Anda di halaman 1dari 15

7

BAB II

KAJIAN TEORETIS

1.1 Ayam Pedaging (Gallus domesticus)


Ayam pedaging atau ayam broiler merupakan bangsa unggas yang arah
kemampuan utamanya adalah untuk menghasilkan daging yang banyak dengan
kecepatan pertumbuhan yang sangat pesat. Dalam waktu 5 – 6 minggu ayam
pedaging sudah memiliki bobot tubuh hingga 2 kg. Ayam ini merupakan jenis ras
unggulan hasil persilangan dari bangsa – bangsa ayam yang memiliki
produktivitas tinggi terutama dalam memproduksi daging (Rasyaf M, 2003).
Struktur daging ayam sama halnya seperti daging hewan lainnya yaitu
sangat kompleks dan luas, perlemakan banyak dijumpai di bawah kulit, serta
daging ayam kaya akan kandungan asam lemak tidak jenuh (Lukman et al, 2009).
Menurut Soeparno (2009) daging didefinisikan sebagai semua jaringan hewan dan
semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk
dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya
termasuk bagian-bagian organ hati, ginjal, otak, paru-paru, jantung limpa,
pankreas, dan jaringan otot.
Menurut Semesta (2011), warna daging ayam terutama bagian dada
biasanya berwarna putih-kuning-keabuan, sedangkan warna bagian paha relatif
lebih gelap dan merah coklat. Warna daging ayam dipengaruhi oleh ras, umur,
letak otot, penanganan sebelum dan sesudah pemotongan. Nilai pH juga
berpengaruh pada kualitas daging ayam, yaitu terhadap warna, keempukan dan
daya ikat air. Komposisi kimia daging ayam terdiri dari kadar air 74,86%, protein
23,20%, lemak 1,65%, mineral 0,98%, dan kalori 114 kkal (Rosyidi dkk., 2009).
Nilai pH daging ayam setelah 24 jam (pasca kematian) adalah 5.5-5.9 (Lukman et
al. 2009). Daging ayam merupakan sumber makanan bergizi dan memiliki kadar
lemak rendah serta asam lemak pada daging ayam berupa asam lemak tidak jenuh
(Kementerian Pertanian, 2012).

7
8

Gambar 2.1. Morfologi Ayam Pedaging

Berikut klasifikasi ilmiah ayam pedaging (Gallus domesticus) :


Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Aves
Sub kelas : Neornithes
Ordo : Galliformis
Famili : Phasianidae
Genus : Gallus
Spesies : Gallus domesticus

2.1.1 Kualitas Ayam Pedaging (Gallus domesticus)


Kualitas ayam pedaging didefinisikan sebagai istilah yang
menggambarkan semua karakteristik daging termasuk didalamnya adalah
sifat fisik, kimia, biokimia, mikrobiologi, kebersihan, sensori (penampakan
umum) dan kandungan nutrisi. Kualitas dari daging ayam didefinisikan ke
dalam syarat-syarat tertentu, seperti nilai nutrisi, kondisi higienis dan
karakteristik sensori seperti warna, bau dan tekstur (Semesta,2011).
Ciri-ciri daging ayam segar dan dapat dikonsumsi oleh konsumen
untuk bahan makanan yaitu daging yang mempunyai kenampakan yang
mengkilat, warnanya cerah dan tidak pucat, tidak ada bau asam apalagi
busuk, daging masih elastis, tidak kaku, apabila dipegang daging tidak terasa
9

lengket pada tangan. Ayam pedaging mudah sekali mengalami kerusakan


oleh mikroba. Kerusakan ditandai oleh adanya perubahan bau dan timbulnya
lendir yang biasanya terjadi jika jumlah mikroba menjadi jutaan atau ratusan
juta sel atau lebih per 1 cm luas permukaan daging (Anadon, 2011).

