bentuk
energi yang lain. Energi atau panas juga dapat dipindahkan, yaitu dengan cara
konduksi, konveksi, dan radiasi (D.Q. Kern, 1985).

2.1.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana


kalor mengalir dari daerah yang bersuhu tinggi ke daerah yang bersuhu rendah
dalam suatu medium (padat, cair, dan gas) atau antara medium-medium yang
berlainan dan bersinggungan secara langsung (Mc.Cabe, dkk, 2005).

Secara umum laju aliran kalor secara konduksi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut atau lebih dikenal dengan hukum Fourier:

dt
Q=- K.A. (2.3)
dx
Keterangan:
Q = Laju pindah panas konduksi (J/s)
K = Konduktivitas thermal bahan (W/m2 .°C)
A = Luas penampang (m2)
dt = Perbedaan temperatur (oC)
dx = Perbedaan Jarak (m)

Tanda minus (-) menunjukkan konsekuensi dari kenyataan bahwa panas


mengalir ke suhu yang lebih rendah.

6
2.1.2 Perpindahan Panas Secara Konveksi

Perpindahan kalor secara konveksi adalah proses transportasi energi dengan


kerja gabungan dari konduksi kalor, penyimpanan energi, dan gerakan mencampur.
Konveksi sangat penting sebagai mekanisme perpindahan energi antara permukaan
benda padat, cair, atau gas. Perpindahan kalor secara konveksi dari suatu permukaan
yang suhunya di atas suhu fluida disekitarnya berlangsung dalam beberapa tahap.
Pertama, kalor akan mengalir dengan cara konduksi dari permukaan ke partikel-
partikel fluida yang berbatasan. Energi yang berpindah dengan cara demikian akan
menaikkan suhu dan energi dalam partikel-partikel fluida tersebut. Kedua, partikel-
partikel tersebut akan bergerak ke daerah suhu yang lebih rendah dimana partikel
tersebut akan bercampur dengan partikel-partikel fluida lainnya (Mc.Cabe, dkk,
2005).

Perpindahan panas secara konveksi dapat dikelompokkan menurut gerakan


alirannya, yaitu konveksi alamiah (natural convection) dan konveksi paksa (forced
convection). Apabila gerakan fluida tersebut terjadi sebagai akibat dari perbedaan
densitas (kerapatan) yang disebabkan oleh gradient suhu maka disebut konveksi
alamiah (natural convection). Bila gerakan fluida tersebut disebabkan oleh
penggunaan alat dari luar seperti pompa atau kipas, maka prosesnya disebut
konveksi paksa (forced convection).

Secara umum laju aliran kalor secara konveksi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut atau lebih dikenal dengan hukum Newton:

Q = h A (ΔT) (2.4)
Keterangan:
Q = Laju pindah panas konveksi (J/s)
h = Koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 oC)
A = Luas penampang (m2)
∆T = Perubahan atau perbedaan suhu (oC)

7
2.1.3 Perpindahan Panas Secara Radiasi

Perpindahan panas secara radiasi adalah perpindahan panas dari suatu zat yang
bersuhu tinggi ke zat yang bersuhu rendah tanpa adanya medium perantara. Panas
berpindah dimana pemancar dan penyerap panas tidak bersinggungan langsung
(Mc.Cabe, dkk, 2005).

Secara umum laju alir panas secara konveksi dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut atau lebih dikenal dengan hukum Stefan Boltzman:

Q = σ A T4 (2.5)
Keterangan :
Q = Laju perpindahan panas radiasi (J/s)
σ = Koefisien perpindahan panas radiasi (5,669×10- 8 W/m2.K)
A = Luas penampang (m2)
T = Perubahan atau perbedaan suhu (K)

2.2 Evaporasi

Evaporasi dapat diartikan sebagai proses penguapan dari liquid (cairan)


dengan penambahan panas. Evaporasi secara umum dapat didefenisikan dalam dua
kondisi, yaitu :
1. Evaporasi yang berarti proses penguapan yang terjadi secara alami, dan
2. Evaporasi yang dimaknai dengan proses penguapan yang timbul akibat
diberikan uap panas (steam) dalam suatu peralatan.

Panas dapat disuplai dengan berbagai cara, diantaranya secara alami dan
penambahan steam. Evaporasi didasarkan pada proses pendidihan secara intensif,
yaitu : pemberian panas ke dalam cairan, pembentukan gelembung (bubble) akibat
uap, pemisahan uap dari cairan, dan mengkondensasikan uapnya. Evaporasi atau
penguapan juga dapat didefenisikan sebagai perpindahan kalor ke dalam zat cair
mendidih (Mc. Cabe, dkk, 2005).

8
2.3 Kebocoran Tube

Kebocoran tube dapat menyebabkan perubahan kecepatan aliran DEA di sisi


shell, sehingga menyebabkan nilai Reynold Number (NRe) dan besarnya koefisien
perpindahan panas di sisi shell akan mengalami perubahan. Kebocoran tube akan
menyebabkan suhu outlet steam akan menurun, karena adanya aliran DEA yang
memiliki suhu lebih dingin bercampur dengan steam di sisi shell. Kebocoran tube
juga akan menyebabkan pressure drop yang semakin besar di sisi tube, karena
adanya sebagian kecil aliran yang masuk ke sisi tube yang menyebabkan tekanan di
bagian outlet DEA akan turun. Apabila terjadi kebocoran tube di DEA Regenerator
Reboiler (E-3506), aliran DEA (sisi shell) akan masuk ke dalam aliran steam (sisi
tube) dan bercampur karena tekanan kerja DEA lebih tinggi daripada tekanan kerja
steam.

