Anda di halaman 1dari 18

Pengaruh Adsorpsi Polysorbate 80 pada Stabilitas Sediaan Suspensi Pyrantel pamoate

Supandi 0606002351

Pendahuluan

Surfaktan sering digunakan pada pembuatan sediaan farmasi berbentuk suspensi, untuk menurunkan tegangan permukaan dan sebagai bahan pembasah pada suspensi. Efeknya diperoleh dari akumulasinya sebagai lapisan amphifillik pada antar muka (interface) padat-cair (Martin, 1993). Surfaktan dapat mengubah stabilitas dari suspensi melalui mekanisme elektrostatik, sterik atau elektrosterik (Naper, 1989; Lucks et al., 1990) Pembentukan lapis film ini merupakan suatu proses yang kompleks ditandai dengan adanya kompetisi (persaingan) pada sisi adsorpsi antara surfaktan dan molekul pelarut, dan oleh faktor-faktor lain seperti struktur dan konformasi fleksibilitas dari surfaktan, sifat ionik atau non ionik dan adanya ion-ion lain dengan kecenderungan untuk mengadsorpsi pada interface padat-cair (Denoyel dan Rouquerol, 1991).

tujuan penelitian : menguji aktivitas adsorpsi dari polysorbat 80 yang banyak digunakan sebagai pembasah pada sediaan suspensi obat cacing pirantel pamoat, yang biasanya dibuat dalam bentuk suspensi, dengan memperhatikan efek polysorbat 80 pada pertukaran elektron dan kecepatan aktivitas disolusi dari partikel pirantel pamoat dan stabilitas fisik dari sistem.

2.1. Pereaksi/Reagent

Bahan dan Metode

Pirantel pamoat USP dan polysorbat 80 USP diperoleh dari Sigma Chemical. semua suspensi dan reagent menggunakan air dengan resistivitas 18.2 MV cm yang diperoleh dari sistem osmosis terbalik Millipore Milli-Q (Millipore Corp.). Tiga sampel obat yang reprensentatif dihasilkan melalui Quantachrome Rotary Microriffler distribusi ukuran partikel ditetapkan menggunakan alat Multisizer II Coulter. media pendispersinya adalah larutan elektrolit ISOTON II (Coulter Electronics) semuanya dianalisa selama 60 detik. proporsi partikel (% v/v) dalam rangkaian volume partikel, diukur interval diameternya dan aktivitas distribusi yang dihasilkan ditentukan dalam bentuk rata-rata volume diameter geometrik dan sesuai dengan standar deviasi.

2.2. Analisa ukuran partikel pirantel pamoat


2.3. Adsorpsi Isoterm

Adsorpsi isoterm dari surfaktan diperoleh melalui serangkaian penelitian dari suspensi pirantel pamoat 4 % (w/v) dalam dispersi antara polysorbat 80 6 dan 50 mg/dl. Masing-masing suspensi dihomogenkan dengan mengaduknya pada suhu 25 oC selama 48 jam, kemudian disentrifuse pada 85 x 1000 g selama 15 menit, supernatan dituang dan disaring dengan membran Nylon pori-diameter 0,45 m. Surfaktan yang tidak teradsorpsi dalam supernatan dapat ditentukan dengan metode Clesceri et al. (1989). Untuk menghindari hasil yang tidak sesuai karena adsorpsi, standar yang digunakan untuk membuat kurva kalibrasi diberlakukan sama dengan supernatan pada sampel. data yang dihasilkan disesuaikan berdasarkan persamaan Langmuin (Shaw, 1980) T = T max C (1) C + (1/a) T adalah jumlah surfaktan yang diadsorpsi per g zat padat, T max adalah jumlah surfaktan per g zat padat membentuk monolayer, C adalah kesetimbangan konsentrasi surfaktan dalam dispersi dan a adalah aktivitas adsorpsi dalam sistem dan kondisi konstan.