2.1.2 Nilai Gizi Ayam Pedaging


Ayam pedaging adalah bahan makanan hewani unggas-unggasan yang
biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Nilai gizi daging ayam meliputi
kandungan air, protein, lemak dan karbohidrat. Kandungan air ini bervariasi
tergantung pada umur dan jenis ternak, daging ternak muda mengandung air
lebih besar dari daging ternak tua. Kandungan air pada daging berkisar antara
65-80%. Kandungan protein daging sekitar 16-22 %. Kandungan lemak
daging sekitar 1,3-13% (Ditjennak, 2010). Kandungan gizi yang terdapat
pada daging ayam selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.1.2
Tabel 2.1.2 Daftar Analisis Kandungan Daging Ayam (100 gr)
Zat Gizi Daging Ayam
Kalori (kal) 302
Protein (gr) 18,2
Lemak (gr) 25
Karbohidrat (gr) 0
Kalsium (mg) 14
Fosfor (mg)) 200
Besi (mg) 1,5
Vitamin A (mg) 810
Vitamin B (mg) 0,08
(Sumber : Ditjenak,2010)

Daging ayam yang segar adalah daging dari ayam yang telah dipotong
selama kurang lebih dari 6 jam. Sebaiknya langsung diolah agar tidak cepat
rusak dan terhindar dari patogen. Daging ayam yang dimasukkan dalam
lemari pendingin biasa hanya dapat bertahan selama 24 jam. Jika dimasukkan
10

dalam lemari pembeku (freezer), daging ayam dapat bertahan selama 1


minggu (Arifah, 2010).

2.2 Bakteri Salmonella sp

Gambar 2.2 Bakteri Salmonella sp


(Sumber : Wikipedia)

Salmonella sp merupakan bakteri yang ditemukan di Amerika pada tahun


1899. Sakit yang disebabkan oleh Salmonella disebut Salmonellosis. Salmonella
sp. adalah suatu genus bakteri enteronakteria. Bakteri gram negatif batang
berbentuk tongkat yang menyebabkan beberapa macam penyakit seperti tifoid,
paratifoid, dan keracunan makanan (foodbornedisease). Salmonella sp merupakan
masalah besar di berbagai negara, selain merugikan bagi ternak juga secara tidak
langsung Salmonella sp ditransmisikan dari produk unggas yang terkontaminasi
bakteri ini ke dalam tubuh manusia (Brooks et al,2001).

2.2.1 Morfologi Salmonella sp


Salmonella sp adalah bakteri gram negatif yang bergerak (motil)
dengan menggunakan flagella, bersifat anaerob fakultatif, katalase positif dan
oksidase negatif yang berukuran 2-4 mikrometer x 0,5-0,8 mikrometer
(Brooks et al, 2001). Terdapat lebih dari 2500 serotypes berbeda yang
diketahui dan tersebar pada hewan terutama unggas dan babi. Salmonella sp
11

juga bersumber pada lingkungan termasuk air,tanah, serangga dan kotoran


hewan (Tindall,2005).
Jenis spesies dari Salmonella sp. adalah terdiri dari Salmonella
bongori dan Salmonella enterica. Jenis spesies Salmonella enterica
merupakan tipe Salmonella yang sering dilaporkan sebagai penyebab
penyakit Salmonellosis. Tiga serovar utama dari Salmonella enterica adalah
Thypimurium, entridis dan thypi. Di Amerika Serikat sekitar 50% kejadian
salmonellosis pada manusia disebabkan diantaranya oleh Salmonella entridis
dan Salmonella thypimurium (Pascualetal,1999).
Salmonella typhi A, B, dan C sebagai mikroorganisme utama
penyebab dari penyakit ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia dan
makanan atau minuman yang terkena mikroorganisme dengan menggunakan
lalat sebagai karier, sehingga sumber utama terinfeksi bakteri Salmonella sp
berasal dari lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Terdapat perbedaan
bakteri ini dengan virus, Salmonella tidak dapat beterbangan di udara,
melainkan hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan yang kumuh,
makanan dan minuman yang tidak higienis Manifestas Klinik (Ngastiyah,
2005).
Tabel 2.2.1 Klasifikasi spesies dan sub species Salmonella
Spesies Sub spesies
Salmonella enteric Salmonella enteric sub spesies enteric
Salmonella enteric sub spesies salamae
Salmonella enteric sub spesies arizonae
Salmonella enteric sub spesies diarozinae
Salmonella enteric sub spesies houtenae
Salmonella enteric sub spesies indica
Salmonella bongori
Sumber : Repository USU Marbun, 2012
12

Klasifikasi Salmonella adalah sebagai berikut (Tindall, 2005)


Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteria
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Salmonella
Species : Salmonella sp

