Anda di halaman 1dari 8

ACARA III PENGARUH FAKTOR PERTUMBUHAN TERHADAP POPULASI MIKROBIA DALAM BAHAN PANGAN

A. Tujuan Tujuan dari praktikum acara III. Pengaruh Faktor Pertumbuhan terhadap Populasi Mikrobia dalam Bahan Pangan adalah mempelajari pengaruh pemanasan, pendinginan, pH, senyawa antimikrobia dan hurdle concept terhadap viabilitas dan pertumbuhan mikrobia pangan. B. Tinjauan Pustaka Seperti kebanyakan tanaman, bawang putih mengandung lebih dari 100 senyawa metabolit bermanfaat yang meliputi alliin, alliinase, allicin, Sallycystein, diallylsulfide, dan allymethyltrisulfide. Sekali terbuka terhadap udara, allicin kemudian dikonversi menjadi diallyldisulfida yang bersifat antibakteri. Extrak Allium sativum, baik digunakan sendiri atau bersama amphotericin B, mempunyai effek terhadap infeksi jamur sistemik pada manusia dan effek terhadap cryptococcal meningitis. Senyawa lainnya yang terkandung dalam minyak bawang putih adalah Ajoene yang juga dapat menurunkan pertumbuhan bakteri gram negatif dan positif serta yeast. Allicin adalah komponen utama yang berperan memberi aroma bawang putih dan merupakan salah satu zat aktif yang diduga dapat membunuh kuman -kuman penyakit (bersifat antibakteri). Allicin berperan ganda membunuh bakteri yaitu bakteri gram positif maupun gram negatif karena mempunyai gugus asam amino. Selain itu Allicin juga dapat membasmi Erytococcus neoformans (jamur yang dapat menyebabkan meningitis) dan Candida albicans. Senyawa lain yang terdapat pada bawang putih adalah allithiamin. Senyawa ini merupakan hasil reaksi allicin dengan thiamin dan dapat bereaksi dengan sistein. Fungsi senyawa ini hampir sama dengan vitamin B1 sehingga dikenal sebagai vitamin B1 bawang putih. Selain itu, bawang putih mengandung Ajoene, senyawa sulfur yang juga dapat menekan pertumbuhan bakteri gram negatif dan positif serta yeast (Yuliana, 2008). (Yuliana, Neti. 2008).

Pengaruh Konsentrasi Bubuk Bawang Putih terhadap Mutu Mikrobiologis Tahu selama Perendaman. Prosiding Seminar Nasional Sains dan TeknologiII 2008 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Saccharomyces cerevisiae adalah yeast yang berkembangbiak secara pembelahan (budding). Morfologinya berupa sel oval dengan panjang 10 m, dan lebar 5 m. Yeast ini dikenal sebagai beaker yeast dan brewer ye ast karena memfermentasikan gula menjadi alkohol dan karbondioksida. Saccharomycess cereviseae dapat tumbuh baik pada range 3 - 6, namun apabila pH lebih kecil dari 3 maka proses fermentasi akan berkurang kecepatannya pH yang paling optimum pada 4,3 - 4,7. Saccharomycess cereviseae mempunyai temperature maksimal sekitar 40 50 oC dengan temperatur minimum 0 oC. (Eka, 2008). Eka, Agustinus P, Amran Halim. 2008. Pembuatan Bioetanol dari Nira Siwalan secara Fermentasi Fese Cair Menggunakan Fermipan. Makalah Bioethanol Fakultas Teknik UNDIP.

C. Metodologi 1. Alat a. Tabung reaksi steril b. Pipet steril 1ml c. Penangas air 60oC d. Erlenmeyer e. Beaker glass f. Lampu bunsen g. Refrigerator h. Spektrofotometer i. Propipet

2. Bahan a. Media PDB dan NB b. Suspensi kultur Saccharomyces dan Pseudomonas

c. Ekstrak bawang putih ( 1:1; 1:2; 1:3) d. Aquadest steril e. Kapas f. Alumunium foil g. Label

3. Cara Kerja a. Pengaruh pemanasan Disuspensikan 0,1 ml suspensi Saccharomyces dalam 4 tabung PDB dan 0,1 ml suspensi Pseudomonas dalam 4 tabung NB

Untuk setiap seri mikrobia, 1 tabung sebagai kontrol, 3 tabung lainnya dipanaskan dalam penangas air suhu 60C selama 5, 10 dan 20 menit

Diinkubasi semua tabung pada suhu kamar selama 1 hari

Diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan kekeruhan, diukur sebagai absorbansi pada panjang gelombang 660 nm b. Pengaruh suhu rendah Disuspensikan 0,1 ml suspensi Saccharomyces dalam 3 tabung PDB dan 0,1 ml suspensi Pseudomonas dalam 3 tabung NB

Untuk setiap seri mikrobia, 1 tabung diinkubasi pada suhu kamar, 1 tabung diinkubasi pada suhu refri dan 1 pada suhu freezer selama 1 hari

Diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan kekeruhan, diukur sebagai absorbansi pada panjang gelombang 660 nm

c. Pengaruh pH Disuspensikan 0,1 ml suspensi Saccharomyces dalam 3 tabung PDB dan 0,1 ml suspensi Pseudomonas dalam 3 tabung NB Diinkubasi semua tabung pada suhu kamar selama 1 hari Diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan kekeruhan, diukur sebagai absorbansi pada panjang gelombang 660 nm

d. Pengaruh antimikroba (ekstrak bawang putih) Disuspensikan 0,1 ml suspensi Saccharomyces dalam 4 tabung PDB dan 0,1 ml suspensi Pseudomonas dalam 4 tabung NB 1 tabung sebagai kontrol, 3 tabung lainnya ditambahkan ekstrak bawang putih sebanyak 0,1 ml Diinkubasi semua tabung pada suhu kamar selama 1 hari Diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan kekeruhan, diukur sebagai absorbansi pada panjang gelombang 660 nm e. Pengaruh Pemanasan dan senyawa antimikrobia Disuspensikan 0,1 ml suspensi Saccharomyces dalam 3 tabung PDB dan 0,1 ml suspensi Pseudomonas dalam 3 tabung NB 1 tabung sebagai kontrol, 3 tabung lainnya ditambahkan ekstrak bawang putih sebanyak 0,1 ml Panaskan pada suhu 60oC selama 10 menit Diinkubasi semua tabung pada suhu kamar selama 1 hari Diamati adanya pertumbuhan dengan peningkatan kekeruhan, diukur sebagai absorbansi pada panjang gelombang 660 nm

D. Pembahasan Pada praktikum pengaruh pemanasan terhadap faktor pertumbuhan populasi mikrobia. Mikrobia yang gunakan adalah Saccharomyces dan Pseudomonas yang disuspensikan ke dalam 4 tabung yang berisi media PDB (Potato Dekstrose Broth) dan 4 tabung yang di beri media NB (Nutrient Broth) keudian diberikan perlakuan yang berbeda pada setiap tabung. Selanjutnya setiap tabung dipanaskan pada suhu 60 oC selama 0 menit, 5 menit, 10 menit dan 20 menit. Setelah dipanaskan, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 1 hari. Pertumbuhan mikroba diukur dengan menggunakan spektrometer pada panjang gelombang 660 nm berdasarkan kekeruhan tabung media yang telah ditanami mikroba. Dari data yang diperoleh, nilai absorbansi mikroba Saccharomycess pada kelompok 1 berturut-turut dari menit ke 0, 5, 10, dan 20 adalah 0,420; 0,123; 0,060; 0,052. Sedangkan nilai absorbansi mikroba Pseudomonas berturut-turut 0,281; 0,229; 0,007; dan 0,320. Nilai absorbansi mikroba Saccharomycess pada kelompok 8 berturut-turut dari menit ke 0, 5, 10, dan 20 adalah 0,173; 0,231; 0,402; 0,257. Sedangkan nilai absorbansi mikroba Pseudomonas berturut-turut 0,570; 0,057; 0,065; dan 0,021. Nilai absorbansi mikroba Saccharomycess pada kelompok 11 berturut-turut dari menit ke 0, 5, 10, dan 20 adalah 0,133; 0,103; 0,026; 0,024. Sedangkan nilai absorbansi mikroba Pseudomonas berturut-turut 0,188; 0,252; 0,315; dan 0,282. Untuk beberapa jenis bahan pangan pengaturan suhu selama penyimpanan sangat diperlukan, bakteri patogenik tidak dapat tumbuh di luar kisaran suhu antara 4-60oC, sehingga bahan pangan yang disimpan pada suhu dibawah 4oC atau diatas 60oC akan aman dari kontaminasi jasad renik (Syarief dkk, 2003). Semakin tinggi nilai absorbansi, maka semakin tinggi tingkat kekeruhan dan semakin banyak pula mikroba yang tumbuh. Saccharomyces adalah mikroba mesofilik yang mana dapat tumbuh hingga suhu 50 0C. Pada

sampel Saccharomyces pada kelompok 1 dan 11 dapat dilihat bahwa terjadi penurunan nilai absorbansi seiring dengan semakin lama pemanasan. Yang berarti bahwa jumlah mikroba yang tumbuh pada sampel Saccharomyces semakin sedikit. Hal ini dikarenakan Saccharomyces termasuk khamir sehingga tidak tahan terhadap panas. Sedangkan pada kelompok 8 pertumbuhan Saccharomyces mengalami naik turun, hal ini di karenakan suhu yang di berikan tidak setabil atau peletakan tabung pada waterbath tidak tepat. Pseudomonas adalah mikroba psikrofilik yang mana hanya dapat tumbuh pada suhu 0-30 0C. Untuk mikroba Pseudomonas pada kelompok 1 dan 11 dapat dilihat terjadi naik turunnya nilai absorbansi. Naik turunnya nilai absorbansi terjadi karena kontaminasi dan tidak sterilnya kondisi sekitar. Jadi, Pseudomonas lebih tahan panas daripada Saccharomyces. Sedangkan pada kelompok 8 nilai absorbansinya mengalami penurunan. Yang berati bahwa mikroba yang tumbuh pada sampel Pseudomonas semakin sedikit. Secara umum pada kedua sampel mikroba terjadi penurunan jumlah mikroba seiring lamanya proses pemanasan. Penurunan yang terjadi pada kedua sampel merupakan bentuk dari aktivitas mikroba. Yang mana jika pada suhu optimum, mikroba dapat tumbuh dengan maksimal akan tetapi jika suhu yang diberikan pada mikroba tersebut melebihi dari suhu optimum maka mikroba tersebut akan mati. Selain itu waktu juga berpengaruh disana. Semakin lama waktu pemanasan yang digunakan maka mikroba juga akan semakin menurun. Berkurangnya mikrobia dapat diketahui dari nilai absorbansinya. Semakin tinggi nilai absorbansi menandakan bahwa tingkat kekeruhan juga tinggi, dan tingkat kekeruhan menandakan jumlah Saccharomyces ataupun Pseudomonas. Semakin keruh medium menandakan semakin banyaknya jumlah mikrobia yang tumbuh.

Percobaan ke lima kali ini adalah perpaduan antara pemanasan dan penambahan antimikrobia terhadap populasi mikroba. Dari percobaan yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut dari kelompok 5 untuk Saccharomyces, secara urut dari pemanasan, pemanasan dengan penambahan senyawa anti mikrobia, dalam hal ini menggunakan ekstrak bawang putih (1:1); (1:2); (1:3) adalah 0,058 nm; 0,083 nm; 0,059 nm; 0,180. Dari data yang diperoleh dapat dilihat naik turunnya nilai absorbansi yang di peroleh sedangkan seharusnya terjadi penurunan seiring dengan penambahan senyawa antimikroba dan juga pemanasan yang diberikan. Saccharomycess cereviseae mempunyai temperature maksimal sekitar 40 50 oC dengan temperatur minimum 0
o

C (Eka, 2008). Penyimpangan yang terjadi dikarenakan

pemvortekan yang kurang sempurna sehingga masih ada beberapa bahan yang mengendap. Disamping itu, dimungkinkan juga karena mikroba pada air lebih mendominasi dari pada Saccharomyces sehingga pertumbuhannya terhambat. Sedangkan pada kelompok 10 untuk Saccharomyces, secara urut dari pemanasan, pemanasan dengan penambahan ekstrak bawang putih (1:1); (1:2); (1:3) adalah 0,050 nm; 0,042 nm; 0,032 nm; 0,484. Pada data pemanasan, penambahan ekstrak bawang putih (1:1) dan (1:2) sudah sesuai teori, yaitu mengalami penurunan seiring dengan penambahan senyawa antimikroba dan juga pemanasan yang diberikan tapi pada perlakuan (1:3) terjadi kenaikan nilai absorbannya yang berarti terjadi penyimpangan seperti yang terjadi pada kelompok 5. Pada sampel yang kedua, data untuk pertumbuhan Pseudomonas pada kelompok 5 urut dari pemanasan, pemanasan dengan penambahan antimikroba 1:1; 1:2 dan 1:3 adalah sebagai berikut 0,033 nm; 0,045 nm; 0,056 nm dan 0,211 nm. Hasil yang diperoleh secara keseluruhan menunjukkan bahwa antimikroba bekerja efektif pada Pseudomonas. Efektifnya antimikroba yang digunakan ini karena adanya perlakuan tambahan yakni pemanasan. Sehingga pertumbuhan mikroba menjadi berkurang atau terhambat. Sedangkan hasil absorbansi makin naik karena

ekstrak bawang putihnya makin encer sehingga dimungkinkan tidak efektifnya antimikroba. Sedangkan untuk kelompok 10 urut dari pemanasan, pemanasan dengan penambahan antimikroba 1:1; 1:2 dan 1:3 adalah sebagai berikut 0,364 nm; 0,035 nm; 0,046 nm dan 0,065 nm. Hasil yang diperoleh secara keseluruhan juga menunjukkan bahwa antimikroba bekerja efektif pada Pseudomonas. Efektifnya antimikroba yang digunakan ini karena adanya perlakuan tambahan yakni pemanasan. Sehingga pertumbuhan mikroba menjadi berkurang atau terhambat. Sedangkan nilai absorbansi pada (1:1) terjadi penurunan nilai, seharusnya hasil absorbansi makin naik karena ekstrak bawang putihnya makin encer sehingga dimungkinkan tidak efektifnya antimikroba. Penyimpangan yang terjadi dikarenakan pemvortekan yang kurang sempurna sehingga masih ada beberapa bahan yang mengendap.

Anda mungkin juga menyukai