Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

PADA KLIEN DENGAN WAHAM

Disusun oleh

JAMAL HUDA

071201004

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS XXIV


UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2021
LAPORAN PENDAHULUAN
WAHAM

I. Masalah Utama
WAHAM

II. Proses Terjadinya Masalah


a. Pengertian
Waham adalah keyakinan seseorang yang berdasarkan penilaian
realitas yang salah. Keyakinan klien tidak konsisten dengan tingkat
intelektual dan latar belakang budaya klien. Waham dipengaruhi oleh
faktor pertumbuhan dan perkembangan seperti adanya penolakan,
kekerasan, tidak ada kasih sayang, pertengkaran orang tua dan aniaya.
(Budi Anna Keliat, 2009).
Waham adalah keyakinan yang salah yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan
bertentangan dengan realita sosial. (Stuart dan Sunden, 2005).
Sedangkan menurut Aziz R, dkk (2003), waham adalah suatu
kepercayaan yang salah atau bertentangan dengan kenyataan yang
tidak tetap pada pemikiran seseorang dan latarbelakang sosial budaya.
Berdasarkan pengertian di atas maka waham adalah suatu
gangguan perubahan isi pikir yang dilandasi adanya keyakinan akan
ide-ide yang salah yang tidak sesuai dengan kenyataan, keyakinan
atau ide-ide klien itu tidak dapat segera diubah atau dibantah dengan
logika atau hal-hal yang bersifat nyata.
b. Etiologi
Penyebab secara umum dari waham adalah gangguan konsep diri :
harga diri rendah. Harga diri rendah dimanifestasikan dengan perasaan
yang negatif terhadap diri sendiri, termasuk hilangnya percaya diri dan
harga diri, merasa gagal mencapai keinginan.
1. Faktor predisposisi
Beberapa faktor predisposisi/yang memungkinkan munculnya
waham antara lain:
a) Biologis
 Gangguan perkembangan dan fungsi otak/ susunan saraf
pusat, terutama di korteks frontal, temporal, dan limbik.
Gejala yang mungkin muncul adalah biasanya terjadi
hambatan pada fungsi belajar, berbicara, daya ingat,
perilaku menarik diri atau perlaku kekerasan.
 Pertumbuhan dan perkembangan individu pada prenatal,
perinatal, neonatus dan masa kanak-kanak.
b) Faktor genetis
Gangguan jiwa secara genetis pada schizofrenia dapat
diturunkan melalui kromosom-kromosom. Jika salah satu
orangtuanya mengalami shizoftenia maka kemungkinan 15%
anaknya berpeluang mangalami penaykit yang sama atau
sejenisnya. Dan jika kedua orangtua mengalami schizofrenia
maka kemungkinan anaknya mengalami penyakit yang sama
adalah 35 %. Kembar identik memilik kemungkinan terbesar
mengalami shizofrenia 50% lebih banyak bila salah satunya
mengalami schizofrenia.
c) Psikologis
Keluarga, pengasuh, dan lingkungan klien sangat
mempengaruhi respon psikologis klien. Sikap keluarga,
lingkungan yang dapat mempengaruhi klien adalah
penolakan, kekerasan dalam kehidupan klien, penolakan dari
orangtua/ibu, keluarga bersikap dingin, tidak ada kasih
sayang adekuat, kekosongan emosi, konflik / kekerasan
orangtua ( pertengkaran orangtua, kekerasan rumah tangga /
penganiayaan ).
d) Sosial Budaya
Kehidupan sosial budaya juga berpengaruh besar terhadap
gangguan jiwa, misalnya kemiskinan, PHK, peperangan,
kerusuhan, terisolasi, stress menumpuk.
2. Faktor presipitasi
Faktor yang terkait dengan keadaan klien dan keluarga saat ini /
presipitasi / pencetus
a) Kesehatan
Nutrisi kurang, kurang tidur, infeksi,kurang latihan,hambatan
mencapai pelayanan kesehatan, obat-obat system saraf pusat
b) Lingkungan:Lingkungan yang memusuhi, kritis, masalah
rumah tangga, kehilangan kebebasan, kerusakan
berhubungan dengan orang lain, isolasi sosial, kurang
dukungan sosial, tekanan pekerjaan, kemiskinan, PHK,
tidak mendapat pekerjaan / pengangguran
c) Sikap / perilaku
Merasa tidak mampu ( harga diri rendah), putus asa, tidak
percaya diri, merasa gagal yang bertubi-tubi, kehilangan
motivasi, kehilangan kendali diri (demoralisasi), perilaku
agresif, kekerasan, ketidakadekuatan obat, ketidakmampuan
mempercayai orang lain, perasaan takut sampai panik,
kewaspadaan berlebihan, ketidaktepatan menilai realitas.
3. Mekanisme koping
a. Regresi : mundur ketingkat perkembangan yang lebih
rendah, dengan respons yang kurang matang dan
biasanya dengan aspirasi kurang.
b. Proyeksi : menyalahkan orang lain mengenai
kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik.
c. Menarik diri/isolasi : memutuskan pelepasan afektif
karena keadaan yang menyakitkan atau memisahkan
sikap-sikap yang bertentangan, dengan tembok-tembok
yang tahan logika.
4. Daya ingat
Perilaku mudah lupa, kurang mampu menjalankan peraturan yang
sudah disepakati, tidak mudah tertarik, klien berulang - ulang
menanyakan sesuatu.
5. Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran terhadap realitas waktu, tempat dan orang
berubah
6. Tingkat konsentrasi
Kemampuan. memperhatikan sesuatu sering terganggu, sukar
menyelesaikan tugas, sulit berkonsentrasi pada kegiatan dan
pekerjaan, perhatian mudah beralih
7. Penilaian /daya tilik diri

