Anda di halaman 1dari 20

REAKSI PSIKOSOSIAL TERHADAP PENYAKIT DI KALANGAN ANAK

PENDERITA TALASEMIA MAYOR DI KOTA BANDUNG

Mulyani dan Adi Fahrudin

ABSTRAK
Artikel ini didasarkan pada penelitian tentang Reaksi Psyhcosocial untuk Sakit antara Anak Dengan
Thalassaemia Mayor di Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang (1)
karakteristik responden, (2) kecemasan kesehatan (3) keyakinan pasien terhadap penyakitt, (4)
Persepsi penyakit dari pandangan psikologis dan somatik, (5) pertahanan diri yang efektif dari
reaksi sakit, (6) reaksi gangguan afektif, (7) reaksi penolakan pasien terhadap penyakit, (8) reaksi
marah terhadap penyakit yang dialami responden. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif
dengan pendekatan kuantitatif. Sampling yang digunakan Sensus. Teknik pengumpulan data
menggunakan kuesioner. Analisis data menggunakan SPSS 18,00. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa reaksi psikososial terhadap penyakit dikalangan anak-anak dengan kasus Talasemia
Mayor terlihat dalam kategori reaksi psyhosocial sedang. Masalah utama adalah responden
tidak sepenuhnya menerima talasemia mayor sebagai bagian dari kehidupan mereka, karenanya,
diperlukan upaya untuk menangani masalah Reaksi Psikososial terhadap Penyakit dengan Program
Bantuan Psikososial untuk Anak-anak Dengan Talasemia Mayor melalui Kelompok Bantu Diri.
Program ini diharapkan dapat memberikan penguatan emosional pasien talasemia, sehingga ada
penerimaan yang talasemia adalah bagian dari kehidupan mereka. Untuk menjalankan program

pihak lain baik POPTI, administrator, relawan dan pekerja sosial.


Kata Kunci: Anak, Talasemia, Talasemia Mayor,Reaksi Psikososial, Intervensi

ABSTRACT
This article based on the research about Psyhcosocial Reaction to Illness Among Children With
Major Thalassaemia in Bandung City. This research was aimed to obtain and analysis about (1)
Respondent characteristic, (2) Health anxiety, (3) Patient belief on Illness, (4) The Perception
of illness from psychological and somatic sight, (5) The Effective self-defence reaction, (6)
Reaction of the effective disturbance, (7) Refusel reaction of patient toward illness, (8) Angry
Reaction from the disease experienced. The research used descriptive method with quantitative
approach. The sampling used census. The collecting data technique used questionnaire. The data
analysis technique used SPSS 18,00. The research result showed that the psychosocial reaction to
illness among the children with major thalassaemia case study on Thalassaemia Patient Parent
Association (POPTI) Bandung City looked in the middle psyhosocial reaction. The main problem

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 157


is the respondent not fully accept major thalassaemia as part of their life, hence, it is needed an
effort to handle the problem of Psychosocial Reaction to Illness with Psychosocial Assistance
Program for Children With Major Thalassaemia Througth Self-Help Group. This program is
expected to provide emotional strengthening the thalassaemia patients, so there is acceptance that

the plan it needs cooperation and support from other parties both POPTI, administrator, volunteer
and social workers.
Keyword: Children, Thalassaemia, Major Thalassaemia, Psychosocial Reaction, Intervention

I. PENDAHULUAN mulanya disebabkan karena imigrasi penduduk


Penderita penyakit talasemia di Indonesia yang diperkirakan berasal dari Cina Selatan
tergolong tinggi dan termasuk dalam negara yang dikelompokkan dalam dua periode.
yang berisiko tinggi, setiap tahunnya 3.000 Kelompok periode migrasi pertama diduga
bayi yang lahir berpotensi terkena talasemia. memasuki Indonesia sekitar 3.500 tahun yang
Prevalensi carrier (pembawa sifat) talasemia lalu disebut Protomelayu (melayu awal) dan
di Indonesia mencapai sekitar 3-8 persen. Jika kelompok periode migrasi kedua diduga 2.000
diasumsikan terdapat 5 persen carrier dan tahun yang lalu disebut Deutromelayu (melayu
angka kelahiran 23 per mil dari total populasi akhir) dengan fenotif Mongoloid yang kuat.
240 juta jiwa. Maka diperkirakan terdapat Keseluruhan populasi ini menjadi hunian
3000 bayi penderita talasemia setiap tahunnya kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan,
(Soelaeman,2010). Talasemia menyerang balita Sulawesi, Pulau Jawa, Sumatera, Nias, Sumba
dan anak-anak, karena penyakit ini merupakan dan Flores.
penyakit genetik, jumlah penderita talasemia Talasemia adalah sekelompok penyakit
di Jawa Barat mencapai ribuan, namun baru keturunan yang merupakan akibat dari
tercatat sekitar 800 orang. Setiap kelahiran ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari
bayi di Jawa Barat, 23 persen diantaranya keempat rantai asam amino yang membentuk
membawa sifat talasemia, penderita talasemia hemoglobin. Talasemia dibedakan menjadi
masih bisa diobati hingga puluhan tahun, dua jenis, jenis yang pertama Talasemia Minor
jika penderita talasemia akut sejak bayi tidak atau pembawa sifat yaitu, penderita talasemia
diobati, penderita akan bertahan hidup tetapi mereka tidak sakit. Mereka adalah orang
Penyakit talasemia ini terdapat di seluruh yang sehat dan normal tetapi mereka sedikit
dunia dan penyebarannya tidak tergantung menderita anemia dan jenis yang kedua yaitu,
pada iklim, tetapi lebih banyak dijumpai pada talasemia mayor/homozygous beta adalah
negara-negara berkembang di daerah tropis. suatu penyakit darah yang berat diderita sejak
Penyebaran talasemia di Indonesia awal lahir. Penderita talasemia mayor tidak dapat

158 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


membentuk hemoglobin yang cukup dalam bagi penderita talasemia, reaksi yang
darah mereka sehingga memerlukan transfusi ditimbulkan berbeda-beda bagi setiap orang
darah seumur hidup untuk mempertahankan tergantung pada bagaimana orang tersebut
hidupnya. Talasemia adalah penyakit genetik menterjemahkan rasa sakit yang dideritanya
yang diturunkan secara autosomal resesif dan perawatan yang dijalani. Seperti yang
menurut hukum Mendel dari orangtua pada dikemukakan oleh Adi Fahrudin (2004:38)
anak-anaknya. Penyakit talasemia meliputi bahwa reaksi psikososial terhadap penyakit
suatu keadaan penyakit dari gejala klinis yang adalah bervariasi pada setiap orang, dari reaksi
paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut sedih hingga pada gangguan mental emosional
talasemia minor atau talasemia trait (carrier: yang parah seperti depresi. Pada penderita
pengemban sifat) hingga yang paling berat talasemia mayor yang melakukan tranfusi
(bentuk homozigot) yang disebut talasemia secara rutin seringkali menunjukkan reaksi
mayor. Bentuk heterozigot diturunkan oleh psikososial dan pengalaman buruk diantaranya
salah satu orangtuanya yang mengidap dengan ditandai rasa malas, hilangnya nafsu
penyakit talasemia, sedangkan bentuk makan, mengalami penurunan berat badan,
homozigot diturunkan oleh kedua orangtuanya sulit berkosentrasi, susah tidur, mudah capek,
yang mengidap penyakit talasemia. gangguan mood, merasa tidak punya harapan
dan muncul pikiran-pikiran tentang kematian
Penderita talasemia mayor hidupnya
atau bunuh diri. Selain itu reaksi psikososial
dapat dipertahankan dengan transfusi darah
ini mengakibatkan penderita talasemia
yang dapat menimbulkan berbagai efek yaitu
mengalami ketakutan akan kematian, tidak
tertularnya penyakit lewat transfusi seperti
bisa meneruskan rencana-rencana hidupnya,
penyakit hepatitis B,C, dan HIV. Selain itu
perubahan citra diri, konsep diri dan percaya
pemberian transfusi darah yang berulang-ulang
diri, perubahan peran sosial dan life style, serta
dapat menimbulkan komplikasi hemosiderosis
dan hemokromatis yang menimbulkan
yang mempengaruhi kehidupan penderita.
penimbunan zat besi dalam jaringan tubuh
Reaksi psikososial ini akan menimbulkan
sehingga dapat menyebabkan kerusakan
penurunan kualitas kesehatan, sehingga
organ-organ tubuh seperti: hati, limpa, ginjal,
penderita yang mengalami depresi dalam
jantung, tulang dan pankreas. Tanpa transfusi
dirinya akan merasakan situasi yang menekan
yang memadai penderita talasemia mayor akan
khususnya di usia anak-anak antara 12-18
tahun dimana usia ini merupakan usia tumbuh
yang dialami oleh penderita talasemia mayor
dan berkembang serta pencapaian jati diri
yaitu luka terbuka di kulit (ulkus, borok),
seseorang.
pembesaran limpa, batu empedu, badan
berwarna kuning, lemah, letih, lesu, lemas, dan Reaksi psikososial yang dialami
jantung berdebar-debar. penderita ini terutama anak-anak sering
kali memunculkan sikap rendah diri yang
Rutinitas transfusi dan perawatannya
mempengaruhi karakteristik kepribadian
berdampak pada reaksi psikolososial
dan psikis. Beberapa hambatan psikis dan

