Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teori merupakan sebuah keberadaan yang sangat penting dalam

dunia hukum, karena hal tersebut merupakan konsep dasar yang dapat

menjawab suatu masalah. Teori juga merupakan sarana yang memberikan

rangkuman bagaimana memahami suatu masalah dalam setiap bidang ilmu

pengetahuan hukum. Penting untuk seorang akademisi hukum mengetahui

pengertian teori secara luas, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam

membuat karya-karya ilmiah yang merupakan proses kegiatan seorang

akademisi dalam kegiatan ilmiah maupun dalam suatu penelitian. Dalam

penemuan hukum terdapat beberapa aliran. Sebelum tahun 1800 sebagian

besar hukum adalah kebiasaan. Di muka hukum kebiasaan itu beraneka

ragam dan kurang menjamin kepastian hukum. Keadaan ini menimbulkan

gagasan untuk menyatukan hukum dan menuangkan dalam sebuah kitab

undang-undang, maka timbullah gerakan kodifikasi. Timbulnya gerakan

kodifikasi ini disertai timbulnya aliran legisme, aliran legisme adalah

bahwa semua hukum terdapat pada undang-undang.

Peranan hukum di dalam masyarakat khususnya dalam menghadapi

perubahan masyarakat perlu dikaji dalam rangka mendorong terjadinya

perubahan sosial. Pengaruh peranan hukum ini bisa bersifat langsung dan

tidak langsung atau signifikan atau tidak. Hukum memiliki pengaruh yang

tidak langsung dalam mendorong munculnya perubahan sosial pada

pembentukan lembaga kemasyarakatan tertentu yang berpengaruh

1
langsung terhadap masyarakat. Di sisi lain, hukum membentuk atau

mengubah institusi pokok atau lembaga kemasyarakatan yang penting,

maka terjadi pengaruh langsung, yang kemudian sering disebut hukum

digunakan sebagai alat untuk mengubah perilaku masyarakat. 

Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum hukum

Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang

dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa

kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu

Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia

Belanda (Nederlandsch-Indie). Hukum Agama, karena sebagian besar

masyarakat Indonesia menganut Islam, maka dominasi hukum atau

Syari'at Islam lebih banyak terutama di bidang perkawinan, kekeluargaan

dan warisan. Selain itu, di Indonesia juga berlaku sistem hukum Adat,

yang merupakan penerusan dari aturan-aturan setempat dari masyarakat

dan budaya-budaya yang ada di wilayah Nusantara.

Dalam perkembangannya, hukum memiliki perkembangan

pandangan dan deskripsi yang berbeda sesuai perkembangan jaman dan

ilmu pengetahuan, hukum pun berkembang sesuai perkembangan manusia

itu sendiri yang membutuhkan hasrat akan keadilan.

Sehingga menarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai

perkembangan hukum dan teori hukum, dimana penulis akan mengangkat

permasalahan mengenai hukum dan teori hukum, dan akan dituangkan

dalam karya tulis yang berjudul : “TEORI HUKUM MURNI DAN

PENGARUHNYA TERHADAP HUKUM DI INDONESIA”

2
B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang

akan dibahas pada penelitian ini adalah :

1. Apakah yang dimaksud dengan Hukum?

2. Bagaimanakah perkembangan teori hukum yang berlaku?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini di

uraikan sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan Teori hukum murni.

b. Untuk mengetahui teori hukum murni dan pengaruhnya terhadap sistem

hukum di Indonesia.

D. Metode penelitian

Dalam suatu penelitian hukum, metode yang dipergunakan berbeda dengan

metode pada penelitian sosial, pada metode penelitian hukum penempatan istilah

kualitatif dan kuantitatif di letakan pada teknik analisa, sedangkan untuk metode

generalnya yang lazim dipergunakan pada penelitian hukum adalah metode

penelitian yuridis normatif, yuridis empiris, atau yuridis Normatif-empiris

(gabungan).1Pada penelitian ini metode penelitian yang dipergunakan adalah

metode penelitian hukum yuridis normatif dimana menurut Soetandyo

Wignjosoebroto, menyebutkan dengan istilah metode penelitian hukum doctrinal2.