2.2.2 Sumber Infeksi Bakteri Salmonella


Terpaparnya Infeksi Salmonella dapat disebabkan oleh makanan dan
minuman. Beberapa sumber infeksi terpaparnya infeksi Salmonella sp :
a. Air
Sering terjadi kontaminasi pada feses seperti contoh seseorang yang buang
air besar yang terinfeksi Salmonella di sungai dan ada orang yang mandi
disungai tersebut.
b. Susu beserta produknya (es krim, yogurt, keju)
c. Kerang
Pada kerang yang terkontaminasi air yang terinfeksi Salmonella.
d. Pewarna hewani
e. Daging dan produk daging
Disebabkan oleh hewan atau unggas yang sudah terkontaminasi bakteri
Salmonella.
f. Telur yang dikeringkan atau dibekukan
Bisa disebabkan oleh unggas yang sudah terinfeksi Salmonella atau telur
yang terpapar bakteri Salmonella (Medical Microbiology et al.,2012).

2.2.3 Gejala Klinis Salmonella sp


Gejala awal penderita yang terinfeksi Sallmonella sp diantaranya ,
rasa tidak enak badan, lesu, dan nyeri kepala , serta gejala klinis yang timbul
diantaranya :
13

a. Demam Enterik
Demam enterik merupakan sindrom yang hanya ditimbulkan oleh
beberapa jenis Salmonella sp, terutama Salmonella typhi. Salmonella yang
tertelan akan memasuki usus halus, kemudian menuju saluran limfatik dan
masuk kealiran darah untuk dibawa ke berbagai organ salah satunya usus.
Periode inkubasi Salmonella 10-14 hari akan menimbulkan gejala seperti
demam, malaise, sakit kepala, konstipasi, bradikardia, dan mialgia. Limfa
dan hepar akan membesar pada saat demam mencapai plato yang tinggi,
komplikasi utama demam enteric adalah pendarahan dan perforasi usus
menyebabkan angka kematian mencapai 10-15 % (Medical Microbiology
et al.,2012).

b. Gangguan pada saluran pencernaan


Gejala yang timbul apabila kolon terinfeksi Salmonella adalah
sindrom disentri disertai darah dan lendir nyeri perut hebat mirip dengan
gejala peritonitis merupakan gejala yang menonjol (Arisman, 2009).
Enterokolitis merupakan manifestasi Salmonella yang paling umum.
Gejala yang timbul setelah 8-48 jam setelah tertelannya Salmonella adalah
mual, nyeri kepala, dan diare hebat disertai dengan sejumlah kecil leukosit
dalam feses. Peradangan pada usus halus dan usus besar juga merupakan
gejala dari Salmonella (Medical Microbiology et al.,2012).
Periode inkubasi terhadap gastroenteritis (keracunan makanan),
akibat Salmonella sp tergantung jumlah bakteri yang masuk ke dalam
tubuh. Gejala dimulai dari 6 hingga 48 jam setelah mengkonsumsi
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Gejala yang timbul
diantaranya mual, muntah, diare, dan rasa nyeri pada bagian abdomen.
Myalgia dan sakit kepala juga sering terjadi sebagai manifestasi kardinal
dari diare. Demam pada infeksi Salmonella mencapai 38°C sampai39°C
yang disertai dengan menggigil dan diare dengan durasi 2 sampai 7 hari.
14

2.2.4 Bakteri Salmonella sp sebagai Sumber Kontaminan pada Ayam


Pedaging
Bakara (2014) menyatakan bahwa kontaminasi Salmonella sp pada
ayam dapat berasal dari sistem pemotongan yang terdapat di pasar tradisional,
yaitu keadaan pasar yang terbuka dan tidak mempedulikan aspek kebersihan
produk yang dijualnya (suhu ruang 27-30°C). Sumber infeksi utama
Salmonellosis adalah kontaminasi karkas. Kontaminasi dapat terjadi selama
proses pembentukan karkas serta berasal dari rekontaminasi daging dan bahan
makanan lain.
Lingkungan yang menjadi sumber organisme ini antara lain air, tanah,
serangga, permukaan pabrik, permukaan dapur, kotoran hewan, daging
mentah, daging unggas mentah, dan makanan laut mentah. Mikroba patogen
dapat terbawa sejak ayam hidup di kandang. Ciri-ciri orang yang mengalami
salmonellosis adalah diare, keram perut, dan demam dalam waktu 8-72 jam
setelah memakan makanan yang terkontaminasi oleh Salmonella. Gejala
lainnya adalah demam, sakit kepala, mual dan muntah – muntah(Arifah,
2010).
Salmonellosis merupakan penyakit yang menular pada manusia
(zoonosis). Habitat bakteri Salmonella adalah di dalam pencernaan manusia,
hewan, dan unggas. Oleh karena itu, cara penularannya adalah melalui mulut
karena makan atau minum bahan yang tercemar oleh keluaran alat
pencernaan penderita. Salmonella sp akan berkembang biak di dalam alat
pencernaan penderita, sehingga terjadi radang usus (enteritis). Salmonella
inilah yang menimbulkan diare, karena Salmonella menghasilkan racun yang
disebut cytotoxin dan enterotoxin (Dharmojono, 2001).
Untuk memperbaiki mutu mikrobiologis ayam, maka perlu ada
persyaratan standar mikrobiologis yang harus dipenuhi. Oleh karena itu
ditetapkan peraturan-peraturan rekomendasi tentang persyaratan kandungan
bakteri. Persyaratan mikroba oleh DEPTAN (SNI NO.1-6366-2009) seperti
tercantum pada Tabel 2.2.4
15