2.4. Karakteristik dari suspensi

Rangkaian suspensi pirantel pamoat 4 % (w/v) dengan larutan polisorbat 80 (0.02, 0.04, 0.06, 0.08, 0.10, 0.30, 0.50, 0.70, dan 0.90 g/dl) dalam pelarut air, dipersiapkan seperti metode yang dijelaskan pada bagian 2.3. Masing-masing suspensi dilakukan uji sbb: Potensial Zeta dari suspensi dihitung dari gerakan elektroporetik melalui rata-rata dari persamaan Helmholtz-Smoluchowski (Nash dan Haeger, 1966). Gerakan elektroporetik diukur sebanyak 3 kali dengan Laser Doppler Anemometry (LDA) dalam Zetasizer III (Malvern Instrument) yang dilengkapi dengan AZ4 sel kapiler diameter 4 mm. Konsentrasi partikel yang optimal diperoleh dengan melarutkan suspensi dengan larutan KCl 1 mM. kompartemen partikel dari sel yang diisi dengan 2 mM KCl, kekuatan medan yang digunakan adalah 150 mV.

2.4.1. Potensial Zeta

2.4.2. Redispersibilitas

20 ml suspensi dalam tube ditimbang dalam gelas tube 25 ml dengan diameter 15 mm, kemudian disimpan pada suhu 25 0C selama 15 hari. Waktu yang diperlukan untuk redispersi sedimen yang terbentuk selam penyimpanan, ditentukan dengan Rotari Mixer (model 34526; Breda scientific). distribusi ukuran partiklel dari sedimen yang di-redispersi, ditentukan dengan cara seperti bagian 2.2. Sampel diberlakukan sama seperti metode redispersibilitas, volume sedimentasi dihitung sebagai rasio dari volume endapan yang dihasilkan terhadap volume suspensi (Tuncel dan Gurek, 1992). penentuan kecepatan disolusi ditentukan pada suspensi pirantel pamoat 4% (w/v) dalam air yang mengandung polisorbat 80 0.01 atau 0.09 g/dl.

2.4.3. Volume sedimentasi

2.4.4. Kecepatan Disolusi

Semua pengujian dilakukan dengan metodeTuru-Grau (USP 23), 2,5 ml aliquot (yang mengandung 100 mg pirantel pamoat) dicampur ke dalam medium disolusi ( 900 ml artificial enteric juice USP 23, pH 7,5 diaduk pada 25 rev/dtk dan suhu 37 oC) dengan tinggi 5 cm dari dasar bejana. Jumlah obat yang terdisolusi diukur dengan spektrofotometer (Shimadzu UV-240). Analisa regresi digunakan untuk menyesesuaikan hasil disolusi dengan persamaan Higuchi dan Hiestand (1963).
(2)

Aoi adalah rata-rata diameter volume awal (pada waktu disolusi 0) dari interval I, Fi adalah fraksi volume dari partikel dalam interval tersebut (yang ditentukan dengan anlisis ukuran partikel), n adalah total jumlah interval ukuran partikel, k adalah koofisien kecepatan disolusi. Efek polysorbat 80 dalam kecepatn disolusi obat dapat diketahui melalui uji Kruskall-wallis non parametrik dan dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons (Siegel dan Castellan, 1988)..

Hasil & Diskusi

Analisa ukuran partikel pirantel pamoat


Data ukuran partikel dari pirantel pamoat dikarakterisasi berdasarkan rata-rata volume diameter geometrik 9,53 m dan rata-rata geometrik standar deviasi 1,73 m.

Adsorpsi Isoterm

Gambar 1 : Memperlihatkan kesesuain adsorpsi persamaan isoterm dari polysorbat 80 pada partikel pirantel pamoat yang diperoleh pada suhu 25 oC.

Bentuk isoterm (tipe L) dan kesesuaian persamaan menunjukkan bahwa adsorpsi terjadi melalui interaksi non spesifik dan hidrofobik antara permukaan partikel obat dan gugus non polar surfaktan, sampai akhirnya membentuk sebuah monolayer pada konsentrsi sekitar 2,12 mg/g Isoterm tipe L merupakan tipe adsorban non polar yang tidak dapat menyerap surfaktan pada peningkatan konsentrasi surfaktan Untuk polysorbat 80 pada sistem pirantel pamoat, besarnya aktivitas adsorpsi (a =0,24 mg/dl) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan eter selulosa non ionik, polysorbat 80 relatif mempunyai afinitas yang rendah pada pirantel pamoat

Potensial Zeta

Gambar 2 : Menunjukkan efek potensial zeta dari partikel pirantel pamoat dengan konsentrasi polysorbat 80.