Sedangkan Ronny Hanitjo Soemitro, menyebutkan dengan istilah metode

penelitian hukum yang normatif atau metode penelitian hukum yang

1
SoetandyoWignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika Masalahnya,
Jakarta :IfdhalKasim et.al., Elsam dan Huma, 2002, hlm. 14
2
Ibid., hlm. 147.

3
doctrinal3.Penulis menggunakan pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran

penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norm). Pengertian kaedah meliputi asas

hukum, kaedah dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkret. Penelitian

yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf

sinkronisasi vertikal dan horisontal.

3
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan Kelima,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, hlm. 10

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Tinjauan Umum Tentang Hukum

Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat

dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban,

keadilan, mencegah terjadinya kekacauan.

Hakikat hukum dapat dijelaskan dengan cara memberikan suatu definisi

tentang hukum. Sampai saat ini menurut Apeldoom sebagaimana dikutipnya

dari Immanuel Kant, para ahli hukum masih mencari tentang apa definisi

hukum (Noch suchen die juristen eine Definition zu ihrem BegrifJe von

Recht). Definisi tentang hukum yang dikemukakan para ahli hukum sangat

beragam, bergantung dari sudut mana mereka melihatnya. Ahli hukum

Belanda J. van Kan (1983) mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan

ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa, yang melindungi

kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat tersebut mirip

dengan definisi dari Rudolf van Jhering yang menyatakan bahwa hukum

adalah kese1uruhan norma-norma yang memaksa yang berlaku dalam suatu

negara. Hans Kelsen menyatakan hukum terdiri dari norma-norma bagaimana

orang harus berperilaku. Pendapat ini didukung oleh ahli hukum Indonesia

Wirjono Projodikoro (1992) yang menyatakan bahwa hukum adalah rangkaian

peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota suatu

masyarakat, sedangkan satu-satunya tujuan dari hukum ialah menjamin

keselamatan, kebahagiaan dan tata tertib masyarakat itu. Se1anjutnya O.

Notohamidjojo (1975) berpendapat bahwa hukum adalah keseluruhan

5
peraturan yang tertulis dan tidak tertulis yang biasanya bersifat memaksa

untuk kelakuan manusia dalam masyarakat negara serta antar negara, yang

berorientasi pada dua asas yaitu keadilan dan daya guna, demi tata tertib dan

damai dalam masyarakat.4

Menurut Plato, dilukiskan dalam bukunya ”Republik”. Hukum adalah

sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat

masyarakat. Menurut Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan

yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang

adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi karena kedudukan

itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatan nya

dalam menghukum orang-orang yang bersalah. Menurut Austin, hukum

adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada

makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya. 5

Mengenai hukum Immanuel Kant mengatakan: "Noch suchen die

Juristen eine Definition zu ihrem Begriffe von Recht" atau "sampai sekarang

para ahli hukum masih mencari definisi hukum." Disini dapat kita tangkap

bahwa sampai sekarang para ahli masih belum menemukan definisi mengenai

hukum itu sendiri.Hal ini diakibatkan oleh banyaknya segi dan bentuk yang

tidak mungkin dapat dijangkau hanya oleh satu definisi saja, karena cakupan

hukum sangatlah luas.6

Menurut Kelsen, hukum adalah sebuah sistem Norma. Norma adalah

pernyataan yangmenekankan aspek “seharusnya” atau das solen, dengan

4
Ibid., hlm. 37
5
Sampara, Said, dan Agis, Abdul,Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum, Total Media, Bandung, 2011.
hlm. 14
6
Lil, Rasjidi, dan Ira Thania,Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju, 2010. hlm. 16

6
menyertakan beberapa peraturan tentangapa yang harus dilakukan. Norma-

norma adalah produk dari aksi manusia yang deliberatif.Kelsen meyakini

David Hume yang membedakan antara apa yang ada (das sein) dan apa

yang“seharusnya”, juga keyakinan Hume bahwa ada ketidakmungkinan

pemunculan kesimpulan darikejadian faktual bagi das solen. Sehingga, Kelsen

percaya bahwa hukum, yang merupakanpernyataan-pernyataan “seharusnya”