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 159


sosial ini akan mempengaruhi perkembangan dari aspek keyakinan penderita terhadap
diri, keyakinan diri terhadap masa depannya penyakit
karena penyakit yang dideritanya. Jika reaksi 4. Mengkaji reaksi psikososial responden
psikososial yang ditunjukkan anak positif, dari aspek persepsi sakit di pandang dari
anak akan memberi dorongan, kekuatan dan psikologis dan somatik
keberanian untuk bertindak positif dalam 5. Mengkaji reaksi psikososial responden dari
bentuk penerimaan dan kesiapan menjalankan aspek reaksi menahan diri afektif
tugas atau melakukan sesuatu. Sebaliknya
6. Mengkaji reaksi psikososial responden dari
reaksi psikososial yang ditunjukkan anak aspek gangguan afektif.
negatif, maka beban emosi pun muncul dan
7. Mengkaji reaksi psikososial responden
mendorong respon negatif dalam bentuk
dari aspek penolakan penderita terhadap
antagonis atau penghindaran pada tugas-tugas
penyakit
kehidupannya.
8. Mengkaji reaksi psikososial responden dari
Reaksi psikososial inilah yang menjadi aspek marah akibat penyakit yang dialami
gambaran bagaimana anak penderita talasemia
menjalani kehidupan dengan kualitas III. METODE PENELITIAN
kesehatan, tekanan psikis, dan konsep diri yang
akan dialaminya selama menjalankan rutinitas Desain Penelitian
hidup yang bergantung pada tranfusi darah. Metode yang digunakan dalam penelitian
Dengan memperhatikan reaksi psikososial ini adalah metode deskriptif yang bertujuan
anak penderita talasemia, maka maka peneliti untuk menggambarkan suatu keadaan yang
tertarik melakukan penelitian dengan mengenai sebenarnya mengenai suatu obyek penelitian
Reaksi Psikososial Terhadap Penyakit pada secara sistematis, faktual dan akurat terhadap
Anak Penderita Talasemia Mayor” suatu fenomena yang tampak atau sebagaimana
adanya.
II. TUJUAN PENELITIAN
Sumber Data, Populasi dan Penarikan
Secara umum tujuan penelitian ini
Sampel
dimaksudkan untuk mengkaji bagaimana
reaksi psikososial terhadap penyakit anak Sumber Data
penderita Talasemia Mayor di Kota Bandung. Penelitian ini perlu dilengkapi oleh
Selanjutnya secara khusus tujuan penelitian berbagai sumber. Sumber data dalam penelitian
tersebut diuraikan ke dalam aspek-aspek tujuan ini adalah anak penderita talasemia mayor yang
sebagai berikut : bergabung POPTI Kota Bandung sebanyak 30
1. Mengkaji karakteristik responden. anak berusia 12-18 tahun.
2. Mengkaji reaksi psikososial responden dari Subjek
aspek kecemasan terhadap kesehatan
Subjek dalam penelitian ini adalah anak
3. Mengkaji reaksi psikososial responden penderita talasemia mayor di POPTI Kota

160 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


Bandung dengan jumlah 30 anak berusia adalah validitas isi atau validitas muka. Validitas
12-18 tahun. Pada penelitian ini, peneliti isi yaitu mempersoalkan apakah isi dari alat
tidak melaksanakan penarikan sampel tetapi ukur (bahannya, topiknya, substansinya)
melakukan sensus yang artinya semua anggota ini cukup representatif, sedangkan validitas
populasi dengan jumlah 30 anak penderita muka berhubungan dengan penilaian para ahli
talasemia mayor berusia 12-18 tahun yang terhadap suatu alat ukur.
akan dijadikan sampel penelitian.
Relibilitas Alat Ukur
Teknik Pengumpulan Data Cara untuk menentukan reliabilitas alat
Angket merupakan pengumpulan data ukur dalam penelitian ini menggunakan metode
yang dilakukan dalam bentuk kuesioner atau Alpha Cronbach, yaitu dengan menghitung
daftar pertanyaan tertulis yang menyangkut
masalah penelitian dan jawabannya diisi oleh
responden. Untuk mendapatkan data yang kelayakan instrumen dicobakan terhadap
akurat dari responden, walaupun responden 15 responden dan hasil uji coba ini terpakai.
dapat membaca dan menulis peneliti tetap akan Adapun hasil yang diperoleh dalam uji coba
mendampingi dalam mengisi angket. Instrumen terpakai tersebut, setelah dihitung dengan
yang digunakan adalah Illness Behavior menggunakan rumus Alpha Cronbach, maka
Questionnaire (IBQ) dari Pilowsky dan
Spence (1983) disusun dengan menggunakan tersebut, reliabilitas instrumen tersebut adalah
skala Guttman yaitu teknik penskalaan yang baik dan dapat digunakan sebagai alat ukur
dipergunakan untuk mendapatkan jawaban dalam penelitian tentang Reaksi Psikososial
yang tegas terhadap suatu permasalahan yang Anak Penderita Talasemia Mayor di POPTI
di tanyakan. Skala Guttman dalam penelitian kota Bandung karena telah reliabel.
ini menggunakan kategori jawaban ya dan
tidak, dengan skor Ya berbobot 1 dan Tidak IV. DESKRIPSI HASIL PENELITIAN
berbobot 0.
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Validitas dan Realibilitas Alat Ukur Perhimpunan Orang Tua Penderita
Validitas Alat Ukur Talasemia atau lebih dikenal dengan POPTI
merupakan wadah persatuan dari para orang
Pengujian validitas adalah suatu ukuran
tua dan penderita talasemia baik yang mayor
yang mengajukan tingkat kevalidan suatu
maupun minor. Kota Bandung merupakan suatu
instrumen penelitian. Sebuah instrumen
daerah di Jawa Barat yang penduduknya cukup
penelitian dikatakan valid apabila mampu
banyak mendeita penyakit Talasemia. Tercatat
mengukur yang diinginkan dan dapat
yang menjadi anggota POPTI Kota Bandung
mengungkap data dari variabel yang diteliti
sebanyak 150 orang yang aktif melakukan
secara tepat. Jenis pengujian data atau validitas
transfusi darah secara berkesinambungan
alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini
sebulan sekali bahkan dua minggu sekali.

