Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No.

2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

Potensi Fusarium Non Patogenik untuk Mengendalikan Fusarium oxysforum f. sp. cubense
pada Tanaman Pisang Barangan

Potency of Non Pathogenic Fusarium to Control Fusarium oxysforum f. sp.cubense


in Barangan Cultivar

Aulia Aghna, Lisnawita*, Lahmuddin


Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian USU, Medan 20155
*Corresponding author : itamuis@yahoo.com

ABSTRACT

Fusarium oxysforum f. sp. cubense (Foc) is one of the important pathogens causing fusarium wilt
on banana plants. This pathogen reduces the productivity of banana plants and cause more than 35
% of dead banana plant. The disease management has been done from chemical control to
biological control. The use of Non Phatogenic Fusarium (FoNP) in some plants is quite effective in
suppressing fusarium wilt disease. The aim of this research was to know the potency of FoNP
isolates E3 and E5 (BALITTRO, Bogor) which were applied on barangan cultivar ‘barangan’ to
control fusarium wilt disease. The method of this research was Randomized Complete Design
Factorial withtwo isolates of-FoNP; i.e. E5 and E3. Application was conducted by immersing the
banana seeds with the fungal incolum. Conidia suspension (106 conidia/ ml) and FoNP
methabolites were used, with or without pathogen with the following treatments: P1 : conidia
suspension E5 with Foc; P2 : conidia suspension E3 with Foc; P3 : conidia suspension E5 without
Foc; P4 : conidia suspension E3 without Foc; P5 : metabolite E5 with Foc; P6 : metabolite E3 with
Foc; P7 : metabolite E5 without Foc; P8: metabolite E3 with Foc; P9 : Foc; P10 : without Foc.
The results showed that there weas no symptoms caused by Foc on leaves or banana herbs in the
field. In the in vitro experiments, Non Pathogenic Fusarium isolates E5 and E3 could inhibit the
growth of Foc with the inhibiting zone was 29. 16 % and 19. 22 % respectively.
Keywords: Barangan Cultivar, Fusarium oxysforum f. sp. cubense, non pathogenic fusarium,
fusarium wilt disease.
ABSTRAK

Fusarium oxysforum f. sp. cubense (Foc) merupakan salah satu jamur patogen penting penyebab
penyakit layu fusarium pada tanaman pisang. Patogen ini mampu menurunkan produktivitas
tanaman pisang dan menyebabkan lebih dari 35% tanaman pisang mati. Pengendalian telah
dilakukan mulai dari pengendalian kimia hingga hayati. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
potensi FoNP isolat E3 dan E5 (asal BALITTRO, Bogor) yang diaplikasikan pada tanaman pisang
barangan dalam mengendalikan penyakit layu fusarium. Penelitian ini menggunakan metode
rancangan acak lengkap (RAL) dengan menggunakan 2 isolat FoNP yaitu E5 dan E3. Aplikasi
dilakukan dengan cara perendaman. Masing – masing isolat digunakan suspensi konidia (106
konidia/ ml) dan metabolit FoNP , ada atau tanpa patogen dengan perlakuan sebagai berikut : P1 :
suspensi konidia E5 + Foc; P2 : suspensi konidia E3 + Foc; P3 : suspensi konidia E5 tanpa Foc; P4
: suspensi konidia E3 tanpa Foc; P5 : metabolit E5 + Foc; P6 : metabolit E3 + Foc; P7 : metabolit
E5 tanpa Foc; P8 : metabolit E3 tanpa Foc; P9 : Foc; P10: tanpa Foc. Hasil penelitian menunjukkan
tidak adanya gejala yang ditimbulkan oleh Foc pada daun maupun bonggol tanaman pisang
barangan dilapangan. Pada percobaan in vitro diketahui fusarium non patogenik isolat E5 dan E3
dapat menghambat pertumbuhan Foc dengan daerah hambat masing – masing adalah sebesar 29, 16
% dan 19, 22 %.
Kata kunci: Pisang Barangan, Fusarium oxysforum f. sp. cubense, fusarium non patogenik, penyakit
layu fusarium.