tidak bisa direduksi ke dalam aksi-aksi alamiah.Hans Kelsen juga menyatakan

bahwa, hukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-aturan

(rules)tentang perilaku manusia. Dengan demikian hukum tidak menunjuk

pada satu aturan tunggal (rule), tetapi seperangkat aturan (rules) yang

memiliki suatu kesatuan sehingga dapat dipahami sebagai suatu

sistem.Konsekuensinya, adalah tidak mungkin memahami hukum jika hanya

memperhatikan satu aturan saja.7

Arti hukum menurut Thomas Aquinas adalah adanya hukum yang

datang dari wahyu, dan hukum yang dibuat oleh manusia. Hukum yang

didapat dari wahyu dinamakan hukum Ilahi positif. Hukum wahyu ada pada

norma-norma moral agama, sedangkan hukum yang datang dari akal budi

manusia ada tiga macam, yaitu hukum alam, hukum bangsa-bangsa, dan

hukum positif manusiawi. Hukum alam bersifat umum, dan karena itu tidak

jelas. Maka perlu disusun hukum yang lebih jelas yang merupakan undang-

undang negara yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat. I-Iukum

ini disebut hukum positif. Apabila hukum positif ini bertentangan dengan

hukum alam, maka hukum alamlah yang berlaku. Keadilan juga merupakan

7
Asshiddiqie, Jimly, dan Safa’at, M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Sekretariat Jenderal
& Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta, 2006.hlm. 15

7
suatu hat yang utama dalam teori hukum Thomas Aquinas. Meskipun Thomas

Aquinas membedakan antara keadilan distributif, keadilan tukar-rnenukar, dan

keadilan legal, tetapi keadilan legal menduduki peranan yang sangat penting.

Hal ini disebabkan karena keadilan legal menuntut agar orang tunduk pada

undang-undang, sebab mentaati hukum merupakan sikap yang baik. Jelaslah

bahwa kedua tokoh Kristiani ini mendasarkan teori hukumnya pada hukum

tuhan.8

B. Teori Hukum Murni

Teori Hukum Murni (bahasa Jerman: Reine Rechtslehre) adalah sebuah

buku oleh ahli teori hukum Hans Kelsen, pertama kali diterbitkan pada tahun

1934 dan dalam pengembangan yang sangat diperluas di "edisi kedua" (secara

efektif di buku baru) pada tahun 1960. Edisi kedua muncul dalam terjemahan

bahasa Inggris pada tahun 1967, sebagai Teori Hukum Murni,[1] edisi pertama

dalam terjemahan bahasa Inggris pada tahun 1992, sebagai Pengantar Masalah

Teori Hukum. Teori yang diusulkan dalam buku ini mungkin telah menjadi

teori yang paling berpengaruh dari hukum yang dihasilkan selama abad ke-20.

Hal ini, setidaknya, menjadi salah satu poin yang tinggi dari teori hukum

modernis.9

Fokus utama teori hukum murni, menurut Hans Kelsen, bukanlah salinan

ide transendental yang sedikit banyak tidak sempurna. Teori hukum murni ini

tidak berusaha memandang hukum sebagai anak cucu keadilan, sebagai anak

dari orang tua yang suci. Teori hukum tampaknya memegang teguh suatu

perbedaan yang tegas antara hukum empirik dan keadilan transendental


8
Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah Aliran dan Pemaknaan, Yogyakarta : UGM
Press, 2012. hlm. 16-17
9
Asshiddiqie, Jimly, dan Safa’at, M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Op. Cit., hlm. 7

8
dengan meniadakan keadilan transendental dari perhatian spesifiknya. Teori

ini tidak melihat manifestasi dari suatu otorita gaib di dalam hukum,

melainkan meninjau suatu teknik sosial spesifik yang didasarkan pada

pengalaman manusia; teori  hukum murni menolak untuk dijadikan ilmu

metafisika hukum.10

Pada dasarnya, tidak ada perbedaan esensial antara ilmu hukum analitik

dan teori hukum murni. Adapun letak perbedaannyam, kedua bidang itu

berbeda karena teori hukum murni berusaha untuk melanjutkan metode

hukum analitik dengan lebih konsisten dari yang diupayakan Austin dan para

pengikutnya. Usaha yang konsisten ini terutama menyangkut konsep-konsep

fundamental, seperti konsep norma hukum di satu pihak dan konsep-konsep

hak dan kewajiban hukum di lain pihak. Di Perancis dan Jerman, ilmu hukum

disajikan secara berbeda antara hukum dalam pengertian obyektif dan hukum

dalam pengertian subyektif, dan terakhir menyangkut hubungan antara hukum

dan negara. Teori hukum murni merupakan suatu pemberontakan yang

ditujukan terhadap ilmu hukum yang ideologis, yakni yang hanya

mengembangkan hukum itui sebagai alat pemerintahan dalam negara-negara

totaliter. Teori ini lazim dikaitkan pada mazhab Wina yang tokohnya adalah

Hans Kelsen.11

Pada dasarnya, pemikiran Kelsen sangat dekat dengan pemikiran Austin.

