Anda di halaman 1dari 51

SAMBUTAN

Untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap


(KSA) bagi aparatur maupun tenaga industri di sub sektor
pertambangan mineral dan batubara, pemerintah
melaksanakan program pendidikan dan pelatihan (diklat)
untuk semua bidang pekerjaan di sub sektor pertambangan
mineral dan batubara. Pelaksanaan program diklat
tersebut perlu didukung dengan ketersediaan materi ajar
yang berupa modul diklat.

Modul diklat memiliki peranan penting bagi peserta diklat


dalam membantu mengetahui, memahami, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran yang disampaikan
oleh tenaga pengajar.Karakteristik modul diklat yang khas
menjadikannya berbeda dengan buku-buku teks bagi para
mahasiswa di perguruan tinggi.Sebuah modul harus
mampu “berdialog” dengan pembacanya, modul diklat yang
ideal juga dapat menggantikan peran fasilitator dalam
menyampaikan substansi materi diklat.

Pentingnya sebuah modul diklat sebagai salah satu alat


bantu dalam proses belajar mengajar disadari sebelumnya
oleh pihak-pihak yang terkait dalam penyelenggaraan diklat
ini. Oleh karena itu modul selalu identik dengan setiap
penyelenggaraan program diklat.

Peraturan K3 Pertambangan 1
Penulisan modul diklat yang tidak standar serta kaidah-
kaidah penulisan yang tidak baik, tidak hanya menyulitkan
peserta diklat dalam memahami dan mengaplikasikan
materi yang disampaikan, tetapi juga menyebabkan tidak
tercapainya tujuan program diklat secara umum.

Bandung, Desember 2013


Kepala Badan Diklat
Energi dan Sumber Daya Mineral

M. Teguh Pamuji, S.H., M.H.

Peraturan K3 Pertambangan 2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan YME


karena atas berkat dan rahmat-Nya Modul Diklat Kepala
Pengawas Operasional Pertambangan (POP) dapat
terselesaikan.

Seperti kita ketahui bahwa kegiatan pertambangan


merupakan suatu kegiatan yang memiliki karakteristik
khusus, dimana banyak pihak dan kepentingan yang
terlibat dalam kegiatan tersebut sehingga diperlukan
pengawasan terhadap kegiatannya. Pengawas operasional
memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan manusia,
proses, peralatan dan lingkungan kerja dimana mereka
bekerja, agar dapat menjalankan tanggung jawabnya
dengan baik, pengawas operasional harus memiliki standar
kompetensi. Untuk pemenuhan terhadap kompetensi
tersebut maka dirasakan perlu diberikan pelatihan dan
keterampilan yang sesuai, sehingga membantu peserta
dapat memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan oleh
pemerintah.

Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensi yang


dimiliki oleh aparatur pemerintah tersebut dapat dilakukan
melalui program pendidikan dan pelatihan (diklat).
Pelaksanaan program diklat tersebut perlu didukung

Peraturan K3 Pertambangan 3
dengan ketersediaan materi ajar yang berupa modul diklat.
Modul diklat memiliki peranan penting bagi peserta diklat
dalam membantu mengetahui, memahami, dan
mengaplikasikan materi pembelajaran yang disampaikan
oleh tenaga pengajar.

Kami menyadari bahwa modul ini masih jauh dari


sempurna, oleh karena itu kritik dan saran kami harapkan
untuk perbaikan modul di masa yang akan datang.

Bandung, Desember 2013


Kepala Pusdiklat Mineral dan Batubara

Ir. Toto Ridwan, M.T.

Peraturan K3 Pertambangan 4
DAFTAR ISI

SAMBUTAN..............................................................................1
KATA PENGANTAR .................................................................3
DAFTAR ISI ..............................................................................5
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL ......................................7

BAB I PENDAHULUAN ............................................................8


A. Latar Belakang ..........................................................8
B. Deskripsi MaterI ........................................................9
C. Tujuan Pembelajaran ................................................9
D. Materi Pokok .......................................................... 10

BAB II PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN


KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA
KESELAMATAN OPERASI ................................................... 11
A. Undang-Undang mengenai Keselamatan dan
Kesehatan Kerja .................................................... 11
B. Peraturan Pemerintah mengenai Keselamatan
Kerja Pertambangan .............................................. 17
C. Ketentuan K-3 dalam Undang-Undang
Pertambangan Mineral dan Batubara .................... 19
D. Peraturan Pemerintah terkait Pengawasan K-3 .... 21
E. Keputusan Menteri terkait K-3 ............................... 23

Peraturan K3 Pertambangan 5
BAB III MATERI DARI PERATURAN DAN
KETENTUANTERKAIT K-3 DAN KESELAMATAN
OPERASI............................................................................... 46
A. Ruang Lingkup K-3 dan Keselamatan Operasi ..... 46
B. Kepala Teknik Tambang (KTT) .............................. 48
C. Bentuk-Bentuk Pengawasan K-3 dan KOError! Bookmark not de

BAB V PENUTUP .................................................................. 50


DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 51

Peraturan K3 Pertambangan 6
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Setiap modul berisikan beberapa pembelajaran sesuai


dengan tuntutan elemen kompetensi dan kriteria unjuk
kerja. Untuk memahami modul secara utuh peserta harus
mempelajari setiap tahapan pembelajaran sampai selesai.
Pada akhir setiap pembelajaran terdapat tugas-tugas dan
kunci jawaban berada pada bagian akhir modul. Agar
mendapatkan hasil belajar maksimal, ikutilah petunjuk
penggunaan modul berikut ini:

1. Pahami tujuan umum yang tercantum pada setiap


modul
2. Ikuti petunjuk-petunjuk yang diberikan pada modul
sampai akhir

Cobalah sendiri mengerjakan soal latihan yang tertera


pada akhir setiap pembelajaran, kemudian nilai sendiri
dengan rumus:

Jumlah jawaban yang betul


Nilai  x 100
Jumlah seluruh soal

Untuk meningkatkan kedalaman penguasaan Anda


terhadap isi modul, disarankan untuk membaca referensi
yang tertera di dalam daftar pustaka.

Peraturan K3 Pertambangan 7
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kegiatan pertambangan memiliki risiko bahaya yang


dapat menimbulkan tindakan tidak aman bagi manusia
dan kondisi lingkungan kerja. Bila bahaya tersebut tidak
dicegah dan dikendalikan, maka bisa menimbulkan
kecelakaan tambang, penyakit, dan bencana tambang
yang menimbulkan korban manusia, kerusakan peralatan,
serta lingkungan.

Dengan semakin maju dan berkembangnya kegiatan


pertambangan yang diiringi dengan kemajuan teknologi
serta semakin intensifnya penggunaan tenaga kerja
tambang, maka semakin besar risiko bahaya yang dapat
menimbulkan kecelakaan.