303
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

PENDAHULUAN F. oxysforum f. sp. cubense. (Foc)


pertama kali ditemukan di Queensland,
Pisang (Musa spp.) adalah salah satu Australia oleh Bancroft pada tahun 1876.
komoditas buah unggulan di Indonesia. Hal Patogen ini tersebar di seluruh pertanaman
ini mengacu pada besarnya luas panen dan pisang di daerah tropika termasuk Indonesia.
produksi pisang yang selalu menempati posisi Sampai tahun 1997, penyakit tersebut
pertama.Selain besarnya luas panen dan menyebabkan kerusakan pada tanaman pisang
produksi pisang, Indonesia juga merupakan barangan di Sumatera Barat (10 ha) dan di
salah satu sentra primer keragaman pisang. Sumatera Utara (50 ha), dan pada pisang
Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Cavendish di Jambi (50 ha), di Riau (300 ha),
Indonesia, yang memberikan peluang untuk di Lampung (1.700 ha), dan di Halmahera
pemanfaatan dan komersialisasi pisang sesuai (3.000 ha) (Nasir & Jumjunidang 2003, Nasir
kebutuhan konsumen et al. 2005). Hermanto et al. (2009)
(Departemen Pertanian, 2005). melaporkan hasil survei yang dilakukan di 16
Berdasarkan Angka Tetap (ATAP) provinsi di Indonesia bahwa Foc telah
tahun 2013 produksi pisang mencapai 6,28 menyebar mulai dari NAD sampai ke Papua.
juta ton. Untuk wilayah Asia, Indonesia Pengendalian patogen di dalam tanah
termasuk penghasil pisang terbesar karena secara kimia terbukti tidak efektif, oleh
50% produksi pisang Asia dihasilkan oleh karena itu perlu dicari cara lain agar
Indonesia. Hampir seluruh wilayah Indonesia perkembangan patogen dapat ditekan dan
merupakan daerah penghasil pisang karena mudah dilakukan petani, antara lain dengan
didukung oleh iklim yang sesuai. pemupukan kalium, penanaman varietas
Pengembangan dan persebaran pisang toleran, dan pengendalian hayati.
dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain Pengendalian hayati patogen tular tanah
iklim, media tanam dan ketinggian tempat. merupakan pendekatan alternatif yang perlu
Namun demikian 90% produksi pisang masih dikembangkan, sebab relatif murah dan
digunakan untuk konsumsi dalam negeri, mudah dilakukan, serta bersifat ramah
sedangkan untuk ekspor hanya 10% lingkungan (Saragih dan Silalahi, 2006).
(Suhartanto et al., 2008). Salah satu mikroorganisme yang dapat
Pisang barangan (Musa paradisiaca) digunakan sebagai agens pengendali hayati
merupakan salah satu varietas pisang yang adalah fusarium non patogenik (FoNP).
telah dibudidayakan di Indonesia. Tanaman Fusarium non patogenik merupakan jamur
pisang barangan termasuk tanaman yang tidak yang tidak menimbulkan penyakit pada
sulit dibudidayakan, walaupun demikian ia tanaman. Fusarium non patogenik mempunyai
tetap membutuhkan perawatan untuk sifat asosiasi dengan tanaman inang yang
pertumbuhannya agar mendapatkan hasil tinggi, kemampuan saprofitik sedang dan
yang optimal (Djaenuddin et al., 2012). mudah diperbanyak. Penggunaan fusarium
Pengembangan pisang barangan di non patogenik pada beberapa tanaman cukup
Indonesia mengalami hambatan yaitu adanya efektif dalam menekan penyakit karena
serangan hama dan penyakit. Salah satu Fusarium sp. (Wiyono 2009). Preinokulasi
penyakit penting dan utama pada tanaman tanaman inang dengan menggunakan
pisang (barangan) di Indonesia adalah fusarium non patogenik akan mengurangi
penyakit layu fusarium yang disebabkan oleh tingkat keparahan penyakit ketika tanaman
cendawan Fusarium oxysforum f. sp. cubense inang diinokulasi dengan patogen
(Foc). Penyakit ini dapat menurunkan (Soesanto, 2008).
produktivitas pisang barangan lebih dari 35% Pengendalian penyakit layu fusarium
(Srujianto,2013), bahkan pada serangan yang pisang dengan fusarium non patogenik telah
berat dapat mematikan berhasil dilakukan pada kultivar pisang
(Djaenuddin et al., 2012). ambon di rumah kaca. Untuk itu perlu
dilakukan penelitian mengenai pengendalian