Kebocoran tube dapat menyebabkan terjadinya system failure, sehingga sistem


harus dihentikan untuk dilakukan maintanance. Setelah sistem diberhentikan
(offline), kemudian dilakukan pembukaan rear and front cover untuk dilakukan tes
kebocoran tube dengan cara memberikan hydrostatic pressure pada sisi shell secara
bertahap hingga di atas tekanan operasi shell (12-20 kg/cm2). Lalu di seluruh ujung
bagian tube diberikan busa sabun (Snoopy), agar ketika diberikan hydrostatic
pressure dapat diketahui tube bagian mana yang mengalami kebocoran dengan cara
melihat adanya pembentukan gelembung-gelembung busa pada ujung bagian tube.

Kebocoran tube dapat diakibatkan karena terjadinya erosi atau pengikisan oleh
aliran fluida dan terjadinya korosi selama operasi pada dinding bagian dalam tube
maupun dinding bagian luar tube.

Korosi merupakan proses perkaratan material yang disebabkan oleh reaksi


antara material bahan secara kimia maupun elektrokimia dengan lingkungan. Korosi

9
yang terjadi pada sistem tubing di DEA Regenerator Reboiler (E-3506) disebabkan
oleh 3 hal, yaitu:

a. Pengaruh Suhu
Suhu mempengaruhi kecepatan reaksi redoks pada peristiwa korosi. Secara
umum, semakin tinggi suhu maka semakin cepat terjadinya korosi. Hal ini
disebabkan meningkatnya suhu akibat dari proses perpindahan panas yang secara
terus menerus terjadi di DEA Regenerator Reboiler (E-3506), sehingga
meningkatnya energi kinetik partikel yang dilanjutkan dengan tumbukan efektif
pada reaksi redoks semakin besar, dan laju korosi pada material tube juga semakin
meningkat. DEA Regeneratorr Reboiler (E-3506) yang beroperasi secara terus-
menerus sebagai alat penukar panas menyebabkan korosi di tubing-tubing reboiler
tidak dapat terhindarkan.

b. Mineral Terlarut
Peningkatan suhu menyebabkan kelarutan Ca(OH)2, Mg(OH)2, dan CaCO3
menurun dan membentuk deposit yang mengakibatkan terjadinya erosi (pengikisan
material tube) dibantu oleh pengikisan oleh aliran steam karena adanya faktor gesek.
Walaupun demikian, kandungan mineral tersebut sangat sedikit yang terikut di
dalam steam. Karena pada saat proses produksi steam di unit 92 (HRSG)
kandungan-kandungan mineral tersebut sudah dihilangkan terlebih dahulu.

c. Penggunaan Material di Sisi Tube


Material tube yang digunakan di DEA Regenerator Reboiler (E-3506) adalah
jenis Stainless steel type 321. Apabila fluida bersifat korosif maka lebih cepat
terjadinya kebocoran, sehingga pemakaian material pada sisi tube harus lebih
diperhatikan.

Untuk mengetahui indikasi terjadinya kebocoran tube yaitu:


a. Adanya penurunan laju alir fluida yang keluar dari shell atau tube.
b. Adanya kenaikan pressure drop antara fluida masuk dan keluar pada sisi tube.
c. Berubahnya suhu fluida panas dan dingin yang keluar.
d. Adanya pencemaran fluida yang mengalir di sisi shell atau tube.

10
2.4 Tube Plugging

Plugging adalah proses penyumbatan pada tube yang mengalami kebocoran


agar gas/liquid yang terdapat di dalam shell atau tube tidak saling bercampur
tergantung oleh tekanan kerja kedua fluida tersebut.

Idealnya, tube yang mengalami kebocoran harus diganti (retubing) dengan


tube yang baru. Aplikasi di lapangan, proses penggantian tube yang bocor
memerlukan waktu yang relatif lama, sedangkan DEA Regenerator Reboiler (E-
3506) harus segera beroperasi kembali yang berfungsi sebagai satu-satunya reboiler
yang menyediakan sumber panas bagi proses regenisasi di DEA Regenerator (C-
3504). Pemasangan plug pada DEA Regenerator Reboiler (E-3506) menjadi solusi
praktis yang dapat langsung diterapkan ketika terjadi permasalahan kebocoran tube,
sedangkan retubing hanya dilakukan pada jadwal shut down berikutnya.

Pemasangan plug dilakukan pada kedua ujung tube yang telah terdeteksi
adanya kebocoran. Tube yang di-plug tersebut tidak akan menyebabkan masuknya
fluida DEA ke dalam fluida steam. Material plug yang digunakan sama dengan
material tube yang digunakan pada heat exchanger tersebut.

Gambar 2.1 Plug


(Sumber: Yananda Radyo Harlistyo, 2013)

11
Pemasangan plug dapat mempengaruhi performansi DEA Regenerator
Reboiler (E-3506) seperti, berkurangnya luas perpindahan panas efektif dari DEA
Regenerator Reboiler (E-3506) tersebut. Adanya tube yang di-plug mengakibatkan
kecepatan aliran di tiap tube akan bertambah untuk laju alir massa yang sama.
Dengan demikian, besarnya Reynold Number (NRe) aliran di dalam tube akan
bertambah dan meningkatnya koefisien perpindahan panas. Akan tetapi, peningkatan
koefisien perpindahan panas keseluruhan (U) tidak sebanding dengan luas pindah
panas keseluruhan (A), sehingga besarnya perpindahan panas akan berkurang secara
bertahap.

