Anda di halaman 1dari 15

Kisah kemerdekaan Bangsa

Indonesia pada tahun 1945


tidak lepas dari campur tangan
bangsa-bangsa Eropa yang
pernah datang ke Indonesia.
Kamu masih ingat nggak,
Squad sejak kapan Bangsa
Eropa datang ke sini? Tenang,
RG akan kasih tahu
perkembangan kolonialisme
dan imperialisme Eropa di
Indonesia,

Indonesia dikenal sebagai


daerah penghasil rempah-
rempah. Rempah-rempah dicari
bangsa Eropa karena
manfaatnya sebagai
penghangat dan bisa dijadikan
pengawet makanan. Selain
karena harganya yang mahal,
memiliki rempah-rempah juga
menjadi simbol kejayaan
seorang raja pada saat itu. Dari
faktor-faktor itu, banyak
Bangsa Eropa yang berusaha
untuk menemukan daerah
penghasil rempah-rempah,
salah satunya Indonesia.

Portugis
Bartholomeus Diaz melakukan
penjelajahan samudra dan
sampai di Tanjung Harapan,
Afrika Selatan, pada 1488.
Penjelajahan lalu diteruskan
Vasco da Gama yang sampai di
Gowa (India) pada 1498, lalu
pulang ke Lisboa, Portugal,
dengan membawa rempah-
rempah. Portugis pun semakin
gigih dalam mencari sumber
rempah-rempah. Untuk itu,
Portugis melanjutkan ekspedisi
ke timur yang dipimpin Alfonso
d’Albuquerque untuk
menguasai Malaka. Ia berhasil
menguasai Malaka sebagai
pusat perdagangan rempah-
rempah di Asia Tenggara pada
10 Agustus 1511.

Spanyol
Orang Spanyol yang pertama
kali melakukan penjelajahan
samudra adalah Christopher
Columbus. Ia berlayar ke arah
barat melewati Samudra
Atlantik sesuai Perjanjian
Tordesillas menuju India sekitar
tahun 1492-1502. Ternyata ada
kesalahan, karena sebenarnya
ia sampai di benua Amerika;
yang ia pikir adalah India.
Penjelajahan berikutnya
dilakukan Magelhaens dari
Spanyol ke barat daya melintasi
Samudra Atlantik sampai di
ujung selatan Amerika,
kemudian melewati Samudera
Pasifik dan mendarat di Filipina
pada tahun 1521. Pelayaran
Magelhaens berpengaruh bagi
dunia ilmu pengetahuan karena
dirinya berhasil membuktikan
bahwa bumi itu bulat.
Penjelajahan Magelhaens
kemudian dilanjutkan Sebastian
del Cano. Pada 1521, Sebastian
del Cano berhasil berlabuh di
Tidore, namun kedatangan
mereka dianggap melanggar
Perjanjian Tordesillas. Untuk
menyelesaikan permasalahan
keduanya, Portugis dan
Spanyol melakukan Perjanjian
Saragosa pada 1529.

Belanda
Pada 1596, Cornelis de
Houtman berhasil mendarat di
Banten. Sikap Belanda yang
kurang ramah dan berusaha
memonopoli perdagangan di
Banten membuat Sultan Banten
saat itu marah. Akibatnya,
ekspedisi ini terbilang gagal.
Sekitar 1598-1600, pedagang
Belanda mulai berdatangan
kembali. Kedatangannya kali ini
dipimpin Jacob van Neck. Ia
berhasil mendarat di Maluku
dan membawa rempah-
rempah. Keberhasilan van Neck
menyebabkan semakin banyak
pedagang Belanda datang ke
Indonesia.
 
Inggris
Masuknya bangsa Inggris ke
Indonesia juga bertujuan
mencari rempah-rempah.
Tokoh penjelajahnya adalah Sir
Henry Middleton dan James
Cook. Henry Middleton mulai
menjelajah di tahun 1604 dari
Inggris menyusuri perairan
Cabo da Roca (Portugal) dan
Pulau Canary. Henry Middleton
lanjut menuju perairan Afrika
Selatan hingga Samudra
Hindia. Ia sampai di Sumatra,
lalu menuju Banten di akhir
1604. Ia berlayar ke Ambon
(1605) lalu ke Ternate serta
Tidore dan mendapat rempah-
rempah, seperti lada dan
cengkeh. Sedangkan ada
James Cook sampai ke Batavia
tahun 1770, setelah dari
Australia.

Di antara bangsa-bangsa
tersebut, Belanda merupakan
negara yang cukup lama
berada di Indonesia. Hingga
akhirnya mereka membuat
perusahaan dagang di
Indonesia. Meski telah
bangkrut, sampai sekarang,
perusahaan ini tercatat sebagai
salah satu perusahaan terkaya
di dunia lho. Ada yang bisa
menebak nama
perusahaannya?
Vereenigde Oostindische
Compagnie atau lebih dikenal
dengan VOC merupakan
perusahaan dagang tersebut.
VOC didirikan pada 20 Maret
1602 oleh Johan van
Oldenbarnevelt.
Kepemimpinannya dipegang
oleh 17 orang pemegang
saham (Heeren Zeventien)
yang berkedudukan di
Amsterdam. Tujuan
pembentukannya adalah:
(1) menghindari persaingan
sesama pedagang Belanda.
(2) Memperkuat Belanda dalam
persaingan dengan Bangsa
Eropa lain.
(3) Memonopoli perdagangan
rempah-rempah di Indonesia.
 