304
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

penyakit layu fusarium dengan fusarium non Pembuatan Media Tanam


patogenik pada tanaman pisang barangan. Media tanam terdiri atas campuran
Tujuan penelitian ini adalah untuk tanah dan kompos (1:1) yang disterilkan
mengetahui potensi fusarium non patogenik dalam autoklaf selama 30 menit dengan suhu
dalam mengendalikan F. oxysforum f. sp. 1210C dan tekanan 1 atm (17,5 psi).
cubense pada tanaman pisang barangan
Persiapan Tanaman Pisang
BAHAN DAN METODE Tanaman inang barangan yang
digunakan adalah hasil kultur jaringan umur 2
Penelitian ini dilakukan di bulan setelah aklimatisasi. Bibit ditanam
Laboratorium Penyakit Tumbuhan dan serentak di dalam polibag yang berisi 5 kg
Rumah Kassa, Program Studi Agroteknologi media steril (tanah dan pasir 1:1).
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Ditempatkan di rumah kaca sesuai dengan
Utara.Penelitian dilaksanakan dari Bulan perlakuan. Dalam pemeliharaan digunakan
April 2016 sampai Juni 2017. pupuk NPK (15:15:15) sebanyak 1 gr per
Penelitian ini menggunakan polibag pada awal tanam dan 30 hari setelah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tanam dengan cara menaburkan pupuk di
menggunakan 2 isolat FoNP yaitu E5 dan E3 sekeliling batang tanaman.
(asal BALITTRO, Bogor), sedangkan Foc
berasal dari koleksi Laboratorium Penyakit Inokulasi Fusarium oxysforum f. sp.
Tumbuhan, Fakultas Pertanian, USU. cubense
Aplikasi dilakukan dengan cara perendaman. Inokulasi Foc yang telah diperbanyak
Masing – masing isolat digunakan suspensi pada media beras dilakukan dengan
konidia (106 konidia/ ml) dan metabolit FoNP menginfestasikan 10 gr biakan Foc tersebut
ada atau tanpa patogen sebagai berikut: P1 : (kerapatan konidia 106 konidia/ ml) ke dalam
Suspensi konidia E5 + Foc; P2 : Suspensi media tanam (Maimunah, 1999), dengan cara
konidia E3 + Foc; P3 : Suspensi konidia E5 ditabur sekitar leher akar.
tanpa Foc; P4 : Suspensi konidia E3 tanpa
Foc; P5 : Metabolit E5 + Foc; P6 : Metabolit Aplikasi Fusarium Non Patogenik
E3 + Foc; P7 : Metabolit E5 tanpa Foc; P8 :
Metabolit E3 tanpa Foc; P9 : Foc; P10 : tanpa Pembuatan Suspensi Konidia FoNP
Foc. Jumlah ulangan sebanyak 4 dengan 10 Aplikasi FoNP dilakukan dengan dua cara
perlakuan, jumlah tanaman seluruhnya 40 yaitu dengan suspensi konidia dan metabolit.
tanaman. Miselium FoNP diperoleh dengan cara biakan
murni FoNP dibiakkan dalam media PDB
Persiapan Inokulum Fusarium oxysforum (Potato Dextrose Broth) dan dishaker dengan
f. sp. cubense kecepatan 150 rpm selama ± 7 hari pada suhu
Biakan murni Foc yang berasal dari ruang, setelah itu miselium dipanen. Aplikasi
spora tunggal diperbanyak pada media beras pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 dengan
dengan cara beras direndam selama 24 jam, cara akar bibit pisang barangan sehat
dicuci dan dikukus sampai lunak. Ditimbang digunting ujungnya lalu direndam dalam
media masing-masing 10 gr, dimasukkan miselium FoNP (konsentrasi 106 konidia/ ml)
media ke dalam kantong plastik tahan panas, selama ±30 menit.
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 100-
1210C selama 15 menit. Media didinginkan Pembuatan Metabolit FoNP
kemudian diinokulasikan Foc pada media Pembuatan metabolit menggunakan
beras. Diinkubasi dalam ruangan bersih metode Achmad (1997) yang diperoleh
dengan suhu 250C–270C selama 7-14 hari dengan cara menyaring suspensi FoNP dalam
(Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Jawa media PDB (Potato Dextrose Broth) yang
Barat, 2012). telah dishaker dengan kecepatan 150 rpm