Tabel 2.2.4 Persyaratan mutu mikrobiologis daging ayam


Batas Maksimum Cebaran
Jenis Cemaran Mikroba Mikroba (BMCM) (CFU/gr)

Ayam Pedaging
Total Plate Count 1x106
Coliform 1x102
Staphylococcus auerus 1x102
Salmonella sp Negatif
Escheria coli 1x101

(Sumber : Badan Standarisasi Nasional Daging Ayam, 2009)

Pertumbuhan atau perkembangbiakan bakteri didalam makanan dapat


dipengaruhi oleh beberapa faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik, diantaranya
adalah :
a. Water activity (aw)
Kebutuhan bakteri terhadap air dapat dikatakan sebagai water activity (aw)
dalam makanan, yang dapat juga diartikan sebagai jumlah ketersediaan air
di dalam makanan untuk mendukung pertumbuhan mikroba. Kandungan
air dalam tubuh bakteri sebesar 80%. Selama hidupnya bakteri
membutuhkan air, namun bakteri tidak dapat menggunakan air yang
terikat dengan zat padat dan gula. Nilai water activity berkisar dari 0,00
hingga 1,00 (Arisman, 2009).

b. Suhu
Bakteri Salmonella akan tumbuh dengan baik pada temperatur antara 5°C -
45ºC dan temperatur optimum 37ºC. Bakteri yang berada dibawah
temperatur minimum atau sedikit diatas temperatur maksimum, tidak akan
segera mati melainkan berada dalam keadaan tidur atau dormancy (Brooks
et al,2001).

c. pH
16

pH atau tingkat keasaman juga merupakan syarat pertumbuhan mikroba


dalam makanan. Biasanya terdapat 3 Tingkatan pH yang mempengaruhi
pertumbuhan mikroba yaitu pH optimum, pH maksimum dan pH
minimum. Dimana dari ketiga pH tersebut, pH optimum yang paling
cocok terhadap peningkatan pertumbuhan mikroba dalam makanan.
Kebanyakan dari mikroorganisme akan tumbuh pada pH kisaran 4,4-9,4
(Buckle, 2013).

d. Waktu
Jika bakteri menemukan kondisi yang cocok, bakteri dapat
berkembangbiak dengan baik dalam waktu singkat. Menurut Rauf (2013)
hanya dalam waktu 15-20 menit bakteri mampu memperbanyak diri dari
satu sel menjadi 2 sel. Waktu dan suhu yang baik agar terhindar dari
kontaminasi bakteri Salmonella spadalah 30 menit dengan suhu 65ºC.

e. Oksigen
Oksigen berperan penting dalam membantu pertumbuhan bagi beberapa
jenis bakteri, seperti bakteri yang termasuk kedalam kategori bakteri
aerobik. Sedangkan untuk bakteri yang masuk kedalam golongan anaerob,
oksigen tidak diperlukan dalam pertumbuhannya bahkan dapat mematikan
bakteri tersebut. Sedangkan salah satu faktor ekstrinsiknya yaitu
pembusukan daging. Daging termasuk bahan makanan yang mudah
mengalami pembusukan (Perishable food). Pembusukan daging terjadi
disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme, reaksi enzimatis dan kombinasi
keduanya (Laelasari, 2015).

