Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM REKAYASA AKUAKULTUR

Oleh:

AULIA PUTRI FARADILA


NIM: 1906016014

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN


UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2022

i
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Laporan Akhir Praktikum Rekayasa Akuakultur


1. Pembuatan Bioflok
2. Pemeliharaan Ikan Nila
Nama : Aulia Putri Faradila
NIM : 1906016014
Jurusan : Budidaya Perairan
Program Studi : Akuakultur

Menyetujui,
Koordinator Praktikum

Sumoharjo, S.Pi., M.Si


NIP. 198104062005011004

ii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................. ii
DAFTAR ISI .........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
ACARA I PEMBUATAN BIOFLOK TANPA IKAN (START UP) ............................ 1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Tujuan Praktikum ...................................................................................... 2
C. Manfaat Praktikum .................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 3
A. BUDIDAYA SISTEM BIOFLOK ................................................................. 3
B. MOLASE ................................................................................................... 4
BAB III METODOLOGI ........................................................................................ 5
A. Waktu dan Tempat .................................................................................... 5
B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 5
C. Prosedur Kerja .......................................................................................... 5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 7
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 1
A. Kesimpulan ............................................................................................... 1
B. Saran ........................................................................................................ 1
ACARA II PEMELIHARAAN IKAN NILA PADA SISTEM BIOFLOK...................... 2
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................ 2
A. Latar Belakang .......................................................................................... 2
B. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3
C. Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................. 4
A. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ............................................................... 4
B. Bioflok ....................................................................................................... 5
C. Amoniak .................................................................................................... 6
BAB III ................................................................................................................. 7
A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................... 7
B. Alat dan Bahan ......................................................................................... 7

iii
C. Prosedur Penelitian ................................................................................... 7
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 9
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 11

iv
DAFTAR TABEL

Nomor Tubuh Utama halaman


1. Perhitungan Kebutuhan Karbohidrat ................................................... 6
2. Kepadatan Flok Pada Aquarium Molase dan EM4 .............................. 7
3. Perhitungan Pakan yang Diberikan Setiap Harinya dan Pemberian Molase
Setiap 3 Hari……………………………………………………….. Error!
Bookmark not defined.

DAFTAR GAMBAR

Nomor Tubuh Utama halaman


1. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) ................................................. 4

v
vi
ACARA I PEMBUATAN BIOFLOK TANPA IKAN (START UP)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknologi bioflok merupakan teknologi yang memanfaatkan bahan


organik dan hasil metabolisme ikan yang mengandung nitrogen untuk diubah
menjadi protein dalam bentuk bioflok dan dapat dimanfaatkan oleh ikan
sehingga ikan tersebut memperoleh protein tambahan dari bioflok disamping
pakan yang diberikan. Teknologi bioflok adalah teknologi yang ramah
lingkungan dengan meminimalisir pergantian air atau bahkan tidak ada
pergantian air. Artinya pada sistem ini tidak ada limbah yang akan dibuang
kelingkungan dan jumlah pakan lebih sedikit ketimbang sistem konvesional
lainnya. Menurut De Schryver et al. (2008), pada kondisi rasio C:N yang
seimbang dalam media budidaya, bakteri heterotrof akan memanfaatkan N,
baik dalam bentuk organik maupun anorganik untuk pembentukan biomassa
hingga konsentrasi N dalam air menjadi berkurang. Perbandingan antara unsur
karbon (C) dengan nitrogen (N) (C:N rasio), sangat penting diperlukan dalam
sistem bioflok supaya bakteri dapat tumbuh dengan baik yang berpengaruh
terhadap struktur pembentukan flok (Maulina, 2009). Nilai ideal perbandingan
unsur karbon dengan nitrogen untuk bioflok adalah minimal 1:12
(Suryaningrum, 2012).
Pemberian probiotik sebagai agen bioremediasi berguna untuk
memperbaiki kualitas lingkungan budidaya. Penggunaan probiotik sangat
bermanfaat dalam meningkatkan populasi bakteri agen bioremediasi karena
bakteri probiotik dapat mencegah bakteri patogen agar tidak memperbanyak
diri dalam media hidup hewan budidaya dengan melawan permunculan koloni
bakteri lain sehingga diharapkan bakteri yang tumbuh merupakan bakteri agen
bioremediasi. Salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan sebagai
prebiotik yaitu molase yang merupakan limbah dari hasil produksi gula tebu.
Molase yang merupakan sumber nutrisi bagi bakteri probiotik diharapkan dapat
meningkatan populasi bakteri probiotik sehingga dapat memaksimalkan kerja

1
dari bakteri probiotik sebagai agen bioremediasi. Bakteri dan mikroorganisme
akan memanfaatkan karbohidrat sebagai pakan untuk menghasilkan energi dan
sumber karbon bersama dengan nitrogen diperairan akan memproduksi protein
sel baru (Avnimelech, 1999).