Gambar 2.2 Tube Plugging


(Sumber: Yananda Radyo Harlistyo, 2013)

Kecepatan aliran yang semakin besar akan mengakibatkan vibrasi yang


berlebihan pada tube dan juga dapat mengakibatkan erosi pada dinding tube. Selain
itu, karena major head loss pada tube merupakan fungsi dari kecepatan, penurunan
tekanan yang terjadi akan semakin besar. Maka, hingga pada persentase plugging
tertentu, panas yang di transfer sudah tidak memenuhi kriteria proses karena
kecepatan yang terlalu besar, dan penurunan tekanan yang melebihi nilai yang
diizinkan.

2.5 Steam

Steam adalah uap air yang terbentuk ketika air mendidih. Untuk mengubah air
dari fase liquid (bentuk cair) menjadi fase gas (bentuk uap) diperlukan energi panas
untuk menaikan temperatur air yang biasa disebut sebagai Sensible Heat. Pada

12
tekanan atmosfir titik didih air adalah 100oC, apabila tekanan pada sistem dinaikan
maka energi panas yang diperlukan juga untuk naik.

Steam dibedakan menjadi dua jenis, yaitu Saturated steam dan Superheated
steam. Saturated Steam atau steam basah adalah steam yang dihasilkan dari proses
pembuatan steam tingkat pertama di Boiler dimana biasanya suhu berkisaran 150oC
sampai 300oC, ciri khas dari Saturated steam adalah steam yang masih banyak
mengandung air sehingga mudah membentuk air kembali jika terjadi penurunan
suhu. Superheated Steam adalah steam yang dibuat dari Saturated Steam yang
dipanaskan kembali dalam boiler sampai suhu ±700oC, steam ini sangat kering dan
tidak mudah terkondensasi akibat penurunan suhu yang rendah.

Steam yang digunakan pada DEA Regenerator Reboiler (E-3506B) adalah


Saturated Steam dengan suhu ±180oC dengan tekanan 7,5 kg/cm2, dan condensate
steam-nya dipompakan kembali ke unit utilities.

Steam merupakan salah satu energi panas yang salah satu fungsinya sebagai
media pemanas pada peralatan alat penukar panas (heat exchanger). Steam berasal
dari air umpan boiler (BFW) yang dipanaskan di boiler dengan memanfaatkan panas
yang berasal dari exhaust gas turbin (flue gas) dan panas pembakaran fuel gas (Unit
92 – HRSG PT. Perta Arun Gas). Keuntungan menggunakan media pemanas steam
yaitu : steam di dapat dengan murah, energinya mudah didistribusikan (transfer) ke
titik penggunaan dan steam mudah untuk dikendalikan.

2.6 Klasifikasi Alat Penukar Panas (Heat Exchanger)

Heat Exchanger merupakan suatu alat penukar panas dimana terjadi


penurunan suhu fluida yang akan didinginkan dengan memindahkan suhu panasnya
ke fluida lain tanpa terjadi pencampuran fluida.

Berdasarkan tinjauannya alat penukar panas dapat diklasifikasikan atas tiga


kelompok, yaitu : alat penukar berdasarkan bidang kontaknya, alat penukar panas
berdasarkan fungsinya dan alat penukar panas berdasarkan kontruksinya. Berikut
akan dibahas klasifikasi alat penukar panas.

13
2.6.1 Alat Penukar Panas Berdasarkan Bidang Kontak

Jika ditinjau dari cara perpindahan panas berdasarkan bidang kontaknya dapat
dibedakan atas panas secara langsung dan tidak langsung.

1. Alat penukar panas secara kontak langsung adalah alat yang mengontakkan
fluida panas dengan fluida dingin tanpa adanya pemisah.
2. Alat penukar panas secara tidak langsung adalah alat yang tidak
mengontakkan langsung fluida panas dengan fluida dingin tetapi
menggunakan plat atau tube sebagai pemisahnya.

2.6.2 Alat Penukar Panas Berdasarkan Fungsi

Ditinjau berdasarkan fungsinya, alat penukar panas dapat dikelompokkan


sebagai berikut:
1. Cooler, berfungsi untuk mendinginkan zat cair atau gas dengan media
pendingin air atau udara.
2. Condenser, berfungsi untuk mengembunkan uap atau campuran uap.
3. Chiller, berfungsi untuk mendinginkan zat cair pada suhu rendah dengan
refrigerant berupa air, propane, freon atau ammonia.
4. Reboiler, biasanya dihubungkan dengan kolom fraksinasi dan berfungsi untuk
melengkapi panas pendidihan dalam proses distilasi.
5. Heater, berfungsi untuk memanaskan fluida dengan memberikan sensibel heat
pada fluida dengan condensable steam.
6. Waste Heat Boiler, berfungsi sebagai steam generator dimana pemanasnya
berasal dari pemanfaatan sisa gas panas dari exhaust suatu turbin atau stack.
7. Superheater, memanaskan saturated steam (uap basah) menjadi superheated
steam (uap kering) dengan memanfaatkan panas gas asap.
8. Evaporator, pemanas fluida proses hingga merubah fasa dari cair menjadi gas.

14
9. Economizer, pemanas feed water sebelum masuk ke boiler untuk dijadikan
steam, agar panas yang keluar tidak terbuang percuma.
10. Steam Generator, atau disebut ketel uap dimana terjadi pembentukan uap dalam
unit pembangkit. Panas hasil pembakaran bahan bakar dalam ketel dipindahkan
dengan cara konveksi, konduksi, dan radiasi.

