98-Article Text-284-1-10-20190114
98-Article Text-284-1-10-20190114
Email: ikadekseniantara@gmail.com
ABSTRAK
Latar Belakang: Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi kronis yang masih
menjadi masalah kegawat daruratan global dan penyebab kematian terbesar
setelah Human Immunodeficiency Virus. Sekitar 80% kasus TB yang dilaporkan
terjadi di 22 negara di dunia, Indonesia termasuk dalam negara High-Burden
countries dan berada diperingkat kelima sebagai negara dengan kasus TB terbesar
setelah India, Cina, Afrika Selatan dan Nigeria. Adanya Efek samping obat anti
tuberkulosis dan putusnya terapi obat diketahui merupakan salah satu fakor risiko
terjadinya kegagalan pengobatan.
Tujuan: mengetahui pengaruh efek samping OAT terhadap kepatuhan minum
obat pada pasien TBC di Puskesmas Pekauman Banjarmasin.
Metode: Jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan penelitian Corelational
study. Teknik sampling non-probability sampling jenis purposive sampling,
jumlah sampel 40 penderita TB. Analisa data menggunakan analisa univariat dan
bivariat dengan uji Spearman rank. Instrument penelitian menggunakan kuesioner
dengan 13 butir soal untuk variable Pengaruh dan 14 kuesioner untuk variable
Kepatuhan.
Hasil: Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa korelasi yang terjadi antara
efek samping OAT dan kepatuhan minum obat adalah hubungan yang berbanding
lurus artinya semakin berat efek samping OAT maka semakin tidak patuh minum
obat, dan semakin ringan efek samping OAT maka semakin patuh minum obat.
Kesimpulan: Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh efek samping OAT
terhadap kepatuhan minum obat pada pasien TBC di Puskesmas Pekauman
Banjarmasin.
Kata Kunci: Efek Samping OAT, Kepatuhan Minum Obat, Pasien TBC.
PENDAHULUAN Indonesia termasuk dalam
Tuberkulosis (TB) merupakan negara High-Burden countries
penyakit infeksi kronis yang masih (HBCs) dan berada diperingkat
menjadi masalah kegawatdaruratan kelima sebagai negara dengan kasus
global dan penyebab kematian TB terbesar setelah India, Cina,
setelah Human Immunodeficiency Afrika Selatan dan Nigeria (WHO,
Virus (HIV). Hal ini terbukti dengan 2012). Indonesia merupakan salah
masuknya perhatian terhadap satu negara di Asia Tenggara yang
penanganan TB dalam MDGs. memiliki masalah dengan kasus TB.
Tujuan keenam MDGs berisi tentang Berdasarkan data World Health
pengendalian penyebaran dan Statistics 2013, pada tahun 2011
penurunan jumlah kasus baru prevalensi TB paru di Indonesia
tuberkulosis dan pencapaian tersebut berada pada posisi keenam di Asia
diindikasikan oleh angka kejadian Tenggara dengan angka 281 per
dan tingkat kematian serta proporsi 100.000 penduduk, angka kejadian
tuberkulosis yang ditemukan, TB sebesar 187 per 100.000
diobati, dan disembuhkan dalam penduduk, dan angka kematian
program DOTS (Directly Observed mencapai 27 per 100.000
Treatment Shortcourse penduduk(Kemenkes RI , 2013).
Chemotherapy) (Bappenas, 2012). Sejak tahun 1995 Indonesia
Sekitar 80% kasus TB yang berhasil menurunkan kasus TB di
dilaporkan terjadi di 22 negara di Indonesia menggunakan strategi
dunia. Berdasarkan laporan hasil Directly Observed Treatment Short
survei yang dilakukan oleh WHO Cases (DOTS) yang dicanangkan
dari tahun 2008 sampai dengan 2012 WHO (Kemenkes, 2011). Fokus
di negara-negara di dunia, utama DOTS adalah penemuan dan
penggunaan Directly Observed penyembuhan klien, dengan
Treatment Short Course (DOTS) dan memprioritas pasien TB BTA
strategi stop TB mampu menurunkan positive UPP dan PL (Depkes RI,
beban TB setiap tahunnya. 2011). Angka kesuksesan
Penggunaan DOTS dan strategi stop pengobatan TB (proporsi hasil
TB merupakan pengobatan dengan pengobatan sembuh dan lengkap)
pengawasan langsung terapi dengan pada tahun 2012 mencapai 90,2 %
cara membantu pasien mengambil sedangkan di Provinsi Kalimantan
obat secara teratur untuk memastikan Selatan angka kesuksesan
kepatuhan pasien dalam pengobatan pengobatan tahun 2016 mencapai
TB Paru. Kepatuhan pasien dalam 87,0% yaitu hanya 1,1% di atas
pengobatan TB Paru sangat berarti target minimal yang ditetapkan
bahwa dunia berada di trek untuk WHO (Kemenkes RI, 2016). Di kota
mencapai tujuan Millenium Banjarmasin sendiri pada tahun 2010
Development Goals (MDGs) untuk perkiraan 1.242 kasus total penderita
membalikkan penyebaran TB pada TBC yang diobati tahun 2010
tahun 2015 dan angka kematian yang sebanyak 1.119 jiwa persentase
disebabkan oleh TB Paru menurun kesembuhan sebesar 92,41%
45% dan diperkirakan sekitar 22 juta meninggal 1,22% atau kasus TBC
jiwa di dunia diselamatkan oleh yang meninggal sebanyak 6 jiwa.