305
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

selama ± 7 hari dengan menggunakan kertas berdasarkan skala Mohammed et al. (1999)
mikrometer ukuran 0,001 µ. Setelah itu yang dimodifikasi, yaitu:
metabolit FoNP diaplikasikan pada perlakuan 1= Tidak ada bintik hitam pada
P5, P6, P7 dan P8 dilakukan dengan cara akar jaringan bonggol,
bibit pisang barangan sehat digunting 2= Bintik hitam yang menutupi <1/3
ujungnya lalu direndam dalam metabolit dari jaringan bonggol,
FoNP selama 30 menit. 3= Bintik hitam yang menutupi 1/3
Semua bibit yang telah diberi dari jaringan bonggol,
perlakuan ditanam pada polibag yang berisi 4= Bintik hitam yang menutupi 1/3-2/3
medium tanam yang telah dicampur dengan dari jaringan bonggol,
miselium Foc dengan konsentrasi 106. 5= Bintik hitam yang menutupi >2/3
Perlakuan air steril P9 dan P10 menjadi dari jaringan bonggol,
perlakuan kontrol. 6= Bintik hitam pada seluruh jaringan
bonggol sampai bonggol busuk/
Pemeliharaan Tanaman tanaman mati.
Keparahan penyakit pada dihitung
Penyiraman dengan rumus:
Penyiraman tanaman dilakukan setiap
pagi hari atau sore hari. Penyiraman x 100%
dilakukan secukupnya untuk menjaga
kelembaban.
Tabel 1.Penilaian keparahan penyakit
Pemupukan berdasarkan indeks keparahan pada daun dan
Pemupukan dilakukan menggunakan bonggol (Mohammed et al. (1999).
pupuk NPK (15:15:15) sebanyak 1 gram per
pot pada awal tanam dan 30 hst dengan cara Indeks Keparahan Penilaian
Penyakit Keparahan
menaburkan pupuk di sekeliling batang
(Disease
tanaman. severity index)
Daun Bonggol
Peubah Amatan 1 1 Tidak ada serangan
1,1-2 1,1-2 (No damage)
1. Kejadian penyakit, dihitung setiap 2,1-4 2,1-4 Ringan (Weak)
minggu. Pengamatan dimulai 2 bulan >4 >4 Parah (Severe)
setelah perlakuan (BSP) dengan Sangat parah (Highly
menggunakan rumus: severe)

1. Pengujian in vitro
Pengujian in vitro dilakukan dengan
di mana: metode kultur ganda (dual culture). Biakan
P = Persentase tanaman terserang, FoNP dan Foc diambil dengan cork borer
T1 = Jumlah tanaman terserang tiap berdiameter 5 mm dan jarum inokulasi.
perlakuan, Kedua koloni ditumbuhkan berdampingan
T2 = Jumlah tanaman yang diamati. dengan jarak 3 cm dalam satu cawan petri.
Biakan diinkubasi pada suhu 27oC selama 5
2. Keparahan penyakit pada bonggol hari. Perlakuan pada tiap cawan petri adalah
dilakukan pada akhir pengamatan, yaitu 6 (a) FoNP (E5) dan Foc, (b) FoNP (E3) dan
BSP. Bonggol dibersihkan dan seluruh akar Foc.(Gambar 1). Pengamatan dilakukan setiap
dibuang, kemudian bonggol dipotong secara hari selama 5 hari. Pengamatan dilakukan
melintang pada bagian leher. Selanjutnya terhadap adanya zona hambatan (zona bening)
dilakukan skoring kerusakan bonggol
306
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

