Anda di halaman 1dari 4

Baju Warna Merah

Ulama berbeda pendapat tentang hukum mengenakan pakaian warna merah bagi laki-laki.
Karena terdapat beberapa hadis yang membolehkan dan hadis yang melarang. Berikut
rinciannya,

Beberapa dalil yang menunjukkan bolehnya menggunakan pakaian warna merah,

Pertama, dari Hilal bin Amir dari ayahnya (Amir Al-Muzanni), beliau mengatakan,

‫لي أمامه يُ َعبِّ ُر‬


ٌّ ‫وع‬
َ , ‫ وعليه بُ ْردٌ أحمر‬, ‫رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم بمنى يخطب على بغلة‬

“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di Mina di atas


Bighalnya, beliau memakai selendang warna merah. Sementara Ali berada di depan
beliau, mengeraskan apa yang disampaikan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR.
Abu Daud 3551 dan dishahihkan Al-Albani)

Kedua, dari Al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

‫ لم أر شيئا قط أحسن منه صلى الله عليه وسلم‬, ‫ وقد رأيته في ُحلةٍ حمراء‬, ً ‫كان رسول الله صلى الله عليه وسلم َم ْربُوعا‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tingginya sedang. Saya melihat beliau


mengenakan pakaian warna merah, belum pernah sekalipun saya melihat orang yang
lebih tampan dari pada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. (HR. Bukhari 5400 dan
Muslim 4308).

Ketiga, dalam riwayat lain, juga dari Al-Barra’ bin Azib, beliau menceritakan,

‫عل َيْ ِه َو َسل َّ َم‬ ِ ‫اء َأ ْح َس َن ِم ْن َر ُس‬


َ ‫ول الل َّ ِه َصلَّى الل َّ ُه‬ ُ ْ ‫َما َرَأي‬
َ ‫ت ِم ْن ِذي ِل َّمةٍ ِفي ُحلَّةٍ َح ْم َر‬
“Saya belum pernah melihat ada orang yang rambutnya menjuntai ke telinga, dengan
memakai pakaian merah yang lebih tampan dari pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam.” (HR. Turmudzi 1646 dan beliau menilai hadis hasan shahih).

Keempat, dari Abu Juhaifah radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

َ ‫ ُم َش ِ ّم ًرا َصلَّى ِإ ل َى‬،‫اء‬


‫العن َ َز ِة بِالن ّ َِاس َرك َْعتَي ْ ِن‬ َ ‫عل َي ْ ِه َو َسل ّ َ َم ِفي ُحلَّةٍ َح ْم َر‬
َ ‫الله‬
ُ ‫ِي َصلَّى‬ َ ‫ت ِبالَل ًا َأ َخ َذ‬
ُّ ‫ ف ََرك َ َز َها َو َخ َر َج النَّب‬،‫عن َ َز ًة‬ ُ ْ ‫َرَأي‬

Beliau melihat Bilal membawa tongkat kecil, lalu dia tancapkan di depan. Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kemahnya dengan memakai pakaian
warna merah. Beliau angkat sarung beliau hingga ke pertengahan betis, beliau shalat
dua rakaat menghadap tongkat tersebut mengimami para sahabat. (HR. Bukhari 376,
Muslim 503, dan Abu Daud 520).

Kelima, diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam kitab As-Sunan,

‫أنه عليه الصالة والسالم كان يلبس يوم العيد بُرد ًة حمراء‬

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat id, beliau memakai burdah warna
merah.”

Sementara dalil yang melarang menggunakan pakaian warna merah diantaranya,

Pertama, hadis dari Al-Barra bin Azib,

‫الح ْم ِر َوالقَ ِ ّس ِ ّي‬


ُ ‫الميَا ِث ِر‬ َ ‫عل َيْ ِه َو َسل ّ َ َم‬
َ ‫ع ِن‬ َ ‫الله‬
ُ ‫ِي َصلَّى‬
ُّ ‫ن َ َهانَا النَّب‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kami untuk menggunakan Al-


Mayatsir warna merah, dan pakaian Al-Qassi. (HR. Bukhari 5838)
Al-Mayatsir: jamak dari kata mitsarah, semacam karpet kecil terbuat dari sutera
dengan campuran katun, yang digunakan oleh penunggang onta untuk duduk. (Keterangan
Dr. Musthafa Bagha, ta’liq Shahih Bukhari 7/24).

Al-Mayatsir, berdasarkan keterangan di atas, bukan pakaian tapi karpet untuk duduk.

Al-Qassi: baju yang benangnya campuran antara katun dan sutera, dinisbahkan kepada
daerah pembuatnya Al-Qassi yang berada di Mesir.