c. Akibat
Akibat dari waham klien dapat mengalami kerusakan komunikasi
verbal yang ditandai dengan pikiran tidak realistic, flight of ideas,
kehilangan asosiasi, pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak
mata yang kurang. Akibat yang lain yang ditimbulkannya adalah
beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan. Pasien biasanya
sangat sensitif, argumentatif, mengalami isolasi karena keinginan
sendiri atau pasangan mereka mengabaikan mereka, terjadi disfungsi
pekerjaan dan sosial, dan sikap mereka seperti paranoid.

d. Manifestasi Klinik
Tanda dan gejala
1. Data Subyektif:
 Klien mengungkapkan sesuatu yang diyakininya (tentang
agama, kebesaran, kecurigaan, keadaan dirinya) berulang kali
secara berlebihan tetapi tidak sesuai kenyataan.
 Klien merasa tidak ada yang mau mengerti
 Klien merasa orang lain menjauhi
2. Data Obyektif :
 Menunjukkanpermusuhan
 Curiga pada orang lain
 Klien tampak tidak mempunyai orang lain/menyendiri
 Klien tampak takut, kadang panik dan sangat waspada
 Tidak tepat menilai lingkungan/ realitas
 Ekspresi wajah klien Tegang, mudah tersinggung
 Marah-marah tanpa sebab
 Banyak kata atau banyak bicara dan berulang-ulang.
(Stuart danSunden, 2005)
E. Pohon Masalah
Risikotinggiperilakukekerasan

Perubahansensoriwaham

Isolasisosial :Menarik diri

Hargadirirendahkronis
sumber: Fitria (2009)

F. Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
a. Anti Psikotik
Jenis- jenis obat antipsikotik antara lain :
1) Chlorpromazine
Untuk mengatasi psikosa, premidikasi dalam anestesi, dan
mengurangi gejala emesis. Untuk gangguan jiwa, dosis awal : 3×25
mg, kemudian dapat ditingkatkan supaya optimal, dengan dosis
tertinggi : 1000 mg/hari secara oral.
2) Trifluoperazine
Untuk terapi gangguan jiwa organik, dan gangguan psikotik
menarik diri. Dosis awal : 3×1 mg, dan bertahap dinaikkan sampai
50 mg/hari.
3) Haloperidol
Untuk keadaan ansietas, ketegangan, psikosomatik, psikosis,dan
mania. Dosis awal : 3×0,5 mg sampai 3 mg. Obat antipsikotik
merupakan obat terpilih yang mengatasi gangguan waham. Pada
kondisi gawat darurat, klien yang teragitasi parah, harus diberikan
obat antipsikotik secara intramuskular. Sedangkan jika klien gagal
berespon dengan obat pada dosis yang cukup dalam waktu 6
minggu, anti psikotik dari kelas lain harus diberikan. Penyebab
kegagalan pengobatan yang paling sering adalah ketidakpatuhan
klien minum obat. Kondisi ini harus diperhitungkan oleh dokter
dan perawat. Sedangkan terapi yang berhasil dapat ditandai adanya
suatu penyesuaian sosial, dan bukan hilangnya waham pada klien.
b. Anti parkinson
1) Triheksipenydil (Artane)
Untuk semua bentuk parkinsonisme, dan untuk menghilangkan
reaksi ekstrapiramidal akibat obat. Dosis yang digunakan : 1-15
mg/hari.
2) Difehidamin
3) Dosis yang diberikan : 10- 400 mg/hari.
c. Anti Depresan
1) Amitriptylin
Untuk gejala depresi, depresi oleh karena ansietas, dan keluhan
somatik. Dosis : 75-300 mg/hari.
2) Imipramin
Untuk depresi dengan hambatan psikomotorik, dan depresi
neurotik. Dosis awal : 25 mg/hari, dosis pemeliharaan : 50-75
mg/hari.
d. Anti Ansietas
Anti ansietas digunakan untuk mengotrol ansietas, kelainan
somatroform, kelainan disosiatif, kelainan kejang, dan untuk
meringankan sementara gejala-gejala insomnia dan ansietas. Obat- obat
yang termasuk anti ansietas antara lain:
1) Fenobarbital         : 16-320 mg/hari
2) Meprobamat        : 200-2400 mg/hari
3) Klordiazepoksida    : 15-100 mg/hari
2. Psikoterapi
Elemen penting dalam psikoterapi adalah menegakkan hubungan saling
percaya. Terapi individu lebih efektif dari pada terapi kelompok. Terapis
tidak boleh mendukung ataupun menentang waham, dan tidak boleh terus-
menerus membicarakan tentang wahamnya. Terapis harus tepat waktu,
jujur dan membuat perjanjian seteratur mungkin. Tujuan yang
dikembangkan adalah hubungan yang kuat dan saling percaya dengan
klien. Kepuasan yang berlebihan dapat meningkatkan kecurigaan dan
permusuhan klien, karena disadari bahwa tidak semua kebutuhan dapat
dipenuhi. Terapis perlu menyatakan pada klien bahwa keasyikan dengan
wahamnya akan menegangkan diri mereka sendiri dan mengganggu
kehidupan konstruktif. Bila klien mulai ragu-ragu dengan wahamnya,
terapis dapat meningkatkan tes realitas.
Sehingga terapis perlu bersikap empati terhadap pengalaman internal
klien, dan harus mampu menampung semua ungkapan perasaan klien,
misalnya dengan berkata : “Anda pasti merasa sangat lelah, mengingat apa
yang anda lalui, “tanpa menyetujui setiap mis persepsi wahamnya,
sehingga menghilangnya ketegangan klien. Dalam hal ini tujuannya adalah
membantu klien memiliki keraguan terhadap persepsinya. Saat klien
menjadi kurang kaku, perasaan kelemahan dan inferioritasnya yang
menyertai depresi, dapat timbul. Pada saat klien membiarkan perasaan
kelemahan memasuki terapi, suatu hubungan terapeutik positif telah
ditegakkan dan aktifitas terpeutik dapat dilakukan.
(Townsend, M.C. 2008)

III. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji


a. Data yang perlu dikaji :
1. Kerusakan komunikasi : verbal
 Data subjektif : klien mengungkapkan sesuatu yang tidak
realistik
 Data objektif : Flight of ideas, kehilangan asosiasi,
pengulangan kata-kata yang didengar dan kontak mata
kurang
2. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
 Data subjektif: Klien memberi kata-kata ancaman,
mengatakan benci dan kesal pada seseorang, klien suka
membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika
sedang kesal, atau marah, melukai / merusak barang-barang
dan tidak mampu mengendalikan diri
 Data objektif :Mata merah, wajah agak merah, nada suara
tinggi dan keras, bicara menguasai, ekspresi marah,
pandangan tajam, merusak dan melempar barang-barang.
3. Perubahan isi pikir : waham ( ...)
 Data subjektif :Klien mengungkapkan sesuatu yang
diyakininya ( tentang agama, kebesaran, kecurigaan,
keadaandirinya) berulang kali secara berlebihan tetapi tidak
sesuai kenyataan.
 Data objektif :Klien tampak uutidakmempunyai orang lain,
curiga, bermusuhan, merusak (diri, orang lain, lingkungan),
takut, kadangpanik, sangatwaspada,
tidaktepatmenilailingkungan / realitas,
ekspresiwajahklientegang, mudahtersinggung
(Carpenito, L.J. 2008)
IV. Diagnosa Keperawatan
Gangguan Proses Pikir: Waham
1. Resiko tinggi mencederai diri, orang lain dan lingkungan
2. Kerusakan komunikasi : verbal
V. Rencana Keperawatan
Dx 1: kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan waham
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi kerusakan komunikasi verbal
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan :
a) Bina hubungan. saling percaya: salam terapeutik, perkenalkan diri,
jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat
kontrak yang jelas topik, waktu, tempat).
b) Jangan membantah dan mendukung waham klien: katakan perawat
menerima keyakinan klien “saya menerima keyakinan anda”
disertai ekspresi menerima, katakan perawat tidak mendukung
disertai ekspresi ragu dan empati, tidak membicarakan isi waham
klien.
c) Yakinkan klien berada dalam keadaan aman dan terlindungi:
katakan perawat akan menemani klien dan klien berada di tempat
yang aman, gunakan keterbukaan dan kejujuran jangan tinggalkan
klien sendirian.
d) Observasi apakah wahamnya mengganggu aktivitas harian dan
perawatan diri.

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki


Tindakan :
a) Beri pujian pada penampilan dan kemampuan klien yang
realistis.
b) Diskusikan bersama klien kemampuan yang dimiliki pada
waktu lalu dan saat ini yang realistis.
c) Tanyakan apa yang biasa dilakukan kemudian anjurkan untuk
melakukannya saat ini (kaitkan dengan aktivitas sehari hari dan
perawatan diri).
d) Jika klien selalu bicara tentang wahamnya, dengarkan sampai
kebutuhan waham tidak ada. Perlihatkan kepada klien bahwa
klien sangat penting.
c. Klien dapat mengidentifikasikan kebutuhan yang tidak terpenuhi
Tindakan :
a) Observasi kebutuhan klien sehari-hari.
b) Diskusikan kebutuhan klien yang tidak terpenuhi baik selama
di rumah maupun di rumah sakit (rasa sakit, cemas, marah)
c) Hubungkan kebutuhan yang tidak terpenuhi dan timbulnya
waham.
d) Tingkatkan aktivitas yang dapat memenuhi kebutuhan klien
dan memerlukan waktu dan tenaga (buat jadwal jika mungkin).
e) Atur situasi agar klien tidak mempunyai waktu untuk
menggunakan wahamnya.

d. Klien dapat berhubungan dengan realitas


Tindakan :
a) Berbicara dengan klien dalam konteks realitas (diri, orang lain,
tempat dan waktu).
b) Sertakan klien dalam terapi aktivitas kelompok : orientasi
realitas.
c) Berikan pujian pada tiap kegiatan positif yang dilakukan klien

e. Klien dapat menggunakan obat dengan benar


Tindakan :
a) Diskusikan dengan kiten tentang nama obat, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping minum obat
b) Bantu klien menggunakan obat dengan priinsip 5 benar (nama
pasien, obat, dosis, cara dan waktu).
c) Anjurkan klien membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan
d) Beri reinforcement bila klien minum obat yang benar.

f. Klien dapat dukungan dari keluarga


Tindakan :
a) Diskusikan dengan keluarga melalui pertemuan keluarga
tentang: gejala waham, cara merawat klien, lingkungan
keluarga dan follow up obat.
b) Beri reinforcement atas keterlibatan keluarga.