Untuk mencapai tujuan perusahaan yaitu mencapai


sasaran produksi tambang yang efektif dan efisien dengan
aman dan selamat, maka perlu dilaksanakan pengelolaan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) sebaik-baiknya
sesuai dengan prosedur dan peraturan/ketentuan yang
berlaku.

Peraturan K3 Pertambangan 8
Peraturan perundang-undangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) pertambangan diwujudkan sebagai
petunjuk dalam melaksanakan K3 pertambangan. Untuk
mewujudkan terlaksananya manajemen keselamtan
pertambangan dengan baik, maka pedoman atau petunjuk
pelaksanaan yang secara detail ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan K3 yang berlaku.

B. DESKRIPSI MATERI

Modul Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Pertambangan Mineral dan Batubara ini berisi mengenai
peraturan perundang-undangan yang mendasari
pelaksanaan K-3 pertambangan dalam kaitannya terhadap
tugas pengawas oprasional pertama (POP). Peraturan
perundang-undangan tersebut meliputi Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Menteri serta
ketentuan lain yang terkait dalam pelaksanaan tugas
seorang .

C. TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari modul ini peserta mampu


menerapkan peraturan dan perundang-undangan K3
dalam kegiatan pertambangan sesuai dengan peraturan
dan ketentuan yang berlaku, dalam rangka melaksanakan
tugas sebagai pengawa operasional pertama.

Peraturan K3 Pertambangan 9
D. MATERI POKOK
1. Peraturan perundang-undangan keselamatan dan
kesehatan kerja serta keselamatan operasi
a. Undang-undang mengenai keselamatan dan
kesehatan kerja;
b. Peraturan pemerintan undang-undang
mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
pertambangan;
c. Ketentuan K-3 dalam undang-undanga
pertambangan minerba;
d. Peraturan pemerintah terkait pengawasan K-3;
e. Keputusan menteri terkait K-3

2. Materi dari peraturan dan ketentuan yang terkait K-


3 dan KO
a. Ruang lingkup K-3 dan KO;
b. Kepala Teknik Tambang (KTT);
3. Pelaksanaan peraturan dan ketentuan umum yang
terkait dengan K-3 dan KO di area yang menjadi
tanggung jawabnya

Peraturan K3 Pertambangan 10
BAB II
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA SERTA
KESELAMATAN OPERASI

Indikator Keberhasilan:
 Dapat menjelaskan undang-undang terkait
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Keselamatan
Operasi
 Dapat menjelaskan peraturan pelaksanaan terkait
Keselamtan dan Kesehatan Kerja dan dan Keselamatan
Operasi

A. Undang-Undang mengenai Keselamatan dan


Kesehatan Kerja
Dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang
Keselamatan Kerja, menimbang bahwa:
1. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan
pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan
meningkatkan produksi serta produktivitas nasional
2. Setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja
terjamin pula keselamatannya
3. Setiap sumber produksi perlu dipakai dan
dipergunakan secara aman dan efisien

Peraturan K3 Pertambangan 11
4. Pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam
Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan
umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan
perkembangan masyarakat. Industrialisasi. teknik dan
teknologi

1. Ruang Lingkup
a. Dalam pasal 2 Undang-Undang No. 1 Tahun 1970
bahwa ruang lingkup yang diatur dalam
keselamatan kerja adalah untuk segala tempat
kerja, baik di darat, dalam tanah, permukaan air,
dalam air maupun di udara yang berada dalam
wilayah hukum Indonesia.
b. Ketentuan tempat kerja tersebut antara lain :
1) Dibuat, dicoba, dipakai, disimpan, mesin,
pesawat, alat, perkakas, peralatan, yang dapat
menimbulkan kecelakaan, kebakaran, dan
peledakan.
2) Dibuat, dipakai, diperdagangkan, diangkut, dan
atau disimpan bahan atau barang yang dapat
meledak, mudah terbakar, beracun, dan
bersuhu tinggi
3) Dilakukan pembangunan, perbaikan,
perawatan, pembersihan atau pembongkaran
rumah, gedung atau bangunan termasuk

Peraturan K3 Pertambangan 12
bangunan pengairan, terowongan di bawah
tanah
4) Dilakukan usaha pertanian, perkebunan,
pembukaan hutan, pengolahan kayu,
peternakan, dan perikanan
5) Dilakukan usaha pertambangan dan
pengolahan, baik di permukaan, di dalam bumi,
dan di dasar perairan

2. Syarat-Syarat Keselamatan Kerja


Dalam pasal 3 Undang-Undang tersebut di atas
ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk
antara lain :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah, mengurangi, dan memadamkan
kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan
d. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan
diri pada waktu kebakaran atau kejadian-
kejadian lain yang berbahaya
e. Memberi pertolongan pada kecelakaan
f. Memberi alat-alat perlindungan diri kepada para
pekerja
g. Mencegah dan mengendalikan timbul atau
menyebarnya suhu, kelembaban, debu,

Peraturan K3 Pertambangan 13
kotoran, asap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi suara, dan getaran
h. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit
akibat kerja, baik fisik maupun psikis, peracunan,
infeksi, dan penularan
i. Memperoleh penerangan yang cukup sesuai
j. Menyelenggarakan suhu dan kelembaban udara
yang baik
k. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup
l. Memelihara kebersihan, kesehatan, dan ketertiban
m. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat
kerja, lingkungan, cara, dan memproses
kerjanya
n. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan
orang, binatang, tanaman, dan barang
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis
bangunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan
bongkar muat, perlakuan, dan penyimpanan
barang
q. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya
r. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan
pada pekerjaan yang berbahaya sehingga
mencegah timbulnya kecelakaan kerja

Peraturan K3 Pertambangan 14
3. Pembinaan
Dalam Pasal 9 ditetapkan kewajiban-kewajiban, antara
lain :

a. Pengurus wajib menunjukkan dan menjelaskan


kepada setiap tenaga kerja baru tentang:
1) Kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat
kerja
2) Semua pengamanan dan alat perlindungan yang
diharuskan di tempat kerja
3) Alat pelindung diri bagi pekerja yang
bersangkutan
4) Cara-cara dan sikap yang aman dalam
melaksanakan pekerjaannya
b. Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga
kerja yang telah memahami syarat-syarat tersebut.
c. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan
pembinaan bagi tenaga kerja yang berada di
bawah pimpinannya dalam pencegahan kecelakaan
dan kebakaran serta peningkatan K3
d. Pengurus wajib memenuhi dan menaati semua
syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha dan
tempat kerja yang dijalankannya.

4. Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja


Dalam pasal 12 diatur kewajiban dan atau hak tenaga
kerja adalah sebagai berikut:

Peraturan K3 Pertambangan 15
a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta
oleh pegawai pengawas dan atau ahli
keselamatan kerja
b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang
diwajibkan
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat K3
yang diwajibkan.
d. Meminta para pengurus agar dilaksanakan
semua syarat-syarat K3 yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan
dimana syarat K3 serta alat-alat perlindungan
diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali
dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh
Pegawai Pengawas dalam batas-batas yang
masih dapat dipertanggungjawabkan.