B. Tujuan Praktikum

Tujuan yang dilakukan pada praktikum ini adalah untuk mengetahui


cara pembuatan sistem bioflok yang baik dan benar.

C. Manfaat Praktikum

Manfaat yang dilakukan pada praktikum ini diharapkan menjadi salah


satu teknologi yang dapat diterapkan dilingkungan sekitar.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. BUDIDAYA SISTEM BIOFLOK


Sistem bioflok adalah teknologi penggunaan bakteri baik heterotrof dan
autotrof yang dapat mengkonversi limbah organik secara intensif menjadi
kumpulan mikroorganisme yang berbentuk flok, kemudian dapat dimanfaatkan
oleh ikan sebagai sumber makanan. Sistem budidaya dengan menggunakan
bioflok disebut juga budidaya ikan dengan menggunakan terpal sebagai media
yang digunakan (Avnimelech dalam Andharani, 2016).
Teknologi biofok merupakan salah satu teknologi yang saat ini sedang
dikembangkan dalam akuakultur yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas air
dan meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan. Teknologi ini didasarkan pada
konversi nitrogen anorganik terutama amonia oleh bakteri heterotrof menjadi
biomassa mikroba yang kemudian dapat dikonsumsi oleh organisme budidaya
(Ekasari dalam Sukendar et al., 2016). Teknologi ini meminimalkan pergantian air
untuk memperbesar biosekuritas dengan memperkecil efek luar terhadap
lingkungan budidaya (De Schryver et al., dalam Sukendar et al., 2016) Teknologi
bioflok dilakukan dengan menambahkan karbohidrat organik kedalam media
pemeliharaan untuk meningkatkan rasio C/N dan merangsang pertumbuhan
bakteri heterotrof yang dapat mengasimilasi nitrogen organik menjadi biomass
bakteri (Crab et al. dalam Wijaya et al., 2016). Rasio C/N diperlukan untuk
menyeimbangkan kondisi air dalam sistem budidaya bioflok (Wijaya et al., 2016).
Bakteri heterotrof diketahui dapat merubah buangan amonia – nitrogen budidaya
menjadi biomass bakteri yang potensial sebagai sumber pakan bagi ikan (Toi et
al., dalam Wijaya et al,. 2016).
Pengontrolan kualitas air terjadi dalam wadah kultur itu sendiri, oleh sistem
bioflok yang sudah berjalan dalam wadah kultur. Sistem ini sangat murah dan
sederhana, ramah lingkungan dan memiliki produktifitas yang sangat tinggi (Taw
dalam Wijaya et al., 2016).

3
B. MOLASE
Olbrich (1973) mendefinisikan molase sebagai produk akhir pembuatan gula
yang tidak mengandung lagi gula yang dapat dikristalkan dengan cara
konvensional. Molase berwarna coklat dan berbentuk cairan kental Molase (tetes
tebu) merupakan hasil samping dari industri pengolahan gula yang masih
mengandung gula cukup tinggi yakni sukrosa sebesar 48-55% (Prescott dan Dunn,
1959). Tingginya kandungan gula pada molase membuat molase sering dijadikan
sebagai tambahan sumber karbohidrat pada medium pertumbuhan
mikroorganisme (Sebayang, 2006).
Molase selain dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan biogas
(Wati dan Prasetyani, 2010), juga dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan etanol seperti yang dilakukan oleh Sebayang (2006). Sampai saat ini
pemanfaatan molase masih terbatas pada industri alkohol dan MSG (Mono
Sodium Glutamat), meskipun beberapa peneliti memanfaatkan molase pada
pembuatan gasohol, perlu dilakukan usaha pemanfaatan molase untuk dijadikan
produk lain (Rahman, 1992). Menurut Padang dkk. (2011), keuntungan dalam
menambahkan molase di dalam proses fermentasi adalah dapat meningkatkan
pertumbuhan bakteri sehingga proses pemecahan senyawa organik menjadi
senyawa sederhana terjadi dengan sempurna dan kualitas biogas meningkat.
Selain itu, molase biasa digunakan karena harganya yang murah.