2.6.3 Alat Penukar Panas Berdasarkan Kontruksi

Ditinjau berdasarkan konstruksinya, alat penukar panas dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:

a. Alat Penukar Panas Pipa Ganda (Double – Pipe Exchanger)

Alat penukar panas pipa ganda terdiri dari dua pipa logam standar yang kedua
ujungnya di sambung menjadi satu atau dihubungkan dengan kotak penyekat. Fluida
yang satu mengalir pada pipa, sedangkan fluida kedua mengalir di dalam ruang
anulus antara pipa luar dengan pipa dalam. Pada penukar panas jenis ini dapat
digunakan aliran searah atau aliran berlawan arah, baik fluida panas maupun fluida
dingin terdapat dalam ruang annulus dan fluida yang lain di dalam pipa dalam. Tipe
alat penukar panas ini sering kali digunakan untuk laju alir kecil.

Gambar 2.3 Penukar Panas Pipa Ganda (double pipe exchanger)


(Sumber: D. Q. Kern, 1985)

b. Alat Penukar Panas Jenis Plate

Heat Exchanger jenis ini menggunakan plate tipis sebagai komponen


utamanya. Plat yang digunakan dapat berbentuk polos ataupun bergelombang sesuai
dengan desain yang dikembangkan dan dibutuhkan. Heat exchanger jenis ini tidak

15
cocok untuk digunakan pada fluida yang bertekanan tinggi dan juga tidak cocok
untuk diferensial yang temperatur fluidanya tinggi.

Gambar 2.4 Plate Heat Exchange


(sumber : Robert. Perry, H. 1999)

c. Alat Penukar Panas Pipa Dan Tabung (Shell and Tube Exchanger)

Shell and tube exchanger adalah salah satu tipe alat penukar panas yang paling
banyak digunakan di perindustrian, alat penukar panas ini biasanya digunakan fluida
yang memiliki aliran yang lebih besar dan kontinyu, untuk aliran fluida kotor
dilewatkan pada bagian shell dan aliran fluida bersih dilewatkan pada bagian tube,
penempatan aliran ini dimaksudkan agar pembersihan untuk alat penukar panas
lebih mudah dalam kontruksinya.

Alat penukar panas shell and tube terdiri atas suatu bundel pipa yang
dihubungkan secara paralel dan ditempatkan dalam sebuah pipa mantel (cangkang).
Fluida yang satu mengalir di dalam bundle pipa, sedangkan fluida yang lain
mengalir di luar pipa pada arah yang sama, berlawanan, atau bersilangan. Untuk
meningkatkan efisiensi pertukaran panas, biasanya pada alat penukar panas
cangkang dan buluh dipasang sekat (baffle). Ini bertujuan untuk membuat turbulensi
aliran fluida dan menambah waktu tinggal (residence time), namun pemasangan
sekat akan memperbesar pressure drop operasi dan menambah beban kerja pompa,
sehingga laju alir fluida yang dipertukarkan panasnya harus diatur.

16
Berdasarkan letak dan bentuk shell and tube, alat penukar panas shell and tube
dapat dibedakan atas 5 (lima) jenis, yaitu:

1. U- Tube Heat Exchanger

Gambar 2.5 U-Tube Heat Exchanger


(Sumber: Perry. Robert, H. 1997)
2. Floating Head

Gambar 2.6 Floating Head


(Sumber: D, Q, Kern. 1985)

3. Pull Through Exchanger

Gambar 2.7 Pull Through Exchanger


(Sumber: D. Q. Kern, 1985)

4. Kettle-Type Reboiler With Integral Tube Sheet

17
Gambar 2.8 Kettle-type reboiler with integral tube sheet
(Sumber : D, Q, Kern. 1990)
5. Kettle-Type Reboiler

Gambar 2.9 Kettle- type reboiler


(Sumber : D, Q, Kern. 1990)

2.7 Komponen Alat Penukar Panas Jenis Shell and Tube (Reboiler)

Komponen utama alat penukar panas untuk jenis shell and tube khususnya
Reboiler terdiri atas:

1. Shell
Kontruksi shell sangat ditentukan oleh keadaan tube yang akan ditempatkan
didalamnya. Biasanya berbentuk silinder yang berisi tube sekaligus sebagai wadah
pengalir fluida yang berbeda suhunya dengan fluida yang mengalir didalam tube.
Shell ini dapat dibuat dari pipa yang berukuran besar atau pelat logam yang di rol,
shell merupakan badan dari heat exchanger dimana terdapat tube bundle, untuk
temperatur yang sangat tinggi shell dibagi dua dan disambungkan dengan
sambungan ekspansi.

2. Tube
Tube atau pipa merupakan bidang pemisah antara kedua jenis fluida yang
mengalir didalamnya dan sekaligus sebagai bidang perpindahan panas. Ketebalan
dan bahan pipa harus dipilih pada tekanan operasi fluida kerjanya selain itu bahan
pipa juga harus tidak mudah korosi oleh fluida.