Dx 2: Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan berhubungan


dengan waham
1. Tujuan Umum :
Klien terhindar dari mencederai diri, orang lain dan lingkungan.
2. Tujuan Khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, empati, sebut
nama perawat dan jelaskan tujuan interaksi.
b) Panggil klien dengan nama panggilan yang disukai.
c) Bicara dengan sikap tenang, rileks dan tidak menantang
d) Beri perhatian dan penghargaan : teman klien walau tidak
menjawab.

b. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan


Tindakan :
a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.
b) Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel/kesal.
c) Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan
klien dengan sikap tenang.

c. Klien dapat mengidentifikasi tanda tanda perilaku kekerasan


Tindakan :
a) Anjurkan klien mengungkapkan yang dialami dan dirasakan
saat jengkel/kesal.
b) Observasi tanda perilaku kekerasan.
c) Simpulkan bersama klien tanda tanda jengkel / kesal yang
dialami klien

d. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa


dilakukan
Tindakan :
a) Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa
dilakukan.
b) Bantu bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan.
c) Tanyakan “apakah dengan cara yang dilakukan masalahnya
selesai?”

e. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.


Tindakan :
a) Bicarakan akibat/kerugian dari cara yang dilakukan.
b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.
c) Tanyakan apakah ingin mempelajari cara baru yang sehat.
f. Klien dapat mengidentifikasi cara konstruktif dalam berespon
terhadap kemarahan.
Tindakan :
a. Beri pujian jika mengetahui cara lain yang sehat.
b. Diskusikan cara lain yang sehat.Secara fisik : tarik nafas dalam
jika sedang kesal, berolah raga, memukul bantal / kasur.
c. Secara verbal : katakan bahwa anda sedang marah atau kesal /
tersinggung
d. Secara spiritual : berdo’a, sembahyang, memohon kepada
Tuhan untuk diberi kesabaran.

g. Klien dapat mengidentifikasi cara mengontrol perilaku kekerasan


Tindakan :
a) Bantu memilih cara yang paling tepat.
b) Bantu mengidentifikasi manfaat cara yang telah dipilih.
c) Bantu mensimulasikan cara yang telah dipilih.
d) Beri reinforcement positif atas keberhasilan yang dicapai dalam
simulasi.
e) Anjurkan menggunakan cara yang telah dipilih saat jengkel /
marah.

h. Klien mendapat dukungan dari keluarga.


Tindakan :
a. Beri pendidikan kesehatan tentang cara merawat klien melalui
pertemuan keluarga.
b. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
i. Klien dapat menggunakan obat dengan benar (sesuai program)
Tindakan :
a. Diskusikan dengan klien tentang obat (nama, dosis, frekuensi,
efek dan efek samping)
b. Bantu klien mengunakan obat dengan prinsip 5 benar (nama
klien, obat, dosis, cara dan waktu)
c. Anjurkan untuk membicarakan efek dan efek samping obat
yang dirasakan.

Dx 3: Perubahan isi pikir : waham ( …….. ) berhubungan dengan harga


diri rendah
1. Tujuan umum :
Klien tidak terjadi gangguan konsep diri : harga diri rendah/klien akan
meningkat harga dirinya.
2. Tujuan khusus :
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Tindakan :
a) Bina hubungan saling percaya : salam terapeutik, perkenalan
diri, jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang
tenang, buat kontrak yang jelas (waktu, tempat dan topik
pembicaraan)
b) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan
perasaannya
c) Sediakan waktu untuk mendengarkan klien
d) Katakan kepada klien bahwa dirinya adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong
dirinya sendiri

b. Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimiliki
Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Hindarkan memberi penilaian negatif setiap bertemu klien,
utamakan memberi pujian yang realistis
c) Klien dapat menilai kemampuan dan aspek positif yang
dimiliki

c. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan


Tindakan :
a) Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
b) Diskusikan pula kemampuan yang dapat dilanjutkan setelah
pulang ke rumah