Kedua, dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma,

‫ فلم ي َ ُر َّد عليه النبي صلى الله عليه وسلم‬, ‫ فسلَّم عليه‬, ‫رجل عليه ثوبان أحمران‬
ٌ ‫َم َّر على النبي صلى الله عليه وسلم‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seseorang yang memakai baju
warna merah. Orang itupun memberikan salam kepadanya, namun Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam tidak menjawab salamnya. (HR. Turmudzi 2731, Abu Daud 3574, dan
hadis ini dinilai dhaif oleh Al-Albani dan ulama lainnya, karena dalam sanadnya
terdapat perawi bernama Abu Yahya Al-Qattat yang dinilai dhaif oleh Imam Ahmad,
Ibnu Main dan yang lainnya).

Ketiga, dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu,

‫إياكم والحمرة فإنها أحب الزينة إلى الشيطان‬

“Jauhilah warna pakaian merah, karena pakaian warna merah adalah perhiasan yang
paling disukai setan.” (HR. Thabrani dalam Mu’jam Al-Kabir (18/148), dalam sanadnya
ada perawi yang bernama Said bin Bisyr, dia didhaifkan oleh Imam Ahmad, Ibnul
Madini, Ibn Main, An-Nasai dan lainnya. Sehingga status hadis ini dhaif).

Keempat, dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

‫ وأن أقرأ وأنا راكع‬، ‫ وخاتم الذهب‬، ‫يت عن الثوب األحمر‬


ُ ‫ن ُ ِه‬

“Saya dilarang untuk memakai pakaian warna merah, cincin emas, dan membaca Al-Quran
ketika rukuk.” (HR. Nasai 5166 dan Al-Albani mengatakan: sanadnya shahih).
Ikhtilaf Ulama Hukum Mengenakan Kaos Warna Merah

Berdasarkan pemaparan di atas, ulama berbeda pendapat tentang hukum mengenakan


pakaian warna merah bagi laki-laki dan batasan pakaian merah yang terlarang. Al-
Hafidz Ibn Hajar menyebutkan 8 pendapat ulama dalam kitabnya Fathul Bari (10/306).
Berikut keterangan beliau,

1. Boleh memakai pakaian merah secara mutlak. Merah polos maupun merah yang
bercampur dengan warna lain. Pendapat ini diriwayatkan dari sekelompok sahabat,
diantaranya Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Abdullah bin Ja’far, Al-Barra’ bin Azib,
dan beberapa sahabat lainnya. Pendapat ini juga yang dipegangi oleh beberpa
tabi’in, diantaranya, Said bin Musayib, An-Nakhai, As-Sya’bi, Abu Qilabah, Abu
Wail, dan beberapa tabiin lainnya. Pendapat ini yang dipilih oleh Al-Bukhari,
sebagaimana yang beliau isyaratkan dalam judul bab di kitab shahihnya. Dan ini
merupakan pendapat dalam madzhab Malikiyah, Syafiiyah, dan salah satu riwayat dalam
madzhab Hambali.

2. Dilarang secara mutlak, meskipun ada campuran warna lain. Namun Al-Hafidz tidak
menyebutkan ulama yang mengambil pendapat ini.

3. Makruh memakai pakaian yang penuh warna merah. Namun jika diberi wanteks warna
merah sebagian, dibolehkan. Pendapat ini diriwayatkan dari Atha, Thawus, dan
Mujahid.
4. Makruh memakai pakaian warna merah secara mutlak jika tujuannya untuk berhias
atau mencari ketenaran. Namun boleh digunakan di rumah atau di tempat kerja.
Pendapat ini diriwayatkan dari Ibn Abbas dan merupakan pendapat Imam Malik.

5. Boleh memakai pakaian warna merah, selama warna merahnya berasal dari benangnya.
Namun jika kainnya dicelup wanteks merah, tidak boleh digunakan. Ini pendapat Al-
Khithabi. Beliau beralasan bahwa pakaian merah yang dikenakan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika khutbah di Mina dan ketika shalat id adalah impor dari
Yaman. Dan ciri khas kain merah dari Yaman, benangnya diberi warna merah, kemudian
ditenun jadi kain. Bukan kain yang dicelum wanteks merah.

6. Larangan ini khusus untuk kain yang mu’ashfar (wanteks kuning matang). Karena
ada riwayat lain yang melarang hal ini. Namun jika warna yang lain, boleh.

7. Larangan ini khusus untuk pakaian yang semuanya diwanteks merah. Namun jika ada
campuran warna lain selain merah, seperti hitam atau putih, tidak terlarang. Inilah
yang dipahami dari hadis pakaian merah Yaman yang dikenakan Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Karena kain merah Yaman, umumnya memiliki garis merah atau warna
lainnya. Ini adalah pendapat Ibnul Qoyim.

