Anda di halaman 1dari 16

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/333005093

CHRONOTYPE STUDY IN MOSLEM COMMUNITY IN INDONESIA

Conference Paper · May 2019

CITATION READS
1 677

2 authors, including:

Yusuf Alam Romadhon


Universitas Muhammadiyah Surakarta
26 PUBLICATIONS   43 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

dzikir in psychoneuroimmunological and chronobiological perspective View project

Family as determinant factor for health View project

All content following this page was uploaded by Yusuf Alam Romadhon on 10 May 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

STUDI KRONOTIPE PADA KOMUNITAS MUSLIM INDONESIA

CHRONOTYPE STUDY IN MOSLEM COMMUNITY IN INDONESIA

Yusuf Alam Romadhon1, Arrizqi Hafidh Abdussalaam2


1
Department of Family Medicine and Public Health, Faculty of Medicine, Universitas Muhammadiyah
Surakarta; 2Medical Student Universitas Muhammadiyah Jakarta
Email: yar245@ums.ac.id

ABSTRAK
Latar Belakang: Kronotipe merupakan pilihan kendali jam internal seseorang dikaitkan dengan jam matahari
dan jam sosial. Hingga saat ini alat ukur kronotipe yang ada mengacu pada pola bangun dan tidur dari orang
barat dan non Muslim. Terdapat kekhususan bagi komunitas Muslim, yakni kewajiban bangun subuh yang
lebih awal dari umumnya orang barat. Karena itu diperlukan studi awal untuk mendapatkan perilaku bangun
dan tidur orang Muslim Indonesia, yang digunakan sebagai acuan untuk membuat alat ukur kronotipe bagi
komunitas Muslim. Tujuan: Melakukan studi awal untuk mendapatkan data kronotipe komunitas Muslim
Indonesia. Metoda: Dengan menggunakan angket yang berisi pertanyaan seputar perilaku bangun dan tidur
pada hari libur dan kerja serta dikaitkan dengan waktu sholat subuh, untuk mendapatkan rerata jam bangun,
tidur, pada hari libur, kerja serta perilaku bangun dan tidur di seputar waktu sholat subuh. Kuesioner
berbentuk google formulir, disebar melalui berbagai jejaring media sosial whattsap grup secara berantai.
Hasil: Secara umum responden bangun lebih awal. Responden dengan kronotipe pagi rerata bangunnya 1
jam lebih awal di hari kerja dibanding tipe malam, dan 30 menit lebih awal di hari libur. Tidak ada perbedaan
bermakna antara jumlah tidur antara dua jenis kronotipe tersebut. Jetlag sosial tipe malam lebih besar
dibandingkan tipe pagi. Kronotipe malam membutuhkan napping lebih lama dibanding tipe pagi. Jenis tempat
tinggal juga berpengaruh. Kesimpulan: secara umum komunitas Muslim lebih awal dibandingkan komunitas
non Muslim di berbagai negara lain.

Kata kunci: jetlag sosial, kronotipe, komunitas Muslim, ritme sirkadian

ABSTRACT
Background: Chronotype is a preference of control of one's internal clock associated with sundial and social
hours. Until now, the existing chronotype gauges refer to the wake and sleep patterns of westerners and non-
Muslims. There is specificity for the Muslim community, namely the obligation to wake up at dawn (subuh
prayer time) which is earlier than most westerners. Because of that, a preliminary study is needed to get up
and sleeping behavior of Indonesian Muslims, which is used as a reference to create a chronotype measure
for the Muslim community. Objective: Conduct a preliminary study to obtain chronotype data of the
Indonesian Muslim community. Method: By using a questionnaire that contains questions about wake and
sleep behavior on holidays and work and is associated with dawn (subuh) prayer times, to get average waking
hours, sleep, holidays, work and wake and sleep behavior around dawn (subuh) prayer times. Questionnaire
in google form, spread through various social media networks, whattsap groups in series. Results: In general
respondents get up early. Respondents with early morning chronotypes were 1 hour earlier on weekdays than
night types, and 30 minutes earlier on holidays. There was no significant difference between the amount of
sleep between the two types of chronotype. The social Jetlag type of evening type is bigger than the morning
type. The evening chronotype requires napping longer than the morning type. The type of residence also
influences. Conclusion: in general the Muslim community is earlier than non-Muslim communities in various
other countries.

Keywords: chronotype, Muslim community, social jetlag, circadian rhythm


kehidupan manusia ada tiga: 1) jam internal,
PENDAHULUAN yang dibangkitkan dari dalam yakni
Umumnya di kepustakaan barat, disebutkan suprachiasmatic nuclei, 2) jam matahari, yang
bahwa organisasi waktu yang mengatur memberikan informasi siang dan malam, dan
383
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