program tersebut (WHO, 2013). Cakupan penemuan pasien baru TB
BTA positif sebanyak 947 kasus
capaian 76% (Dinkes Banjarmasin, putus obat. Sebagian besar penderita
2015). merasa tidak tahan terhadap efek
Adanya efek samping obat anti samping OAT yang dialami selama
tuberkulosis diketahui merupakan pengobatan. Beratnya efek samping
salah satu fakor risiko terjadinya yang dialami tersebut akan
default (CDC, 2007). Efek samping berdampak pada kepatuhan berobat
obat anti tuberkulosis yang sering penderita dan bahkan dapat berakibat
muncul adalah kehilangan nafsu putus berobat (loss to follow-up) dari
makan, mual, sakit perut, nyeri sendi, pengobatan (Sari, dkk., 2014).
kesemutan sampai dengan rasa Sementara menurut Kemenkes
terbakar di kaki dan warna RI bahwa angka loss to follow-up
kemerahan pada air seni. Efek tidak boleh lebih dari 10%, karena
samping yang lebih berat seperti akan menghasilkan proporsi kasus
gatal dan kemerahan pada kulit, tuli, retreatment yang tinggi dimasa yang
gangguan keseimbangan, gangguan akan datang yang disebabkan karena
penglihatan, ikterus tanpa penyebab ketidakefektifan dari pengendalian
lain, bingung dan muntah-muntah Tuberkulosis (Kemenkes RI, 2014).
hingga purpura dan renjatan atau Oleh karena itu, menurut Kemenkes
syok (Depkes, 2008). RI bahwa dalam rangka
Morbiditas dan mortalitas akibat meningkatkan upaya pengendalian
tuberkulosis merupakan TB dan khususnya mencegah pasien
permasalahan yang sangat serius loss to follow-up dari pengobatan,
terutama akibat permasalahan maka sangat penting untuk
timbulnya efek samping akibat memantau kondisi klinis pasien
penggunaan Obat Anti Tuberkulosi selama masa pengobatan sehingga
(OAT). Putusnya terapi akibat timbul efek samping berat dapat segera
efek samping menimbulkan 3 diketahui dan ditatalaksanakan
resistensi kuman sehingga secara tepat (Kemenkes RI, 2014).
memperberat beban penyakit dan Berdasarkan data dari Dinas
beban pasien itu sendiri (Sari, dkk., Kesehatan Kota Bajarmasin pada
2014). tahun 2015 didapatkan hasil angka
Salah satu kunci dalam kejadian penderita tuberkulosis di
keberhasilan pengobatan TB yaitu Banjarmasin sebanyak 4.375,
kepatuhan pasien. Penderita TB yang sedangkan 2016 didapatkan hasil
tidak patuh dalam pengobatan angka kejadian penderita
kemungkinan besar disebabkan tuberkulosis di Banjarmasin
pemakaian obat jangka panjang, efek sebanyak 4.624 jiwa, dan untuk
samping yang mungkin timbul, dan daerah dengan angka kejadian
kurangnya kesadaran penderita akan penderita tuberkulosis tertinggi
penyakitnya. Untuk mendapatkan adalah di daerah Banjarmasin Barat
hasil pengobatan yang tepat perlu tepatnya di puskesmas Pekauman
adanya pemantauan efek samping banjarmasin untuk 2015 sebanyak 98
obat, Semua pasien TB yang berobat kasus dan 2016 sebanyak 185 kasus
seharusnya diberitahukan tentang TB.
adanya efek samping obat anti Berdasarkan pengalaman pribadi
tuberkulosis. Ini sangat penting yang di dapat pada saat peraktik
untuk dilakukan agar pasien tidak dinas di puskesmas Pekauman
salah paham yang bisa menimbulkan Banjarmasin pada tahun 2016 dari
beberapa pasien yang menderita TB penelitian ini yaitu kepatuhan minum
peneliti menemukan beberapa pasien obat pada pasien TBC.