Sedangkan dalam pasal 13 disebutkan bahwa ”Barang


siapa akan memasuki suatu tempat kerja diwajibkan
menaati petunjuk Keselamatan Kerja dan memakai alat
pelindung diri yang diwajibkan”.

Kewajiban untuk pengurus dituangkan dalam pasal 14


yang memerintahkan:

a. Secara tertulis menempatkan di tempat kerja


yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan

Peraturan K3 Pertambangan 16
kerja yang diwajibkan, sehelai undang- undang
ini dan peraturan pelaksanaannya
b. Memasang pada tempat kerja yang
dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja
dan semua bahan pembinaan
c. Menyediakan secara cuma-cuma semua alat
pelindung diri bagi semua tenaga kerja dan
setiap orang lain yang memasuki tempat kerja

B. Peraturan Pemerintah mengenai Keselamatan


Kerja Pertambangan

Mengacu pada PP Nomor 19 tahun 1973 tentang


Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang
Pertambangan, menimbang bahwa:
1. Bidang pertambangan memiliki fungsi yang penting
dalam pembangunan ekonomi nasional dan
pertahanan Negara, sehingga perlu diadakan
pengaturan lebih lanjut tentang pengawasan
keselamatan kerja dibidang pertambangan
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 Undang-
undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Pasal 29
Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967;
2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 mengatur
keselamatan kerja secara umum termasuk bidang
pertambangan yang menjadi tugas dan tanggung-

Peraturan K3 Pertambangan 17
jawab Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan
Koperasi;
3. Untuk memperlancar pelaksanaan usaha-usaha
pertambangan yang merupakan proses yang terus
menerus, membutuhkan peralatan yang khusus
dan menghadapi kemungkinan bahaya yang
mempunyai tingkat berulangnya kecelakaan
membawa korban manusia dan tingkat kengerian
kecelakaan yang begitu besar dan khas, dianggap
perlu untuk mengadakan penyelenggaraan
pengawasan keselamatan kerja yang lebih effisien
dan effektief;
4. Departemen Pertambangan telah mempunyai
personil dan peralatan yang khusus untuk
menyelenggarakan pengawasan

Pasal 1 dalam PP Nomor 19 tahun 1973 disebutkan bahwa


Pengaturan keselamatan kerja pertambangan tertuang
dalam UU No. 44 Prp. Tahun 1960, UU No.11 Tahun 1967
dan PP No. 32 Tahun 1969, dengan ditetapkannya UU No.
1 Tahun 1970 dilakukan oleh Menteri Pertambangan.

Dalam pasal 2 diterangkan bahwa pengawawasan atas


kselamatan kerja dalam bidang pertambangan dilakukan
oleh Menteri Pertambangan dengan berpedoman kepada

Peraturan K3 Pertambangan 18
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 serta peraturan-
peraturan pelaksanaannya.
Dalam pasal 3 diterangkan bahwa Menteri Pertambangan
mengangkat pejabat pengawas keselamatan kerja setelah
mendengar pertimbangan Menteri Tenaga Kerja,
Transmigrasi dan Koperasi;
Pelaksanaan pengawasan tersebut diatas dilaporkan
secara berkala oleh Menteri Pertambangan kepada Menteri
Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi.
Peraturan pemerintah ini tidak berlaku bagi agi pengaturan
dan pengawasan terhadap Ketel Uap sebagaimana
termaksud dalam Stoom Ordonnantie 1930 (Stbl. 1930
Nomor 225), peryataan ini tertuang pada pasal 5 dalam PP
No. 19 Th.1973.

C. Ketentuan K-3 dalam Undang-Undang


Pertambangan Mineral dan Batubara

Pengaturan terhadap aspek Keselamatan dan


Kesehatan Kerja dan Keselamatan Operasi dalam Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara tertuang dalam beberapa pasal
sebagai berikut:
1. Pasal 96 menerangkah bahwa pemegang IUP dan
IUPK dalam menerapkan kaidah teknik pertambangan
yang baik, wajib melaksanakan:

Peraturan K3 Pertambangan 19
a. ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja
pertambangan;
b. keselamatan operasi pertambangan.

2. Dalam pasal 139 dinyatakan bahwa menteri melakukan


pembinaan terhadap pengelolaan usaha pertambangan
yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota, pembinaan tersebut
meliputi:
a. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan
pengelolaan usaha pertambangan;
b. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
c. Pendidikan dan pelatihan; dan
d. Perencanaan, penelitian, pengembangan,
pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan
penyelenggaraan usaha pertambangan di bidang
mineral dan batubara.
3. Dalam pasal 140 dinyatakan bahwa
a. Menteri melakukan pengawasan terhadap
pengelolaan usaha pertambangan yang dilakukan
oleh pemerintah provinsi dan pemerintah
kabupaten/kota sesuai kewenangannya;
b. Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk
melakukan pengawasan yang dilaksanakan oleh
pemerintah kabupaten/kota;

Peraturan K3 Pertambangan 20
c. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai
kewenangannya melakukan pengawasan yang
dilakukan oleh pemegang IUP, IPR, dan IUPK.
d. Dalam pasal 141 huruf (f) dan (g) dinyatakan bahwa
pengawasan yang dilakukan diantaranya adalah
pengawasan terhadap aspek K3 pertambangan dan
keselamatan operasi pertambangan, pengawasan
terhadap kedua aspek tersebut dilaksanakan oleh
Inspektur Tambang.

D. Peraturan Pemerintah terkait Pengawasan K-3


Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 55 tahun
2010. 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, pengawasan terhadap aspek
keselamatan dan kesehatan pertambangan serta
keselamatan operasi tertuang dalam pasal 26 dan 27.

Dalam pasal 26 ayat (1), menjelaskan bahwa pengawasan


terhadap K3 meliputi:

1. Keselamatan kerja;
2. Kesehatan kerja;
3. Lingkungan kerja; dan
4. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan
kerja

Peraturan K3 Pertambangan 21
Dalam pasal 27 ayat (1), menjelaskan bahwa pengawasan
terhadap keselamatan operasi meliputi:

1. Sistem pelaksanaann pemeliharaan/perawatan sarana,


prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan;
2. Pengamanan instalasi;
3. Kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan
pertambangan;
4. Kompetensi tenaga teknik; dan
5. Evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan.

Pengawasan terhadap kedua aspek tersebut dilakukan


oleh Inspektur Tambang (pasal 36 huruf a), melalui:
1. Evaluasi terhadap laporan berkala dan/atau sewaktu-
waktu;
2. Pemeriksaan berkala atau sewaktu-waktu; dan
3. Penilaian atas keberhasilan pelaksanaan program dan
kegiatan.
Pengawasan oleh Inspektur Tambang dilakukan melalui
kegiatan inspeksi, penyelidikan, dan pengujian.