3) jam sosial, yang memberikan aturan kapan terbit (dzikir pagi dimulai setelah sholat
harusnya seseorang bangun, bekerja, dan subuh sampai waktu dhuha), sholat dhuhur
istirahat atau tidur (Roenneberg, T., Wirz- pada saat matahari sudah bergeser dari posisi
Justice, A., Merrow, M., 2003). Idealnya pada puncak, waktu ashar dimulai ketika bayangan
diri seorang individu, ketiga jam waktu benda panjangnya sama dengan panjang
tersebut tersinkronisasi dengan baik, untuk benda sendiri ditambah bayangannya saat
menghasilkan kondisi homeostasis yang matahari di tengah, waktu sholat maghrib
prima (Ramsey and Bass, 2009; Pontes et al, tepat matahari terbenam (sunset) di horizon
2010). Meskipun demikian, terdapat dua dan waktu sholat isya ketika dusk atau
variasi utama pilihan organisasi waktu hilangnya evening twilight atau matahari
internal seseorang terhadap patokan jam terletak 18o di bawah garis horizon
waktu matahari maupun sosial, yakni tipe (astronomical twilight) (Local Fiqh
pagi (morningness) relatif sesuai dengan Committee Manitoba, 2014; Hajewaming,
patokan jam sosial maupun jam matahari, 2007).
serta tipe malam (eveningness), yang relative
terlambat dengan dua patokan waktu tersebut, Ritme sirkadian, Zeitgeber, Entrainment,
dan terdapat tipe intermediate di antara Kronobiologi, Kronotipe, Jetlag Sosial dan
keduanya. Pilihan waktu internal terhadap Jetlag Subuh
dua patokan waktu eksternal tersebut, disebut
Ritme sirkadian adalah pola berulang dalam
dengan kronotipe (Díaz-Morales, and
Sánchez-López, 2008; Antypa et al, 2015; waktu satu hari. Berdasarkan organisasi
Kanterman, 2013). Alat ukur yang paling waktu yang melingkupi kehidupan manusia,
reliabel dalam mengukur pewaktuan (timing) terdapat tiga jenis waktu: 1) jam internal, 2)
jam sosial dan 3) jam matahari (Gambar 1).
pada manusia adalah onset sekresi melatonin
yang diukur dalam kondisi cahaya ruangan Jam internal adalah jam yang dibangkitkan
di dalam tubuh manusia sendiri, sedangkan
redup (dim light melatonin onset/DLMO).
Kuesioner Morningness Eveningess dan jam sosial adalah norma sosial yang
Kuesioner Kronotipe Munich menunjukkan mengikat kapan secara normatif manusia
secara individu harus sudah bangun untuk
korelasi yang baik dengan DLMO. Dapat
diartikan bahwa, kedua kuesioner ini sudah beraktivitas, sedangkan jam matahari adalah
tervalidasi dengan indikator biomarker ritme berulang matahari terbit, puncak di
fisiologis tubuh (Kantermann et al, 2015). siang hari, terbenam dan malam hari. Di
Pengukuran kronotipe menduduki peran dalam tubuh manusia, jam internal secara
fisiologis didapatkan adanya “pace maker”
penting, karena kronotipe ini mempunyai
korelasi kuat dengan faktor-faktor risiko waktu yang dibangkitkan oleh kumpulan sel
penyakit dan perilaku tidak sehat tertentu neuron yang berjumlah sekitar 50 ribu sel
(Fullick et al, 2009; Merikanto et al, 2014; terletak di atas persilangan nervi optici
Lucassen et al, 2013; Kendis et al, 2015; sehingga disebut dengan supra chiasmatic
Waloszek et al, 2015). nuclei (SCN). “Pace maker” waktu ini
Komunitas Muslim mempunyai ciri khusus bersifat otonom dan mempunyai siklus
dalam organisasi waktu yang diatur pula oleh berulang bervariasi antar individu dalam
jam sholat. Jadwal waktu sholat yang rentang waktu 23.8 – 24.8 jam. Karena
berkaitan erat dengan rotasi bumi dan posisi mendekati waktu 24 jam, sehingga terdapat
matahari dalam pandangan mata. Sholat istilah ritme sirkadian yang berasal dari
bahasa latin circa = mendekati/sekitar diem =
subuh dimulai ketika fajar shadiq (true dawn)
telah terlihat/ matahari terletak 18o di bawah hari (Hofman et al, 1988; Roenneberg and
garis horizon (astronomical twilight), waktu Foster, 1997; Roenneberg and Merrow, 2001;
dhuha/sholat sunah dhuha pada saat matahari Nelson et al, 2002; Destici et al, 2013;

384
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Eastman et al, 2015). Meskipun otonom, melatonin merupakan informasi malam.


ternyata “pace maker” waktu ini dapat Isyarat waktu selain zeitgeber cahaya adalah
“dipaksa” untuk melakukan sinkronisasi zeitgeber sosial. Jam sosial maksudnya, jam
dengan waktu yang “lebih kuat” seperti jam yang mengatur kapan kita secara sosial
matahari dan jam sosial, melalui isyarat “harus” bekerja dan istirahat. Jaras syaraf
waktu yang disebut dengan istilah penopangnya ditunjukkan adanya jaras dari
“zeitgeber”. Zeitgeber dari jam matahari pusat perilaku; intergeniculate leaflet (IGL)
menggunakan isyarat cahaya saat fajar (waktu menuju SCN. Proses entrainment dikatakan
subuh) dan saat senja (waktu maghrib hingga berhasil apabila terdapat sinkronisasi stabil
isya). Proses sinkronisasi oleh isyarat waktu antara “pace maker” internal yang bersumber
ini disebut dengan istilah “entrainment”. dari SCN dengan jam eksternal matahari dan
Maksud dari sinkronisasi ini adalah “ketukan sosial (Menaker, 1969; Folkard et al, 1984;
jam” periode waktu antara jam luar dengan Sharma, 2002; Challet and Pévet, 2003;
dalam menjadi sama. Tanpa sinkronisasi dari Reinberg and Ashkenazi, 2003; Comas and
jam matahari, pusat-pusat jam di tubuh yang Hut, 2009; Roenneberg and Merrow, 2007;
berbeda menjalani siklus pengulangan dalam Stetler et al, 2004; Wright Jr et al, 2013;
waktu masing-masing secara berbeda-beda. Danilenko et al, 2000; Terman and Terman,
Bukti neurologis pengaruh isyarat cahaya 2006; Kohyama in Soriento, 2010; Glass et al,
adalah adanya jaras dari nn. optici menuju 2001; Benedetti et al, 2007; Golombek and
SCN. Jaras dari SCN menuju raphe nuclei Rosenstein, 2010; van der Spek et al in
penghasil serotonin memberikan informasi Kalsbeek et al, 2012; Veitch and Galasiu,
pagi bagi fisiologis tubuh, sedangkan dari 2012).
SCN menuju corpus pineal penghasil

Gambar 1. Tiga organisasi waktu manusia: 1) internal, 2) sosial, 3) jam matahari

Kronobiologi adalah ilmu yang mempelajari dan bangun lebih awal; sedangkan kronotipe
siklus variasi perilaku makhluk hidup beserta malam tidur lebih larut dan bangun lebih
mekanisme biologi yang mendasarinya terlambat; tipe intermediate terletak antara
(Atkinson, 2010). Kronotipe adalah variasi keduanya (Gambar 2) (Juda et al, 2006;
kendali perilaku manusia atas ritme sirkadian Brown et al, 2008; Díaz-Morales, and
biologisnya. Variasi tersebut meliputi Sánchez-López, 2008; Pagani, 2010;
kronotipe pagi, malam dan intermediate. Carvalho et al, 2014; Merikanto and
Kronotipe pagi prinsipnya tidur lebih awal, Partonen, 2014).