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 161


Adapun tujuan dari POPTI ini adalah 5 Pekerjaan
membantu meringankan beban para penderita Orangtua
dan mencegah semakin meningkatnya Wiraswasta 9 30
penderita talasemia khususnya di wilayah PNS 6 20
Kota Bandung dan turut serta menyelamatkan Buruh 15 50
generasi penerus bangsa yang bebas dari 6 Pembiayaan
Perawatan
penyakit talasemia.
Askes 5 16,7
Gakinda 25 83,3
Karakteristik Responden
Responden dalam penelitian ini adalah Data pada Tabel 1, menunjukkan bahwa
anak penderita talasemia mayor yang berusia jumlah responden terbesar 60 persen adalah
antara 12-18 tahun di Perhimpunan Orangtua perempuan, sedangkan jumlah responden
Penderita Talsemia (POPTI) Kota Bandung. laki-laki adalah sebanyak 40 persen, dan
Karakteristik responden berdasarkan jenis sebagian besar responden berpendidikan
kelamin dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini: SLTA (73,3 persen). Data pada tabel 1 juga
menunjukkan kelompok usia responden yang
Tabel 1. Karakteristik Responden paling banyak adalah usia 17 tahun atau 26,7
Juli 2010 persen. Sedangkan kelompok usia responden
No Variabel Jumlah Persen yang paling sedikit adalah usia 12 tahun yaitu
satu responden atau 3,3 persen. Selain itu
1 Jenis Kelamin
Laki-laki 12 40 berdasarkan lamanya transfusi darah, 26,7
Perempuan 18 60 persen responden menjalani transfusi darah
kurang dari 1 tahun sedangkan sebanyak 46,6
2 Tingkat persen responden menjalani transfusi darah
Pendidikan
SLTP 8 26,7
lebih dari 5 tahun. Berdasarkan pekerjaan
SLTA 22 73,3 orang tua, sebagian besar pekerjaan orang
tua responden (50 persen) bekerja sebagai
3 Usia buruh, sedangkan sebanyak 30 persen
12 1 3,3
13 4 13,3
wiraswasta dan sebanyak 20 persen orang tua
14 3 10,0 responden bekerja sebagai PNS. Pada tabel
15 2 6,7 1 juga menunjukkan karakteristik responden
16 6 20,0 berdasarkan penanggung biaya transfusi darah.
17 8 26,7 Instansi yang lebih besar dalam pengambilan
18 6 20,0 andil biaya transfusi darah responden sebanyak
85persen berasal dari Gakinda, sisanya
4 Lama Transfusi
8 26,7 sebanyak 15 persen berasal dari Askes.
1-5 Th 8 26,7
14 46,6

162 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


V. REAKSI PSIKOSOSIAL dengan transfusi darah dan penyuntikan
TERHADAP PENYAKIT desferal sehingga berujung ke kematian,
sedangkan 6,7 persen responden tidak
Tingkat Kecemasan Terhadap merasakan khawatir karena adanya alat-alat
Kesehatan kedokteran yang canggih dan modern sehingga
Kesehatan merupakan dambaan bagi memudahkan responden untuk mengikuti
setiap manusia, dengan mempunyai tubuh perkembangan mengenai kesehatan dalam
yang sehat manusia bisa melakukan apa saja dirinya.
tanpa adanya gangguan. Seseorang yang
b. Kesensitifan responden untuk
mengetahui bahwa dirinya mengidap suatu
merasakan sakit dibandingkan dengan
penyakit tentunya mengalami perasaan cemas
oranglain. Hasil penelitian menunjukkan
tak terkecuali bagi responden yang menderita
bahwa sebanyak 66,7 persen responden sering
penyakit talasemia mayor ditunjukkan dengan
merasa pusing, lemah, letih, lesu, lunglai dalam
adanya perilaku khawatir, panik, takut,
tubuhnya yang dirasakan setiap waktu dan
mencari informasi solusi pengobatan, sensitif,
dimanapun responden berada secara tiba-tiba.
hingga menyalahkan orang lain. Berdasarkan
sedangkan 33,3 persen responden memberikan
tabel 2, tingkat kecemasan terhadap kesehatan jawaban tidak sensitif dalam merasa sakit
secara umum berada pada tingkat sedang (56.7
dibandingkan orang lain karena responden
persen) dan tingkat tinggi (33.3 persen).
menganggap bahwa seseorang memiliki daya
Tabel 2. Kecemasan Terhadap Kesehatan tahan tubuh (imuns) yang berbeda sehingga
Juli 2010
No Range Kategori Jumlah Persen sakit.
Nilai
c. Ketakutan responden terhadap
1 15 – 20 Rendah 3 10.0
penyakit yang diderita. Hasil penelitian
2 21 – 24 Sedang 17 56.7 menunjukkan bahwa sebanyak 63,3persen
3 25 – 30 Tinggi 10 33.3
responden merasakan ketakutan yang amat
mendalam terhadap penyakit yang dideritanya
Jumlah 30 100 karena harus transfusi darah seumur hidup
untuk mempertahankan hidupnya selain itu
transfusi darah juga memberikan dampak dan
Indikatornya adalah sebagai berikut:
resiko timbulnya penyakit baru seperti HIV/
a. Kekhawatiran responden terhadap AIDS, Hepatitis, gagal ginjal dan pembocoran
kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan paru-paru. Selanjutnya 36,7persen responden
bahwa sebanyak 93,3 persen responden memberikan jawaban tidak takut terhadap
merasakan khawatir terhadap kesehatannya penyakit talasemia mayor yang dideritanya
disebabkan adanya pemikiran bahwa penyakit karena beranggapan bahwa penyakit talasemia
talasemia mayor adalah penyakit yang tidak mayor merupakan penyakit yang tidak perlu
bisa disembuhkan hanya bisa dipertahankan ditakuti melainkan dijalankan.

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 163


d. Kebanyakan orang merasa kasihan Tabel 3. Keyakinan Penderita Terhadap Penyakit
kepada responden ketika sakit. Hasil penelitian Juli 2010
menunjukkan bahwa sebanyak 100 persen
responden orang lain merasa kasihan terutama No Range Kategori Jumlah Persen
Nilai
keluarga dan teman-teman dekat responden
1 12 – 15 Rendah 0 0
ketika responden sakit. Hal ini dengan
ditunjukkannya rasa empati keluarga dan 2 16 – 19 Sedang 1 3.3
teman-teman responden. 3 20 - 24 Tinggi 29 96.7
Jumlah 30 100
e. Gangguan pemikiran responden
adanya kemungkinan tiba-tiba mengalami Penjelasan ini diperoleh dari hasil jawaban
jatuh sakit. Hasil penelitian menunjukkan pertanyaan pada indikator yang dominan
bahwa sebanyak 86,7 persen memiliki dari aspek keyakinan terhadap penyakit.
pemikiran tiba-tiba mengalami jatuh sakit Indikatornya adalah sebagai berikut:
karena kesehatan responden tergantung dengan
kadar Hemoglobin/HB, dan kadar Hemoglobin a. Keyakinan responden adanya sesuatu
tidak bisa dipastikan kapan akan turun dan naik yang tidak beres di dalam tubuhnya. Hasil
sehingga kesehatan responden jarang stabil. penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 93,3
Selanjutnya 13,3 persen, responden tidak persen responden meyakinkan adanya sesuatu
memikirkan hal tersebut apabila petunjuk dari yang tidak beres didalam tubuhnya karena
dokter dipatuhi dan dilaksanakan. adanya perbedaan dengan orang yang sehat
yaitu tidak berfungsinya secara normal sumsum
Keyakinan Penderita Terhadap tulang belakang dalam memproduksi sel darah
Penyakit merah sehingga sel darah merah reponden
mati sebelum waktunya. Sedangkan 6,7 persen
Keyakinan terhadap suatu penyakit yang
responden tidak meyakinkan adanya sesuatu
diderita oleh responden akan berpengaruh
yang tidak beres dengan tubuhnya karena
terhadap perilaku mencari bantuan dan solusi
responden menganggap dirinya sehat hanya
untuk kesembuhan. Keyakinan terhadap
memerlukan tranfusi darah dan penyuntikan
penyakit yang dirasakan oleh majoritas
desferal.
responden adalah tinggi (96.7 persen) yang
mempunyai makna keyakinan responden b. Kesadaran responden adanya penyakit
adalah negative sebagaimana terlihat pada dalam tubuhnya. Hasil penelitian menunjukkan
Tabel 3 berikut ini: bahwa sebanyak 90,0 persen responden
menyadari adanya penyakit dalam tubuhnya
semenjak divonis/hasil pemeriksaan oleh dokter
dengan diberikan fakta-fakta dan bukti-bukti
(hasil laboratorium) yang dipadukan dengan
kondisi yang dialami dan dirasakan oleh
responden. Sedangkan 10,0 persen responden