18
Tube merupakan media penghantar panas antara dua fluida. Sejumlah tube
dirangkai menjadi satu kesatuan disebut sebagai tube bundle. Tata letak pemasangan
tube (tube layout) ada empat macam, yaitu:

 Triangular Pitch
- Sangat umum baik untuk non fouling maupun untuk fouling service.
- Pressure Drop di antara sedang sampai tinggi.
- Koefisien perpindahan panas lebih baik dari pada In Line Square
 In Line Triangular Pitch
- Tidak banyak dipergunakan dalam industri
- Pressure Drop diantara sedang sampai tinggi

- Koefisien perpindahan panas tidak terlalu baik


 In Line Square Pitch
- Baik untuk kondisi pressure drop rendah
- Koefisien perpindahan panas lebih rendah dari square pitch
 Diamond Square Pitch
- Baik untuk kondisi pressure drop rendah
- Koefisien perpindahan panas lebih tinggi dari square pitch

3. Baffle
Baffle merupakan sebuah penyekat yang berfungsi sebagai penahan dari tube
bundle, mencegah terjadinya benturan antara tube akibat dari vibrasi aliaran fluida
dan mengarahkan aliran.

4. Channel
Channel berfungsi sebagai tempat masuk/keluarnya fluida pada bagian tube.

5. Tube Sheet
Tube sheet berfungsi sebagai tempat kedudukan tube bundle pada shell.

6. Impengement Baffle

19
Plate yang ditempatkan didepan inlet shell side. Gunanya untuk melindungi
tube dari aliran fluida yang masuk dengan kecepatan tinggi sehingga erosi pada tube
dapat dihindari.

7. Weir Plate
Plate yang berfungsi sebagai pemisah antara lean DEA dan rich DEA, dan
juga sebagai penahan level larutan DEA agar larutan DEA merendam tube, sehingga
pemanasan berlangsung secara optimal.

8. Vortex Breaker
Vortex breaker berfungsi untuk mencegah pusaran pada aliran lean DEA yang
keluar dari reboiler.

2.7.1 Rangkaian Alat Reboiler

Gambar 2.10 Reboiler


(Sumber: Robert. Perry, H. 1997)

Tabel 2.1 Keterangan Alat Reboiler


Keterangan Alat Reboiler
1 Stationary Head-Channel 20 Slip-on Backing Flange
2 Stationary Head-Bonnet 21 Floating Head Cover-External
3 Stationary Head Flange-Channel 22 Floating Tubesheet Skirt
Or Bonnet 23 Packing Box Flange
4 Channel Cover 24 Packing

20
5 Stationary Head Nozzle 25 Packing Gland
6 Stationary Tubesheet 26 Lantern Ring
7 Tubes 27 Tie Rods and Spacers
8 Shell 28 Transverse Baffles or Support
9 Shell Cover Plates
10 Shell Flange- Stationary Head 29 Impingement Plates
End 30 Longitudinal Baffle
11 Shell Flange-Rear Head End 31 Pass Partition
12 Shell Nozzle 32 Vent Connection
13 Shell Cover Flange 33 Drain Connection
14 Expansion Joint 34 Instrument Connection
15 Floating Tubesheet 35 Support Saddle
16 Floating Head Cover 36 Lifting Lug
17 Floating Head Flange 37 Support Bracket
18 Floating Head Backing Device 38 Weir Plate
19 Split Shear Ring 39 Liquid Level Connection

2.8 Perhitungan Heat Exchanger

Perhitungan alat penukar panas khususnya Reboiler sangat berkaitan dengan


teori perhitungan neraca massa, neraca energi, LMTD dan sebagainya. Berikut akan
dibahas teori yang sangat berkaitan dengan perhitungan Reboiler.

2.8.1 Neraca Massa

Neraca massa merupakan jumlah aliran yang masuk dan keluar yang terjadi
pada suatu proses. Dasar perhitungan neraca massa adalah hukum kekekalan massa,
yaitu massa jumlahnya tetap, tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan.

∑i. mi = ∑o. mo (2.6)

Dimana :
∑i. mi = Jumlah laju alir massa yang masuk sistem (kg/h)

21
∑o. mo = Jumlah laju alir massa yang keluar sistem (kg/h)

2.8.2 Neraca Panas

Penanganan yang melibatkan perpindahan panas secara kualitatif biasanya


didasarkan atas neraca energi dan laju perpindahan panas. Perhitungan perpindahan
panas didasarkan atas luas penukaran pemanasan dan dinyatakan dalam Btu per jam
kaki persegi (Btu/jam-ft2) atau watt permeter persegi (W/m2) atas dasar luas bidang
tempat berlangsungnya aliran kalor. Laju perpindahan panas per satuan luas disebut
fluks kalor (McCabe, 2005).

Untuk mengetahui unjuk kerja suatu alat penukar panas perlu dilakukan
perhitungan perhitungan neraca energi atau panas. Besarnya panas yang dilepaskan
dan panas yang diterima adalah sama. Persamaannya diberikan pada persamaan.

Qtotal dilepas = Qtotal diterima


(Q(s) + Q(L)) dilepas = (Q(s) + Q(L)) diterima (2.7)
Dimana:
Q(s) = panas sensibel yang dilepas atau diterima (w)
Q(L) = panas laten yang dilepas atau diterima (w)

Atau dapat juga dengan menggunakan persamaan berikut ini:

Q = M. Cp. ΔT = U.A. ΔTLMTD (2.8)

Dimana:
Q = Panas yang dilepas atau diterima (W)
M = Jumlah aliran massa fluida (Kg/jam)
Cp = Panas jenis fluida (j/Kg oC)
ΔT = Beda temperatur masuk dan keluar fluida panas (oC)
A = Luas pindah panas (m2)
U = Koefisien pindah panas keseluruhan (W/m2 oC)
ΔTLMTD = Beda temperatur rata-rata fluida (oC)

2.8.3 Panas Jenis (Cp)

22
Panas jenis adalah perbandingan antara jumlah panas yang dibutuhkan untuk
menaikkan suhu suatu benda padat/cair sebesar satu derajat dengan jumlah panas
yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air sebesar satu derajat pada jumlah massa
yang sama.