4
BAB III
METODOLOGI

A. Waktu dan Tempat


Waktu pelaksaan praktikum ini dilakukan pada tanggal 19 oktober 2022 bertempat
di Laboratorium Sistem dan Teknologi Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Mulawarman

B. Alat dan Bahan

1. Alat yang digunakan


a) Akuarium sebanyak 2 buah
b) Timbangan digital
c) Beaker glass
d) Aerator dan batu aerasi
e) Imhoffecone
2. Bahan yang digunakan
a) Bahan pembentukan bioflok yaitu molase, starter dari air kolam
pemeliharaan ikan dan EM4.
b) Pakan ikan
c) Air media ikan
d) Bubuk pelet ikan

C. Prosedur Kerja

1. Persiapan wadah
Wadah yang digunakan berupa akuarium yang telah diisi air yang
berasal dari sumur dan telah diberi aerasi sebanyak 10 liter kemudian
menambahkan air kolam budidaya ikan sebagai starter sebanyak 200mlpada
masing-masing aquarium. Menambahkan bubuk pelet yang memiliki protein
32% sebanyak 3 gram, menambahkan molase dan EM4 sebanyak1,5 gram
ke wadah masing-masing yang telah disiapkan. Kemudian diberi aerasi
kencang selama 3 hari.

5
Adapun perhitungan keperluan karbohidrat star up (belum ada ikan) untuk
membentuk bioflok menggunakan asumsi Avnimelech (1999) yang menggunakan
asumsi-asumsi untuk menentukan perlakuan:
Tabel 1. Perhitungan Kebutuhan Karbohidrat

Variabel Simbol Nilai Satuan Rumus


Asumsi-asumsi
1. kadar protein pakan Pp 32% %
2. kadar nitrogen tinggi Np 16% %
3. kadar nitrogen pakan yang masuk
Ne 100% %
ke dalam kolam
4. C/N rasio target C/N 15
5. kadar karbohidrat molase CM 50% %
Perhitungan
1. jika F adalah jumlah pakan yang
F 1 G
diberikan
2. jumlah protein yang larut dalam air P 0.32 G Pp*F
3. jumlah nitrogen yang larut dalam
N 0.051 G
air P*NpNe

4. jumlah karbon yang dibutuhkan C 0.8 G (C/N)*N


5. jumlah molase yang diperlukan CM 1.5 G C/CM

2. Kepadatan Flok
Kepadatan flok merupakan jumlah padatan flok yang tersuspensi dalam
waktu khusus menggunakan wadah Imhoffcone (kerucut terbalik) (Avnimelech,
2006). Pengukuran volume flok dilakukan pada hari ke-3 setelah terbentuknya flok,
dilakukan dengan cara mengambil sampel air dari bak pemeliharaan sebanyak 1liter
(1000 ml), kemudian dimasukkan ke dalam Imhoffcone dan didiamkan selama 10-
20 menit, lalu diamati skala yang ada pada kerucut imhoffcone tersebut (De
Schryver, 2008).

6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan flok merupakan gumpalan kecil dari sekumpulan mikroorganisme yang


dapat membentuk bioflok. Hasil dari pengukuran volume flok pada molase sebanyak 7 ml
dan untuk EM4 6 ml dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kepadatan Flok Pada Aquarium Molase dan EM4

Kepadatan Flok Hari


Parameter 3

Molase 7 ml
EM4 6 ml

Gambar 2. Kepadatan Flok EM4 Gambar 1. Kepadatan Flok Molase

Flok tumbuh karena adanya bakteri heterotrof mampu mengubah N anorganik


menjadi flok dengan bantuan sumber karbon. Semakin banyak sumber karbon molase
ditambahkan ke media pemeliharaan maka kerja bakteri heterotrof semakin efektif
membentuk flok (Retno, 2018).