2.3 Deteksi Keberadaan Salmonella sp


Penentuan kualitas bahan pangan diperlukan berbagai uji keamanan bahan
pangan, salah satunya adalah uji mikrobiologi. Uji mikrobiologi merupakan salah
satu uji yang penting, karena selain dapat menduga daya tahan simpan suatu
makanan, juga dapat digunakan sebagai indikator sanitasi makanan atau indikator
17

keamanan makanan. Pengujian yang dilakukan pada setiap bahan pangan tidak
sama tergantung dari berbagai faktor, diantaranya adalah cara penanganan dan
konsumsinya, cara penyimpanan, dan berbagai faktor lainnya. Untuk bahan
pangan seperti telur, daging dan susu biasanya dilakukan pengujian mikrobiologi,
yaitu dengan cara melakukan isolasi bakteri pada media selektif yaitu Salmonella
Shigella Agar dan uji biokimia (Setiowati, 2011).
Ketentuan yang ditetapkan SNI 01-4473-1998 dengan syarat negatif
koloni/ 25 gram. Diduga keberadaan Salmonella sp pada makanan sangat kecil
sehingga dibuat sebanyak 25 gram. Salmonella sp adalah bakteri yang termasuk
mikroorganisme yang amat kecil dan tidak terlihat mata. Selain itu bakteri ini
tidak meninggalkan bau maupun rasa apapun pada makanan. Biasanya bakteri
dapat dilakukan pengujian melalui laboratorium.
Untuk mendeteksi keberadaan Salmonella sp dalam makanan dapat
dilakukan dalam 5 tahap yaitu dengan pengkayaan selektif dan uji biokimia.
Tahap pengkayaan bisa dilakukan dengan media Selenite Cystine Broth (SCB),
untuk pengkayaan menggunakan media selektif Salmonella Shigella Agar (SSA),
sedangkan uji biokimia dapat dilakukan dengan media Triple Sugar Iron Agar
(TSIA), Simon Citrate Agar (SCA), dan uji Sulphite Indole Motility (SIM).

2.4 Integrasi Hasil Penelitian sebagai Handout Pembelajaran


Handout adalah bahan ajar berbentuk tulisan dari beberapa literatur yang
relevan dengan materi/KD yang disiapkan guru dengan tujuan untuk memperkaya
pengetahuan peserta didik (Depdiknas, 2008).
Hasil penelitian ini akan dikembangkan menjadi rancangan handout
pembelajaran pada konsep eubacteria pada materi “ciri-ciri bakteri Salmonella
sp”. Model yang digunakan untuk mengembangkan hasil penelitian adalah model
pengembangan ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation,
Evaluation) yang dikembangkan oleh Dick and Carey (2005) yang
disederhanakan menjadi tahap Analiyis dan Design. Adapun penjelasan kedua
tahap tersebut yaitu:
1. Analysis (Analisis)
18

Kegiatan pada tahap ini yaitu menganalisis syarat-syarat


pengembangan pembelajaran baru seperti analisis terhadap silabus kurikulum
dan analisis isi materi dari bahan ajar yang sudah ada sebelumnya. Analisis
materi dilakukan dengan cara mengidentifikasi materi utama yang perlu
diajarkan dan memilih materi yang relevan, menyusunnya kembali secara
sistematis dengan mencantumkan indikator pencapaian kompetensi yang akan
dicapai.

2. Design (Perancangan)
Kegiatan ini merupakan proses sistematik yang dimulai dari
menetapkan tujuan belajar, merancang skenario atau kegiatan belajar
mengajar, merancang perangkat pembelajaran, merancang materi
pembelajaran dan alat evaluasi hasil belajar. Rancangan model/metode
pembelajaran ini masih bersifat konseptual dan akan mendasari proses
pengembangan berikutnya.
Untuk menghasilkan handout yang mampu meningkatkan motivasi
belajar, pengembangan handout harus memperhatikan karakteristik yang
diperlukan sebagai handout.
1) Kompetensi;
2) Materi pembelajaran sebelumnya;
3) Prosedur pembelajaran;
4) Materi pembelajaran yang akan dipelajari;
5) Latihan;
6) Soal evaluasi.

Sebagai salah satu bentuk bahan ajar, handout memiliki fungsi


sebagai berikut :
1) Sebagai pelengkap materi ajar;
2) Sebagai pendamping penjelasan guru;
3) Sebagai bahan rujukan peserta didik;
4) Pengingat pokok-pokok materi yang diajarkan;
19

5) Sebagai umpan balik

Penulisan dan pembuatan handout dilakukan dengan tahapan-tahapan


sebagai berikut:
1) Menganalisis kurikulum;
2) Menentukan judul handout sesuai dengan materi pokok seta
kompetensi dasar;
3) Mengumpulkan referensi yang terbaru dan relevan dengan materi;
4) Kalimat yang digunakan tidak terlalu panjang;
5) Mengevaluasi handout;
6) Memperbaiki kekurangan-kekurangan handout yang telah
ditemukan;
7) Menggunakan berbagai sumber untuk menambah materi handout.