Walaupun Kelsen ketika mulai mengembangkan teori-teorinya, seperti diakui

kemudian, sama sekali tidak mengetahui karya Austin. Asal-usul falsafah

madzhab Wina sangat berbeda dari Utilitarianisme Austin. Dasar falsafah

10
Ibid., hlm. 7
11
Ibid., hlm. 5

9
pemikiran Kelsen adalah Neo Kantialisme, hal ini menghubungkan kelsen

dengan inspirasi Neo-Kant dari Stamler dan Delfeccio, tetapi simpulan-

simpulan yang ditarik Kelsen dan Madzhab Wina dari dalil-dalil aliran Neo-

Kant, secara radikal bertentangan dengan dalil-dalil kedua kedua ahli hukum

ini. Stamler menjadi terlibat dalam kesukaran-kesukaran teori hukum murni

yang berlaku di seluruh dunia, bersih dari segala sesuatu yang dapat berubah,

tetapi masih mampu memberikan gagasan-gagasan yang memberi bimbingan

bagi ahli hukum yang mencari keadilan.12

C. Perkembangan Teori Hukum Murni Dan Pengaruhnya Terhadap Sistem

Hukum Di Indonesia

Perkembangan Hukum yang ada di Indonesia tidak terlepas dari sejarah

yang telah berjalan cukup lama. Jika melihat sejarah panjang tersebut, Hukum

yang ada di Indonesia tersebut berasal dari Negara Belanda, yang dulu pernah

menjajah Indonesia. Tidak bisa dipungkiri, bahwa Indonesia telah mengadopsi

hukum yang berasal dari negara Belanda tersebut. Mengingat karena

Indonesia adalah negara kolonial jajahan Belanda, jadi mau atau tidak

Indonesia juga harus menerapkan sistem hukum yang ada di Negara Belanda.

Hukum Indonesia secara keseluruhan masih menggunakan hukum yang

berasal dari negara kolonialnya, yaitu Negara Belanda. Hampir semua hukum

yang berjalan di Belanda juga ikut diterapkan di Indonesia. Dengan kata lain,

Hukum Indonesia adalah hukum yang masih mengacu kepada hukum yang

dibuat oleh Belanda.

Sistem Hukum Eropa Kontinental adalah sistem hukum yang diterapkan

di negara Belanda. Karena Indonesia adalah bekas jajahan Belanda, jadi


12
Ibid., hlm. 6

10
sistem Eropa Kontinental juga telah diterapkan di Indonesia. Sistem Hukum

Eropa Kontinental lebih menekankan kepada hukum yang tertulis, dan

perundang-undangan menduduki peran penting dalam sistem hukum ini. Di

Indonesia sendiri, dasar hukumnya adalah konstitusi.

Sebagai salah satu dimensi kehidupan bangsa Indonesia, Hukum

Indonesia adalah suatu kebutuhan mendasar yang didambakan kehadirannya

sebagai alat pengatur kehidupan, baik dalam kehidupan individual, kehidupan

sosial maupun kehidupan bernegara. Kebutuhan hakiki Bangsa Indonesia akan

ketentraman, keadilan serta kesejahteraan (kemanfaatan) yang dihadirkan oleh

sistem aturan yang memenuhi ketiga syarat keberadaan hukum tersebut

menjadi sangat mendesak pada saat ini, ditengah-tengah situasi transisional

menuju Indonesia baru.

Sistem Hukum Indonesia sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari

untuk menunjuk pada sistem norma yang berlaku dan atau diberlakukan di

Indonesia. Hukum Indonesia adalah hukum, sistem norma atau sistem aturan

yang berlaku di Indonesia. Dengan kata lain yang juga populer digunakan,

Hukum Indonesia adalah hukum positif Indonesia, semua hukum yang

dipositifkan atau yang sedang berlaku di Indonesia.