Peningkatan volume flok belum tentu diikuti dengan peningkatan komunitas


mikroba (bakteri) (Suprapto dan Samtafsir, 2013). Purnomo (2012) menyatakanbahwa,
yang menyebabkan terjadi peningkatan bakteri adalah pada saat penambahan sumber
karbon dalam media, penumbuhan sel bakteri heterotrof dalamkolam budi daya dengan
tujuan untuk memanfaatkan limbah nitrogen menjadi pakan yang berprotein tinggi
dengan menyediakan sumber karbon organik untuk meningkatkan rasio C/N disebut
teknologi bioflok. Menurut Suprapto dan Samtafsir (2013) volume flok maksimal 150
ml/L atau 15% dari volume air, jika volume flok

7
melebihi batas bisa dilakukan dengan membuang air sebagian dan menggantikannya
dengan yang baru sehingga terjadi pengenceran flok dan memuasakan ikan dengan
tujuan ikan dapat memakan flok sehingga flok padamedia pemeliharaan berkurang

8
1

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kesimpulan pada praktikum ini yaitu dapat dilihat kepadatan flok tanpa
ikan (star up) yaitu kolam 7 ml dan EM 6 ml. volume flok maksimal 150 ml/L atau
15% dari volume air, jika volume flok melebihi batas bisa dilakukan dengan
membuang air sebagian dan menggantikannya dengan yang baru sehingga
terjadi pengenceran flok dan memuasakan ikan dengan tujuan ikan dapat
memakan flok sehingga flok pada media pemeliharaan berkurang.
B. Saran

Saran dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mempelajarinya lebih
dalam lagi bagaimana pengelolaan teknologi bioflok yang baik dan bisa
mengetahui C/N rasio yang cocok untuk pemeliharaan ikan Nila sistem bioflok.
2

ACARA II PEMELIHARAAN IKAN NILA PADA SISTEM BIOFLOK

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Nila merupakan salah satu spesies ikan budidaya terpenting didunia. Dalam
skala dunia total produksi ikan nila di Asia mencapai 72%, Afrika sebesar 19%,
dan Amerika 9% (FAO, 2012). Nila sebagai komoditas ikan mempunyai nilai
ekonomi yang sangat penting sebagai penopang ekonomi masyarakat. Nila
mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya mudah dibudidayakan dan
merupakan ikan yang disukai konsumen (Kordi, 2015).
Intensifikasi budidaya ikan nila menyebabkan dampak kurang baik terhadap
kelestarian lingkungan. Tingginya penggunaan pakan buatan pada budidaya
intensif menyebabkan pencemaran lingkungan yang berasal dari sisa pakan dan
kotoran (Asaduzzaman dkk., 2008). Menurut De Schryver dkk., (2008), ikan
menyerap 25% pakan sementara 75% menetap sebagai limbah di dalam air.
Limbah pakan tersebut menyebabkan timbulnya ammonia. Kandungan ammonia
dapat mencemari media air budidaya sehingga mengganggu pertumbuhan
organisme budidaya (Kordi dkk., 2010). Kondisi ini menyebabkan organisme
budidaya mengalami stress sehingga ketahanan tubuh menurun.
Salah satu permasalahan dalam budidaya intensif adalah air buangan
budidaya yang berdampak pada penurunan kualitas perairan di lingkungan sekitar
lokasi budidaya, karena akumulasi bahan organik dari sisa pakan maupun fases
(Nani dkk., 2014). Air buangan budidaya banyak memiliki kandungan N dan NH3
sebagai hasil perombakan protein dan asam amino dari sisa pakan dan fases.
Salah satu cara budidaya adalah dengan sistem bioflok. Dikarenakan ikan
nila memiliki toleransi luas pada kepadatan tinggi dan kualitas air (Ombong dkk.,
2016). Pada budidaya ikan nila sistem bioflok dilakukan penambahan probiotik.
Penambahan probiotik bertujuan meningkatkan pertumbuhan dan kelangsungan
hidup ikan nila. Penelitian sebelumnya yaitu tentang penambahan probiotik EM4
menghasilkan laju pertumbuhan, dan kelangsungan hidup ikan nila terbaik pada
perlakuan dengan dosis 0.007 ml/l. Pada praktikum ini diharapkan mampu
3

mengoptimalkan penggunaan probiotik untuk meningkatkan laju pertumbuhan,


dan kelangsungan hidup ikan nila.