164 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


tidak menyadari karena dengan menyadari
penyakit yang ada didalam tubuhnya membuat dalam diri responden. Umumnya persepsi
responden putus asa. terhadap sakit dipandang dari psikologis dan
somatik adalah tinggi sebagaimana terlihat
c. Usaha responden untuk menjelaskan
pada Tabel 4 berikut ini.
kepada orang lain mengenai penyakit yang
dirasakan responden. Hasil penelitian Tabel 4. Persepsi sakit di pandang dari psikologis
dan somatik Juli 2010
menunjukkan bahwa sebanyak 90,0 persen
responden berusaha menjelaskan kepada orang
No Range Kategori Jumlah Persen
lain mengenai penyakit yang dirasakan, usaha
Nilai
ini dilakukan agar orang lain peduli dan faham
1 7–8 Rendah 0 0
mengenai penyakit talasemia serta mengurangi
2 9 – 10 Sedang 7 23.3
tingkat perkembangan jumlah penderita
talasemia. Sedangkan 10,0 persen responden 3 11 - 14 Tinggi 23 76.7
tidak menjelaskan ke oranglain mengenai Jumlah 30 100
penyakitnya karena akan membuat khawatir
dan perasaan cemas bagi orang yang diceritain. Berdasarkan Tabel 4, persepsi sakit
dipandang psikologis dan somatik berada
d. Kemudahan responden untuk
pada kategori tinggi sebanyak 76,3 persen,
berkonsultasi kepada dokter. Hasil penelitian
sedangkan sebanyak 23,3 persen responden
menunjukkan bahwa sebanyak 93,3 persen
berada pada kategori sedang. Penjelasan ini
responden mudah untuk melakukan konsultasi
diperoleh dari hasil jawaban pertanyaan pada
kepada dokter karena tersedianya pelayanan
indikator yang dominan dari aspek persepsi
kesehatan seperti: Puskesmas di setiap
sakit dipandang dari psikologis dan somatik .
kecamatan, RSUD (Rumah Sakit Umum
Indikatornya adalah sebagai berikut:
Daerah). Berdirinya Rumah Sakit swasta,
adanya poliklinik yang mudah dijangkau oleh a. Pemikiran responden bahwa dirinya
responden setiap saat jika mengalami kondisi lebih bertanggung jawab terhadap penyakit
badan yang menurun, sedangkan 6,7 persen yang dideritanya daripada orang lain. Hasil
responden merasa sulit untuk berkonsultasi penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 83,3
kepada dokter dengan alasan keterbatasan persen responden merasa lebih bertanggung
sumber biaya. jawab terhadap penyakitnya karena responden
yang lebih mengetahui kondisi badan atau
Persepsi Sakit dari Psikologis dan kesehatan responden. Sedangkan 16,7 persen
Somatik responden tidak mempunyai pemikiran bahwa
Setiap responden dalam mempersepsikan dirinya lebih bertanggung jawab dibandingkan
sakitnya berbeda-beda, baik dari segi psikologis dengan orang lain mengenai kesehatannya,
atau emosional yang ditampilkan oleh karena selama ini orang-orang di sekitar
responden dan dalam segi somatik atau tanda- responden yang lebih bertanggung jawab dan
overprotectif seperti orangtua dan lingkungan

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 165


sekitar responden terhadap penyembuhan dijalnkan. Sedangkan 23,3 persen responden
penyakit responden. tidak meyakini hal tersebut dikarenakan masih
ada kesulitan yang ada dalam kehidupannya
b. Pemikiran responden bahwa penyakit
seperti cita-cita yang tidak tercapai.
yang dideritanya sebagai hukuman atau sesuatu
yang telah diperbuat sebagai dosa dimasa e. Pemikiran responden adanya sesuatu
lalu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hal yang dipikirkan dalam dirinya. Hasil
sebanyak 83,3 persen responden tidak merasa penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
penyakitnya sebagai hukuman atau sesuatu 63,3 persen responden adanya sesuatu hal
yang telah diperbuat sebagai dosa di masa yang dipikirkan seperti ketakutan akan biaya-
lalu melainkan tanda sayang Tuhan kepada biaya yang berhubungan dengan pengobatan
umatnya dan hanya orang-orang pilihan Tuhan responden yang dilakukan seumur hidup.
yang bisa menderita talasemia mayor seperti Sedangkan 36,7 persen responden tidak
ini, Sedangkan 16,7 persen responden merasa memiliki pemikiran dalam dirinya karena jika
bahwa penyakit yang dideritanya sebagai berpikir hal-hal yang berat akan membuat
hukuman karena belum bisa menerima keadaan kondisi badan responden menurun dan
dirinya sebagai penderita talasemia. merugikan responden sendiri.
c. Terganggunya responden dengan rasa
Reaksi Menahan Diri Secara Afektif
sakit dan nyeri. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebanyak 90,0persen responden merasa Penyakit yang diderita oleh responden
terganggu dengan rasa sakit dan nyeri yang mengakibatkan keengganan atau rasa sungkan
ada dalam diri responden hal ini disebabkan bagi responden untuk menceritakan atau
penumpukan zat besi akibat dari transfusi mengungkapkan perasaan yang ada dalam diri
darah, sedangkan 10,0 persen responden responden. Menahan diri secara afektif dapat
tidak merasa terganggu dengan rasa sakit dan dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut:
nyeri karena rajin melakukan penyuntikan Tabel 5. Reaksi penderita dalam aspek menahan
desferal dan meminum obat ferifok untuk diri secara afektif Juli 2010
mengeluarkan penumpukan zat besi akibat dari
rutinitas transfusi darah. No Range Kategori Jumlah Persen
Nilai
d. Keyakinan responden mengenai 1 7-8 Rendah 0 0
kesehatan buruk adalah kesulitan terbesar 2 9 - 10 Sedang 8 26.7
dalam hidupnya. Hasil penelitian menunjukkan 3 11 - 14 Tinggi 22 73.3
bahwa sebanyak 76,7 persen responden
Jumlah 30 100
meyakini bahwa kesehatan buruk adalah
kesulitan dalam hidupnya karena kesehatan Berdasarkan Tabel 5 menjelaskan bahwa
merupakan aspek yang sangat penting dalam menahan diri afektif responden berada pada
kehidupan individu, dengan sehat individu kategori tinggi sebanyak 73,3 persen atau 22
dapat menjalankan fungsi sosialnya secara responden, sedangkan sebanyak 26,7 persen