Membicarakan Sistem Hukum Indonesia berarti membahas hukum secara

sistemik yang berlaku di Indonesia. Secara sistemik berarti hukum dilihat

sebagai suatu kesatuan, yang unsur-unsur, sub-sub sistem atau elemen-

elemennya saling berkaitan, saling pengaruh mempengaruhi, serta saling

memperkuat atau memperlemah antara satu dengan yang lainnya tidak dapat

dipisahkan.

11
Sebagai suatu sistem, Hukum Indonesia terdiri atas sub-sub sistem atau

elemen-elemen hukum yang beraneka, antara lain Hukum Tata Negara (yang

baigia-bagiannya terdiri dari tata negara dalam arti sempit dan Hukum Tata

Pemerintahan), Hukum Perdata (yang bagian-bagiannya terdiri atas hukum

Perdata dalam arti sempit, Hukum Acara Perdata dan Hukum Dagang atau

Hukum Bisnis), Hukum Pidana (yang bagian-bagiannya terdiri dari Hukum

Pidana Umum, Hukum Pidana Tentara, Hukum Pidana Ekonomi serta Hukum

Acara Pidana) serta Hukum Internasional (yang terdiri atas Hukum

Internasional Publik dan Hukum Perdata Internasional).13

Teori hukum pada prinsipnya di bagi 2 Tipologi, yaitu :14

1. Tipologi Normatif :

a. Teori Hukum Yunani dan Romawi

b. Teori Hukum Alam.

c. Teori Hukum Positivisme.

d. Teori Hukum Murni.

2. Tipologi Sosiologis :

a. Sosiologis Hukum Empiris.

b. Sosiologis Hukum Kontemplatif.

Indonesia dalam perkembangannya dipengaruhi oleh teori hukum murni,

dimana teori hukum murni dapat dilihat pada Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan Indonesia

adalah Negara Hukum, dimana artinya Indonesia mengakui bahwa hukum

13
Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, prinsip-prinsip dan implementasi hukum di Indonesia,
Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.
14
Asshiddiqie, Jimly, dan Safa’at, M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Op. Cit., hlm. 41

12
merupakan supremasi tertinggi pengatur negara, dan bukan manusia atau

kekuasaan.15

Teori Hukum Murni muncul karena adanya Ilmu hukum yang Ideologis,

yaitu yang hanya mengembangkan hukum itu sebagai alat pemerintahan dalam

negara-negara totaliter. Teori Hukum Murni dikemukakan Hans Kelsen, yang

inti ajaran Hukum Murni, dari Hans Kelsen adalah hukum itu harus

dibersihkan dari anasir-anasir yang tidak yuridis seperti etis, sosiologis, politis

dan sebagainya.16

Konsepsi Hukum Murni Hans Kelsen tidak memberi tempat berlakunya

hukum alam, menghindari dari soal penilaian dan juga tidak memberi tempat

bagi hukum kebiasaan yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, hanya

memandang hukum sebagai Sollen Yuridis yang terlepas dari Das Sei/

kenyataan sosial. Orang mentaati hukum karena ia merasa wajib untuk

mentaatinya sebagai suatu kehendak negara. Hukum itu tidak lain merupakan

suatu kaedah ketertiban yang menghendaki orang mentaatinya sebagaimana

seharusnya.

Disamping ajaran Teori Hukum Murni, Hans Kelsen memperkenalkan

konsepsi mengenai “Grundnorm” yang berfungsi sebagai dasar dan tujuan dari

semua jalan hukum. Grundnorm sebagai induk yang melahirkan peraturan-

peraturan hukum dalam suatu tatanan hukum yang selanjutnya dikembangkan

oleh Aolf Merkl yang dikenal dengan Stufenbau Des Recht yang

mengutamakan tentang adanya hierarkis dari pada perundang-undangan.