385
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Gambar 2. Variasi kronotipe: 1) tipe pagi, tidur dan bangun lebih awal; 2) tipe malam, tidur dan bangun
lebih larut

Dalam komunitas barat, alat ukur untuk malam dengan pola bangun tidur lebih lambat
membedakan antara ketiga jenis kronotipe dari jam sosial yang mengharuskannya
tersebut adalah Horne-Östberg rating bekerja maupun berangkat sekolah, rentan
questionnaire and the Munich Chronotype mengalami ketidaksinkronan antara jam
Questionnaire (Roenneberg and Merrow, internal dengan jam eksternal baik sosial
2007). Kronotipe malam berangkat tidur 99 maupun matahari. Selisih waktu
menit lebih lambat dibandingkan pagi, tipe ketidaksinkronan ini disebut dengan jetlag
pagi bangun rata-rata 114 menit lebih awal sosial, yakni berapa lama jam internal bangun
dibandingkan malam (Horne-Östberg, 1976). dikurangi jam eksternal (jam norma sosial)
Dari alat ukur kronotipe tersebut, yang mewajibkannya melakukan aktivitas.
dikembangkan berbagai penelitian yang Umumnya penentuan jetlag sosial diambil
menunjukkan bahwa kronotipe pagi lebih dari jumlah jam tidur saat hari libur dikurangi
menyehatkan dalam hal perilaku dan dengan jumlah jam tidur di hari kerja
indikator kesehatan dibandingkan malam (Gambar 3). Mengapa dipilih jam tidur di hari
(Wittmann et al, 2006; Díaz-Morales, and libur? Karena pada saat hari libur merupakan
Sánchez-López, 2008; Reutrakul et al, 2013; cerminan jam internalnya tanpa ada
Lin and Gau, 2013; Kabrita et al, 2014; Qu et “paksaan” mengikuti jam sosial (Wittmann et
al, 2015; Yun et al, 2015). Meskipun al, 2006; Roenneberg et al, 2012; Diaz-
mempunyai kendali, dalam kenyataan secara Morales and Escribano, 2015; Eastman et al,
sosial, manusia dituntut untuk menyesuaikan 2015).
diri dengan kepatutan norma sosial (Tinguely
and Cajochen, 2011). Karena itu pada tipe

386
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Gambar 3. Jetlag sosial terutama dijumpai pada sholat mengikuti variasi periodik dari jam
orang dengan kronotipe malam, dimana terdapat matahari. Orang Islam mempunyai kewajiban
keterlambatan relatif antara jam internalnya bangun minimal sekitar waktu fajar untuk
dengan jam sosial. Jetlag sosial menunjukkan menunaikan ibadah sholat subuh, dan jam-
defisit tidur harian, karena durasi tidur terkurangi
jam sholat wajib selanjutnya mempunyai
karenan tuntutan sosial “harus” sudah beraktivitas.
Aktivitas bangun-tidur di hari libur mencerminkan kesetaraan dengan jam sosial beraktivitas.
pola jam internal mereka. Terdapat anjuran untuk qailullah atau quick
napping atau istirahat/tidur singkat di sekitar
Pada komunitas Muslim, terdapat “jam waktu zuhur yakni setelah posisi matahari
ibadah sholat” yang sebenarnya merupakan bergeser dari titik kulminasi di siang hari
cerminan jam matahari, karena waktu ibadah (Gambar 4).

Gambar 4. Ritme aktivitas – tidur secara syariat Islam dan waktu-waktu ibadah sholat dalam waktu 24 jam.

Maka sebenarnya yang menjadi titik rawan setelah menunaikan sholat subuh inilah dalam
terjadinya jetlag subuh, yakni jam internal tulisan ini disebut dengan istilah jetlag subuh.
masih tidur, tetapi waktu sholat Dalam penelitian ini dikenalkan istilah jetlag
mengharuskannya bangun (gambar 5). subuh ganda, artinya baik pada hari kerja
Sehingga sebagian Muslim mempunyai maupun hari libur responden tidur lagi,
perilaku tidur setelah sholat subuh untuk setelah terbangun untuk sholat subuh.
menutupi defisit tidur. Perilaku tidur lagi

Gambar 5. Jetlag subuh didefinisikan selisih waktu antara bangun saat subuh karena kewajiban syariat dengan
waktu bangun sesungguhnya dalam jam internal seseorang. Jetlag subuh ganda adalah terdapatnya jetlag
subuh baik pada saat hari kerja maupun saat hari libur.

387
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Hipotesis berkaitan dengan keadaan ini pengetahuan mengenai perilaku ritme


adalah bahwa orang dengan kronotipe malam sirkadian komunitas Muslim, mulai kapan
lebih berisiko mengalami jetlag subuh umumnya bangun dan tidur baik di hari kerja
dibandingkan dengan tipe pagi. Permasalahan maupun hari libur.
lainnya adalah masih terbatasnya

METODE PENELITIAN variabel tergantung dalam bentuk kontinu


Penelitian ini merupakan penelitian dilakukan uji beda mean untuk
observasional analitik dengan pendekatan membandingkan rerata dua kelompok, bila
potong lintang. Subyek penelitian direkrut dalam bentuk kategori dilakukan dengan uji
secara sukarela dari hasil dari broadcast link beda proporsi pada analisis bivariat.
google formulir melalui berbagai whattsapp Sedangkan analisis multivariat dilakukan
group. Kuesioner yang diisi oleh responden pada kelompok variabel tergantung dalam
berisi tentang perilaku bangun dan tidur pada bentuk kategorik dilakukan regresi logistik.
hari kerja dan libur, demikian juga tentang
perilaku bangun dan tidur di seputar waktu HASIL PENELITIAN
subuh. Dari kuesioner yang diisi, diharapkan Data univariat mengenai karakteristik
dapat memperoleh data mengenai rerata jam demografi dan karakteristik pekerjaan,
bangun, tidur, baik di hari kerja, libur dan di perilaku bangun dan tidur baik di hari kerja
seputar waktu subuh. Data lain yang maupun hari libur, serta perilaku bangun tidur
diharapkan dapat diperoleh adalah jetlag berkaitan dengan waktu subuh baik di hari
sosial dan jetlag subuh. Data yang diperoleh kerja maupun libur disajikan pada tabel I.
dianalisis sesuai karakter variabel. Data-data

Tabel 1. Data univariat responden penelitian (n=395)


Variabel Frekuensi %
Usia  20 tahun 72 18.2
20 – 30 tahun 122 30.9
31 – 40 tahun 86 21.8
41 – 50 tahun 90 22.8
51 – 60 tahun 25 6.3
Jenis Kelamin Pria 147 37.2
Wanita 248 62.8
Etnis Jawa 329 83.3
Non Jawa 66 16.7
Pernikahan Menikah 222 56.2
Tidak 173 43.8
Pendapatan > Rp 2 juta 201 50.9
 Rp 2 juta 194 49.1
Lama kerja per hari  8 jam 246 62.3
 8 jam 149 37.7
Ada/tidak hari libur Ada 363 91.9
dalam seminggu Tidak 32 8.1
Pendidikan  12 tahun 145 36.7
 12 tahun 250 63.3
Kategori tempat tinggal Rural 66 16.7