yang melakukan pengobatan ulang Populasi dalam penelitian ini
dan berdasarkan data yang di dapat adalah pasien TBC yang dalam
dari Puskesmas Pekauman proses pengobatan di Puskesmas
Banjarmasin pada tahun 2016 Pekauman Banjarmasin. Jumlah 99
penderita TB paru sebanyak 185 orang pasien TBC. Sampel dalam
orang, dari 185 orang tersebut 17 penelitian ini adalah penderita TBC
orang sempat putus obat dan kembali di Puskesmas Pekauman
melakukat pengobatan ulang. Banjarmasin dan telah memenuhi
Hasil Wawancara yang persyaratan atau kriteria yang telah
dilakukan pada 31 Oktober 2017 ditetapkan oleh peneliti sebanyak
dengan 10 penderita Tuberkulosis yaitu 40 responden. Pada penelitian
paru BTA positif yang sedang ini teknik pengambilan sample
berobat di Puskesmas Pekauman menggunakan metode non-
Banjarmasin didapatkan data bahwa probability sampling dengan jenis
10 orang (100%) penderita purposive sampling.
tuberkulosis selama minum OAT Penelitian ini akan dilakukan
mengalami efek samping antara lain pada pasien TBC di Puskesmas
tidak nafsu makan dan mual, badan Pekauman Banjarmasin dengan
cepat lelah, nyeri sendi, serta badan kriteria sebagai berikut: Kriteria
terasa gatal-gatal dan kemerahan. inklusi adalah kriteria dimana subyek
Dan tidak ada keinginan untuk penelitian yang memenuhi syarat
berhenti minum obat. Dua orang sebagai sampel, yaitu: Pasien TBC
(20%) dari 10 (100%) penderita yang telah menjalani pengobatan
tuberkulosis setelah mengalami efek minimal 1 bulan. Kooperatif dan
samping tidak nafsu makan dan bersedia menjadi responden usia 17-
mual, badan terasa gatal dan 45 tahun, bukan TB MDR. Kriteria
kemerahan serta berat badan ekslusi untuk penelitian ini adalah
menurun, menghentikan pengobatan Pasien TBC yang tidak dapat
tuberkulosis selama 1 bulan setelah 2 berkomunikasi dengan baik dan
bulan pengobatan dan sekarang pasien TBC dengan penyakit
mengulang kembali pengobatan penyerta lain.
tuberkulosis setelah merasa kondisi Instrumen untuk penelitian pada
kesehatannya lebih baik. pengaruh efek samping OAT
terdapat 13 pertanyaan dan
instrument kepatuhan 14 pertanyaan
METODOLOGI PENELITIAN sehingga total keseluruhan
Jenis penelitian yang digunakan instrument berjumlah 27 instrumen
dalam penelitian ini yaitu penelitian pernyataan dengan menggunakan
kuantitatif, rancangan penelitian ini skala Guttman dengan dua pilihan
menggunakan Corelational study, jawaban “ya” dan “tidak”.
dengan pendekatan yang digunakan Penelitian ini dilakukan di
bersifat cross sectional. Puskesmas Pekauman Banjarmasin
Variabel penelitian ini terdiri pada tanggal 28 Maret - 25 April
dari Variabel bebas pengaruh efek 2018.
samping OAT Variabel terikat dalam
HASIL Table 3. Distribusi Frekuensi Responden
Hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel Berdasarkan Pendidikan
1 dibawah ini,
No Tingkat Frekuensi %
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Pendidikan
berdasarkan Usia Responden. 1 Tidak 3 7.5
tamat SD
2 SD 16 40
No Umur Frekuensi %
3 SLTP 9 22,5
1 17-25 tahun 1 2,5
4 SLTA 9 22,5
(remaja akhir)
5 Akademi 2 5
2 26-35 tahun 14 35
6 Sarjana 1 2,5
(dewasa awal)
Jumlah 40 100
3 36-45 tahun 25 62,5
(dewasa akhir)
Jumlah 40 100 Interpretasi Tabel 3 diatas menunjukkan
bahwa karakteristik pasien TBC
Interpretasi Tabel 1 di atas menunjukkan berdasarkan tingkat pendidikan di
bahwa karakteristik pasien TBC Puskesmas Pekauman Banjarmasin yang
berdasarkan umur di Puskesmas paling banyak adalah SD sebanyak 16
Pekauman Banjarmasin yang paling responden (40%).
banyak adalah umur 36-45 tahun
sebanyak 25 responden (62,5%). Sedang Table 4. Karakteristik Responden
yang terendah yaitu berjumlah 1 orang berdasarkan pekerjaan.
(2,5%) pada usia 17-25 tahun pada masa
remaja akhir yang mengalami TBC dan No Pekerjaan Frekuensi %
sedang dalam masa pengobatan. 1 Tidak bekerja 21 52,5
2 Bekerja 19 47,5
Table 2. Distribusi Karakteristik Jumlah 40 100
Responden berdasarkan Jenis Kelamin
Interpretasi tabel 4. di atas
No Jenis Kelamin Frekuensi % menunjukkan bahwa karakteristik pasien
1 Laki-laki 25 62,5
TBC berdasarkan pekerjaan di
Puskesmas Pekauman Banjarmasin yang
2 Perempuan 15 37,5 paling banyak adalah tidak bekerja
Jumlah 40 100 sebanyak 21 responden (52,5%).