166 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


atau 8 responden berada pada kategori sedang. beranggapan bahwa keberadaan oranglain
Penjelasan ini diperoleh dari hasil jawaban dapat meringankan beban penderitaan penyakit
pertanyaan pada tiap indikator aspek menahan yang dideritanya dengan sharing atau tukar
diri afektif. Indikatornya adalah sebagai pengalaman sesama penderita talasemia.
berikut:
d. Kemudahan responden untuk menjaga
a. Kemudahan responden untuk perasaan bagi dirinya sendiri. Hasil penelitian
mengungkapkan perasaaan pribadi kepada menunjukkan bahwa sebanyak 80,0 persen
oranglain. Hasil penelitian menunjukkan responden mudah untuk menjaga perasaan bagi
bahwa sebanyak 60,0persen responden dirinya sendiri agar kekhawatiran responden
tidak dengan mudah bisa mengungkapkan adanya gunjingan dari oranglain di lingkungan
perasaan pribadinya ke orang lain dikarenakan sekitar tidak terlontar bagi responden,
ketakutan responden mengenai pribadinya sedangkan 20,0 persen responden tidah mudah
akan tersebarluas apabila diungkapkan untuk menjaga perasaan bagi dirinya sendiri
keoranglain, sedangkan 40,0persen responden agar oranglain mengetahui harapan dan
mudah mengungkapkan perasaan prbadinya hambatan dalam kehidupan responden.
keoranglain (sahabat, keluarga, saudara) agar
mereka paham akan kondisi yang dirasakan Reaksi Gangguan Afektif
oleh responden. Reaksi gangguan afektif merupakan
b. Perilaku cenderung tertutup sampai gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya
terbawa ke perasaan apabila responden gangguan emosi (afektif) sehingga segala
sedang marah. Hasil penelitian menunjukkan perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadaan
bahwa sebanyak 76,7 persen responden emosi. Gangguan afektif pada diri responden
cenderung tertutup sampai terbawa ke dapat dilihat pada Tabel 6.
perasaan karena responden tipe kepribadian
introvert (kepribadian yang tertutup untuk Tabel 6. Reaksi Gangguan Afektif Yang Dialami
mengungkapkan mengenai dirinya. Sedangkan Penderita Juli 2010
23,3persen responden tidak tertutup apabila No Range Kategori Jumlah Persen
Nilai
responden sedang marah karena responden
termasuk dalam tipe kepribadian ekstrovert 1 8–9 Rendah 4 13.3
(menampilkan diri apa adanya). 2 10 - 13 Sedang 18 60.0

c. Perasaan responden bahwa orang lain 3 14 - 16 Tinggi 8 26.7


tidak dapat menangani penyakitnya dengan Jumlah 30 100
serius. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 73,3 persen responden meyakini
perasaan tersebut karena dalam diri responden Berdasarkan Tabel 6 menjelaskan
bahwa hanya dengan transfusi darah secara bahwa gangguan afektif responden berada
rutin akan dapat menangani penyakit yang pada kategori sedang sebanyak 60,0 persen,
dideritanya, sedangkan 26,7 persen responden sedangkan sebanyak 26,7 persen responden

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 167


berada pada kategori tinggi. Penjelasan ini karena responden berusaha menjaga hubungan
diperoleh dari hasil jawaban pertanyaan pada baik dengan teman, baik dalam kondisi
dominan indikator aspek gangguan afektif. badan stabil maupun tidak. Dengan menjaga
Indikatornya adalah sebagai berikut; hubungan pertemanan membuat responden
merasa terhibur dengan kehadiran teman-
a. Keseringan responden mengalami
teman sehingga pemikiran mengenai penyakit
rasa sakit berkaitan dengan penyakit yang
yang ada dalam dirinya sedikit terlupakan,
dideritanya. Hasil penelitian menunjukkan
sedangkan 20,0 persen responden memiliki
bahwa sebanyak 66,7 persen responden adanya
perasaan mengenai penyakitnya dapat
keseringan mengalami rasa sakit apabila
mempengaruhi hubungan pertemanan karena
responden dalam kondisi drop seperti pusing,
ada sebagian teman responden menjauhi
lemas, badan panas, sesak nafas. Sedangkan
responden takut ketularan penyakitnya karena
33,3 persen responden telah menyiapkan diri
kurangnya pemahaman teman responden
untuk melakukan transfusi darah sebelum
mengenai penyakit talasemia.
responden mengalami drop sehingga rasa sakit
yang berkaitan dengan penyakit tidak sempat d. Keseringan responden mengalami
dirasakannya atau dapat teratasi. depresi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebanyak 63,3 persen responden tidak
b. Kemudahan responden untuk
mengalami depresi karena dengan depresi
merasakan kesedihan. Hasil penelitian
membuat patah semangat bagi responden baik
menunjukkan bahwa sebanyak 73,3 persen
dalam pengobatan maupun dalam menjalani
responden mudah merasakan kesedihan
kehidupan sehari-hari, sedangkan 36,7 persen
karena harus transfusi darah seumur hidup dan
responden mengalami depresi karena harus
penyuntikan desferal selama 7-8 jam setiap
menjalankan rutinitas transfusi yang menyita
hari untuk mempertahankan hidupnya, serta
waktu responden.
ketakutan responden apabila cita-cita yang
diimpikan tidak tercapai/kandas, Sedangkan e. Kesulitan responden untuk beristirahat.
26,7 persen responden tidak mengalami Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
kesedihan karena responden tidak merasa 40,0 persen responden dapat beristirahat
sendirian dalam menderita talasemia dan setelah mendapatkan transfusi darah karena
masih bersyukur dibandingkan dengan teman badan terasa enak dan bugar, selanjutnya 60,0
penderita talasemia yang lebih berat bahkan persen responden tidak bisa beristirahat apabila
sampai diangkat limpanya karena limpanya dalam kondisi badan yang menurun dan belum
yang sudah tidak berfungsi lagi. mendapatkan pengobatan atau transfusi darah.
c. Perasaan responden bahwa penyakit
Reaksi Penolakan Penderita Terhadap
yang dideritanya mempengaruhi hubungan
Penyakit
pertemanan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebanyak 80,0 persen responden tidak Sakit merupakan bagian dari perjalanan
memiliki perasaan mengenai penyakitnya hidup manusia yang hampir setiap orang
dapat mempengaruhi hubungan pertemanan pernah mengalaminya. Musibah yang satu

168 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


ini memang dapat menimpa siapa pun dan setelah dilakukan test skrening keluarga
di mana pun. Penyakit tidak memandang karena penyakit talasemia merupakan penyakit
perbedaan pangkat dan status sosial, bahkan keturunan sehingga keluarga memiliki riwayat
tanpa mengenal ruang dan waktu, datangnya penyakit yang sama dengan responden, hanya
pun bisa mendadak dan secara tiba-tiba. Ketika tingkat keparahannya berbeda yaitu menderita
seseorang divonis oleh dokter menderita talasemia minor atau pembawa sifat.
penyakit talasemia mayor yang sampai saat
b. Masalah keuangan responden. Hasil
ini belum ditemukan obatnya, selain transfusi
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
darah untuk mempertahankan kelangsungan
73,3 persen responden mempunyai masalah
hidupnya akan membuat seseorang mengalami
keuangan dikarenakan harus mengeluarkan
penolakan. Penolakan oleh responden dapat
keuangan secara rutin setiap bulannya yang
dilihat pada Tabel 7 berikut ini;
tidak sedikit untuk pembayaran transfusi
Tabel 7. Reaksi penolakan penderita terhadap darah dan pembelian alat desferal untuk
penyakit Juli 2010
mempertahankan kelangsungan hidup
No Range Kategori Jumlah Persen responden. Sedangkan 26,7 persen responden
Nilai
tidak mempunyai pemikiran mengenai
1 8-9 Rendah 4 13.3
permasalahan keuangan karena masih dalam
2 10 - 13 Sedang 23 76.7 tanggungan orangtua.
3 14 - 16 Tinggi 3 10.0
Jumlah 30 100 c. Kekecewaan responden dengan
penampilan wajah atau tubuhnya. Hasil
Berdasarkan Tabel 7 menjelaskan bahwa penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
penolakan responden berada pada kategori 56,7persen responden tidak kecewa dengan
sedang sebanyak 76,7 persen, sedangkan penampilan tubuhnya kerena merupakan
sebanyak 10,0 persen responden berada pada pemberian dan anugerah Tuhan Yang Maha
kategori tinggi. Penjelasan ini diperoleh dari Esa yang harus disyukuri. Sedangkan, 43,3
hasil jawaban pertanyaan pada indikator yang persen responden kecewa dengan penampilan
dominan dari aspek penolakan. Indikatornya tubuhnya, karena seluruh badan yang
adalah sebagai berikut: menguning, raut muka pucat, adanya luka
terbuka, dan pembesaran limpa, sehingga
a. Adanya riwayat penyakit dalam tak jarang responden yang perempuan
keluarga responden. Hasil penelitian mendapatkan stigma dari teman-teman seperti
menunjukkan bahwa sebanyak 76,7 persen orang “hamil” karena perutnya membesar
responden memiliki keyakinan tidak adanya diakibatkan pembesaran limpa.
riwayat penyakit karena keluarga responden
tampak sehat tidak memberikan gejala yang d. Adanya masalah keluarga. Hasil
berbeda layaknya orang yang mempunyai penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
penyakit. Selanjutnya 23,3 persen responden 86,7 persen responden tidak memiliki
adanya riwayat penyakit dalam keluarganya, masalah keluarga, karena keluarga merupakan
sekumpulan orang-orang yang berarti bagi