15
Jimmly Asshidiqqie, Negara Hukum, Jakarta : Sekretariat Mahkamah Konstitusi Indonesia,
2006. hlm. 1
16
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2006, hlm. 278

13
Ajaran Stufentheori untuk hukum di Indonesia sesuai dengan

hieraikisnya termuat dalam Tap MPRS NO.XX/MPRS/1966 tentang tata

urutan perundang-undangan dan Undang-Undang No.10 Tahun 2004

menetapakan sebagai berikut :

1. Undang-Undang Dasar 1945

2. Ketetapan MPR

3. Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

4. Peraturan pelaksana lainnya :

a. Peraturan Pemerintah

b. Keputusan Presiden

c. Keputusan Menteri, … dan seterusnya.

Dengan Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945

membawa perubahan besar dalam semua aspek kehidupan bangsa Indonesia,

termasuk penyelenggaraan hukumnya. Dalam menata kerangka dan struktur

dasar organisasi negara di sahkanlah Undang-Undang Dasar 1945 yang

didalamnya termuat pandangan hidup bangsa Indonesia yaitu Pancasila yang

mencerminkan nilai-nilai dasar dan tujuan bernegara (Pembukaan UUD 1945)

yang apabila dihubungkan dengan Grundnormnya Hans Kelsen UUD 1945

merupakan hukum yang tertinggi dalam hierarki perundang-undangan.17

Dalam pasal 2 Aturan Peralihan UUD 1945 menegaskan bahwa segala

badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum

diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.

Hukum yang berlaku di Indonesia tidak terlepas dari sejarah Indonesia

itu sendiri yang dahulunya dijajah oleh Belanda yang pada tahun 1938 dengan
17
Ibid., hlm. 51

14
asas konkordansi, Hukum yang berlaku di Belanda diberlakukan pula di

Indonesia.Hukum Belanda berasal dari Perancis dan Hukum Perancis berasal

dari Romawi yang mangnut sistem hukum Eropa Kotinental yang pada

pokoknya membagi hukum tersebut menjadi 2 (dua) bidang yaitu ;

1. Hukum Publik.

2. Hukum Privaat.

Dalam hukum publik sesuai dengan asas konkordansi pada tahun 1938

dan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 serta ditegaskan kembali dalam

Undang-Undang Nomor 73 tahun 1958, bahwa Kitab Undang Undang Hukum

Pidana menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tetap berlaku di

Indonesia. Kitab Undang Undang Hukum Pidana tersebut berasal dari

Wetboek van Strafrecht.

Dalam hukum privaat, hukum Belanda juga diberlakukan di Indonesia

berdasarkan asas konkordansi yang dikenal dengan Kitab Undang Undang

Hukum Perdata (Burgelijk wetboek) dan Kitab Undang Undang Hukum

Dagang (wetboek van Kophande).

Pembidangan 2 (dua) hukum tersebut pada saat ini masih terasa di

Indonesia dan masih berlaku sepanjang masih belum dicabut. Sesuai dengan

perkembangan zaman Indonesia tidak lagi merumuskan perundang-undangan

berbentuk wetboek akan tetapi berubah kearah Rechtboek.

Indonesia dalam perkembangan hukumnya telah berusaha dan membuat

hukum sendiri dalam arti membuat undang undang yang sesuai dengan dasar

falsafah bangsa Indonesia yaitu Pancasila sebagai grundnormnya menurut

Hans Kelsen. Sehingga pembidangan hukum Publik dan Hukum Privaat tidak

15
dibedakan secara jelas dan tegas, Undang-undang yang telah dibuat Indonesia

mengacu pada UUD 1945 sebagai Grundnorm yang penulis ingat contohnya ;

1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Undang Undang

Pokok Agraria.

2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

3. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan

4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fiducia.

Keempat Undang Undang tersebut pada awalnya termuat dalam Kitab

Undang Undang Hukum Perdata (BW), dengan berlakunya ke empat Undang

Undang tersebut maka sepanjang telah diatur oleh Undang Undang yang

bersangkutan, praturan yang termuat dalam Kitab Undang Undang Hukum

Perdata tidak berlaku lagi.

Dibuatnya Keempat Undang Undang Tersebut karena aturan-aturan yang

termuat dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata tidak sesuai dengan

falsafah bangsa Indonesia dan tidak memenuhi tuntutan perkembangan bangsa

Indonesia itu sendiri.

Seiring dengan perkembangan zaman, dibidang hukum publik Negara

Indonesia telah banyak membuat Peraturan Perundang undangan yang karena

sangat banyaknya penulis banyak yang lupa atau tidak mengetahuinya, yang

penulis ingat contohnya :

1. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang Undang

Hukum Acara Pidana

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

3. Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 Tentang Cukai

16
4. Undang-Undang Nomor 28   tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara Yang Bersih dari Korupsi,   Kolusi dan Nepotisme.