B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari praktikum ini yaitu:
1. Mengetahui bagaimana pertumbuhan ikan nila pada sistem bioflok
2. Mengetahui kadar amoniak yang ada didalam media pemeliharaan ikan
nila pada sistem bioflok

C. Manfaat Penelitian
Manfaat dari praktikum ini adalah mahasiswa dapat menambah
pengetahuan tentang teknologi bioflok untuk pemeliharaan ikan Nila.
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


1. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Nila
Adapun Klasifikasi ikan nila (O. niloticus) menurut Pauji (2007) adalah
sebagai berikut:
Philum : Chordata
Subphilum : Vertebrata
Kelas : Osteichtyes
Subkelas : Achantopterigii
Ordo : Perciformes
SubOrdo : Percoidei
Famili : Cichlidae
Genus : Oreochromis
Spesies : Oreochromis niloticus

Gambar 1. Ikan Nila


(Sumber: https://msbcur.wordpress.com)
Dalam morfologinya, secara umum ikan nila (O. niloticus) memiliki
bentuk tubuh panjang dan ramping, jumlah sisik pada gurat sisi jumlahnya
34 buah, jumlah garis vertikal di sirip ekor ada enam buah dan sirip
punggung ada delapan buah serta memiliki 5 buah sirip yaitu sirip punggung
(dorsal fin), sirip dada (pectoral fin), sirip perut (venteral fin), dan sirip ekor
(caudal fin) (Amri, 2003)
5

2. Habitat dan Kebiasaan Ikan Nila


Ikan Nila merupakan ikan konsumsi yang umum hidup di perairan
tawar, terkadang ikan Nila juga ditemukan hidup di perairan yang agak asin
(payau). Ikan Nila dikenal sebagai ikan yang bersifat euryhaline (dapat hidup
pada kisaran salinitas yang lebar). Ikan Nila mendiami berbagai habitat air
tawar, termasuk saluran air yang dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan
Nila dapat menjadi masalah sebagai spesies invasif pada habitat perairan
hangat, tetapi sebaliknya pada daerah beriklim sedang karena
ketidakmampuan ikan Nila untuk bertahan hidup di perairan dingin, yang
umumnya bersuhu di bawah 21° C (Harrysu, 2012).
Pada perairan alam dan dalam sistem pemeliharaan ikan, konsentrasi
karbondioksida diperlukan untuk proses fotosintesis oleh tanaman air. Nilai
CO2ditentukan antara lain oleh pH dan suhu. Jumlah CO2 di dalam perairan
yang bertambah akan menekan aktivitas pernapasan ikan dan menghambat
pengikatan oksigen oleh hemoglobin sehingga dapat membuat ikan menjadi
stress. Kandungan CO2 dalam air untuk kegiatan pembesaran Nila
sebaiknya kurang dari 15 mg/liter (Sucipto dan Prihartono, 2005).
Ikan Nila mempunyai kemampuan tumbuh secara normal pada kisaran
suhu 14-38°C dengan suhu optimum bagi pertumbuhan dan
perkembangannya yaitu 25-30°C. Pada suhu 14°C atau pada suhu tinggi
38°C pertumbuhan ikan Nila akan terganggu. Pada suhu 6° C atau 42° C
ikan Nila akan mengalami kematian. Kandungan oksigen yang baik bagi
pertumbuhan ikan Nila minimal 4mg/l, kandungan karbondioksida kurang
dari 5mg/l dengan derajat keasaman (pH) berkisar 5-9 (Amri, 2003). Menurut
Setyo (2006), Secara umum Nilai pH air pada budidaya ikan Nila antara 5
sampai 10 tetapi Nilai pH optimum adalah berkisar 6 sampai 9.

B. Bioflok
Bioflok adalah kumpulan dari berbagai organisme (bakteri, jamur,
algae, protozoa dan cacing) yang tergabung dalam gumpalan (flok).
Teknologi bioflok pada awalnya merupakan adopsi dari teknologi pengolahan
limbah lumpur aktif secara biologi dengan melibatkan aktivitas
mikroorganisme (seperti bakteri).
6

Teknologi bioflok merupakan salah satu satu solusi untuk mengatasi


penumpukkan limbah berupa bahan organik selama proses budidaya.
Teknologi bioflok dilakukan dengan cara menambahkan unsur (C) ke dalam
media pemeliharaan yang bertujuan untuk merangsang pertumbuhan bakteri
heterotrof (Avnimelech, 1999; Crab et al., 2012). Teknologi ini juga dapat
menyediakan pakan tambahan berprotein untuk ikan karena gumpalan flok
yang terbentuk dari bakteri dan berbagai macam organisme dapat
dimanfaatkan oleh ikan sebagai makanan (Crab et al., 2012)
Beberapa jenis bakteri yang sering digunakan dalam bioflok adalah
Bacillus subtilis, Pseudomonas sp., Bacillus lichenoformis, Bacillus pumilus
(Zao et al. 2012); Lactobacillus sp. (Anand et al. 2014). Dari beberapa jenis
bakteri tersebut, B. megaterium merupakan bakteri heteretrof yang jarang
diaplikasikan namun berperan baik untuk perbaikan kualitas air pada
penerapan teknologi bioflok (Otari et al., 2009). Selain dapat memperbaiki
kualitas air, teknologi bioflok diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pakan
yang berpengaruh terhadap penambahan bobot pada ikan.