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 169


hidup seseorang. Bersama keluarga, seseorang Tabel 8. Reaksi marah akibat penyakit yang
dapat memiliki teman untuk berbagi suka dialami Juli 2010
dan duka dalam menjalani kehidupan yang No Range Kategori Jumlah Persen
ada. Sedangkan 13,3 persen responden Nilai
mengalami masalah keluarga dikarenakan 1 5-6 Rendah 3 10.0
adanya anggota keluarga, baik kakak maupun 2 7-8 Sedang 22 33.3
adik responden yang iri terhadap responden, 3 9 - 10 Tinggi 5 16.7
karena diperlakukan khusus atau berbeda oleh Jumlah 30 100
orangtuanya.
Berdasarkan tabel 8 menjelaskan bahwa
e. Adanya masalah sekolah. Hasil
marah responden berada pada kategori sedang
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
sebanyak 73,3 persen, sedangkan sebanyak
60,0 persen responden tidak memiliki
16,7 persen responden berada pada kategori
masalah sekolah, karena responden walaupun
tinggi. Penjelasan ini diperoleh dari hasil
mempunyai penyakit talasemia mayor,
jawaban pertanyaan pada indikator yang
namun patuh dan taat terhadap peraturan
dominan dari aspek marah. Indikatornya
yang ada di sekolah, dan apabila tidak masuk
adalah sebagai berikut:
sekolah dikarenakan transfusi darah atau sakit
responden selalu izin. Sedangkan 20,0 persen a. Responden mudah marah. Hasil
responden memiliki masalah dengan sekolah penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 76,7
karena responden selalu ketinggalan mata persen responden mudah marah diakibatkan
pelajaran dibandingkan dengan teman-teman karena penyakit yang dideritanya, sikap
dan rasa malas untuk mengejar mata pelajaran menyalahkan diri, orang lain dan Tuhan yang
yang ketinggalan. disebabkan mengapa harus responden yang
mengalami dan menderita talasemia mayor,
Reaksi Marah Akibat Penyakit Yang serta marah karena responden menganggap
Dialami lingkungan kurang mengerti apa yang
Marah merupakan perasaan jengkel responden rasakan. Sedangkan 23,3 persen
yang timbul sebagai respon kecemasan yang responden tidak mudah marah karena dengan
dirasakan sebagai ancaman bagi responden. marah akan membuat suasana jadi kacau dan
Kemarahan pada diri responden ada yang responden berusaha menerima segala sesuatu
diluapkan dan ada yang dipendam dalam dengan ikhlas walaupun tidak sesuai dengan
perasaan. Marah oleh responden dapat dilihat harapan responden.
pada Tabel 8 sebagai berikut: b. Responden termasuk orang yang tidak
sabar dibandingkan dengan orang lain. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak
63,3 persen responden termasuk orang yang
tidak sabar, karena faktor dari kejenuhan
yang diakibatkan keharusan transfusi darah

170 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


secara rutin dan pertanyaan mengenai sampai sehingga responden mudah mengalami
kapan berakhirnya, serta apakah tidak ada kondisi badan yang menurun. Untuk itu, agar
obatnya selain transfusi darah. Sedangkan responden bisa menikmati kesehatnnya dan
36,7 persen responden termasuk orang dapat kembali berfungsi sosial dengan segala
yang sabar, karena responden mendapatkan keterbatasan, maka perlu adanya solusi untuk
dukungan dari keluarga dan lingkungan, baik bisa meminimalisirnya
berupa dukungan material (biaya pengobatan
tarnsfusi darah) maupun dukungan emosional VI. PEMBAHASAN
(kasih sayang dan perhatian), sehingga bisa
Deskripsi hasil penelitian berbagai
menguatkan responden dalam menjalankan
karakteristik, aspek dan indikator dari sub
kehidupannya.
problematik tentang reaksi psikososial pada
Dari deskripsi hasil penelitian berbagai responden, maka masalah penelitian yang
aspek atau sub problematik di atas, maka dapat dialami responden adalah:
diambil kesimpulan bahwa reaksi psikososial
1. Permasalahan berdasarkan karakteristik
pada responden pada kategori sedang dan
responden
tinggi, dapat dilihat melalui Tabel 9 sebagai
berikut: Responden dalam penelitia ini berusia
12-18 tahun, yang apabila dikategorikan
Tabel 9. Reaksi Psikososial Anak Penderita
pada masa perkembangan manusia, maka
Talasemia Mayor Juli 2010
tergolong pada remaja awal. Responden
No Range Kategori Jumlah Persen
Nilai
tergolong usia yang produktif dan bisa untuk
diberdayakan kemampuannya. Keseringan
1 62 - 81 Rendah 0 0
menjalankan transfusi darah dengan kurun
2 82 - 91 Sedang 16 53.3
waktu lebih dari 5 tahun, tentu saja sangat
3 92 - 124 Tinggi 14 46.7
berpengaruh terhadap reaksi psikososial yang
Jumlah 30 100
ditampilkan oleh responden dalam menyikapi
kondisi kesehatannya, tidak jarang responden
Berdasarkan Tabel 9 menjelaskan reaksi mempunyai pemikiran berkenaan dengan
psikososial yang responden rasakan pada penyakit yang dideritanya, seperti penyakitnya
kategori sedang 53,3persen hal ini disebabkan merupakan teguran dari Tuhan Yang Maha
karena responden belum bisa menerima Esa, bukti kasih sayang Nya, merupakan
sepenuhnya penyakit talasemia mayor yang cobaan hidup yang harus dijalani, hingga
dideritanya, sehingga reaksi yang sering suatu kutukan dengan dibuktikkan melalui
dimunculkan oleh responden tidak stabil pemberontakan-pemberontakan, putus asa,
sewaktu-waktu bisa dalam tahap penerimaan cemas dan tidak sedikit darinya menginginkan
dan bisa kembali ke tahap awal yaitu penolakan. kematian sebagai jalan terbaik dengan tidak
Sedangkan sebanyak 46,7persen responden mengikuti dan menjalankan transfusi darah
merasakan reaksi psikososial yang tinggi, maka dan penyuntikan desferal. Apalagi dengan
hal ini akan dapat memperburuk kesehatan, adanya biaya pengobatan yang mengalami