d. Klien dapat menetapkan / merencanakan kegiatan sesuai dengan


kemampuan yang dimiliki
Tindakan :
a) Rencanakan bersama klien aktivitas yang dapat dilakukan
setiap hari sesuai kemampuan
b) Tingkatkan kegiatan sesuai dengan toleransi kondisi klien
c) Beri contoh cara pelaksanaan kegiatan yang boleh klien
lakukan

e. Klien dapat melakukan kegiatan sesuai kondisi dan kemampuan


Tindakan :
a) Beri kesempatan mencoba kegiatan yang telah direncanakan
b) Beri pujian atas keberhasilan klien
c) Diskusikan kemungkinan pelaksanaan di rumah

f. Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang ada


Tindakan :
a) Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat
klien
b) Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat
c) Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah
d) Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga
STRATEGI PELAKSANAAN (SP)

Masalah Utama : Waham

A. PROSES KEPERAWATAN
1. KondisiKlien
Klien mengatakan bahwa dia adalah nabi, tampak selalu memakai pakaian
putih, tampak bicara banyak, mendominasi pembicaraan.
2. DiagnosaKeperawatan :
Gangguan Proses Pikir: Waham

B. STRATEGI PELAKSANAAN
1. Tindakan keperawatan untuk pasien
Tujuan
a. Pasien dapat berorientasi kepada realitas secara bertahap
b. Pasien dapat memenuhi kebutuhan dasar
c. Pasien mampu berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan
d. Pasien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya; mengidentifikasi
kebutuhan yang tidak terpenuhi dan cara memenuhi kebutuhan;
mempraktekkan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi
ORIENTASI:
“Selamat pagi, perkenalkan nama saya I Wayan Aditya Harymbawa, panggil saya
Adit. Saya mahasiswa Keperawatan Universitas Ngudi Waluyo Ungaran, saya
merawat bpk selama 3 minggu. Nama bapak siapa, senangnya dipanggil apa?”
“Bisa kita berbincang-bincang tentang apa yang pak R rasakan sekarang?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang, pak?”
KERJA:
“Saya mengerti pak R merasa bahwa pak R adalah seorang nabi, tapi setahu saya
semua nabi sudah tidak adalagi, bisa kita lanjutkan pembicaraan yang tadi
terputus pak?”
“Tampaknya pak R gelisah sekali, bisa bpk ceritakan apa yang pak R rasakan?”
“O... jadi pak R merasa takut nanti diatur-atur oleh orang lain dan tidak punya
hak untuk mengatur diri mas sendiri?”
“Siapa menurut pak R yang sering mengatur-atur diri pak?”
“Jadi ibu yang terlalu mengatur-ngatur ya pak, juga kakak dan adik bapak yang
lain?”
“Kalau bapak sendiri inginnya seperti apa?”
“O... bagus pak sudah punya rencana dan jadual untuk diri sendiri”
“Coba kita tuliskan rencana dan jadual tersebut pak”
“Wah..bagus sekali, jadi setiap harinya pak ingin ada kegiatan diruangan ini ya.
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan pak setelah berbincang-bincang dengan saya?”
”Apa saja tadi yang telah kita bicarakan? Bagus”
“Bagaimana kalau jadual ini bapak coba lakukan, setuju pak?”
“Bagaimana kalau saya datang kembali dua jam lagi?”
”Kita bercakap-cakap tentang kemampuan yang pernah bapak miliki? Mau di
mana kita bercakap-cakap? Bagaimana kalau di sini lagi?”

SP 2 : Mengidentifikasi kemampuan positif pasien dan membantu


mempraktekannya.
Orientasi : :
“Assalamualaikum pak R, bagaimana perasaannya saat ini? Bagus”
“Apakah pak R sudah mengingat-ngingat apa saja hobi atau kegemaran
pak R?” “Bagaimana kalau kita bicarakan hobi tersebut sekarang?”
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang tentang hobi pak R tersebut?”
“Berapa lama pak R mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20
menit?”
Kerja :
“Apa saja hobi pak R? Saya catat ya pak, terus apa lagi?” “Wah,
rupanya pak R pandai main suling ya.” “Bisa pak R ceritakan kepada saya
kapan pertama kali belajar main Suling, siapa yang dulu mengajarkannya
kepada pak R, dimana?” “Bisa pak R peragakan kepada saya bagaiman
bermain suling yang baik itu.” “Wah, bagus sekali pak. Bagaimana kalau
kita buat jadwal untuk kemampuan pak R ini. Berapa kali sehari/seminggu
pak R mau bermain suling?” “Apa yang pak R harapkan dari kemampuan
bermain suling ini?” “Ada tidak hobi atau kemampuan pak R yang lain
selain bermain suling?”