C. Amoniak
Amonia dalam air memiliki dua bentuk yaitu bentuk ion ammonium
(NH-) dan bentuk gas amonia (NH3). Kedua amonia tersebut diukur sebagai
total amonia. Ammonium penting untuk pertumbuhan fitoplankton,
sebaliknya NH3 sangat beracun bagi ikan. Semakin tinggi pH, konsentrasi
amonia akan meningkat. Amonia dalam kolam juga dapat terbentuk sebagai
hasil proses dekomposisi protein sebagai hasil dari sisa pakan atau plankton
yang mati. Konsentrasi amonia dibawah 0,02 ppm cukup aman bagi
sebagian ikan (Afrianto dan liviawaty, 1992). Kadar amoniak yang baik untuk
ikan air tawar adalah kurang dari 1 ppm. Jika kadar amoniak melebihi 1,5
ppm, maka perairan tersebut telah terjadi pencemaran (Tatangindatu et al.,
2013).
7

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Praktikum ini dilakukan pada tanggal 19 Oktober 2022 yang bertempat di
Laboratorium Sistem dan Teknologi akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Universitas Mulawarman Samarinda.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
a. Akuarium sebanyak 2 buah
b. Beaker glass
c. Timbangan digital
d. Aerator dan batu aerasi
e. Spectrophotometer
f. Kamera handphone
g. Alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
a. Ikan yang digunakan sebagai objek praktikum adalah ikan nila sebanyak
10 ekor/akuarium
b. Pellet CP-Prima 781-2 untuk pakan ikan
c. Molase untuk sumber karbohidrat
d. Air media pemeliharaan ikan berasal dari air sumur yang telah
diendapkan. Air untuk stater berupa air bekas pemeliharaan ikan
sebanyak 200ml.
C. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Alat
Wadah yang digunakan berupa akuarium yang telah diisi air yang berasal
dari sumur dan telah diberi aerasi sebanyak 10 liter kemudian menambahkan
air kolam budidaya ikan sebagai starter sebanyak 200 ml pada masing-masoing
akuarium. Menambahkan bubuk pellet dengan kadar protein 30% sebanyak 3
8

gram, menambahkan molase dan Em4 sebanyak 1,5 gram ke wadah masing-
masing yang telah disiapkan. Kemudian diberi aerasi kencang selama 3 hari.
Memasukkan ikan nila kedalam akuarium setelah terbentuk flok dan mengganti
ikan yang mati dengan ikan yang memiliki bobot yang sama.
2. Persiapan Ikan Nila
Menimbang berat badan ikan nila terlebih dahulu kemudian memasukkan
ikan nila kedalam akuarium sebanyak 10 ekor/akuarium. Melakukan
pemeliharaan ikan selama 14 hari dan diberi pakan pelet tipe Hi-Pro-Vite 781-
2 merek CP-Prima dengan kadar protein 32%. Pemberian pakan dilakukan
sebanyak 3 kali sehari pada waktu pagi, siang dan sore hari secara ad-satiasi
(sekenyang-kenyangnya). Adapun perhitungan pakan yang akan diberikan
setiap harinya yaitu:
Tabel 3. Perhitungan Pakan yang Diberikan Setiap Harinya dan Pemberian
Molase Setiap 3 Hari
Perlakuan
Parameter Bakteri Satuan
EM4
Lokal
- Bobot ikan 7.96 9.66 G
- Pakan (FR 8% hari) 0.64 0.77 g/hari
- Jumlah gula aren standar 0.34 0.41 g atau ml
- Jika hanya 25% yang aktif 0.085 0.103 g atau ml
- Jika diberikan 3 hari, maka molase
0.255 0.3075 g atau ml
yang diberikan sebanyak