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 171


peningkatan per tahunnya, juga memberikan ketakutan hal yang buruk akan menimpa pada
dampak reaksi psikososial bagi responden. diri responden seperti kematian.
2. Permasalahan berdasarkan aspek kecemasan Pengalaman dalam menjalani pengobatan
terhadap kesehatan merupakan salah satu akibat kecemasan
Hasil penelitian menunjukkan 17 yang ditimbulkan oleh responden. Hal ini
responden (56,7 persen) berada pada kriteria dengan ditunjukkan kebenaran dari teori
sedang dengan jumlah skor antara interval Kaplan dan Sadock (1997) mengatakan :
21-24. Kriteria sedang menuunjukkan pengalaman awal pasien dalam pengobatan
bahwa reaksi psikososial reponden dari merupakan pengalaman-pengalaman yang
aspek kecemasan terhadap kesehatan yaitu sangat berharga yang terjadi pada individu,
kecemasan responden dalam kategori yang terutama untuk masa-masa yang akan datang.
wajar dengan mengalami berbagai gangguan Pengalaman awal ini sebagai bagian penting
dan bahkan sangat menentukan bagi kondisi
denyut jantung, suhu tubuh, pernafasan, mual, mental individu di kemudian hari. Apabila
muntah, sakit kepala, kehilangan nafsu makan, pengalaman individu tentang transfusi darah
berat badan menurun, kelelahan yang luar atau kemoterapi kurang, maka cenderung
biasa; b) gejala gangguan tingkah laku, antara mempengaruhi peningkatan kecemasan saat
lain aktivitas psikomotorik berkurang, sikap menghadapi tindakan pengobatan transfusi
menolak, sukar tidur, gerakan yang aneh- Darah atau kemoterapi selanjutnya.
aneh; c) gejala gangguan mental, antara lain 3. Permasalahan berdasarkan aspek keyakinan
kurang konsentrasi, pikiran meloncat - loncat, terhadap penyakit.
kehilangan kemampuan persepsi, ilusi dan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
halusinasi.
mayoritas responden memiliki reaksi
Tabel tersebut juga menerangkan ada psikososial terhadap aspek keyakinan terhadap
33,3 persen atau sebanyak 10 responden yang penyakit dengan kriteria tinggi sebesar 96,7
mempunyai kriteria skor tinggi dari aspek persen atau 29 responden dengan jumlah skor
kecemasan terhadap kesehatan. Hhal ini antara interval 20-24, sedangkan 1 responden
ditandai dengan kekhawatiran, ketidakenakan, atau 3,3 persen memiliki reaksi psikososial
perasaan tidak berdaya karena hidupnya terhadap aspek keyakinan terhadap penyakit
hanya bergantung pada transfusi darah dan yang sedang. Data ini menunjukkan bahwa
penyuntikan desferal untuk mengeluarkan mayoritas responden meyakini terhadap
kelebihan zat besi yang menumpuk di dalam penyakit yang dideritanya sebagai bagian dari
tubuh akibat transfusi darah. Kecemasan kehidupannya dan harus dijalani.
yang dialami oleh responden pada umumnya
4. Permasalahan berdasarkan aspek persepsi
berkembang ke perasaan takut dan khawatir,
sakit, dipandang dari psikologis dan somatik
ketakutan dan kekhawatir tersebut meliputi:
ketakutan tidak bisa meneruskan cita-cita atau Hasil penelitian menunjukkan bahwa
harapan dari responden maupun keluarga, mayoritas responden memiliki reaksi

172 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


psikososial terhadap persepsi sakit, dipandang 6. Permasalahan berdasarkan aspek gangguan
dari psikologis dan somatik dengan kriteria afektif
tinggi sebesar 76,7 persen atau 23 responden Hasil penelitian menunujukkan bahwa
dengan jumlah skor antara interval 11-14, mayoritas responden memiliki reaksi
sedangkan 7 responden atau 23,3persen psikososial terhadap gangguan afektif dengan
memiliki reaksi psikososial terhadap persepsi kriteria sedang sebesar 60,0 persen atau 18
sakit dipandang dari psikologis dan somatik responden dengan jumlah skor interval 10-
dengan kriteria sedang. Data ini menunjukkan 13, sedangkan 26,7 persen atau 8 responden
bahwa perubahan somatik sangat bervariasi dengan jumlah skor interval 14-16 memiliki
dalam umur saat mulai berakhirnya, kecepatan reaksi psikososial terhadap gangguan afektif
dan sifatnya, tergantung pada masing-masing dengan kriteria tinggi. Data ini menunjukkan
individu. Bagi penderita talasemia mayor bahwa gangguan afektif sering dialami oleh
yaitu pertumbuhan yang lambat baik bagi responden seperti: Sedih/murung hampir
penderita talasemia mayor laki-laki maupun sepanjang waktu, kehilangan minat/gairah
perempuan, kunang-kunang, pucat dan perut hidup, kehilangan nafsu makan (penurunan
yang membuncit akibat pembesaran limpa. berat bedan), perubahan pola tidur (insomnia
Sedangkan persepsi sakit, dipandang psikologis atau hipersomnia), perubahan pola tingkah
yaitu rasa cemas, khawatir karena harus laku (serba lamban), kekurangan energi
menjalankan transfusi darah dan penyuntikan (mudah lelah, lesu), merasa bersalah/berdosa,
desferal seumur hidup, selain itu akibat transfusi kesulitan berpikir (susah kosentrasi), dan
juga memberikan dampak dan resiko timbulnya kesulitan membuat keputusan. berulang-ulang
penyakit baru seperti HIV/AIDS, Hepatitis , memikirkan tentang kematian dan ingin bunuh
gagal ginjal dan pembocoran paru-paru. diri.
5. Permasalahan berdasarkan aspek menahan 7. Permasalahan berdasarkan aspek penolakan
diri afektif
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas
Hasil penelitian menunujukkan bahwa responden memiliki reaksi psikososial dari
mayoritas responden memiliki reaksi aspek penolakan yang sedang sebesar 76,7
psikososial terhadap menahan diri afektif persen atau 23 responden dengan jumlah skor
dengan kriteria tinggi sebesar 73,3 persen atau antara 10-13, sedangkan reaksi psikososial
22 responden dengan jumlah skor interval 11- dari aspek penolakan yang rendah sebesar 16,7
14, sedangkan 26,7 persen atau 8 responden persen atau 3 responden dengan jumlah skor
dengan jumlah skor interval 9-10 memiliki antara 14-16. Data ini menunjukkan bahwa
reaksi psikososial terhadap menahan diri afektif responden dalam menyikapi penyakit yang
dengan kriteria sedang. Data ini menunjukkan dideritanya belum bisa menerima keadaan yang
bahwa responden masih menutupi tentang ada dalam dirinya. Pengobatan baik transfusi
penyakit talasemia mayor yang dideritanya. darah maupun penyuntikan desferal dijalani
oleh responden hanya sebatas membahagiakan
orangtua dan lingkungan responden belum