388
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Sub urban 160 40.5


Urban 169 42.8

Tabel 1. Data univariat responden penelitian lanjutan…


Variabel Frekuensi %
Jetlag sosial Ada 250 63.3
Tidak 145 36.7
Waktu napping Malam 13 3.3
Pagi – siang 39 9.9
Siang – sore 255 64.6
Sore – malam 10 2.5
Tidak napping 78 19.7
Jenis kronotipe Malam 59 14.9
Pagi 216 54.7
Tengah 120 30.4
Jetlag subuh ganda Jetlag subuh ganda 215 54.4
Tidak 180 45.6

Didapatkan 395 responden Muslim yang antara mereka sama atau kurang dari 2 juta
secara sukarela mengisi kuesioner yang di- rupiah dengan di atas 2 juta rupiah. Dua
broadcast melalui berbagai grup whatsapp. pertiga responden mengalami jetlag sosial
Sebagian besar responden berada di rentang dan separuh lebih responden mengalami
usia 20 – 50 tahun, lebih dominan wanita perilaku jetlag subuh ganda.
(62.8%) suku Jawa (83.3%), tinggal di kota Terdapat perbedaan bermakna secara statistik
(urban) dan sub-urban, sedikit lebih banyak dalam hal rerata jam bangun di hari kerja, jam
yang sudah menikah (56.2%). Tingkat tidur di hari kerja, jam bangun di hari libur
pendidikan lebih banyak sarjana ke atas dan jam tidur di hari libur antara daerah urban,
(63.3%), serta pendapatan hampir sama, sub-urban dengan rural (tabel 2) .

Tabel 2. Analisis bivariate perilaku bangun tidur antara daerah urban, sub-urban dan rural
Urban Sub-urban Rural
Perilaku bangun/tidur P
(rerata  SD) (rerata  SD) (rerata  SD)
Jam bangun hari kerja 04.24 04.16 04.06 0.060*
( 52.2 menit) ( 59 menit) ( 45.0 menit)
Jam tidur hari kerja 22.26 22.22 21.52 0.005**
*
( 1 jam16 menit) ( 1 jam 15 menit) ( 1 jam)
Jumlah tidur di hari kerja 6 jam 15 menit
5 jam 58 menit 5 jam 54 menit 0.181
( 1jam 10
( 1 jam 18 menit) ( 1 jam 13 menit)
menit)
Jam bangun di hari libur 04.30
05.00 04.40 0.022**
( 1 jam 13
( 1 jam 31 menit) ( 1 jam 25 menit)
menit)

389
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Jam tidur di hari libur 22.06


22.38 22.30 0.033**
( 1 jam11
( 1 jam 27 menit) ( 1 jam 26 menit)
menit)
Jumlah tidur di hari libur 6 jam 22 menit 6 jam 9 menit 6 jam 24 menit 0.333
( 1 jam 30 menit) ( 1 jam 31 menit) (1 jam 20 menit)
Jetlag sosial (menit) 23 menit 6 menit 9 menit 0.444
(59 menit) ( 50 menit ) (38 menit)
Jumlah jam tidur di luar 62 menit 60 menit 55 menit 0.625
tidur utama (napping) (55 menit) ( 41 menit) ( 52 mneit)
*Marginally significant, ** signfikan, *** sangat signifikan

Pada tabel 3, terdapat perbedaan sangat signifikan dalam semua aspek perilaku bangun tidur antara
responden dengan kronotipe malam, tengah dan pagi.

Tabel 3. Analisis bivariate perilaku bangun tidur antara kronotipe pagi, malam, dan tengah
Perilaku bangun/tidur Malam Tengah Pagi
P
(rerata  SD) (rerata  SD) (rerata  SD)
Jam bangun hari kerja 05.00 04.22 04.00 0.000
( 1 jam 11 menit) ( 47 menit) ( 43 menit)
Jam tidur hari kerja 23.17 22.44 21.48 0.000
( 1 jam 16 menit) ( 1 jam 11 menit) ( 1 jam)
Jumlah tidur di hari kerja 5 jam 46 menit 5 jam 38 menit 6 jam 15 menit 0.000
( 1 jam 18 menit) ( 1 jam 18 menit) ( 1 jam 8 menit)
Jam bangun di hari libur 05.59 04.57 04.21 0.000
( 1 jam 53 menit) ( 1 jam 29 menit) ( 1 jam)
Jam tidur di hari libur 23.16 22.59 22.00 0.000
( 1 jam 41 menit) ( 1 jam 22 menit) ( 1 jam 9 menit)
Jumlah tidur di hari libur 6 jam 43 menit 5 jam 59 menit 6 jam 20 menit
( 1 jam 46 menit) ( 1 jam 33 menit) ( 1 jam 19 0.004
menit)
Jetlag sosial (menit) 57 menit 19 menit 5 menit
0.000
( 106 menit) ( 106 menit) ( 66 menit)
Jumlah jam tidur di luar 81 menit 72 menit 47 menit
0.000
tidur utama (napping) ( 60 menit) ( 76 menit) ( 47 menit)

dibandingkan dengan kronotipe pagi, dan


Di hari kerja orang dengan kronotipe malam
bangun 98 menit lebih terlambat bangun
86 menit lebih larut tidurnya dibandingkan
dibanding kronotipe pagi. Orang dengan
dengan kronotipe pagi, dan 60 menit lebih
kronotipe malam lebih parah dalam jetlag
lambat bangun dibandingkan dengan
sosialnya dibandingkan dengan kronotipe
kronotipe pagi. Di hari libur orang dengan
pagi.
kronotipe malam 76 menit lebih larut tidurnya

Tabel 4 menunjukkan perbedaan perilaku bangun dan tidur antara usia  30 tahun vs  30 tahun.
Terlihat pola kecenderungan usia lebih muda lebih menunjukkan pola malam.