5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

6. Undang-Undang Nomor 31 btahun 1999 yang dirubah Undang-

Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

7. Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Pencucian Uang

8. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2003 tentang PPATK

9. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak

10. Undang-Undang Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan

Kekerasan Dalam Rumah Tangga

11, dan seterusnya.

Undang Undang tersebut di atas merupakan hukum tertulis bagi bangsa

Indonesia yang isinya bersesuaian dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia

yang tercermin dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu Pancasila, yang sesuai

dengan pendapat Hans Kelsen merupakan Grundnormnya perundang-

undangan.

Dari Pembukaan UUD 1945 yang di dalamnya menjunjung tinggi nilai-

nilai luhuhr bangsa Indonesia yang merupakan falsafah Negara dan Pandangan

Hidup bangsa Indonesia, yaitu Pancasila yang di dalamnya mencakup :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan Yang adil dan Berada

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan Yang dipimpin oleh Kehikmatan dan Kebijaksanaan

dalam Permusyawaratan Perwakilan.

17
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Hans Kelsen mengemukakan bahwa metode dasar dari ilmu hukum

hanya berurusan dengan hukum positif atau peraturan-peraturan dan

dibebaskan dari ilmu-ilmu yang tidak membahas oeraturan, sepereti psikologi,

sosiologi dan etika. Teori hukum murni membebaskan diri dari anasir-anasir

sosiologi, politil, ekonomi bahkan etika dan moral menjadikan hukum sebagai

bidang yang terisolasi dari interaksinya dengan masyarakat18.

Sebagaimana telah diuraikan dimuka bahwa perundang-undangan yang

berlaku di Indonesia berpedoman pada UUD 1945 sebagai Grundnorm yang di

dalamnya mengandung falsafah Negara yaitu Pancasila. Pancasila itu sendiri

mencerminkan adanya etika, sosiologi, dan culture. Dengan demikian hukum

di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh sosiologi, etika dan budaya bangsa

Indonesia itu sendiri dalam arti hukum di Indonesia tidak tertutup hanya

sebatas hukum itu saja.

Sebagai contoh Analisis terhadap Teori Hukum Murni atas keberlakuan

hukum Indonesia :

1. Pada pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Undang

Undang Pokok Agraria, Menegaskan bahwa hukum Agraria

Indonesia berlaku hukum adat, Yang menurut Boedi Harsono yaitu

hukum adat yang disanner. Dari ketentuan pasal 5 tersebut, maka

UUPA berlaku hukum adat dapat pula diartikan kebiasaan suatu

wilayah hukum di Indonesia, adat merupakan nilai-nilai luhur yang

mengendap dalam masyarakat yang merupakan kenyataan yang tidak

18
Ibid., hlm. 52

18
dipungkiri (sosial). Dari uraian tersebut maka UUPA mereduksi dari

hukum adat bangsa Indonesia dalam arti sosial masyarakat.

2. Pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan, menegaskan bahwa Perkawinan adalah sah apabila

dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan

Kepercayaannya itu. Dari bunyi pasal tersebut Undang Undang

Perkawinan memasukan unsur agama dan kepercayaan tidak melihat

hukum itu murni yang berdiri sendiri.

3. Pada pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 yang dirubah

dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 pada penjelasannya

menyebutkan, Bahwa yang dimaksud dengan “secara melawan

hukum” mencakup perbuatan melawan hukum arti formil maupun

dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur

dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan

tersebut dianggap tercela, karena tidak sesuai dengan rasa keadilan

atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka

perbuatan tersebut dapat dipidana. Dari penjelasan pasal tersebut

menunjukan kehendak pembuat undang undang bahwa perbuatan

melawan hukum itu tidak terbatas pada peraturan perundang

undangan saja akan tetapi melihat rasa keadilam masyarakat atau

norma kehidupan sosial. Dengan demikian undang undang ini tidak

melihat hukum secara yuridis semata tapi melihat juga secara

sosiologi dan filosofi.