8. Boleh memakai pakaian yang diwanteks dengan semua warna, selama itu bukan
pakaian syuhrah (yang mengundang perhatian). Batasannya: mukhalafah ziy ahlil
muruah, tidak sama dengan umumnya yang dikenakan orang baik di tempat itu. Ini
adalah pendapat Ibnu Jarir At-Thabari.
Tarjih

Dari sekian pendapat mengenai hukum memakai pakaian warna merah, pendapat yang
lebih mendekati adalah pendapat yang membolehkan pakaian warna merah, dengan
beberapa alasan,

Pertama, hadis yang menyebutkan tentang larangan memakai warna merah, tidak lepas
dari cacat dan kelemahan, sehingga tidak bisa dijadikan acuan.

Kedua, peristiwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memakai pakaian warna


merah, sebagaimana yang diceritakan oleh Al-Barra bin Azib, Amir Al-Muzanni dan Abu
Juhaifah radhiyallahu ‘anhum, terjadi ketika haji wada’. Artinya itu terjadi di
akhir perjalanan dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Ketiga, hadis Ibnu Abbas yang dinilai shahih sandanya oleh Al-Albani, dimaknai
sebagaimana pendapat beliau, bahwa larangan ini berlaku jika menimbulkan
syuhrah(mengundang perhatian). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenakan
pakaian merah ketika hari raya, yang menunjukkan bahwa itu beliau lakukan sebagai
bentuk berhias.

Keempat, pendapat yang mengatakan ‘jika ada campuran warna lain selain merah,
seperti hitam atau putih, tidak terlarang’ ini pendapat yang kurang tepat.

Dr. Muhammad Ali Farkus mengatakan,

‫فإن هذا الجمع‬


ّ ،‫وسود‬
ُ ‫أما ما قرره ابن القيم – جمعا بين األحاديث من أن الحلة الحمراء بردان يمانيان منسوجان بخطوط حمر‬
‫يفتقر إلى دليل لما علم أن الصحابي وهو من أهل اللغة واللسان قد وصفها بأنها حمراء فينبغي حملها على األحمر البحت ألنه هو‬
‫المعنى الحقيقي لها‬

Apa yang ditegaskan Ibnul Qoyim – dalam rangka mengkompromikan hadis – bahwa
pakaian merah dari Yaman, ditenun campuran antara merah dengan hitam. Kompromi
semacam ini butuh dalil. Karena kaidah yang diketahui, bahwa para sahabat – dan
mereka memahami bahasa arab yang benar – menceritakan bahwa pakaian Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika itu warnanya merah. Selayaknya kita maknai
merah polos. Karena itulah makna hakiki untuk kalimat tersebut.

Beliau melanjutkan,

‫وحمل مقالة ذلك الصحابي على لغة قومه آكد وال يصار إلى المعنى غير الحقيقي إال بدليل صارف على ما هو مقرر في موضعه‬

“Memahami keterangan sahabat sesuai bahasa masyarakatnya, lebih ditekankan. Dan


tidak boleh dialihkan ke makna yang tidak hakiki, kecuali dengan dalil yang
mendukunya, sebagaimana yang dijelaskan dalam referensi masalah ini.”

Sumber: http://www.ferkous.com/site/rep/Bd1.php

Alasan beliau ini merupakan penjelasan As-Syaukani dalam Nailul Authar (2/114 –
115).

Kelima, memakai pakaian warna merah termasuk bentuk berhias yang dihalalkan

Ketika menjelaskan hadis Abu Juhaifah di atas, Imam Ibnu Batthal menukil keterangan
Al-Muhallab,

‘Hadis ini dalil bolehnya memakai pakaian warna merah, dan bantahan untuk orang
yang memakruhkan warna merah. Hadis ini juga menunjukkan bolehnya memakai pakaian
yang berwarna, bagi pemimpin maupun orang zuhud dunia. Karena merah adalah warna
yang paling menonjol dan perhiasan paling indah di dunia. Tentang firman Allah,

‫عل َى ق َْو ِم ِه ِفي ِزين َ ِت ِه‬


َ ‫َخ َر َج‬
َ ‫ف‬

“Qarun keluar dengan mengenakan perhiasannya..” (QS. Al-Qashas: 79),

Ada yang mengatakan, Qarun keluar dengan memakai pakaian warna merah. Sementara
ditegaskan dalam firman yang lain,

ّ ِ ‫ات ِم َن‬
ِ‫الر ْزق‬ َ ّ ‫ق ُْل َم ْن َح ّ َر َم ِزين َ َة الل َّ ِه ال َّ ِتي َأ ْخ َر َج ِل ِعبَا ِد ِه َو‬
ِ َ‫الطيِّب‬

“Katakanlah: Siapakah yang berani mengharamkan perhiasan yang Allah berikan kepada
hambanya, dan rizki yang halal..” (QS. Al-A’raf: 32).

Kata ‘perhiasan’ mencakup semua perhiasan yang mubah (termasuk pakaian warna
merah). [Syarh Shahih Bukhari Ibnu Batthal, 2/39].

Allahu a’lam

Anda mungkin juga menyukai