Dalam pasal 36 ayat (3) diatur wewenang Inspektur


Tambang bahwa:
A. Memasuk tempat kegiatan usaha pertambangan setiap
saat;
B. Menghentikan sementara waktu sebagian atau seluruh
kegiatan pertambangan mineral dan batubara apabila
kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan

Peraturan K3 Pertambangan 22
keselamatan pekerja/buruh tambang, keselamatan
umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau
kerusakan lingkungan; dan
C. Mengusulkan penghentian sementara sebagaimana
dimaksud pada huruf B menjadi penghentian secara
tetap kegiatan pertambangan mineral dan batubara
kepada Kepala Inspektur Tambang.
Yang dimaksud Kepala Inspektur Tambang adalah Pejabat
yang secala ex officio menduduki jabatan:
1. Direktur yang mempunyai tugas okok dan fungsi di
bidang keteknikan pertambangan mineral dan batubara
di Pemerintah;
2. Kepala dinas teknis provinsi yang mempunyai tugas
pokok dan fungsi di bidang pertambangan mineral dan
batubara di pemerintah provinsi;
3. Kepala dinas teknis kabupaten/kota yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi di bidang pertambangan
mineral dan batubara di pemerintah kabupaten/kota.

E. Keputusan Menteri terkait K-3


Dalam pasal 1 ayat (1) Keputusan Menteri
Pertambangan dan Energi No. 555K/26/MPE/1995, bahwa
Kepala Teknik Tambang adalah seorang yang memimpin
dan bertanggung jawab atas terlaksananya serta ditaatinya
peraturan perundang-undangan K3 pada suatu kegiatan

Peraturan K3 Pertambangan 23
usaha pertambangan di wilayah yang menjadi tanggung
jawabnya.

Dalam pasal 4 dijelaskan mengenai kewajiban pengusaha


pertambangan, sebagai berikut:

1. Pengusahaan baru dapat memulai kegiatan usaha


pertambangan setelah memberitahukan secara tertulis
kepada Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.
2. Pengusaha dalam waktu 2 minggu setelah salah satu
dari setiap kegiatan dibawah ini harus mengirimkan
laporan tertulis kepada Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang, yaitu:
a. Memulai kegiatan eksplorasi, pembukaan
tambang, dan terowongan baru mendatar atau
terowongan pada lapisan batubara tambang
bawah tanah;
b. Memulai pembuatan sumuran baru atau jalan
keluar untuk setiap tambang bawah tanah
c. Menghentikan kegiatan atau meninggalkan setiap
tambang permukaan atau setiap terowongan
mendatar atau terowongan pada lapisan, sumuran
atau jalan keluar dari tambang bawah tanah yang
dihitung 12 bulan dari tanggal kegiatan terakhir,
kecuali telah ditinggalkan sebelumnya.

Peraturan K3 Pertambangan 24
3. Pengusaha harus menyediakan segala peralatan,
perlengkapan, alat pelindung diri, fasilitas, dan biaya
yang diperlukan untuk terlaksananya peraturan ini.
4. Pengusaha harus menyediakan secara cuma-cuma
alat pelindung diri yang diperlukan sesuai dengan
jenis, sifat, dan bahaya pada pekerjaan yang
dilakukannya dan bagi setiap orang yang memasuki
tempat usaha pertambangan.
5. Berdasarkan pertimbangan Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang, pengusaha harus menyediakan akomodasi
yang patut pada atau dekat usaha pertambangan
untuk Pelaksana Inspeksi Tambang selama melakukan
tugasnya.
6. Pengusaha harus memberikan bantuan sepenuhnya
kepada Pelaksana Inspeksi Tambang dalam
melaksanakan tugasnya.
7. Pengusaha harus menghentikan pekerjaan usaha
pertambangan, apabila Kepala Teknik Tambang atau
petugas yang ditunjuk tidak berada pada pekerjaan
usaha tersebut.

Pada pasal 11 mengenai Pengawas Operasional,


dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. KTT dalam melakukan tugas dan fungsinya dibidang
K3 pada pekerjaan di tambang, permesinan dan
perlistrikan serta peralatannya dibantu oleh petugas

Peraturan K3 Pertambangan 25
yang bertanggung jawab atas unit organisasi
perusahaan yang bersangkutan;
2. Dalam hal pengusaha belum mengangkat petugas-
petugas sebagimana dimaksud dalam ayat (1) KTT
dapat menunjuk atau mengangkat petugas dimaksud;
3. Petugas-petugas sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan (2) dalam melaksanakan tugasnya disebut
sebagai pengawas operasional atau pengawas teknis
dan bertanggung jawab kepada KTT.

Untuk kewajiban Pengawas Operasional tertuang dalam


pasal 12, sebagai berikut:
1. Bertanggung jawab terhadap KTT untuk keselamatan
semua pekerja tambang yang menjadi bawahannya;
2. Melaksanakan inspeksi, pemeriksaan, dan pengujian;
3. Bertanggung jawab atas keselamatan, kesehatan, dan
kesejahteraan semua orang yang ditugaskan
kepadanya;
4. Membuat dan menandatangani laporan pemeriksaan,
inspeksi, dan pengujian.

Dalam Pasal 14 diatur tentang Pemeriksaan Tambang,


yaitu bahwa Kepala Teknik Tambang atau petugas yang
ditunjuk harus melakukan pemeriksaan:
a. Dalam setiap gilir kerja penggalian bahan galian, harus
memeriksa sekurang-kurangnya satu kali setiap tempat
kerja dimana seseorang bekerja dan setiap jalan atau

Peraturan K3 Pertambangan 26
lintasan dimana seseorang menggunakannya selama
gilir kerja tersebut;
b. Dalam setiap gilir kerja, harus memeriksa setiap
tempat sebelum peledakan dilakukan;
c. Setiap hari kerja, memeriksa jalan-jalan masuk atau
tangga, yang dipergunakan pada hari itu;
d. Semua permukaan kerja, front kerja, tanggul, dan
lereng kerja serta pelaksanaan dari pekerjaan
memperbaiki, jika diperlukan;
e. Pekerjaan persiapan pelaksanaan peledakan serta
keadaan peralatan dan kendaraan yang digunakan di
tempat itu;
f. Alat pengangkut dan transport;
g. Jalan-jalan tambang;
h. Pengaman permesinan dan
i. Tempat-tempat yang dianggap berbahaya.