3. Pembuatan Pakan
Pengukuran amoniak dilakukan dengan cara mengambil sampel air pada
wadah perlakukan wadah perlakuan EM4 dan molase, masing masing sampel
diambil sebanyak 10 ml. Meneteskan larutan sera® ke sampel tersebut.
Menghomogenkan larutan dengan diaduk dalam wadah beaker glass dan di
diamkan selama 10 menit. Memasukkan sampel kedalam kufet lalu sampel
diletakkan pada alat spektrofotometer dan mengamati hasil kedua sampel
tersebut.
9

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil pengukuran konsentrasi ammonia pada wadah kultur ikan nila


dengan bioflok adalah air bekas pemeliharaan ikan 0,87 mg/L sedangkan untuk
EM4 0,97 mg/L. Menurut Crab (2010), Ammonia-N bersifat toksik pada ikan kultur
jika konsentrasinya sudah berada di atas 1,5 mg N/L, meskipun sering
direkomendasikan bahwa level yang dapat diterima untuk unionized
ammoniapada suatu sistim akuakultur hanya setinggi 0.025 mg N/L. Selanjutnya
Rostro et al. (2012) menyatakan bahwa, pada suatu sistim bioflok, sebaiknya
konsenrasi NO3- N lebih kecil dari 1.5 mg / L. Pada praktikum ini ikan nila yang
dipelihara dengan berat 5 gram dengan kepadatan 15ekor/aquarium. Pada
aquarium dengan molase ada 11 ekor ikan mati dan pada EM4 ada 8 ekor mati
pada pemeliharaan ini ikan nila yang mati diganti dengan yang baru
10

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
pada praktikum ini yaitu hasil pengukuran konsentrasi ammonia pada wadah
kultur ikan nila dengan bioflok adalah molase 0,87 mg/L sedangkan untuk EM4
0,97 mg/L. kadar ammonia dapat dikatakan toksik karena melibihi batas
maksimum yaitu level yang dapat diterima untuk unionized ammonia pada suatu
sistim akuakultur hanya setinggi 0.025 mg N/L.

B. Saran
Saran dari praktikum ini adalah lebih diperhatikan lagi kualitas airnya
terutama kadar ammonia nya agar tidak mengalami kematian ikan yang banyak
11

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E. & Liviawati, E 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Kanisius.
Yogyakarta.

Amri, K. dan Khairuman. 2003. Budidaya Ikan Nila Secara Intensif. Jakarta:
Agromedia Pustaka.

Anand PSS, Kohli MPS, Kumar S, Sundaray JK, Roy SD, Venkateshwarlu G,
Sinha A, Pailan GH. 2014. Effect of dietary supplementation of biofloc on
growth performance and digestive activities in Penaeus monodon.
Aquaculture. 418 419: 108 115. http://doi.org/9r7

Andharani, Nadya, dkk. 2016. Manajemen Kualitas Air dengan Teknologi Bioflok :
Studi Kasus Pemeliharaan Ikan Lele (Clarias sp). Jurnal Ilmu Pertanian
Indonesia. Vol : 21 No : 1. Hal 2

Asaduzzaman, M., M.A. Wahab, M.C.J. Verdegem, S. Huque, M.A. Salam, and
M.E. Azim. 2008. C/N Ratio Control and Substrate Addition for Periphyton
Development Jointly Enhance Freswater Prawn Macrobrachium rosenbergii
Production in Ponds. Aquaculture, 280: 117 – 123.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon/nitrogen Ratio As A Control Element In Aquaculture


Systems. Aquaculture, 176: 227–235.

Avnimelech, Y. 1999. Carbon/nitrogen Ratio As A Control Element In Aquaculture


Systems. Aquaculture, 176: 227–235.

Crab, R., Avnimelech, Y., Defoirdt, T., Bossier, P., and Verstraeta, W., (2007).
Nitrogen removal techniques in aquaculture foa a sustainable aquaculture.
Aquaculture, 270, 1-14.

De Schryver, P., Crab, R., Defoirdt, T, Boon,N., Verstraete, W., 2008. The basics
of bio-flocs technology: The added value for aquaculture. Aquaculture 277,
125- 137.

De Schryver, P., R. Crab, T. Defoirdt, N. Boon, and W. Verstraete. 2008. The Basic
of Bio-flocs Tecnology: The Added Value for Aquaculture, 277: 125 – 137.