19
Dari ketiga contoh undang undang tersebut diatas, penulis berpendapat

bahwa toeri Hukum Murni dari Hans Kelsen tidak berlaku dalam Hukum

Indonesia. Dalam penerapan atau penegakan hukum di Indonesia, sesuai

dengan pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 menyatakan

bahwa Hakim wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum

dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat. Disinilah bahwa hukum di

Indonesia tidak terlepas dari unsur-unsur sosiologi, politis dan budaya bahkan

etika moral. Sistem hukum yang tertutup (Teori Hukum Murni) sama sekali

akan menyulitkan dan menghalangi perubahan kaedah hukum dalam

masyarakat, bahkan hukum itu sendiri dapat mengakibatkan tidak

berdayaguna atau tidak efektif.19

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
19
Ibid., hlm. 54

20
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya dapat diketahui kesimpulan pada

karya tulis ini adalah sebagai berikut :

1. Menurut teori hukum murni, aturan hukum harus selalu berdasarkan

kaidah yang lebih tinggi yang akhirnya sampai pada Grundnorm, yang

intinya bersifat dasar-dasar hukum seperti keadilan, keseimbangan,

perlindungan, dan lain-lain. Hans Kelsen mengatakan bahwa hal itu berada

di luar ilmu hukum. Oleh karena itu, para penegak hukum, terutama

hakim, dalam bekerja menegakkan hukum sebaiknya bukan hanya sebagai

corong undang-undang saja, tetapi harus memperhatikan nilai-nilai dasar

yang terkandung dalam Grundnorm.

2. Dalam perkembangannya teori hukum murni tidak dapat diterapkan di

Indonesia, hal ini dikarenakan, pemerintah dan elit politik di Indonesia

masih mengedepankan politik kepentingan dalam sistem hukum, sehingga

mengakibatkan teori hukum murni yang mengedepankan supremasi

hukum tidak dapat dilaksanakan dalam ruang lingkup pemerintah dan elit

politik yang masih mengedepankan kekuasaan dan kepentingan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas maka dapat dirumuskan mengenai saran pada

karya tulis ini adalah sebagai berikut :

1. Hukum sebagai perangkat aturan manusia, diharapkan kedepannya

semakin berkembang demi kepentingan manusia juga, dan bukan manusia

dalam arti sempit, namun keseluruhan manusia di dunia, khususnya di

Indonesia, dimana hukum, dalam kenyataannya hanya dijadikan sebagai

alat kepentingan bagi segolongan pihak.

21
2. Teori Hukum Murni dari Hans Kelsen tidak dapat diterpkan dalam

berlakunya hukum di Indonesia. Hukum di Indonesia tidak terlepas dari

unsur-unsur sosiologi, ekonomi dan politis bahkan etika moral. Hukum di

Indonesia akan efektif dan berdaya guna apabila memasukan unsur-unsur

agama,sosial budaya dan etika moral, tanpa memasukkan unsur

kepentingan kekuasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Ghofur Anshori, Filsafat Hukum Sejarah Aliran dan Pemaknaan,


Yogyakarta : UGM Press, 2006.

22
Rasjidi, Lili, Rasjidi, dan Ira Thania, Pengantar Filsafat Hukum, Mandar Maju,
2010.

Ilhami Bisri, Sistem Hukum Indonesia, prinsip-prinsip dan implementasi hukum di


Indonesia, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2004.

Jimly Asshiddiqie, dan Safa’at, M. Ali, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum,
Sekretariat Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik
Indonesia, Jakarta, 2006.

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Cetakan


Kelima, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994

Sampara, Said, dan Agis, Abdul,Buku Ajar Pengantar Ilmu Hukum, Total Media,
Bandung, 2011

Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2006

SoetandyoWignjosoebroto, Hukum, Paradigma Metode dan Dinamika


Masalahnya, Jakarta :Ifdhal Kasim et.al., Elsam dan Huma, 2002,

Sri Rahayu,Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum:Memperingati 70Tahun Prof.


Dr. B.Arief Sidharta, SH, Sinar Grafika, Jakarta, 2011

23
TEORI HUKUM MURNI DAN PENGARUHNYA
TERHADAP HUKUM DI INDONESIA

MAKALAH

DI SUSUN OLEH:
Ronny Perdana Manullang : 202220251007

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA


FAKULTAS HUKUM
2022

24

Anda mungkin juga menyukai