Pasal 25 diatur tentang Komite Keselamatan dan


Kesehatan Kerja. Yaitu untuk melengkapi tugas-tugas
sebagaimana dimaksud dalam pasal 23, dalam
pelaksanaannya dapat membentuk kelompok kerja
(komite) pada setiap jenjang struktural yang mempunyai
tugas:
a. Secara teratur melakukan pemeriksaan bersama-sama
mengenai setiap aspek keselamatan dan kesehatan
kerja serta masalah-masalah yang ada kaitannya yang

Peraturan K3 Pertambangan 27
telah ditemukan di tambang dan mengusulkan
tindakan-tindakan untuk mengatasi masalah tersebut
b. Mengatur inspeksi terpadu seperlunya ke tempat-
tempat kerja di tambang dalam melaksanakan
fungsinya.

Pasal 27 diatur tentang Pemeriksaan Kesehatan, yaitu:


1. Para pekerja tambang berhak untuk mendapatkan
pemeriksaan kesehatannya yang menjadi kewajiban
perusahaan.
2. Pekerja tambang harus diperiksa kesehatannya
(pemeriksaan menyeluruh) secara berkala oleh dokter
yang berwenang.
3. Pekerja tambang bawah tanah harus diperiksa
kesehatannya sekurang-kurangnya dua kali setahun.
4. Pekerja tambang yang bekerja di tempat yang dapat
membahayakan paru-paru, harus dilakukan
pemeriksaan kesehatan secara khusus.
5. Berdasarkan ketentuan yang berlaku Kepala
Pelaksana Inspeksi Tambang yang menangani bahan
berbahaya oleh dokter yang berwenang.

Pada pasal 28 mengenai Pendidikan dan Pelatihan,


dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Kepala Teknik Tambang wajib mengadakan
pendidikan dan pelatihan untuk pekerja baru, pakerja
tambang untuk tugas baru, pelatihan untuk

Peraturan K3 Pertambangan 28
menghadapi bahaya dan pelatihan penyegaran
tahunan atau pendidikan dan pelatihan lainnya yang
ditetapkan oleh Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang
2. Kepala Teknik Tambang dapat menyelenggarakan
sendiri atau bekerja sama dengan instansi Pemerintah
atau badan-badan resmi lainnya
3. Program pendidikan dan pelatihan sebagaimana
dimaksud pada dalam ayat (1), harus terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Pertambangan dan
Energi Nomor 555K/26/M.PE/1995 Pasal 40,Klasifikasi
Cidera Akibat Kecelakaan Tambang, adalah :

1. Cidera ringan: apabila akibat kecelakaan tambang


yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula lebih dari 1 (satu) hari dan
kurang dari 3 (tiga) minggu, termasuk hari minggu dan
hari libur.

2. Cidera berat :

a. Apabila akibat kecelakaan tambang yang


menyebabkan pekerja tambang tidak mampu
melakukan tugas semula lebih dari 3 (tiga) minggu
termasuk hari minggu dan libur.
b. Apabila akibat kecelakaan tambang yang
menyebabkan pekerja tambang cacat tetap

Peraturan K3 Pertambangan 29
(invalid) yang tidak mampu menjalankan tugas
semula.
c. Apabila akibat kecelakaan tambang tidak
tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak
mampu melakukan tugas semula karena
mengalami cidera, seperti :
 Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung,
pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha atau
kaki;
 Pendarahan di dalam atau pingsan disebabkan
kekurangan oksigen;
 Luka berat atau luka robek/terkoyak yang
dapat mengakibatkan ketidakmampuan tetap;
 Persendian lepas dimana sebelumnya tidak
pernah terjadi.
3. Mati: apabila kecelakaan tambang yang
mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24
jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan
tersebut.

Pada pasal 167 ayat (8) mengenai Ketentuan Umum,


dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
Kepala Teknik Tambang atau orang yang ditunjuk harus
mengeluarkan izin untuk pekerjaan pengelasan atau
pemotongan pada setiap tempat yang kondisinya dapat
menyebabkan ledakan atau kebakaran yang tidak diduga.
Izin tersebut hanya berlaku pada hari diterbitkannya dan

Peraturan K3 Pertambangan 30
kewaspadaan akan timbulnya api harus terus tetap dijaga
sampai pekerjaan yang diizinkan tersebut selesai.
Ijin-ijin lainnya antara lain:
1. Ijin bekerja di ketinggian
2. Ijin bekerja di confince space
3. Ijin bekerja di atas air
4. Ijin bekerja penggalian
Pada pasal 181 mengenai Orang yang Bertugas dan
Bertanggung Jawab, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1. Semua pekerjaan listrik, harus diawasi oleh seorang
ahli listrik yang namanya harus dicatat dalam Buku
Tambang
2. Pekerjaan listrik hanya boleh dilakukan oleh orang
yang mempunyai pengetahuan dan pengalaman
tentang listrik.
Pada pasal 253 ayat (1, 2, dan 3) mengenai Pemeriksaan
dan Perawatan, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai
berikut:

1. Mesin dan bagian mekanis alat pemindah tanah harus


diperiksa sebelum dioperasikan dan juga dilakukan
pemeriksaan secara berkala.
2. Penanggung jawab teknik menunjuk tenaga teknis dan
menetapkan jadwal pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).

Peraturan K3 Pertambangan 31
3. Hasil pemeriksaan dan perawatan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus dicatat dalam buku
yang disediakan dan ditanda tangani oleh tenaga
teknis yang ditunjuk.
Pada pasal 241 ayat (2, 3, 4, dan 5) mengenai Tinggi
permuka Kerja dan Lebar Teras Kerja, dijelaskan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Tinggi jenjang (bench) untuk pekerjaan yang dilakukan
pada lapisan yang mengandung pasir, tanah liat,
kerikil, dan material lepas lainnya harus:
a. Tidak boleh lebih dari 2,5 meter apabila dilakukan
secara manual;
b. Tidak boleh lebih dari 6 meter apabila dilakukan
secara mekanik dan
c. Tidak boleh lebih dari 20 meter apabila dilakukan
dengan menggunakan clamshell, dragline, bucket
wheel excavator atau alat sejenis kecuali
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang.
2. Tinggi jenjang untuk pekerjaan yang dilakukan pada
material kompak tidak boleh lebih dari 6 meter, apabila
dilakukan secara manual.
3. Dalam hal penggalian dilakukan sepenuhnya dengan
alat mekanis yang dilengkapi dengan kabin pengaman
yang kuat, maka tinggi jenjang maksimum untuk
semua jenis material kompak 15 meter, kecuali

Peraturan K3 Pertambangan 32
mendapat persetujuan Kepala Pelaksana Inspeksi
Tambang.
4. Studi kemantapan lereng harus dibuat apabila:
a. Tinggi jenjang keseluruhan pada sistem
penambangan berjenjang lebih dari 15 meter dan
b. Tinggi setiap jenjang lebih dari 15 meter.