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 173


sepenuhnya dari hati responden. Penolakan VII. KESIMPULAN DAN
responden berkaitan dengan pertanyaan- REKOMENDASI
pertanyaan yang ada dalam diri responden
kenapa harus responden yang mengalami hal Kesimpulan
ini, sampai kapan pengobatan ini akan berakhir Talasemia merupakan salah satu penyakit
dengan ditandai susah makan, tidur. Hal ini kelainan dan penyakit keturunan akibat dari
sesuai dengan pendapat Sulistyowati yang ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari
keempat rantai asam amino yang membentuk
diperlihatkan adalah menolak makan, susah hemoglobin. Penyakit talasemia dibedakan
tidur, letih dan libido menurun (Sulistyowati, menjadi dua yaitu talasemia mayor dan
2005). talasemia minor. Penyakit ini merupakan
penyakit kelainan pembentukan sel darah
8. Permasalahan berdasarkan aspek marah
merah. Untuk kelangsungan hidup penderita
Hasil penelitian menunjukkan mayoritas harus mnjalankan transfusi darah secara
responden memiliki reaksi psikososial dari rutin, dua minggu atau sebulan sekali dan
aspek marah yang sedang sebesar 73,3 persen penyuntikan desferal untuk mengeluarkan
atau 22 responden dengan jumlah skor antara penumpukan zat besi yang ada dalam tubuh
interval 7-8. Sedangkan reaksi psikososial dari penderita akibat transfusi darah.
aspek marah yang tinggi sebesar 16,7persen
atau 5 responden dengan jumlah skor antara Seseorang apabila mendapatkan vonis
interval 9-10 . Data ini menunjukkan bahwa dari dokter tentang dirinya mengidap
responden berada pada pengendalian atau penyakit talasemia, akan memberikan reaksi
ditekan oleh orangtua karena perlakuan yang psikososial yang berbeda-beda setiap individu.
overprotectif, baik dari keluarga maupun Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 30
lingkungan tempat tinggal responden. responden di POPTI Kota Bandung mengalami
Kedisiplinan dalam pengobatan meliputi reaksi psikososial berada pada kategori
transfusi darah dan penyuntikan desferal reaksi psikososial sedang. Sedangnya reaksi
menimbulkan perilaku yang impunitive bagi psikososial diperoleh dari hasil rincian masalah
responden, sehingga responden menganggap pada sub problematik yaitu, kecemasan
bahwa perlawanan adalah hal yang sia- terhadap kesehatan yang diperoleh pada tingkat
sia, tidak sedikit responden merasa frustasi sedang, keyakinan penderita terhadap penyakit
atau menyembunyikan kemarahan daripada yang diperoleh pada tingkat tinggi. Persepsi
mengekspresikan kemarahan dan harus sakit di pandang dari psikologis dan somatik
menanggung kekecewaan yang diperlihatkan yang diperoleh pada tingkat tinggi, reaksi
oleh keluarga dan lingkungan sekitar menahan diri secara afektif yang diperoleh
responden. pada tingkat tinggi, reaksi gangguan afektif
yang diperoleh pada tingkat sedang, reaksi
penolakan penderita terhadap penyakit yang
diperoleh pada tingkat sedang dan terakhir

174 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011


reaksi marah akibat penyakit yang dialami agar anak tetap bisa hidup mandiri walaupun
yang diperoleh pada tingkat sedang. anak menderita talasemia sepanjang hidupnya.

Rekomendasi
***
Memperhatikan hasil penelitian di atas
maka peneliti merasakan perlunya “Program
DAFTAR PUSTAKA
Pelayanan Psikososial Bagi Anak Penderiita
Talasemia Mayor Melalui Kelompok bantu Diri
Adi Fahrudin & Dewi Wahyuni. (2004). Modul
(Self Helf Group)” Tujuan program ini adalah
Diklat Pekerjaan Sosial Medis.
untuk membekali pengetahuan responden dan
Bandung. Balai Besar Pendidikan Dan
pengalaman-pengalaman anggota kelompok Pelatihan Kesejahteraan Sosial.
dalam usaha penguatan resksi psikososial
positif anak penderita talasemia mayor di Adi Fahrudin. (2002). Sikap dan kebimbangan
terhadap kematian. Buletin Psikologi
Perhimpunan Orangtua Penderita Talasemia
Bil. VI. Kota Kinabalu: Sekolah
Maayor Kota Bandung.
Psikologi dan Kerja Sosial, Universiti
Oleh sebab itu maka terdapat beberapa Malaysia Sabah
rekomendasi kepada: Keliat, B.A. (1998). Gangguan Koping, citra
tubuh dan seksual pada klien kanker.
1. Pihak POPTI Kota Bandung
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
a. Hendaknya memberikan dukungan EGC.
terhadap pelaksanaan program tersebut
Machfoedz Ircham dkk. (2005). Teknik
dan prasarana. Membuat Alat Ukur Penelitian:
Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan
b. Hendaknya memberikan arahan, Kebidanan. Yogyakarta. Fitramaya.
bimbingan dan pelatihan kepada
volunter. Miller, G. (2008). Pencegahan dan Pengobatan
Penyakit Kanker. Jakarta. Prestasi
2. Orangtua Penderita Talasemia mayor Pustaka.
Orangtua merupakan orang yang paling Mary Johnston. (1998). Relasi Dinamis Antara
dekat dengan penderita. Orangtua tidak Pekerjaan Sosial dengan Klien dalam
ingin mengalami hambatan dalam proses Setting Rumah Sakit. Surakarta.
pembentukan kepribadian dan perkembangan Rumah Sakit Orthopaedi dan Prothese
psikologis anak. Tidak dapat dipungkiri, kondisi Prof. Dr. R. Soeharso
sosial lain juga mempengaruhi perkembangan Pilowsky, I . & N.d. Spence. (1994). Illness
anak, tetapi orangtua memiliki peranan yang Behavior Questionnaire (IBQ). Dalam
utama dalam membentuk karakter anak. Joel Fisher & Kevin Corcoran (Eds.),
Berhubungan dengan penyakit yang diderita Measures for Clinical Practice: a
anak, orangtua diharapkan memberikan sourcebook (2nd Edition), Volume
perhatian lebih, yang tidak memanjakan anak 2:Adults. New York: The Free Press.

Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011 175


Pilowksy, I. (1983). Manual for the Illness http://ullaheartsasya.blogspot.com/2010/03/
behavior Questionnaire. University of proposalq.html 16,27
Adelaide, department of psychiatry. http://pastakyu.wordpress.com/2010/01/21/
Purwanto. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif asuhan-keperawatan-kehilangan-dan-
Untuk Psikologi dan Pendidikan. berduka.
Yogyakarta. Pustaka Pelajar
Stuart & Sundeen. (1998). Buku Saku
Keperawatan Jiwa Edisi III. Jakarta.
EGC Mulyani, S.ST adalah Lulusan STKS Bandung
Jurusan Rehabilitasi Sosial, Penderita dan saat
Tarwoto & Wartonah. (2003). Kebutuhan Dasar
Manusia dan Proses Keperawatan. ini menjadi Aktivis Talasemia Indonesia di
Jakarta. Salemba Medika. Karanganyar, Jawa Tengah
Yayasan Talasemia Indonesia. (1987). Adi Fahrudin, PhD, S.Psi adalah Staf Pengajar
Thalassaemia. Jakarta. Yayasan Pascasarjana, Universitas Muhammadiyah
Talasemia Indonesia Jakarta dan STKS Bandung yang juga menekuni
h t tp : / / p h o t o g r a p h i n y o u r l i f e . b l o g s p o t . bidang Oncology Social work. Pertanyaan
com/2 010/02/t halasemia -ma yor- berkaitan artikel ini bisa dialamatkan ke
minor.html di akses Tanggal 7 April fahradi@yahoo.com
200 jam 15.00 WIB
http://medicom.blogdetik.com/2009/03/18/
talasemia/ di akses tanggal 7 April
2010 jam 17.00 WIB
http://www.suarakarya-online.com/news.
html?id=161607 di akses tanggal 10
April 2010 jam 09.00 WIB
http://muhammad-reza.blogspot.com/2010/03/
hambatan - perkembangan - emosi-
pada-anak.html di akses tanggal 10
Mei 2010 jam 19.00
http://www.klik-galamedia.com di akses tanggal
10 Mei jam 19.42
http://pustakaku.net/index .php?topic=1628.0 di
akses tanggal 13 Mei 2010 jam 09.30
www.pdqueen.com/html di akses tanggal 13
Mei jam 12.15
www.Jumlah penderita talasemia.com/ eva.
J.Soelaeman diakses tanggal 2 Mei
2010 jam 11.00

176 Informasi, Vol. 16 No. 03 Tahun 2011

Anda mungkin juga menyukai