Panas jenis suatu fluida campuran harus dihitung sesuai fraksi dari masing-
masing komposisi yang terkandung didalamnya, sehingga dituliskan (Himmelblau,
1996).
Cpcamp = x (a + b (T) + c (T2) + d (T3)) (2.9)

Dimana:
Cpcamp = panas jenis campuran fluida panas /dingin (j/mol K)
X = fraksi mol

2.8.4 Logarithmic Mean Temperatur Differential (ΔTLMTD)

LMTD merupakan salah satu metode yang dipergunakan dalam menganalisa


perpindahan panas. LMTD itu sendiri adalah nilai suhu rata-rata yang
diperhitungkan dari beda suhu pada ujung masuk dikurang beda suhu pada ujung
keluar dibagi logaritma alamiah dari perbandingan beda suhu tersebut.
Δt 2−Δt 1
LMTD = Δt 2 (2.10)
ln( )
Δt 1

Perhitungan LMTD berbeda menurut aliran yang digunakan, perhatikan


gambar di bawah ini :

Gambar 2.11 Jenis aliran pada heat exchanger

23
(a) Counter-current flow dan (b) Co-current flow
(sumber : D, Q, Kern. 2002)

Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa perhitungan LMTD aliran co-
current dengan perhitungan LMTD aliran counter-current berbeda, dan berikut
perhitungan LMTD untuk masing-masing aliran :
Untuk aliran fluida searah (co current flow):
( Thi - Tci ) - ( T ho - T co )
∆T LMTD = (2.11)
ln {( Thi - Tci ) / ( T ho - T co ) }

Untuk aliran fluida berlawanan arah (counter current flow):


( Thi - T co ) - ( T ho - Tci )
∆T LMTD =
ln {( T hi - T co ) / ( T ho - Tci ) }

(2.12)

Besarnya selisih suhu rata-rata sebenarnya (ΔTLM):


∆T LM = FT x ∆TLMTD (2.13)

Faktor koreksi (FT) digunakan untuk memperoleh beda temperature rata-rata


yang benar pada campuran aliran searah dan berlawanan arah. Dimana FT (faktor
koreksi) di dapat dari grafik faktor koreksi LMTD dengan terleih dahulu mencari
nilai R dan S:
T hi - Tho
R= (2.14)
T co - T ci
Tco - T ci
S= (2.15)
T hi - Tci
Keterangan:
ΔTLMTD = Logarithmich Mean Temperatur Differential (°F)
ΔTLM = Selisih suhu rata-rata sebenarnya (°F)
FT = Faktor Koreksi
R = Parameter penukar panas
S = Temperatur efisiensi penukar panas
Thi = Temperatur fluida panas masuk (°F)

24
Tho = Temperatur fluida panas keluar (°F)
Tci = Temperatur fluida dingin masuk (°F)
Tco = Temperatur fluida dingin keluar (°F)

2.8.5 Bilangan Reynolds

Bilangan Reynold untuk alat penukar panas shell dan tube terbagi atas dua
yaitu bilangan Reynold pada bagian shell dan bagian tube, pembagian ini
berdasarkan jumlah aliran fluida yang ada pada alat penukar panas, berikut
perhitungan bilangan Reynold untuk masing-masing bagian.

De . G s
Re s = , sisi shell
μs
(2.16)

ID . G t
Re t = , sisi tube
μt
(2.17)

Keterangan:
Res = Bilangan Reynold di sisi shell
De = Diameter ekivalen (ft)
Gs = Kecepatan alir massa fluida di sisi shell (lb/ft2.hr)
μs = Viskositas fluida di sisi shell (lb/ft.hr)
Ret = Bilangan Reynold di sisi tube
ID = Diameter dalam tube (ft)
Gt = Kecepatan alir massa fluida di sisi tube (lb/ft2.hr)
μt = Viskositas fluida di sisi tube (lb/ft.hr)

25
2.8.6 Diameter Equivalent Pitch Tube
- Diameter Equivalent Square Pitch
2
2 od
4 x(P t −π x )
4 (2.18)
De=
π x od
- Diameter Equivalent Triangle Pitch
od 2
4 x(0.5 Pt x 0.86 Pt – 0 , 5 π x )
4
De=
0.5 x π x od
(2.19)

Dimana :
De = Diameter equivalent (in)
Pt = Jarak antar pusat tube (in)
Od = Diameter luar tube (in)

Gambar 2.12 Tata letak tube pada jenis square pitch dan triangle pitch
(sumber : DQ. Kern, 2002)

2.8.7 Luas Daerah Aliran (Flow Area)

ID x C x B
as = , sisi shell
144 x Pt
(2.20)

N t x a't
at = , sisi tube
144 x n
(2.21)

26
Keterangan:
as = Luas daerah aliran pada sisi shell (ft2)
ID = Diameter dalam shell (in)
C = Jarak antar tube (in)
B = Jarak baffle (in)
Pt = Jarak antar sumbu tube (in)
at = Luas daerah aliran pada sisi tube (ft2)
Nt = Jumlah tube (batang)
a’t = Luas daerah aliran per tube (in2)
n = Jumlah pass (Laluan)