Pada pasal 121 ayat (1) mengenai Jalan Untuk


Menyelamatkan Diri, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1. Semua bangunana harus dilengkapi jalan untuk
menyelematkan diri yang cukup dan terpelihara baik,
mudah dilalui dan mempunyai hubungan komunikasi
yang mudah dengan ruangan-ruangan lainnya yang
selalu ada orangnya, termasuk:
a. Tangga untuk penyelamat diri dengan konstruksi
tahan apai yang dilengkapi dengan pintu tahan api
pada setiap tingkat termasuk ruang bawah tanah
dan
b. Bangunan tangga di liar gedung dari logam atau
bahan yang tidak dapat terbakar yang dilengkapi
dengan pegangan tangga dan lantai pada setiap
tingkat yang langsung berhubungan ke dalam
bangunan melalui pintu dari besi atau yang tahan
api.

Peraturan K3 Pertambangan 33
Pada pasal 144 ayat (1) mengenai Cara Kerja Yang Aman,
dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Kepala Teknik Tambang harus mengatur arus lalu-
lintas di pertambangan dan memasang tanda lalulintas
yang perlu untuk memberitahukan para pengemudi
tentang:
a. Arah lalu-lintas;
b. Batas kecepatan;
c. Batas tinggi kendaraan;
d. Tanjakan/turunan dan
e. Daerah parkir dan tidak boleh parkir dan hal lain
yang berhubungan dengan keselamatan sistem
pengangkutan.

Pada pasal 146 ayat (1) mengenai Peraturan Anggkutan,


dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Pada setiap usaha pertambangan, Kepala Teknik
Tambang harus menetapkan peraturan dan
pemasangan rambu-rambu lalulintas mengenai cara
kerja angkutan yang meliputi:
a. Cara menggunakan kendaraan dengan aman;
b. Arah lalu lintas, batas kecepatan, batas muatan;
c. Muatan yang berbahaya atau tidak umum;
d. Kendaraan service dan penarik atau pendorong
kendaraan;
e. Jarak antara kendaraan pada jalan angkutan;

Peraturan K3 Pertambangan 34
f. Pekerjaan bongkar muat;
g. Pengaturan pejalan kaki;
h. Menangani ban;
i. Penumpang, angkutan para pekerja dan
j. Pelatihan izin mengemudi

Pada pasal 159 mengenai Instalasi Anjungan Ban Berjalan


Dan Alat Penyebar Tanah Penutup (spreader), dijelaskan
mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Bagian dari instalasi anjungan ban berjalan, alat
penyebar tanah penutup, mesin gali beserta seluruh
tangga dan lantainya harus dibersihkan sebelum
dimulainya gilir kerja.
2. Instalasi anjungan ban berjalan dan alat penyebar
tanah penutup harus dilengkapi dengan instrumen
pengukur, tombol pengaman, sinyal dan alat
komunikasi yang selalu berfungsi dengan baik.
Sebagai tambahan rem otomatis maka rantai kelabang
(under carrige) harus dilengkapi dengan rem tangan.
3. Instalasi anjungan ban berjalan dan alat penyebar
tanah penutup harus dilengkapi dengan instrumen
otomatis yang mengukur kecepatan dan arah angin
secara terus menerus yang dihubungkan dengan
sistem sinyal keadaan darurat dan dengan sistem
pengendali roda atau rantai penyangga dari alat
penyebar tanah penutup.

Peraturan K3 Pertambangan 35
4. Jalur ban berjalan pada instalasi anjungan ban berjalan
dan alat penyebar tanah penutup harus dilengkapi
dengan lantai pijakan yang mempunyai pagar
pengaman di kedua sisinya. Setiap pengimbang berat
yang letaknya dekat ke jalan atau jalur lalulintas harus
diberi pagar pengaman secara efektif.
5. Apabila alat penyebar tanah penutup, baik dari jenis
yang berjalan di atas tanah maupun di atas rel sedang
bergerak dilarang kendaraan pengangkut, mesin atau
peralatan lainnya atau orang melintas di kolong
jembatan gantungnya.
6. Instalasi anjungan bantidak boleh dekat dengan
bangunan atau alat-alat tambang atau alat angkut
dalam jarak kurang dari 1 meter atau beroperasi pada
posisi di atas alat kerja tambang dan alat angkut
lainnya
7. Jarak tegak lurus antara ujung jembatan penumpah
pada instalasi anjungan ban berjalan dengan puncak
dari timbunan sekurang-kurangnya 3 meter. Untuk alat
penyebar tanah penutup dari jenis yang mempunyai
ban berjalan dengan jembatan gantung yang bergerak
secara berkala, jarak tersebut tidak kurang dari 1,5
meter. Apabila terdapat tanda-tanda longsornya
timbunan, jembatan gantungnya harus segera
dipindahkan dari daerah bahaya tersebut.

Peraturan K3 Pertambangan 36
8. Pada saat cuaca buruk, badai, hujan lebat atau kabut,
jarak pandang kurang dari 25 meter, maka lalu lintas
pekerja atau pekerjaan pada instalasi anjungan ban
berjalan harus dihentikan. Dilarang menjalankan roda
atau rantai penyangga instalasi anjungan ban berjalan
apabila roda atau rantai penyangga tersebut terendam
air.
9. Pada saat melakukan perbaikan pada instalasi
anjungan ban berjalan, dilarang membongkar rem
otomatis dan rem bawah tanah secara bersamaan.

Pada pasal 161 ayat 3 mengenai Tindakan Pencegahan


Terhadap Kebakaran Atau Ledakan, dijelaskan mengenai
hal-hal sebagai berikut:
1. Dilarang menggunakan api di perbengkelan, kecuali
pada tempat-tempat yang memerlukan api sesuai
dengan sifat pekerjaannya dan disediakan peralatan
pengaman yang cukup.
2. Di dalam bengkel, kain yang berlumuran minyak atau
zat cair lainnya yang mudah terbakar, harus
ditempatkan teratur pada tempat yang mungkin
menimbulkan bahaya kebakaran.
3. Apabila zat cair yang mudah menyala dituangkan dari
dalam sebuah wadah, maka wadah tersebut
konstruksinya harus tahan api dan kapasitasnya tidak
boleh lebih dari 20 liter. Dilarang menyimpan zat cair

Peraturan K3 Pertambangan 37
yang mudah menyala lebih dari sepuluh buah wadah di
dalam sebuah bengkel.
4. Apabila di dalam bengkel, ada pekerjaan yang dapat
menimbulkan bahaya peledakan, maka ruangan
tersebut dan ruangan lain yang berhubungan
dengannya, harus bebas dari api, atau nyala api
terbuka dan hanya boleh diterangi dengan lampu
kedap-gas. Nyala api terbuka atau lampu yang bukan
kedap-gas tidak boleh digunakan sekurang-kurangnya
dalam jarak 10 meter dari ruangan tersebut. Ruang
tersebut harus mempunyai ventilasi yang baik dan
kalau perlu dengan cara mekanis.
5. Dilarang merokok atau membawa material yang dapat
menimbulkan api di dalam bengkel sebagaimana
dimaksud ayat (4) dalam pasal ini.
6. Barang-barang dan bahan-bahan dalam bengkel,
harus diatur dengan baik sehingga tidak merintangi
jalan, untuk menyelematkan diri bila terjadi kebakaran.
7. Pada setiap bengkel harus dilengkapi dengan alat
pemadam api yang sesuai dan jumlah yang cukup.