390
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Tabel 4 Perbedaan perilaku bangun tidur antara usia  30 tahun vs  30 tahun


Perilaku bangun/tidur  30 tahun  30 tahun
p
(rerata  SD) (rerata  SD)
Jam bangun hari kerja 04.36 04.00 0.000
( 59 menit) ( 40 menit)
Jam tidur hari kerja 22.46 21.51 0.000
( 1 jam 13 menit) ( 1 jam 5 menit)
Jumlah tidur di hari kerja 5 jam 50 menit 6 jam 09 menit 0.012
( 1 jam 20 menit) ( 1 jam 08 menit)
Jam bangun di hari libur 05.20 04.14 0.000
( 1 jam 36 menit) ( 1 jam 01 menit)
Jam tidur di hari libur 22.55 22.04 0.000
( 1 jam 29 menit) ( 1 jam 12 menit)
Jumlah tidur di hari libur 6 jam 25 menit 6 jam 09 menit
0.091
( 1 jam 38 menit) ( 1 jam 19 menit)
Jetlag sosial (menit) 35 menit 1 menit
0.000
( 101 menit) ( 69 menit)
Jumlah jam tidur di luar tidur utama 77 menit 44 menit
0.000
(napping) ( 70 menit) ( 45 menit)
Dari analisis bivariat mengenai faktor penentu seseorang berkronotipe malam adalah jenis kelamin
wanita, usia  30 tahun, belum/tidak menikah, pendapatan di atas 2 juta rupiah, dan lama pendidikan
 12 tahun (Tabel 5).

Tabel 5. Analisis bivariate Faktor determinant terjadinya kronotipe malam


Variabel X2 (Chi square) OR 95% CI P
Jenis kelamin pria 7.946 0.390 0.199 - 0.764 0.006
Usia  30 tahun 12.663 0.345 0.188 - 0.631 0.001
Etnis Jawa 0.069 1.108 0.515 - 2.384 0.792
Status menikah 22.616 0.242 0.131 - 0.449 0.000
Pendapatan  Rp 2 Juta 8.939 0.415 0.230 - 0.748 0.003
Lama kerja dalam sehari ( 8 jam) 2.256 0.652 0.372 - 1.143 0.135
Ada tidaknya hari libur dalam seminggu (ada) 1.977 2.736 0.636 - 11.775 0.176
Pendidikan  12 tahun 5.169 1.905 1.086 - 3.341 0.024
Tempat tinggal non urban 0.394 0.836 0.478 - 1.463 0.531

Analisis multivariat lebih lanjut dengan Pada analisis bivariat, faktor penentu
menggunakan regresi logistik didapatkan terjadinya jetlag sosial dalam penelitian ini
variabel yang masih memberikan pengaruh adalah jenis kelamin wanita, usia  30 tahun,
signifikan setelah terkoreksi adalah status status belum/tidak menikah, pendapatan  2
pernikahan, dimana status belum menikah juta rupiah, lama kerja dalam sehari lebih dari
mempunyai risiko lebih tinggi dalam 8 jam, pendidikan  12 tahun, dan kronotipe
membuat orang berkronotipe malam dengan malam (Tabel 6).
nilai OR 4.128 dengan nilai p = 0.000.

391
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Tabel 6. Analisis bivariat dari faktor-faktor determinan terjadinya jetlag sosial


Variabel X2 (Chi square) OR 95% CI p
Jenis kelamin pria 0.546 0.499 0.328 - 0.761 0.001
Usia 30 23.498 0.352 0.230 - 0.541 0.000
Etnis Jawa 1.114 1.335 0.780 - 2.286 0.292
Status menikah 22.423 0.352 0.227 - 0.546 0.000
Pendapatan  Rp 2 Juta 14.466 0.445 0.292 - 0.678 0.000
Lama kerja dalam sehari ( 8 jam) 11.427 0.468 0.300 - 0.730 0.001
Tidak adanya hari libur dalam seminggu 0.009 1.038 0.492 - 2.190 0.923
Pendidikan  12 tahun 10.876 2.107 1.348 - 3.294 0.001
Tempat tinggal non urban 1.623 0.763 0.503 - 1.157 0.203
Kronotipe malam 5.979 2.229 1.158 - 4.290 0.016

Setelah dilakukan analisis multivariat, dengan setelah diikutkan dalam analisis regresi
menggunakan regresi logistik mendapatkan logistik terkoreksi menjadi tidak signifikan.
tiga variabel yang tetap konsisten sebagai Faktor penentu terjadinya jetlag subuh ganda,
faktor determinan jet lag sosial yakni usia  dengan menggunakan analisis bivariat
30 tahun (OR = 2.397 dengan rujukan usia  meliputi jenis kelamin wanita, usia  30
30 tahun = 1; p = 0.000), jenis kelamin wanita tahun, status belum/tidak menikah,
(OR = 1.893 dengan rujukan pria = 1; p = pendapatan  2 juta rupiah, tidak ada hari
0.037), dan lama jam bekerja dalam sehari  libur, kronotipe malam dan adanya jetlag
8 jam (OR = 1.893 dengan rujukan  8 sosial (Tabel 7).
jam/hari = 1; p = 0.006). Kronotipe malam

Tabel 7. Analisis bivariate faktor determinan terjadinya jetlag subuh ganda

Variabel X2 (Chi square) OR 95% CI p


Jenis kelamin pria 19.287 0.395 0.260 - 0.601 0.000
Usia  30 tahun 66.674 0.172 0.111 - 0.266 0.000
Etnis Jawa 1.890 0.685 0.398 - 1.177 0.171
Status menikah 72.572 0.150 0.095 - 0.237 0.000
Pendapatan  Rp 2 Juta 26.359 0.345 0.229 - 0.521 0.000
Lama kerja dalam sehari ( 8 jam) 0.365 0.881 0.585 - 1.327 0.546
Tidak adanya hari libur dalam seminggu 12.159 3.981 1.742 - 9.099 0.001
Pendidikan  12 tahun 45.199 4.583 2.896 - 7.254 0.000
Tempat tinggal non urban 2.677 0.715 0.478 - 1.069 0.102
Kronotipe malam 19.399 4.298 2.155 - 8.572 0.000
Jetlag sosial (+) 12.583 2.112 1.393 - 3.201 0.000

Analisis multivariate lebih lanjut dengan menggunakan regresi logistic mendapatkan empat variabel
yang masih konsisten bermakna secara statistik sebagai faktor determinan jet lag subuh ganda
meliputi: usia  30 tahun, jenis kelamin wanita, status belum menikah, lama pendidikan  12 tahun
dan kronotipe malam; tiga variabel yang terkoreksi menjadi marginally significant meliputi
pendapatan  2 juta/bulan serta tidak memiliki hari libur dalam sepekan (tabel 8).