2.8.8 Kecepatan Aliran Massa (Mass Velocity)

Ws
Gs = , sisi shell
as
(2.22)

Wt
Gt = , sisi tube (2.23)
at

Keterangan:
Gs = Kecepatan alir massa fluida di sisi shell (lb/ft2.hr)
Ws = Laju alir massa fluida di sisi shell (lb/hr)
as = Luas daerah aliran pada sisi shell (ft2)
Gt = Kecepatan alir massa fluida di sisi tube (lb/ft2.hr)
Wt = Laju alir massa fluida di sisi tube (lb/hr)
at = Luas daerah aliran pada sisi tube (ft2)

2.8.9 Koefisien Perpindahan Panas

Nilai koefisien perpindahan panas pada bagian luar tube atau bagian dalam
shell ditentukan dengan rumus:

27
Ks
( )( )
1 /3
C Xμs
ho = JH × × ×ϕs (2.24)
De Ks

Keterangan:
ho = Koefisien perpindahan panas bagian shell (Btu/hr.ft2.°F)
ϕs = Rasio/perbandingan viskositas fluida pada suhu dinding tube di sisi shell
JH = Faktor perpindahan panas
ks = Konduktivitas fluida di sisi shell (Btu/hr.ft2.°F/ft)
De = Diameter ekivalen (ft)
Cps = Kapasitas panas fluida di sisi shell (Btu/lb.°F)
μs = Viskositas fluida di sisi shell (lb/ft.hr)

Nilai koefisien perpindahan panas pada bagian dalam tube ditentukan dengan
rumus:

( )(
Kt
)
1/ 3
C X μt
h i = JH × × ×ϕt
ID Kt
(2.25)

Keterangan:
hi = Koefisien perpindahan panas bagian tube (Btu/hr.ft2.°F)
ϕt = Rasio/perbandingan viskositas fluida pada suhu dinding tube di sisi tube
JH = Faktor perpindahan panas
kt = Konduktivitas fluida di sisi tube (Btu/hr.ft2.°F/ft)
ID = Diameter dalam tube (ft)
Cpt = Kapasitas panas fluida di sisi tube (Btu/lb.°F)
μt = Viskositas fluida di sisi tube (lb/ft.hr)

2.8.10 Perhitungan Tube Plugging


1. Persentase Tube Plugging Aktual (Naktual)

Jumlah tube plugging aktual


N aktual = × 100%
Nt
(2.26)

28
Keterangan:
Naktual = Persentase tube plugging aktual (buah)
Nt = Jumlah tube keseluruhan (buah)

2. Jumlah Tube Aktif (N)

N = (100% - M ) × N t (2.27)

Keterangan:
N = Jumlah tube aktif
M = Persentase tube yang mengalami plugging (%)
Nt = Jumlah tube keseluruhan

3. Jumlah Tube yang di Plug (Nplug)

N plug = N t - N (2.28)

Keterangan:
Nplug = Jumlah tube yang di plug (buah)
Nt = Jumlah tube keseluruhan (buah)
N = Jumlah tube aktif (buah)

2.8.11 Koefisien Perpindahan Panas Bersih (Uc)

h io x h o
Uc = (2.29)
h io + h o

Keterangan:
Uc = Koefisien perpindahan panas bersih (Btu/hr.ft2.°F)
hio = Koefisien perpindahan panas terkoreksi pada lapisan film keseluruhan
dinding tube (Btu/hr.ft2.°F)
ho = Koefisien perpindahan panas bagian shell (Btu/hr.ft2.°F)

29
2.8.12 Koefisien Perpindahan Panas Aktual (Ud)

Q terima
Ud =
A x ∆T LM
(2.30)

Keterangan:
Ud = Koefisien perpindahan panas kotor (Btu/hr.ft2.°F)
Qterima = Panas yang diterima fluida (Btu/hr)
A = Luas pindah panas keseluruhan (ft2)
ΔTLM = Selisih suhu rata-rata sebenarnya (°F)

2.8.13 Luas Pindah Panas Keseluruhan

A = N × L×a (2.31)

Keterangan:
A = Luas pindah panas keseluruhan (ft2)
N = Jumlah tube aktif
L = Panjang tube (ft)
a" = Luas permukaan tube per lin feet (ft2/lin ft)

2.8.14 Faktor Pengotor (Rd)

Faktor pengotor (fouling factor) ditentukan berdasarkan harga koefisien


perpindahan panas menyeluruh untuk kondisi bersih dan kotor. Faktor pengotor
didefinisikan sebagai :

UC −UD
Rd = (2.32)
UC × UD

30
Diketahui:
Rd = Faktor Pengotor (hr.ft2.°F/Btu)
Uc = Koefisien perpindahan panas bersih (Btu/hr.ft2.°F)
Ud = Koefisien perpindahan panas kotor (Btu/hr.ft2.°F)

2.8.15 Pressure Drop (ΔP)


 Bagian shell
f × Gs2 × IDs × (N+1)
∆Ps =
5,22 ×1010 ×De × s × ∅s
(2.33)

N +1=12 × L/ B (2.34)

 Bagian tube
2
f x Gt x L x n
∆P t = 10
5,22 ×10 × ID t × s × ∅ t
(2.35)