Pada pasal 228 mengenai Tata Cara Pemboran, dijelaskan


mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Kepala Teknik Tambang atau petugas yang
bertanggung jawab untuk setiap pekerjaan pemboran

Peraturan K3 Pertambangan 38
harus membuat tata cara kerja sesuai jenis alat bor
yang dipakai.
2. Pengawas Operasional dan Pengawas Teknis harus
memastikan bahwa pekerjaan pemboran dilakukan
berdasarkan tata cara kerja yang ditetapkan.

Pada pasal 231 ayat 5 mengenai Pemboran Eksplorasi,


dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
 Pada pemboran harus ada buku kerja yang selalu diisi
mengenai:
a. Tata cara pengeboran;
b. Keadaan lapisan batuan;
c. Formasi batuan yang telah di bor;
d. Kedalaman yang dicapai dan letak dari setiap
endapan;
e. Kemajuan per hari;
f. Ukuran lubang dan pipa bor yang digunakan;
g. Cara menyumbat aliran air dan
h. Hasil dari uji percobaan dan alat penutup lapisan
air.

Pada pasal 233 ayat 1 mengenai Pengamanan Pada


Instalasi Pemboran, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
 Derek bor atau tiang bor harus diperiksa sebelum
dipancangkan atau dipasang. Perkakas dan barang

Peraturan K3 Pertambangan 39
kecil lainnya yang diperlukan pada waktu
pemancangan harus diikat atau dijaga jangan sampai
terjatuh. Perkakas yang berat dan peralatan tidak
boleh diangkat dengan tangan dan harus tersedia alat
untuk mengangkat dan menurunkan ke lantai kerja.

Tambang permukaan; dalam pasal 239 ayat 1 dan 3 cara


kerja yang aman, dijelaskan sebagai berikut:
 Ayat (1): di sekitar bagian tambang baik yang masih
ada kegiatan maupun yang sudah ditinggalkan dan
dapat menimbulkan bahaya, harus diberikan pagar
pengaman dengan tinggi sekurang-kurangnya 80
sentimeter atau dipasang tanda peringatan.
 Ayat (3): setiap jalan masuk yang mempunyai
kemiringan lebih dari 40 derajat harus dilengkapi
dengan tangga yang dipasang secara tetap atau jalan
bertangga. Apabila tanggal dipasang secara tetap atau
jalan bertangga. Apabila tangga dipasang lebih curam
75 derajat harus dilengkapi pagar sandaran punggung.

Pada pasal 244, dijelaskan bahwa perancanaan tambang


hidrolis termasuk sistem sirkulasi air, saluran air,
bendungan serta kolam limbah dan sebagainya harus
terinci dengan baik.

Peraturan K3 Pertambangan 40
Pada pasal 246 ayat (1) dan ayat (6) mengenai
Pengoperasian Monitor, dijelaskan mengenai hal-hal
sebagai berikut:
 Ayat (1): Monitor yang dioperasikan secara manual
harus dilengkapi dengan alat pemberat keseimbangan.
Selama operasi, monitor harus secara terus menerus
dikendalikan oleh operator. Jarak monitor dari dinding
teras penambangan sekurang-kurangnya sama
dengan tinggi dinding teras tersebut.
 Ayat (6): Tinggi dinding teras penambangan tidak
boleh lebih dari 6 meter, kecuali ditentukan lain oleh
Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang.

Pada pasal 247 ayat (2) dan ayat (7) mengenai


Pengoperasian Monitor, dijelaskan mengenai hal-hal
sebagai berikut:
 Ayat (2): Ujung pipa isap pompa tanah, harus
digantung pada kaki tiga atau alat yang mempunyai
fungsi serupa dan dilengkapi dengan pangapung serta
dipagar.
 Ayat (7): Sekitar ujung pipa isap dari pompa semprot
harus diberi pagar pengaman dan diberi tanda
peringatan bahaya.

Peraturan K3 Pertambangan 41
Pada pasal 258 ayat (1),(2),(4) dan ayat (5) mengenai
Tanggung Jawab, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
 Ayat (1): pada setiap kapal keurk harus ada seorang
kepala kapal keruk yang bertugas memimpin,
mengatur, dan mengawasi pekerjaan kapal keruk
termasuk pekerjaan lain yang berkaitan dengan
pengoperasian kapal keruk.
 Ayat (2): Kepala Kapal Keruk bertanggung jawab atas
keselamatan dan kesehatan orang di kapal keruk serta
tempat lainnya yang berada dibawah pengawasannya.
 Ayat (4): Setiap kapal keruk dilarang beroperasi tanpa
kehaidaran kepala kapal keruk dan atau kepala gilir
kerjadi atas kapal keruk.
 Ayat (5): Untuk diangkat menjadi kepala kapal keruk
dan atau kepala gilir kerja harus memenuhi kualifikasi
yang ditetapkan kepala teknik tambang dan namanya
dicatat dalam buku tambang.

Pada pasal 260 mengenai Pekerja Tambang Pada Kapal


Keruk, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai berikut:
1. Semua pekerja tambang yang bekerja di kapal keruk
harus dapat berenang.
2. Pekerja tambang yang bekerja untuk sementara waktu
atau orang yang mendapat izin dari Kepala Teknik
Tambang atau Kepala Kapal Keruk apabila tidak dapat

Peraturan K3 Pertambangan 42
berenang harus selalu memakai rompi pelampung
selama berada di atas kapal keruk.

Pada pasal 262 ayat (1) mengenai Pekerja Tambang Pada


Kapal Keruk, dijelaskan bahwa setiap kapal keruk harus
stabil dan laik operasi.

Pada pasal 263 ayat (1) dan ayat (2) mengenai Izin
Operasi Kapal Keruk, dijelaskan mengenai hal-hal sebagai
berikut:
1. Kepala Pelaksana Inspeksi Tambang berdasarkan
hasil pemeriksaan akan mengeluarkan izin operasi
kapal keruk yang berlaku 10 tahun dan dapat
diperpanjang.
2. Perpanjangan izin operasi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat diberikan setelah melalui
pemeriksaan oleh PelaksanaInspeksi Tambang atau
tenaga ahli yang ditunjuk oleh Kepala Pelaksana
Inspeksi Tambang.