Pada semua konsentrasi menunjukan nilai yang negatif karena dengan adanya ionisasi phenol dan gugus karboksil pada pirantel pamoat(Martindale, 1996). Besarnya potensial zeta dari larutan suspensi (-60,34 mV) berkurang dengan penambahan polysorbat 80 yang diakibatkan oleh pembentukan lapisan interfarsial yang meningkatkan jarak antara permukaan shear dengan permukaan partikel.

Redispersibilitas dan volume sedimentasi

Gambar 3 : efek polysorbat 80 pada redispersibilitas dan volume sedimentasi dari suspensi pirantel pamoat

Pada semua kasus, redispersi dari endapan yang terbentuk selama penyimpanan diperbaiki dari sistem awal, yaitu suspensi yang memiliki distribusi ukuran partikel sama seperti pirantel pamoat.

Variasi dari redispersibilitas sistem ini, dengan konsentrsi surfaktan sesuai dengan hasil adsorpsi dan mirip dengan yang dikemukakan oleh Rawlin & Kayes (1983) pada suspensi latex plystiren yang mengandung surfaktan polyoksietilen lainnya. khususnya pada konsentrasi polysorbat 80 di bawah konsentrasi yang diperlukan untuk pembentukan monolayer, molekul surfaktan diadsorpsi untuk menghasilkan sistem stabilisasi sterik partikel memberikan endapan partikel secara individu pada konsentrasi yang lebih besar surfaktan membentuk monolayer komplet, disekitar partikel dengan rantainya yang diperpanjang ke dalam bulk larutan (Luck, 1990) dan waktu redispersibilitas singkat Secara keseluruhan, hasil dari redispersibilitas menunjukkan pengabungan surfaktan mentransfer suspensi pirantel pamoat flokulasi ke dalam sistem penstabil sebagin atau keseluruhan, dimana mengendap (Napper, 1989). Hal ini dapat digambarkan dalam pembentukan volume-rendah, endapan yang kompak dan hilang/berkurangnya korelasi antara redispersibilitas dengan volume pengendapan. Dengan memperhatikan mekanisme stabilisasi, mengingat sedikit pengurangan yang disebabkan besarnya potensial zeta dengan penambahan polysorbat 80 pada suspensi pirantel pamoat dalam air akan nampak bahwa elektrostatik hanya sedikit berpengaruh terhadap stabilisasi.

Kecepatan Disolusi

Gambar 4 : Profil disolusi pirantel pamoat dalam larutan suspensi yang mengandung bermacam-macam konsentrasi polysorbat 80

Membandingkan profil disolusi pada dua sistem yang mengandung polysorbat 80 dan untuk larutan suspensi pirantel pamoat. Kondisi pengujian dipilih yang memiliki daya larut obat yang besar dalam medium enterik dengan cairan lambung dan kondisi suhu fisiologis.

Kesesuaian data ini dengan persamaan (2), menggunakan ratarata diameter volume dan fraksi volume yang tertera pada tiaptiap jarak ukuran partikel dalam tabel 1. Memberi koefisien kecepatan disolusi pada tabel 2

Tabel 1 : Rata-rata diameter volume (Aoi) dan fraksi volume (Fi) pada tiap-tiap interval ukuran partikel yang digunakan dalam kesesuaian persamaan (2) terhadap profil disolusi

Tabel 2 : Koefisien kecepatan disolusi (K) yang diperoleh dengan kesesuaian persamaan (2) terhadap profil disolusi pada larutan suspensi pirantel pamoat yang mengandung bermacam-macam konsentrasi surfaktan polysorbat 80

Perbandingan dari koefisien kecepatan ini dengan rat-rata uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa polysorbat 80 menyebabkan kenaikkan kecepatan disolusi secara signifikan (kw = 9,81; 2 df.,0,05). Peningkatan kecepatan ini diakibatkan oleh absorpsi lapisan film surfaktan yang membantu pembasahan partikel pirantel pamoat.

Penambahan surfaktan dengan konsentrasi yang rendah pada sistem memungkinkan peningkatan kecepatan disolusi yang disebabkan oleh misellisasi. Aplikai uji perbandingan multiple pada data kecepatan disolusi menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi polysorbat 80 tidak memiliki pengaruh secara signifikan dengan kecepatan disolusi dalam jarak konsentrasi yang diteliti. Penambahan konsentrasi Polysorbat 80 tersebut yang diperlukan untuk pembentukan monolayer.

Terima

Kasih

Anda mungkin juga menyukai