Keberadaan VOC tidak hanya
sebagai kongsi dagang, namun
juga menjadi kekuatan politik.
VOC memiliki hak octrooi, yaitu
monopoli perdagangan,
mencetak mata uang sendiri,
mengadakan perjanjian,
menyatakan perang dengan
negara lain, menjalankan
kekuasaan kehakiman,
memungut pajak, memiliki
angkatan perang, dan
mendirikan benteng. VOC pun
memiliki beberapa kebijakan,
yaitu:
1. Contingenten: pajak wajib
berupa hasil bumi yang
langsung dibayarkan ke VOC.
2. Verplichte leverantie:
penyerahan wajib hasil bumi
dengan harga yang telah
ditentukan VOC. Kebijakan ini
berlaku di daerah jajahan yang
tidak secara langsung dikuasai
VOC, misalnya Kesultanan
Mataram.
3. Ekstirpasi: menebang
kelebihan jumlah tanaman agar
produksinya tidak berlebihan
sehingga harga dapat
dipertahankan.
4. Pelayaran hongi: Pelayaran
dengan perahu kora-kora untuk
memantau penanaman dan
perdagangan rempah-rempah
oleh petani.
 
Pada tahun 1799, VOC
bangkrut karena pegawai VOC
banyak yang melakukan
korupsi, menanggung utang
akibat perang, dan
kemerosotan moral para
pegawai. Dengan
dibubarkannya VOC, maka
kekuasaannya di Indonesia
kemudian diambil alih oleh
pemerintah kerajaan Belanda
yang saat itu dikuasai Perancis.

Masa Pemerintahan Republik


Bataaf
Kerajaan Belanda dipimpin
Louis Napoleon, yang
merupakan adik Napoleon
Bonaparte, mengangkat
Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels pada tahun
1808 untuk mempertahankan
pulau Jawa dari serangan
Inggris. Tugas lainnya adalah
memperbaiki nasib rakyat
selaras dengan cita-cita
Revolusi Perancis. Adapun
kebijakan Daendels adalah:

Sisi negatif pemerintahan


Daendels adalah membiarkan
terus praktik perbudakan serta
hubungan dengan raja-raja di
Jawa yang buruk, sehingga
menimbulkan banyak
perlawanan. Daendels ditarik ke
Eropa, lalu digantikan
Gubernur Jenderal Janssens
pada tahun 1811. Masa
pemerintahannya tidak lama,
karena pasukan Inggris datang
menyerang. Janssens dan
pasukannya menyerah dengan
ditandatanganinya Perjanjian
Tuntang, sehingga selanjutnya
Nusantara berada di bawah
kekuasaan Inggris.
 
Masa Pemerintahan Inggris
Pada 1811, pimpinan Inggris di
India, Lord Minto,
memerintahkan Thomas
Stamford Raffles yang berada
di Penang untuk menguasai
Pulau Jawa. Penjajahan bangsa
Inggris tidak berlangsung lama.
Sejak 1816 Inggris
menyerahkan kembali
kekuasaannya kepada Belanda.
Indonesia kembali berada di
bawah kekuasaan Belanda.

Masa Pemerintahan Belanda


Van der Capellen ditunjuk
sebagai Gubernur Jenderal,
menerapkan kebijakan dalam
menghapuskan peran
penguasa tradisional,
menerapkan pajak yang
memberatkan rakyat, sehingga
muncul banyak perlawanan dari
rakyat. Belanda juga mengutus
Johannes van den Bosch
untuk meningkatkan
penerimaan negara Belanda
yang kosong akibat perang
dengan masyarakat Nusantara
dan Bangsa Eropa lainnya.
Van den Bosch memberlakukan
sistem tanam paksa (cultuur
stelsel) sejak tahun 1830.
Penerapan cultuur stelsel
banyak mengalami
penyimpangan, seperti waktu
tanam yang melebihi usia
tanam padi, tanah yang
seharusnya bebas pajak tetap
kena pajak, hingga rakyat harus
menyediakan sampai setengah
tanahnya. Meski begitu, Tanam
Paksa juga berdampak positif
karena rakyat Indonesia
mengetahui jenis-jenis
tanaman baru dan mengetahui
cara tanam yang baik.

Pada tahun 1870 Tanam Paksa


dihapus dan diganti Politik
Pintu Terbuka yang tertuang
dalam UU Agraria 1870 yang
mengatur tentang kepemilikan
tanah pribumi dan pemerintah.
Di sini, mulai diberlakukan
politik pintu terbuka, investor
asing mulai muncul, terjadi
pengembangan usaha
perkebunan di luar Jawa, dan
sistem kerja paksa diganti
dengan sistem kerja bebas.
 
Perkembangan Agama Kristen
Agama Katolik dibawa oleh
kaum misionaris Portugis, salah
satunya St. Fransiskus Xaverius
(1506-1552) yang mengunjungi
Ambon, Ternate dan Halmahera
pada tahun 1546-1547. Selain
Portugis, Belanda juga
menyebarkan agama Protestan
oleh Ludwig Ingwer
Nommensen. Ia berhasil
melakukan kristenisasi di
Sumatera Utara. Hingga kini,
Protestan merupakan agama
yang dominan di Provinsi
Sumatera Utara.
Perkembangan kolonialisme
dan imperialisme Bangsa Eropa
tentunya memiliki berbagai
dampak bagi Indonesia,

Anda mungkin juga menyukai