dan besarnya persentase penghambatan yang digunakan, karena isolat Foc yang
terhadap Foc dengan rumus : digunakan merupakan koleksi Laboratorium
Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian USU
yang sudah lama disimpan dan berkali – kali
dilakukan subkultur. Simatupang (2015)
Keterangan: menyatakan bahwa degenerasi isolat yaitu
IZ = persentase daerah hambatan (%) menurunnya daya virulensi isolat karena
isolat telah disimpan dalam waktu yang cukup
lama.

r1 = rata – rata jari – jari koloni jamur kontrol Uji in vitroFusarium oxysforum f.sp.cubense
(tanpa agens antagonis). terhadap Fusarium Non Patogenik
r2 = rata – rata jari – jari koloni patogen yang
dikulturkan dengan agens antagonis A B
(Muslim, 1995). a1 b a2 b

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kejadian Penyakit
Berdasarkan hasil penelitian didapat,
hingga 6 bulan setelah inokulasi Foc, semua
tanaman pisang belum menunjukkan gejala
layu fusarium seperti menguningnya daun Gambar 1. Uji in vitro Fusarium Non
pisang yang dimulai pada daun tua. Patogenik terhadap Fusarium oxysforum
Penguningan dimulai dari pinggir daun. f.sp. cubense:
Selain itu gejala juga dapat terlihat pada (A) FONP E5 (a1) vs Foc(b).
pangkal batang yaitu jika pangkal batang (B) FONP E3 (a2) vs Foc (b).
dibelah membujur maka akan terlihat garis –
garis menghitam kesemua arah. Namun pada Tabel 1. Daya hambat FoNP terhadap Foc
penelitian ini selain tidak terdapatnya gejala – pada uji in vitro
gejala tersebut di atas, semua tanaman uji
memperlihatkan pertumbuhan yang cukup Isolat Daya hambat
baik. Menurut Mardiah (2013) kinerja FoNP Hari ke – 5 (%)
mampu menginduksi ketahanan tanaman
terhadap beberapa patogen terutama layu. E5 29,16
FoNP biasanya berada pada bagian perakaran
tanaman (rizosfer) dan melakukan simbiosis E3 19,22
terhadap akar tanaman sehingga
menyebabkan tanaman inang tumbuh subur. Keterangan : E5 dan E3 : Fusarium Non
Selanjutnya Soesanto (2008) Patogenik
menyatakan bahwa kelompok strain FoNP
ketika diterapkan pada beberapa perakaran Hasil pengujian Foc dan FoNP secara
tanaman dapat menunda gejala penyakit yang in vitro didapat adanya penghambatan
diakibatkan oleh patogen. FoNP dapat pertumbuhan Foc oleh FoNP isolat E5 dan
menginduksi ketahanan tanaman terhadap E3. FoNP isolat E5 mempunyai kemampuan
penyakit layu Fusarium, busuk Phytophthora, menghambat Foc lebih baik dibanding FoNP
dan layu Verticilium. isolat E3. (Gambar 1) dan (Tabel 1) yaitu
Tidak terlihatnya gejala layu fusarium pada 29,16% dan 19,22%. Mekanisme
semua tanaman uji juga dapat disebabkan penghambatan berupa kompetisi ruang,
oleh menurunnya virulensi Foc pada isolat nutrisi, dan mikroparasit. Soesanto (2008)