FAO. (2012). incl. Assessment of the Agriculture and Rural Development Sectors
In the Eastern Partnership countries. Regional Report, 47.
https://doi.org/10.1038/nrg2774

Harrysu, 2012. Budidaya Ikan Nila. Kanisius: Yogyakarta

Kordi, K. M. G. H. 2010. Budidaya ikan lele di kolam terpal. Andi. Yogyakarta. Hal.
1-22
12

Maulina, N. 2009.Aplikasi Teknologi Bioflok dalam Budidaya Udang Putih


(Litopenaeus vannamei Boone).ITB. Bandung.

Nani Septiani, Henni Wijayanti Maharani, dan Supono, (2014), Pemanfaatan


Bioflok Dari Limbah Budidaya Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Sebagai
Pakan Nila (Oreochromis nilotious), eJurnal Rekayasa dan Teknologi
Budidaya Perairan, Vol. 2. (2): (267–272).

Olbrich, H. 1973. Molasses. In: Principles of Sugar Technology, Vol. III. Elsevier
Publisher Benjamin-Cummings Publishing Company. Subs of Addison
Wesley Longman Inc. ISBN 9780805345827 .

Ombong F, Indra RNS. 2016. Aplikasi teknologi bioflok (BFT) Pada Kultur Ikan
Nila (Oroechromis niloticus). Budidaya Perairan 4(2): 16-25

Otari SV, Ghosh JS. 2009. Production and Characterization of The Polymer
Polyhydroxybutyrate-co-polyhydroxyvalerat by Bacillus megaterium NCIM
2475. Current Research Journal of Biological Sciences. 1(2): 23 26.

Padang, Y. A., Nurchayati, dan Suhandi. 2011. Meningkatkan Kualitas Biogas


dengan Penambahan Gula Increasing Biogas Quality with Addition
Sugar.Jurnal Teknik Rekayasa. Vol 12 (1): 53-62.

Pauji, A. 2007.Beberapa teknik Produksi Induk Unggul ikan nila dan ikan
Mas.Disampaikan pada pelatihan tenaga teknis sewilayah timur
Indonesia.BBAT Tatelu, Manado.

Prescott, S. G dan Dunn, C. G. 1959. Industrial Microbiology. McGraw-Hill Book


Company. New York.

Rahman. 1992. Produksi Metabolit Primer. Penerbit ARCAN. Jakarta.

Sebayang, F. 2006. Pembuatan Etanol dari Molase secara Fermentasi


menggunakan Sel Saccharomyces cerevisiae yang terimobilisasi pada
Kalsium Alginat. Jurnal Teknologi Proses. Medan.

Sucipto, A dan Prihartono (2005). Pembesaran Nila Merah Bangkok, Penebar


Swadaya. Jakarta.

Sukendar, Windu. et al,. 2016. Respon Imun dan Kinerja Pertumbuhan Ikan Lele,
Clarias gariepinus (Burchell 1822) pada Budidaya Sistem Bioflok dengan
Sumber Karbon Berbeda serta diinfeksi Aeromonas Hydrophyla. Jurnal
Iktiologi Indonesia. Vol : 16 No : 3. Hal 2

Suryaningrum F Maharani .2014.Aplikasi Teknologi Bioflok pada Pemeliharaan


Benih Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Journal Manajemen Perikanan dan
Kelautan.vol.1. no.1.
13

Tatangindatu, F., O, Kalesaran dan R, Rompas. 2013. Studi Parameter Fisika


Kimia Air pada Area Budidaya Ikan di Danau Tondano, Desa Paleloan,
Kabupaten Minahasa. Jurnal Bududaya Perairan. 1 (2): 8 – 19.

Wati, D. S. dan Prasetyani, R. D. 2010. Pembuatan Biogas dari Limbah Cair


Industri Bioetanol melalui ProsesAnaerob (Fermentasi). Jurnal Teknik Kimia
Universitas Diponegoro. Semarang.

Wijaya, Muhamad., et al. 2016. Pengaruh Pemberian C/N Rasio Berbeda terhadap
Pembentukan Bioflok dan Pertumbuhan Ikan Lele (Clarias gariepinus).
Jurnal Perikanan Kelautan. Vol : 7 No : 1. Hal 2

Zao P, Huang J, Wang XH, Song XL, Yang CH, Zhan XG, Wang GC. 2012. The
application 0f bioflocs technology in high-intensive, zero excange farming
system of Marsupenaeus japonicus. Aquaculture. 354 355: 97 106.
http://doi.org/9r9

Anda mungkin juga menyukai