Keterangan:
ΔPs = Beda tekanan antara fluida pada saat masuk dengan tekanan fluida pada
saat keluar pada shell side dari alat penukar panas (Psi)
ΔPt = Beda tekanan antara fluida pada saat masuk dengan tekanan
fluida pada saat keluar pada tube side dari alat penukar panas (Psi)
f = Friction factor (ft2/in2)
Gs = Kecepatan alir massa fluida di sisi shell (lb/ft2.hr)
Gt = Kecepatan alir massa fluida di sisi tube (lb/ft2.hr)
IDshell = Diameter dalam shell (ft)
L = Panjang tube (ft)
B = Jarak buffle
N = Jumlah lintasan melintang (Jumlah baffle plate)
n = Jumlah lintasan tube
De = Diameter ekivalen (ft)
IDtube = Diameter dalam tube (ft)

31
ϕs = Rasio viskositas fluida pada sisi shell
ϕt = Rasio viskositas fluida pada sisi tube

Penurunan total tekanan pada bagian tube :

∆PT = ∆Pt + ∆Pr (2.36)

2
4n V
∆ Pr ¿
s 2g'
(2.37)

Dimana:
n = Jumlah lintasan aliran pada bagian tube
s = Spesifik Grafity
g’ = acceleration of grafity (ft/sec2)
v = velocity (ft/sec)

2.9 Uraian Proses

Aliran lean DEA yang telah digunakan di DEA Absorber (C-3402) untuk
menyerap H2S dan CO2 akan menjadi rich DEA, rich DEA tersebut di regenerasi
kembali di DEA Regenerator (C-3404). Proses regenerasi di DEA Regenerator,
yaitu proses pemisahan CO2 dan H2S dari larutan Rich DEA dengan tekanan rendah
dan temperatur tinggi. Proses tersebut terjadi di dalam DEA Regenerator (C-3404)
yang berisi 2 (dua) packing bed jenis pall rings. Larutan rich DEA masuk ke bagian
top DEA Regenerator (C-3404) yang mempunyai tekanan rendah. Akibat penurunan
tekanan ini, CO2 dan H2S yang terikat dalam larutan sebagian besar akan terlepas,
sedangkan sisa yang masih terikut dalam larutan akan mengalir ke bawah melalui
tumpukan pall rings dan masuk ke dalam DEA Regenerator Reboiler (E-3406) agar
mendapatkan pemanasan oleh steam untuk pelepasan CO2 dan H2S dalam larutan.

Larutan DEA masuk ke dalam DEA Regenerator Reboiler (E-3406) dan


dipanaskan menggunakan steam dengan temperatur 124oC. Akibat pemanasan
tersebut CO2 dan H2S akan terpisah dari larutan DEA sehingga CO2 dan H2S keluar

32
melalui top Reboiler serta masuk ke dalam DEA Regenerator (C-3404) pada bagian
bottom chimney tray.

Larutan DEA yang telah terlepas dari CO2 dan H2S akan menjadi lean DEA
dan keluar dari bagian bottom Reboiler serta masuk ke DEA Regenerator (C-3404)
dari bagian bottom. Larutan lean DEA masuk ke Heat Exchanger Lean/Rich DEA
(E-3404 ABC) untuk didinginkan dengan larutan rich DEA kemudian di pompa oleh
G-3403 AB dan didinginkan oleh E-3405 AB hingga temperatur 54 oC dan masuk ke
DEA Absorber (C-3402) melalui top untuk proses penyerapan CO2 dan H2S hingga
temperatur 55oC.

Akibat kontak fisik terjadi transfer massa laju difusi gas CO 2 dan H2S ke dalam
larutan DEA dengan proses reaksi sebagai berikut:

 Reaksi Penyerapan dengan CO2


(C2H4OH)2NH + CO2 + H2O  (C2H4OH)2NH2HCO3
Lean DEA Carbon Diokside Air Rich DEA

 Reaksi Penyerapan dengan H2S


(C2H4OH)2NH + H2S  (C2H4OH)2NH2HS
Lean DEA Hydrogen Sulfide Rich DEA

Jalannya proses regenerasi terhadap CO2 dan H2S adalah sebagai berikut:
 Regenerasi Terhadap CO2
Heat

(C2H4OH)2 NH2 HCO3 + H2O ==== (C2H4 OH)2 NH + CO2 + 2H2O


Rich DEA Air Lean DEA Carbon Diokside Air

 Regenerasi Terhadap H2S


Heat

(C2H4OH)2 NH2HS + H2O ==== (C2H4OH)2 NH + H2S + H2O


Rich DEA Air Lean DEA Hydrogen Sulfida Air

Jadi, ketika larutan Rich DEA masuk ke dalam DEA Regenerator yang
mengalir ke bagian bawah, sebagian besar CO2 dan H2S terlepas dari dalam larutan.
Larutan DEA kemudian mengalir ke dalam DEA Reboiler dimana larutan ini

33
dipanaskan dengan steam. Akibatnya, sisa-sisa CO 2 dan H2S yang tersisa di dalam
larutan serta uap air akan terlepas dari dalam larutan dan keluar dari atas Reboiler
masuk ke Regenerator di bagian bawah chimney tray. Larutan lean DEA yang telah
bebas CO2 dan H2S keluar dari bawah DEA Reboiler dikembalikan ke bawah DEA
Regenerator. Larutan ini dikembalikan ke DEA absorber dengan pompa sirkulasi
(G-3X03 AB). CO2 dan H2S keluar dari top DEA Regenerator dikirim ke Carbonate
Regenerator yang masuk diantara bed kedua dan ketiga sebagai “driving vorce”.

Gambar 2.13 Proses regenerasi di sistem DEA


(Sumber : Operating Manual Book PT. Arun NGL, 2007)

34

Anda mungkin juga menyukai