307
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

menyatakan bahwa persaingan akan nutrisi Phytophthora infestans pada tanaman kentang
dan persaingan ruang hidup merupakan peran di Jepang dengan cara kompetisi nutrisi dan
utama pada hampir semua agens hayati. antibiosis.
Jamur non patogenik sudah banyak
dimanfaatkan sebagai agens hayati, jamur – Keparahan Penyakit Pada Bonggol
jamur non patoenik tersebut dapat diisolasi Hasil pengamatan tidak ditemukannya gejala
dari rizosfer tanaman ataupun dengan penyakit pada bongol pisang (pangkal batang)
memanfaatkan jamur yang mengkolonisasi berupa garis-garis menghitam bila bonggol
permukaan tanaman. dipotong melintang, semua pangkal batang
Muslim (1995) berhasil tanaman uji terlihat sehat (Gambar 2). Hasil
mengkolonisasi jamur seperti Myrothecium penelitin ini sejalan dengan pengamatan pada
spp, Fusarium spp, Penicillium spp, kejadian penyakit. Dimana pada kejadian
Trichoderma spp dari permukaan daun penyakit juga tidak ditemukannya gejala layu
kentang. Jamur – jamur tersebut mampu fusarium hingga akhir penelitian.
menghambat perkembangan serangan

A B C D

E F G H

Gambar 2. Bonggol pisang dari setiap perlakuan isolat E3 dan E5. (A) Suspensi Konidia E5+ Foc
P13; (B) Suspensi Konidia E3 + Foc P13; (C) Suspensi Konidia E5 + Foc P21; (D)
Metabolit E3 + Foc P34; (E) Metabolit E5 + Foc P32; (F) Metabolit E3 tanpa Foc P42;
(G) Metabolit E5 tanpa Foc P44; (H) Kontrol negatif P61.
Bentuk Interaksi miselium FoNP terhadap miselium Fusarium oxysforum f.sp.cubense

A B C
G G
a a
m m
ba ba
r r
5. 5.
In In
te te
Gambar
ra 3. Interaksi jamur FoNP dengan F. oxysforum f. sp. cubense. (A)
ra hifa FoNP menyebabkan
ks hifa F. oxysforum f. sp. cubense membengkok, (B) hifa FoNPks menyebabkan hifa F.
i oxysforum f. sp. cubense melilit, (C) hifa FoNP menyebabkan
i hifa F. oxysforum f. sp.
ja cubense lisis. (Perbesaran 40 x 10). ja
m m 308
ur ur
F F
o o
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

Hasil pengamatan secara mikroskopis DAFTAR PUSTAKA


menunjukkan adanya kerusakan hifa Foc yang
disebabkan oleh hifa FoNP. Pada Gambar 3A Achmad. 1997. Mekanisme serangan
dan 3C terlihat hifa jamur patogen mengalami patogendan ketahanan inang serta
perubahan bentuk/ malformasi (membengkok pengendalian hayati penyakit lodoh
dan melilit). Hal ini sesuai dengan Triharso pada Pinus merkusii [disertasi].
(1996) yang menyatakan bahwa gejala yang Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
disebabkan akibat infeksi suatu mikroba dapat Anitha, A., dan Rabeeth, M. 2009. Control of
berupa perubahan warna, serta perubahan fusarium wilt of tomato by bio
bentuk. Hifa antagonis yang berhasil formulation of Sterptomyces griseun
melakukan intervensi dan penetrasi akan in green house condition. Africa
menyerap sari makanan sehingga hifa Journal of Basic and Applied Scince.
cendawan patogen dapat mengecil dan 1(1-2): 9-14.
mati(Purwantisari & Rini 2009). Berlian, I., Setyawan, B., dan Hadi, H. 2013.
Lebih lanjut Purwantisari dan Hastuti (2009) Mekanisme antagonism
menjelaskan bahwa cendawan yang tumbuh Trichoderma spp. Terhadap
cepat mampu mengunggguli dalam beberapa patogen tular tanah. Warta
penguasaan ruang dan pada akhirnya bisa Perkaretan 2013, 32920, 74 – 82.
menekan pertumbuhan cendawan lawannya. Departemen Pertanian. 2005. Prospek dan
Selain mekanisme kompetisi ruang, ke-2 Arah Pengembangan Agribisnis
isolat fusarium non patogenik tersebut juga Pisang. Jakarta: Badan Penelitian
diduga dapat menghambat patogen fusarium dan Pengembangan Pertanian
melalui mekanisme antibiosis yang ditandai Departemen Pertanian.
dengan menipisnya koloni patogen karena Dinas pertanian dan Tanaman Pangan Jawa
enzim yang dihasilkan. Berlian et al (2013) Barat. 2012. Perbanyakan cendawan
menyatakan bahwa antibiosis adalah menggunakan media beras. www.
antagonisme yang melibatkan hasil metabolit Media beras cendawan. DEPTAN,
penyebab lisis, enzim, senyawa folatil, dan 2012.
non-folatil atau toksin yang dihasilkan oleh Djaenuddin N., Zaenab M., dan Untung S.
suatu mikroorganisme. 2012. Reaksi pisang barangan (Musa
acuminate Colla) terenduksi filtrat
Fusarium oxysporum f. sp. cubense
SIMPULAN DAN SARAN terhadap penyakit layu fusarium.
Suara Perlindungan Tanaman. (2):
Simpulan 2.
Berdasarkan hasil pengujian rumah Gandjar., Samson TA., Vermeulen S., Oetari
kaca semua perlakuan tidak menimbulkan & Santoso. 1999. Pengenalan
gejala penyakit pada tanaman. Fusarium Non Kapang Tropik Umum. Yayasan
Patogenik isolat E5 mempunyai daya hambat Obor Indonesia, Jakarta. Hal.66-67.
lebih tinggi terhadap Foc dibandingkan Hermanto C., Sutanto A., Jumjunidang.,
dengan Fusarium Non Patogenik isolat E3 Edison HS, Danniels JW., O’Neil.,
dengan masing – masing daya hambat 29, 16 Sinohin W., Molina VG., AB &
% dan 19, 22 %. Taylor P. 2009, ‘Incidence and
Interaksi jamur Fusarium Non distribution of Fusarium wilt disease
Patogenik dengan F. oxysforum f. sp. cubense in Indonesia: global perspective on
pada uji in vitro menyebabkan hifa jamur Asian challenges International ISH’,
patogen membengkok, melilit bahkan lisis. – ProMusa Symposium, Guangzhou,
China.