Pada pasal 276 ayat (1.a), dijelaskan bahwa pada setiap


kapal keruk harus tersedia: Rompi pelampung yang sesuai
dengan Standar Nasional Indonesia, sekurang-kurangnya
110 persen dari jumlah maksimum orang yang berada di
atas kapal keruk. Baju pelampung tersebut harus berada di

Peraturan K3 Pertambangan 43
atas kapal keruk ditempatkan pada tempat yang mudah
dilihat, dicapai, dan diambil.

Pada pasal 289 ayat (2.c),dan (2.e) mengenai Tindakan


Pengamanan, dijelaskan bahwa pada setiap kapal keruk
yang ditarik harus tersedia:
 Air dan bahan bakar yang cukup;
 Makanan dan air minum dalam jumlah yang cukup
untuk semua orang yang berada di atas kapal keruk
selama waktu penarikan ditambah 100 persen sebagai
cadangan.

Kriteria kecelakaan tambang (Kepmen


555K/26/M.PE/1995, Pasal 39), dan Hubungan antara
jenis-jenis kecelakaan.

Kecelakaan dapat dikategorikan sebagai Kecelakaan


Tambang apabila memenuhi 5 (lima) kriteria damal
ketentuan Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor 555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum pasal 39 yaitu:

1. Kecelakaan benar-benar terjadi


2. Menimpa pekerja tambang atau orang yang diberi izin
3. Akibat kegiatan usaha pertambangan
4. Pada jam kerja korban
5. Dalam wilayah izin atau proyek

Peraturan K3 Pertambangan 44
Artinya apabila 1 (satu) kriteria dai 5 (lima) tersebut
tidak terpenuhi maka suatu kecelakaan tidak masuk
dalam kategori kecelakaan tambang.

Peraturan K3 Pertambangan 45
BAB III
MATERI DARI PERATURAN DAN KETENTUAN
TERKAIT K-3 DAN KESELAMATAN OPERASI

Indikator Keberhasilan:
 Dapat menjelaskan ruang lingkup K-3 dan KO;
 Dapat menjelaskan tugas dan tanggung jawab
penyelenggaraan dan pelaksanaan K-3 dan KO;
 Dapat menjelaskan kewajiban pemegang izin usaha
pertambangan;
 Dapat menjelaskan mengenai Kepala Teknik Tambang
(KTT);
 Dapat menjelaskan hak dan kewajiban pekerja
tambang;
 Dapat menjelaskan syarat-syarat K-3 dan KO;
 Dapat menjelaskan bentuk-bentuk pengawasan K-3 dan
KO.

A. Ruang Lingkup K-3 dan Keselamatan Operasi


Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 55
Tahun 2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan
Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara, ruang lingkup K3 pertambangan
meliputi:

1. Keselamatan kerja, yang antara lain berupa:

Peraturan K3 Pertambangan 46
 Manajemen risiko,
 Program keselamatan kerja,
 Pelatihan dan pendidikan keselamatan kerja,
 Administrasi keselamatan kerja,
 Manajemen keadaan darurat,
 Inspeksi dan Audit keselamatan kerja,
 Pencegahan dan penyelidikan kecelakaan.

2. Kesehatan kerja, antara lain berupa:


 Program kesehatan kerja
 Pemeriksaan kesehatan pekerja,
 Pencegahan penyakit akibat kerja,
 Diagnosis dan pemeriksaan penyakit akibat
kerja
 Hiegiene dan sanitasi,
 Pengelolaan makanan, minuman dan gizi
kerja,
 Ergonomis.

3. Lingkungan kerja, antara lain berupa:


 Pengendalian debu,
 Pengendalian kebisingan,
 Pengendalian getaran,
 Pencahayaan,
 Kualitas udara kerja (kuantitas dan kualitas)
 Pengendalian radiasi
 House keeping.

Peraturan K3 Pertambangan 47
4. Sistem Manajemen K3
 Kebijakan
 Perencanaan
 Organisasi dan Personel
 Implementasi
 Evaluasi dan Tindak Lanjut
 Dokumentasi
 Tinjauan Manajemen

Sedangkan ruang lingkup pengawasan operasi sesuai


dengan PP No 55 Tahun 2010 pasal 27 meliputi:
1. Sistem dan paksanaan pemeliharaan/perawatan
sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan
pertambangan;
2. Pengamanan instalasi;
3. Kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan
peralatan pertambangan;
4. Kompetensi tenaga teknik; dan
5. Evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan.

B. Kepala Teknik Tambang (KTT)


Kepala teknik tambang adalah orang yang ditunjuk
perusahaan dan disahkan oleh Kepala Inspeksi Tambang
untuk bertanggung jawab atas terlaksanya serta ditaatinya
peraturan perundang-undangan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada suatu kegiatan usaha

Peraturan K3 Pertambangan 48
pertambangan umum diwilayah yang menjadi tanggung
jawabnya.
Dalam keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
No.555.K/26/M.PE/1995 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Pertambangan Umum Pasal 11, 12. 13
dan 14 dijelaskan bahwa:
1. Kepala Teknik Tambang dalam melakukan tugas
dan fungsinya dibidang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja pada pekerjaan ditambang,
permesinan dan pelistrikan serta peralatannya
dibantu oleh petugas yang bertanggung jawab atas
unit organisasi perusahaan yang bersangkutan.
2. Apabila pengusaha belum mengangkat petugas
yang bertanggung jawab atas inti organisasi, maka
Kepala Teknik Tambang dapat menunjuk atau
mengangkat petugas tersebut
3. Petugas tersebut dalam melaksanakan tugasnya
disebut sebagai pengawas operasional atau
pengawas teknis dan bertanggungjawab kepada
Kepala Teknik Tambang.

Peraturan K3 Pertambangan 49
BAB V
PENUTUP

Peraturan perundang-undangan Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (K3) pertambangan diwujudkan sebagai
petunjuk dalam melaksanakan K3 pertambangan. Untuk
mewujudkan terlaksananya manajemen keselamtan
pertambangan dengan baik, maka perlu adanya pedoman
atau petunjuk pelaksanaan yang secara detail ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan K3 yang berlaku.
Pengawasan kegiatan pertambangan dilakukan baik
secara internal maupun eksternal, pengawasan yang
dilakukan secara internal salah satunya dilaksanakan oleh
Pengawas Operasional Pertama (POP). Dalam
melaksanakan pengawasan seorang Pengawas
Operasional harus mengetahui peraturan perundang-
undangan yang digunakan sebagai payung hukum dalam
pelaksanaan kegiatan keselamatan dan kesehatan kerja
serta keselamatan operasi dalam pelaksanaan kegiatan
pertambangan.

Peraturan K3 Pertambangan 50
DAFTAR PUSTAKA

---------,
---------, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Republik Indonesia No. 555K/26/MPE/1995,
Departemen Pertambangan dan Energi Republik
Indonesia, 1995.

Peraturan K3 Pertambangan 51

Anda mungkin juga menyukai