392
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Tabel 8. Analisis multivariate faktor determinan jetlag subuh ganda

Variabel OR terkoreksi p
Usia  30 tahun (ruj. usia  30 tahun = 1) 2.549 0.011
Jenis kelamin wanita (ruj. pria =1) 1.798 0.021
Pernikahan; belum menikah (ruj. menikah = 1) 2.234 0.041
Pendapatan  Rp 2 Juta (ruj. Pendapatan  2 juta = 1) 0.563 0.091
Tidak adanya hari libur (ruj. Ada hari libur = 1) 0.427 0.060
Pendidikan  12 tahun (ruj. Pendidikan  12 tahun = 1) 0.441 0.010
Kronotipe non malam (ruj kronotipe malam = 1) 0.330 0.005

Pengaruh tempat tinggal kota membuat orang


PEMBAHASAN
tidur lebih larut dan bangun lebih terlambat
Secara umum dalam komunitas Muslim juga dijumpai dalam penelitian ini. Hasil ini
Indonesia, kedua kronotipe malam maupun sejalan dengan pengamatan Carvalho et al
pagi, relatif lebih awal baik dalam jam (2013), bahwa orang rural lebih cenderung
berangkat tidur malam dan bangun pagi. bertipe pagi, sedangkan orang urban lebih
Selisih waktu berangkat tidur dan bangun cenderung bertipe malam. Lebih lanjut
pagi antara komunitas Muslim Indonesia Carvalho et al menyebutkan, bila dibuat
dengan orang barat relatif lebih pendek, perbandingan di Inggris (negara maju), kota
demikian juga jetlag sosial lebih singkat. Sao Paolo di Brazil (negara berkembang)
Sebagai perbandingan misalnya, Lo et al dengan Baependi (kota yang lebih rural di
(2014), membandingkan preferensi pagi Brazil), dimana negara Inggris yang paling
malam orang dewasa (usia 18 – 35 tahun) malam, kota Sao Paolo di tengah-tengah, dan
antara Singapura 1,3o LU [n = 1898] dan Baependi paling pagi kronotipe populasinya.
Inggris 51,5o LU [n = 837 vs penelitian ini n Sama-sama daerah Baependi di Brazil, daerah
= 395]. Rata-rata durasi tidur orang Singapura kota lebih bertipe malam daripada daerah
pada hari kerja 7,41 jam (dalam penelitian ini rural. Dalam penelitian ini didapatkan usia
5 jam 59 menit) pada akhir pekan 8,7 jam lebih tua ( 30 tahun) lebih berkronotipe pagi
(penelitian ini 6 jam 17 menit) [jetlag sosial dibanding yang muda ( 30 tahun). Hal ini
rata-rata populasi Singapura : 8,7 – 7,41 = juga sejalan dengan penelitian di Baependi
1,29 jam vs penelitian ini 18 menit], jam tidur Brazil, yang mendapatkan kesimpulan
pada hari kerja 00.23 (vs penelitian ini 22.18), semakin bertambah usia, semakin ke arah
jam bangun 07.47 (vs penelitian ini 4.18) pagi (von Schantz et al, 2015). Penelitian di
pada hari kerja, dan akhir pekan jam 09.36 (vs Thailand mendapatkan bahwa bagi populasi
04.47 dalam penelitian ini). Sedangkan di pelajar tidur 23.30 masuk dalam kelompok
Inggris, rata-rata durasi tidur 8.40 jam pada pagi, tetapi bagi kelompok usia 40 – 50 tahun
hari kerja, dan 8.72 jam pada akhir pekan termasuk malam (Levandovski et al, 2013).
[jetlag sosial: 8,72 – 8,40 = 0,32 jam]; jam Di Inggris pada populasi pelajar, pada hari
tidur 23.31 pada hari kerja dan 00.28 pada kerja jam tidur minimum jam 22.00,
hari libur; jam bangun 07.56 pada hari kerja, maksimum jam 04.00, sedangkan jam bangun
dan 09.11 pada hari libur; jam tengah tidur minimum jam 5.00, maksimal jam 9.30; pada
03.42 pada hari kerja dan 04.49 pada hari akhir pekan tidur minimal jam 22.30 bangun
libur.
393
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

minimal jam 07.00, tipe jam tidur maksimal bangun 07.05, sedangkan di akhir pekan rata-
jam 07.00, bangun maksimal jam 16.00; di rata jam tidur 01.01, jam bangun 10.12
hari kerja rata-rata jam tidur 23.37, jam (Dimitriou et al, 2015).

SIMPULAN
Jam bangun dan tidur, baik pada kronotipe pagi maupun malam dalam komunitas Muslim Indonesia
secara umum lebih pagi dari berbagai populasi di Eropa, Amerika Latin, dan Asia lainnya yang
mayoritas non Muslim. Hal lain yang menonjol adalah durasi tidur utama orang Muslim Indonesia
relatif lebih singkat serta jetlag sosial juga singkat. Kecenderungan yang sama dengan populasi lain
adalah jenis kelamin, pengaruh usia serta tempat tingga urban maupun rural.

DAFTAR PUSTAKA
Antypa, N., Vogelzangs, N., Meesters, Y., Schoevers, R., Penninx, B.W.J.H. 2015, Chronotype
associations with depression and anxiety disorders in a large cohort study, Depression and
Anxiety 00:1–9 (2015).
Atkinson, G., Jones, H., Ainslie, P.N. 2009, Circadian variation in the circulatory responses to
exercise: relevance to the morning peaks in strokes and cardiac events, Eur J Appl Physiol
(2010) 108:15–29 DOI 10.1007/s00421-009-1243-y
Benedetti, F., Barbini, B., Colombo, C., Smeraldi, E. 2007, Chronotherapeutic in a psychiatric ward,
Sleep Medicine Review (2007)11 509 – 522
Brown, S.A., Kunz, D., Dumas, A., Westermark, P.O., Vanselow, K., Tilmann-Wahnschaffe, A.,
Herzel, H., Kramer, A. 2008, Molecular insights into human daily behavior, PNAS February
5, 2008 vol. 105 no. 5 1607
Carvalho, F.G., Hidalgo, M.P., Levandovski, R. 2014, Differences in circadian patterns between
rural and urban populations: An epidemiological study in countryside, Chronobiology
International, Early Online: 1–8, (2014)
Challet, E., Pévet, P. 2003, Interactions between Photic and Nonphotic Stimuli to Synchronize the
Master Circadian Clock in Mammals, Frontiers in Bioscience 8, s246-257, May 1, 2003
Comas, M., Hut, R.A. 2009, Twilight and Photoperiod Affect Behavioral Entrainment in the House
Mouse (Mus musculus), Journal of Biological Rhythms, Vol. 24 No. 5, October 2009 403-412
DOI: 10.1177/0748730409343873
Danilenko, K.V., Wirz-Justice, A., Kräuchi, K., Cajochen, C., Weber, J.M., Fairhurst, S., Terman,
M. 2000, Phase Advance After One or Three Simulated Dawns in Humans, Chronobiology
International, 17(5), 659–668 (2000)
Destici E, Jacobs EH, Tamanini F, Loos M, van der Horst GTJ, Oklejewicz, M. (2013) Altered
Phase-Relationship between Peripheral Oscillators and Environmental Time in Cry1 or Cry2
Deficient Mouse Models for Early and Late Chronotypes. PLoS ONE 8(12): e83602.
doi:10.1371/journal.pone.0083602
Dıaz-Morales, J.F., Escribano, C. 2015, Social jetlag, academic achievement and cognitive
performance: Understanding gender/sex differences, Chronobiology International, Early
Online: 1–10, (2015)
Díaz-Morales, J.F., Sánchez-López, M.P. 2008, Morningness-eveningness and anxiety among
adults:A matter of sex/gender?, Personality and Individual Differences 44 (2008) 1391–1401
Dimitriou D., Le Cornu Knight, F., Milton, P. 2015, The Role of Environmental Factors on Sleep
Patterns and School Performance in Adolescents. Front. Psychol. 6:1717. doi:
10.3389/fpsyg.2015.01717