309
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

Huda M. 2010. Pengendalian Layu Fusarium Nasir N., Jumjunidang & Riska .2005.
Pada Tanaman Pisang (Musa Deteksi dan pemetaan distribusi F.
paradisiacal L.) Secara Kultur oxysporum f.sp.cubense pada daerah
Teknis dan Hayati. Institut Pertanian potensial pengembangan agribisnis
Bogor. Bogor. Skripsi. pisang di Indonesia, J. Hort.,15 (1) :
Jumjunidang C., Hermanto., Riska. 2011. 50-7.
Virulensi isolat Fusarium Perez L., Vicente. 2004. Fusarium wilt
oxysporum f. sp. cubense VCG (Panama Desease) of bananas: An
01212/16 pada pisang barangan dari updating Review of The Current
varietas pisang dan lokasi yang Knowledge on The Desease and it’s
berbeda. J . Hort. 21(2): 145-151. Causal Agent. XIV Reunion
Maimunah. 1999. Evaluasi Resistensi Lima International Acrobat Instituto de
Kultivar Pisang (Musa spp.) Investigationes de Sanidad Vegetal
Terhadap Tiga Macam Isolat dan (INISAV). Ministerio de Agricultura
Differensiasi Isolat Fusarium de Cuba.
oxysporum f. sp. cubense Sebagai Ploetz R C. 2006. Fusarium-induced diseases
Penyebab Penyakit Layu. Tesis. of tropical, perennial crops. J.
Institut Pertanian Bogor. Bogor. Phytophathol. 96:648-652.
Mardiah A S. 2013. Efektifitas Fusarium Ploetz R C., K. G. Pegg. 2000. Fungal
oxysporum (FoNP) dalam Diseases of the Root, Corm and
Mengendalikan Fusarium Pseusodotem, In: Jones (eds).
oxysporum f. s. lycopersici Penyebab Diseases of Banana.Abaca and
Layu pada Tanaman Tomat Enset. New York. CABI
(Solanum Lycopersicum L.). Skripsi. Publishing.143-159.
Fakultas Biologi Purwokerto: Purwantisari S., dan Hastuti RB. 2009. Uji
Universitas jenderal Soedirman. antagonisme jamurpatogen
Mohammed A A., Mak C.,Liew KW & Ho Y Phytophthora infestans penyebab
W. 1999. Early Evaluation of penyakit busuk daun dan umbi
Banana Plants at Nursery Stage of tanaman kentang dengan
Fusarium Wilt Tolerance. In: A.B. menggunakan Trichoderma spp.
Molina, N.H. Nik Masdek and K.W. isolat lokal, BIOMA11 (1): 24-32.
Liew (Eds). Banana Fusarium Wilt Purwantisari S., dan Rini BH. 2009. Isolasi
Management: Towards Sustainable dan Identifikasi Jamur Indigenous
Cultivation. Proceedings of The Rhizosfer Tanaman Kentang dari
International Workshop on Banana. Lahan Pertanian Kentang Organik di
Fusarium Wilt Diseases. Malaysia. Desa Pakis. Laboratorium
INIBAP.174-185. Mikrobiologi Jurusan Biologi
Muslim A. 1995. Biological control of potato FMIPA Undip. Magelang.
late blight with phylloplane Saragih YS., dan Silalahi FH. 2006. Isolasi
microorganisms. [Thesis]. Graduate dan identifikasi spesies fusarium
School of Agriculture. Hokkaido penyebab penyakit layu pada
University. Sapporo. Japan. tanaman markisa asam. Jurnal
Nasir N., Jumjunidang. 2003. Karakterisasi Hortikultura 16 (4): 336-344.
ras F. oxysporum f. sp. cubense Semangun H. 1996. Penyakit-Penyakit
dengan metode vegetative Tanaman Hortikultura di Indonesia.
compatibility group test dan Gadjah Mada University Press.
identifikasi kultivar pisang yang Yogyakarta.
terserang, J. Hort.,13 (4): 267-84. Semangun H. 2004. Penyakit-Penyakit
Tanaman Hortikultura di Indonesia.