2.5 Kajian Hasil Penelitian yang Relevan


Sebelum adanya penelitian ini sudah ada penelitian yang telah dilakukan
oleh beberapa peneliti yang memiliki kaitan dengan deteksi Salmonella sp pada
ayam pedaging (Gallus domesticus). Berikut merupakan beberapa hasil penelitian
yang mempunyai relevansi dengan penelitian ini :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Variam Fas Sabion Bakara yang
dimuat dalam jurnal online peternakan integratif pada Juni 2014
dengan judul “Analisis bakteri Salmonella sp pada daging ayam
potong yang dipasarkan pada pasar tradisional dan pasar modern di
kota Medan”. Penelitian ini menggunakan metode Total Plate Count
(TPC) dan menggunakan isolasi Salmonella dengan menggunakan
media agar selektif Xylsoe deoxycholate agar (XLDA). Hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini adalah didapatkan sampel dari 30
sampel daging ayam potong pada pasar tradisional seluruh sampel
tidak terdapat bakteri Salmonella sp, sedangkan hasil analisis dari 30
sampel yang berasal dari pasar modern terdapat 2 sampel positif
tercemar bakteri Salmonella sp.
20

2. Penelitian yang dilakukan oleh Alpian Darmawan yang dimuat dalam


jurnal online kedokteran dan kesehatan pada Mei 2017 dengan judul
“Identifikasi Salmonella sp pada daging ayam broiler di pasar
tradisional kota Makassar”. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen dengan analisis dekriptif dan menggunakan isolasi
Salmonella dengan menggunakan media agar selektif Salmonella
Shigella Agar (SSA). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
didapatkan dari 24 sampel daging ayam broiler di beberapa pasar
tradisional kota Makassar, terdapat 3 sampel positif tercemar bakteri
Salmonella sp.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Tri Yahya Budiarso dan Marie Jose
Ximenes Belo pada Mei 2009 dengan judul “Deteksi cemaran
Salmonella sp pada daging ayam yang dijual di pasar tradisional di
wilayah kota Yogyakarta”. Penelitian ini menggunakan metode
eksperimen dengan analisis dekriptif dan menggunakan isolasi
Salmonella dengan menggunakan media agar selektif Salmonella
Shigella Agar (SSA). Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah
didapatkan 2 sampel positif Salmonella sp yaitu di pasar Beringharjo
dan pasar Kranggan.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Zuli Nofiyanti 2017 dengan judul
“pengembangan handout Biologi berbentuk katalog disertai gambar
berwarna pada materi sistem pernapasan”. Jenis penelitian ini
merupakan penelitian pengembangan ADDIE (Analysis, Design,
Development, Implementation, Evaluation) yang dikembangkan oleh
Dick and Carey (2005) yang disederhanakan menjadi tahap Analiyis
dan Design. Dengan kesimpulan bahwa handout yang dikembangkan
sangat layak digunakan sebagai media pembelajaran biologi.
5. Penelitian yang dilakukan oleh Yessi Hermawati 2017 dengan judul
“pengembangan handout biologi SMA pada materi Bioteknologi”.
Jenis penelitian ini merupakan pengembangan ADDIE (Analysis,
Design, Development, Implementation, Evaluation) yang
21

dikembangkan oleh Dick and Carey (2005) yang disederhanakan


menjadi tahap Analiyis dan Design. Dengan kesimpulan bahwa
Handout Biologi yang dikembangkan menunjukkan kriteria sangat
baik sehingga layak digunakan sebagai media pembelajaran biologi.

2.6 Kerangka Berfikir

Kontaminasi Salmonella sp pada KD 3.5 Mengidentifikasi struktur, cara


ayam pedaging (Gallus domesticus) hidup, reproduksi dan peran bakteri
dalam kehidupan

Cara penyimpanan ayam pedaging Handout pada konsep eubacteria


(Gallus domesticus) SMA Kelas X

Pasar tradisional dan pasar modern Sumber belajar


Kota Pekanbaru handout

Anda mungkin juga menyukai