394
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Eastman, C.I., Suh, C., Tomaka, V.A., Crowley, S.J. 2015, Circadian rhythm phase shifts and
endogenous free-running circadian period differ between African-Americans and European-
Americans, Scientific Reports 5 : 8381 DOI: 10.1038/srep08381
Folkard, S., Minors, D.S., Waterhouse, J.M. 1984, Is there more than one circadian clock in humans?
Evidence from fractional desynchronization studies, J. Physiol. (1984), 357, pp. 341-356
Fullick, S., Grindey, C., Edwards, B., Morris, C., Reilly, T., Richardson, D., Waterhouse, J.,
Atkinson, G. (2009) Relationships between leisure-time energy expenditure and individual
coping strategies for shift-work, Ergonomics. 2009 April ; 52(4): 448–455.
doi:10.1080/00140130802707725.
Glass, J.D., Tardif, S.D., Clements, R., Mrosovsky, N. 2001, Photic and nonphotic circadian phase
resetting in a diurnal primate, the common marmoset, Am J Physiol Regulatory Integrative
Comp Physiol 280: R191–R197, 2001.
Golombek, D.A., Rosenstein, R.E. 2010, Physiology of Circadian Entrainment, Physiol Rev 90:
1063–1102, 2010;doi:10.1152/physrev.00009.2009.
Hajewaming, N. 2007, Astronomical Calculation of Islamic Times and Qiblat Direction, 33rd
Congress on Science and Technology of Thailand
Hofman, M.A., Fliers, E., Goudsmit, E., Swaab, D.F. (1988) Morphometric analysis of the
suprachiasmatic and paraventricular nuclei in the human brain: sex differences and age-
dependent changes, J. Anat. (1988), 160, pp. 127-143
Horne, J.A., Östberg, O. (1976) A Self-Assessment Questionnaire to Determine
Morningness-Eveningness in Human Circadian Rhythms, International Journal of
Chronobiology Vol. 4, 97-110
Juda, M., Münch, M., Wirz-Justice, A., Merrow, M., Roenneberg, T. 2006, The Biological Clock
and Sleep in the Elderly, Zeitschrift für Gerontopsychologie & -psychiatrie, 19 (1), 2006, 45–
51
Kabrita, C.S., AHajjar-Muça, T., Duffy, J.F. 2014, Predictors of poor sleep quality among Lebanese
university students: association between evening typology, lifestyle behaviors, and sleep
habits, Nature and Science of Sleep 2014:6 11–18
Kantermann, T. 2013, Circadian Biology: Sleep-Styles Shaped by Light-Styles, Current Biology
Vol 23 No 16 R690 http://dx.doi.org/10.1016/j.cub.2013.06.065
Kantermann, T., Sung, H., Burgess, H.J. (2015) Comparing the Morningness-Eveningness
Questionnaire and Munich ChronoType Questionnaire to the Dim Light Melatonin Onset,
Journal of Biological Rhythms, Vol XX No. X, Month 201X 1 –5 DOI:
10.1177/0748730415597520
Kendis, H., Baron, K., Schuele, S.U., Patel, B., Attarian, H. 2015, Chronotypes in Patients with
Epilepsy: Does the Type of Epilepsy Make a Difference? Behavioural Neurology Vol. 2015,
Article ID 941354, 4 pages http://dx.doi.org/10.1155/2015/941354
Kohyama, J. 2010, A Novel Disease Condition Presenting with Insomnia and Hypersomnia
Asynchronization in Soriento, Y.E. 2010, Melatonin, Sleep and Insomnia, © 2010 by Nova
Science Publishers, Inc.
Levandovski, R., Sasso, E., Hidalgo, M.P. 2013, Chronotype: a review of the advances, limits and
applicability of the main instruments used in the literature to assess human phenotype, Trends
Psychiatry Psychother. 2013;35(1) – 3-11
Lin, Y-H, Gau, S.S-F. 2013, Association between morningness–eveningness and the severity of
compulsive Internet use: the moderating role of gender and parenting style, Sleep Medicine 14
(2013) 1398–1404