310
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

Gadjah Mada University


Press.Yogyakarta.
Simatupang G. W. 2015. Eksplorasi dan Uji
Patogenisitas Fusarium spp. Asal
Rizosfer Kelapa Sawit Di Kebun
Percobaan Cikabayan, Bogor, Jawa
Barat.Institut Pertanian
Bogor.Skripsi.
Suhartanto M R., Harti H., dan Haryadi S S.
2008. Program Pengembangan
Pisang. http://pkht.or.id/ [diakses 1
September 2014].
Soesanto L. 2008. Pengantar Pengendalian
Hayati Penyakit Tanaman. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta.
Srujianto. 2013. Efektivitas Formulasi
Bacilussubtilis dan Pseudomonas
flurescens untuk Mengendaliakan
Penyakit Layu Fusarium pada
Tanaman Pisang (Musa balbisiana
cv. kepok). Universitas Jember.
Jember.Skripsi.
Tombe M. 2010. Teknologi ramah lingkungan
dalam pengendalian penyakit busuk
batang vanili. Pengembangan
Inovasi Pertanian. 3(2):138-153.
Toussoun TA., dan Nelson PE. 1976.
Fusarium: a pictorial guide to the
identification of fusarium species
according to the taxonomic system
offsnyder and hansen. 2nd Edition.
Pennsylvania State University Press.
University Park and London
Triharso. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan
Tanaman. UGM Press.Yogyakarta.
Wiyono. 2009. Pengendalian Hayati Penyakit
Tumbuhan dalam Praktek. Pusat
Kajian Pengendalian Hama Terpadu.
Dept. Proteksi Tanaman Fakultas
Pertanian IPB dan Direktorat
Perlindungan Tanaman Pangan.
DitjenTanamanPanganDepartemenP
ertanian.Bogor.<http://www.scribd.c
om/doc/19519440/PHPTKKPPTN2
2009#>. Diakses Maret 2016.

311
Jurnal Agroekoteknologi FP USU E-ISSN No. 2337- 659
Vol.7.No.2, Maret 2019 (37): 303-311 https://jurnal.usu.ac.id/agroekoteknologi

312

Anda mungkin juga menyukai