Terminasi :
“Bagaimana perasaan pak R setelah kita berbincang-bincang
tentang hobi dan kemampuan pak R?” “Setelah ini coba pak R lakukan
latihan bermain suling sesuai denga jadwal yang telah kita buat ya?”
“Bagaimana kalau bincang-bincang kita saat ini kita akan lanjutkan lagi.”
“Bagaiman kalau nanti sebelum makan siang? Nanti kita ketemuan di
taman saja, setuju pak?” “Nanti kita akan membicarakan tentang obat yang
harus pak R minimum, setuju?”

SP 3 : Mengajarkan dan melatih cara minum obat yang benar


Orientasi :
“Assalamualaikum pak R.” “Bagaimana pak, sudah dicoba latihan
main sulingnya? Bagus sekali.” “Sesuai dengan janji kita tadi, kita akan
membicarakan tentang obat yang harus pak R minum, Bagaimana kalau
kita mulai sekarang pak?” “Berapa lama pak R mau kita
membicarakannya? Bagaimana kalau 20 atau 30 menit saja?”

Kerja :
“Pak R berapa macam obat yang diminum, jam berapa saja obat
yang diminum?”“Pak R perlu minum obat ini agar pikirannya jadi tenang,
tidurnya juga tenang.” “Obatnya ada tiga macam pak, yang warnanya
oranye namanya CPZ gunanya agar tenang, yang putih ini namanya THP
gunanya agar rileks, dan yang merah jambu ini namanya HLP gunanya
agar pikiran jadi teratur. Semuanya ini diminum 3 kali sehari, jam 7 pagi,
jam 1 siang, dan jam 7 malam.” “Bila nanti setelah minum obat mulut pak
R terasa kering, untuk membantu mengatasinya pak R bisa banyak minum
dan mengisap-isap es batu.” “Sebelum minum obat ini pak R mengecek
dulu label dikotak obat apakah benar nama pak R tertulis disitu, berapa
dosis atau butir yang harus diminum, jam berapa saja harus diminum.
Baca juga apakah nama obatnya sudah benar!” “Obat-obat ini harus
diminum secara teratur dan kemungkinan besar harus diminum dalam
waktu yang lama. Agar tidak kambuh lagi, sebaiknya pak R tidak
menghentikan sendiri obat yang harus diminum sebelum berkonsultasi
dengan dokter.”

Terminasi :
“Bagaiman perasaan pak R setelah kita becakap-cakap tentang obat
yang pak R minum? Apa saja nama obatnya? Jam berapa minum obat?”
“Mari kita masukkan pada jadwal kegiatan! Jangan lupa minum obatnya
dan nanti saat makan minta sendiri obatnya pada perawat!” “Jadwal yang
telah kita buat kemarin dilanjutkan ya pak!” “Pak besok kita ketemu lagi
untuk melihat jadwal kegiatan yang telah dilaksanakan. “Bagaimana kalau
seperti biasa, jam 10 dan ditempat sama?” “Sampai besok ya pak”
DAFTAR PUSTAKA

Aziz R, dkk. Pedoman asuhan keperawatan jiwa. Semarang: RSJD Dr. Amino
Gondoutomo. 2003
Keliat Budi Ana. 2009. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi I, Jakarta :
EGC
Nita Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan untuk 7 Diagnosis
Keperawatan Jiwa Berat. Jakarta: SalembaMedika.
Stuart GW, Sundeen.2005. Principles and Practice of Psykiatric Nursing (5 th
ed.) St.Louis Mosby Year Book
Townsend,M.C.2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan Pada Keperawatan
Psikitari (terjemahan), Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran : EGC

Anda mungkin juga menyukai