395
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Lo, J.C., Leong, R.L.F., Loh, K-K., Dijk, D-J., Chee, M.W.L. 2014, Young adults’ sleep duration
on work days: differences between East andWest, FrontiersinNeurology |
SleepandChronobiology May2014|Volume5|Article81
Local Fiqh Committee, Winnipeg, Manitoba. 2014, Calculation of prayer times
Lucassen, E.A., Zhao, X., Rother, K.I., Mattingly, M.S., Courville, A.B., de Jonge, L., Csako, G.,
Cizza, G., for the Sleep Extension Study Group, 2013 Evening Chronotype Is Associated with
Changes in Eating Behavior, More Sleep Apnea, and Increased Stress Hormones in Short
Sleeping Obese Individuals. PLoS ONE 8(3): e56519. doi:10.1371/journal.pone.0056519
Menaker, M. 1969, Biological Clocks, BioScience vol. 19 no. 8 August. 1969
Merikanto, I., Lahti, T., Seitsalo, S., Kronholm, E., Laatikainen, T., Peltonen, M., Vartiainen, E.,
Partonen, T. 2014, Behavioral Trait of Morningness-Eveningness in Association with Articular
and Spinal Diseases in a Population. PLoS ONE 9(12): e114635. doi:10.
1371/journal.pone.0114635
Merikanto, I., Partonen, T. 2014, Evening owls have increased odds for both psychiatric and somatic
illnesses, Psychiatria Fennica 2014;45:33-42
Nelson, R.J., Demas, G.E., Klein, S.L., Kriegsfeld, L.J. 2002, Chapter 1 Seasonality, Seasonal
Patterns of Stress, Immune Function and Disease, Cambridge University Press, 2002
Pagani, L. 2010, A cellular model for human daily Behavior, Dissertation der Philosophisch-
Naturwissenschaftlichen Fakultät der Universität Basel
Pontes, A.L.B., Engelberth, R.C.G.J., Nascimento, Jr., E.S., Cavalcante, J.C., Costa, M.S.M.O.,
Pinato, L., Toledo, C.A.B., Cavalcante, J.S. 2010, Serotonin and circadian rhythms,
Psychology & Neuroscience, 2010, 3, 2, 217 - 228 DOI: 10.3922/j.psns.2010.2.011
Qu, W., Ge, Y., Xiong, Y., Carciofo, R., Zhao, W., Zhang, K. 2015, Dangerous Driving in a Chinese
Sample: Associations with Morningness-Eveningness Preference and Personality. PLoS ONE
10(1): e0116717. doi:10.1371/journal.pone.0116717
Ramsey, K.M., Bass, J. 2009, Obeying the clock yields benefits for metabolism, PNAS March 17,
2009 vol. 106 no. 11 4069–4070
Reinberg, A., Ashkenazi, I. 2003, Concepts in human biological rhythms, Dialogues in Clinical
Neuroscience - Vol 5 . No. 4 . 2003
Reutrakul, S., Hood, M.M., Crowley, S.J., Morgan, M.K., Teodori, M., Knutson, K.L., van Cauter,
E. 2013, Chronotype Is Independently Associated With Glycemic Control inType 2 Diabetes,
Diabetes Care 36:2523–2529, 2013
Roenneberg, T., Foster, R.G. 1997, Twilight Times: Light and the Circadian System,
Photochemistry and Photobiology, 1997, 66(5): 549-561
Roenneberg, T., Merrow, M. 2001, Circadian Systems : different levels of complexity, Phil. Trans.
R. Soc. Lond. B (2001) 356, 1687 – 1696
Roenneberg, T., Wirz-Justice, A., Merrow, M. 2003, Life between Clocks: Daily Temporal Patterns
of Human Chronotypes, Journal of Biological Rhythms, Vol. 18 No. 1, February 2003 80-90
doi: 10.1177/0748730402239679
Roenneberg, T., Merrow, M. 2007, Entrainment of the Human Circadian Clock, Cold Spring Harbor
Symposia on Quantitative Biology, Volume LXXII. ©2007
Roenneberg, T., Allebrandt, K.V., Merrow, M., Vetter, C. 2012, Social Jetlag and Obesity, Current
Biology 22, 939–943, May 22, 2012 DOI 10.1016/j.cub.2012.03.038
Sharma, V.K. 2002, On the significance of circadian clocks for insects, J. Indian Inst. Sci., Jan.–
Apr. 2003, 83, 3–26
Stetler, C., Dickerson, S.S., Miller, G.E. 2004, Uncoupling of social zeitgebers and diurnal cortisol
secretion in clinical depression, Psychoneuroendocrinology (2004) 29, 1250–1259

396
The 9th University Research Colloqium 2019
Universitas Muhammadiyah Purworejo

Terman, M., Terman, J.S. 2006, Controlled Trial of Naturalistic Dawn Simulation and Negative Air
Ionization for Seasonal Affective Disorder, Psychiatry 163:12, December 2006 Am J
ajp.psychiatryonline.org
Tinguely, G. Cajochen, C. 2011, Sleep times, sleep quality and subjectively perceived disturbing
noise sources in a representative sample of the Swiss Population, 11th International Congress
on Noise as a Public Health Problem (ICBEN) 2011, London, UK
van der Spek, R., Kreier, F., Fliers, E., Kalsbeek, A. 2012, Chapter 11 Circadian rhythms in white
adipose tissue in Kalsbeek, A. Merrow, M. Roenneberg, T., Foster, R.G. (Eds.) Progress in
Brain Research, Vol. 199
Veitch, J.A., Galasiu, A.D. 2012, The Physiological and Psychological Effects of Windows,
Daylight, and View at Home: Review and Research Agenda, NRC-IRC Research Report RR-
325 2012-Feb-28 © 2012, National Research Council of Canada, Ottawa
von Schantz, M., Taporoski, T.P., Horimoto, A.R.V.R., Duarte, N.E., Vallada, H., Krieger, J.E.,
Pedrazzoli, M., Negrāo, A.B., Pereira, A.C. 2015, Distribution and heritability of diurnal
preference (chronotype) in a rural Brazilian family-based cohort, the Baependi study,
SCIENTIFIC REPORTS | 5 : 9214 | DOI: 10.1038/srep09214
Waloszek, J.M., Schwartz, O., Simmons, J.G., Blake, M., Blake, L., Murray, G., Raniti, M., Dahl,
R.E., O’Brien-Simpson, N., Dudgeon, P., Trinder, J., Allen, N.B. (2015) The SENSE Study
(Sleep and Education: learning New Skills Early): a community cognitive-behavioural therapy
and mindfulness-based sleep intervention to prevent depression and improve cardiac health in
adolescence, BMC Psychology (2015) 3:39
Wittmann, M., Dinich, J., Merrow, M., Roenneberg, T. 2006, Social Jetlag: Misalignment of
Biological and Social Time, Chronobiology International, 23(1&2): 497–509, (2006)
Wright, Jr., K.P., McHill, A.W., Birks, B.R., Griffin, B.R., Rusterholz, T., Chinoy, E.D. 2013,
Entrainment of the Human Circadian Clock to the Natural Light-Dark Cycle, Current Biology
23, 1554–1558, August 19, 2013 doi.org/10.1016/j.cub.2013.06.039
Yun, J-A., Ahn, Y-S., Jeong, K-S., Joo, E-J., Cho, K-S. 2015, The Relationship between Chronotype
and Sleep Quality in Korean Firefighters, Clinical Psychopharmacology and Neuroscience
2015;13(2):201-208

397

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai