PEMBAHASAN
51
52
saat masuk ke dalam kelas. Semua murid mampu mengucapkan salam ketika
bertemu dengan orang lain yang ada di lingkungan kuttab. Murid sebelum makan
dan minum selalu membaca basmallah, semua murid mampu mengucapkan
basmallah dengan baik. Murid sesudah makan dan minum selalu mengucapkan
hamdallah, semua murid sudah mampu mengucapkan hamdallah dengan baik.
Semua murid memiliki sopan santun di dalam majelis ilmu dengan tidak
mengeluarkan perkataan keras (ramai) atau kasar atau kotor, tidak bercanda,
ngobrol, dan menjahili teman. Murid memiliki sopan santun kepada teman dan
guru ketika berbuat kesalahan, maka harus meminta maaf. Terbukti bahwa ada
murid yang bernama Khaffiyah meminta maaf kepada semua temannya atas
kesalahannya. Sebagian besar murid sudah memiliki sopan santun ketika berjalan
melewati orang lain dengan bilang permisi. Sebagian besar murid mampu
mengucapkan terima kasih ketika diberi sesuatu barang oleh orang lain terutama
saat kudapan. Sebagian besar murid mampu mengucapkan tolong apabila
menginginkan bantuan. Temuan lain didapatkan sebagian besar murid mampu
mengucapkan minta, apabila ingin makanan atau minuman milik temannya.
Temuan ini sependapat dengan pendapat dari Antoro (dalam Djuwita,
2017) menyatakan bahwa perwujudan perilaku sopan santun adalah perilaku yang
menghormati orang lain melalui komunikasi yang menggunakan bahasa yang
tidak meremehkan atau merendahkan orang lain. Sama halnya dengan pendapat
dari Sari (2000) sopan santun verbal merupakan sopan santun perilaku dengan
menggunakan bahasa, dengan artian sopan santun berbahasa seperti sopan santun
berbicara, menyapa, beterima kasih, meminta maaf, dan sebagainya.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sopan santun
merupakan tata cara berkomunikasi dengan baik. Kuttab awwal 1 A selalu
berkomunikasi dengan orang lain dengan cara berbicara, berterima kasih, meminta
maaf, membiasakan mengucapkan salam, selalu menggunakan bahasa yang baik.
Hal ini merupakan penanaman dari nilai sopan santun berupa ucapan yang baik
dalam pembelajaran.
Penelitian tentang berpakaian murid kuttab awwal 1 A saat pembelajaran,
saat istirahat, dan saat sesuai pembelajaran menyebutkan bahwa murid laki-laki
dan perempuan mampu memakai pakaian yang baik, seperti berpakaian tidak
54
kotor, tidak robek, dan rapi. Murid laki-laki mampu memakai kopyah dengan rapi,
memakai baju yang sopan dengan lengan panjang atau lengan pendek sesiku, dan
memakai celana panjang atau jubah panjang. Murid perempuan memakai
kerudung panjang, memakai baju lengan panjang, dan memakai rok panjang
dengan baik.
Temuan ini sejalan dengan pendapat dari buku Jilbab Al Mar'ah Al
Muslimah fil Kitabi wa Sunnah oleh Syaikh Al Albany (dalam Habibah, 2014)
menyatakan bahwa menutup aurat dan menutupi seluruh tubuh selain yang
dikecualikan syariat. Sedangkan aurat lelaki menurut ahli hukum adalah dari pusat
hingga ke lutut. Lalu aurat wanita adalah seluruh anggota badan, kecuali wajah,
telapak tangan dan telapak kaki. Sama halnya dengan pendapat dari Habibah
(2014) yang menyatakan bahwa akhlak terbagi menjadi 2, diantaranya akhlak
mahmudah (akhlak terpuji) contohnya: menutup aurat.
Berdasarkan pembahasan tersebut dapat disimpulkan bahwa cara
berpakaian di kuttab awwal 1 A sangatlah baik. Hal tersebut dilihat dari murid
diajarkan untuk selalu menutup aurat. Semua murid mampu memakai pakaian
sesuai dengan kaidah Islam. Dengan demikian dengan mengajarkan memakai
pakaian yang baik sesungguhnya guru tersebut sedang menanamkan pada peserta
didiknya dalam menghargai sebuah pembelajaran dan menghargai seorang guru.
tidak berkata keras dan kasar, tidak berhati kasar, melainkan guru yang bertutur
kata lemah-lembut, bertoleransi, dan penyayang. Guru memiliki kerendahan hati
(tawadhu), sehingga murid tidak canggung ketika bertanya atau berdialog dengan
guru. Guru menciptakan nuansa keakraban dengan murid saat istirahat, guru
melakukan dialog dan bercanda dengan murid untuk mengusir kebosanan
sehingga dapat mengembalikan kembali semangat murid. Guru sabar, ketika
murid aktif dengan tidak mudah untuk dikondisikan sehingga nilai sopan santun
dalam majelis ilmu tidak murid lakukan. Guru memiliki tutur kata baik dengan
tidak mencela, menghina, atau merendahkan murid. Guru tidak egois, jika murid
berbuat kesalahan guru tidak langsung menghukum murid, tetapi memberi teguran
terlebih dahulu.
Temuan ini didukung dengan pendapat dari Fuad (2018) yang menyatakan
bahwa seorang pendidik harus memiliki karakteristik seorang pendidik.
Karakteristik yang harus dimiliki seorang pendidik, yaitu: (1) mengharap ridha
Allah SWT, (2) jujur, (3) komitmen dalam ucapan dan tindakan, (4) adil dan
egaliter (sama atau tidak ada perbedaan), (5) berakhlak karimah, (6) rendah hati,
(7) berani, (8) menciptakan nuansa keakraban, (9) sabar, (10) baik dalam tutur
kata, dan (11) tidak egois. Sama halnya pendapat dari Toguan (2019) yang
menyatakan bahwa seorang pendidik harus memiliki karakteristik seorang
pendidik, yaitu: (1) berdedikasi terhadap ilmu, (2) memiliki sifat yang suci.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang
pendidik guna mensukseskan pengembangan nilai sopan santun dalam
pembelajaran sangatlah berpengaruh dari karakteristik seorang pendidik tersebut.
Upaya Kuttab Al-Fatih dengan menguatkan karakteristik seorang pendidik agar
lancar dalam mengembangkan nilai sopan santun pada peserta didiknya.
2. Menguatkan kesadaran akan peranan dan kewajiban seorang pendidik
kuttab awwal 1 A
Guru kuttab awwal 1 A dalam mendidik perlu menguatkan kesadaran akan
peranan dan kewajiban sebagai seorang pendidik, yaitu: guru menanamkan akidah
yang kuat dengan menanamkan keimanan kepada Allah SWT dengan
menceritakan kisah-kisah para nabi. Guru ramah dalam mendidik, keramahan
dalam mendidik ini berupa kelembutan dalam berucap dan tindakan sehingga
57
menciptakan kedekatan antara guru dan murid. Guru selalu mengucapkan salam
sebelum dan sesudah mengajar, tujuan membiasakan mengucapkan salam ketika
bertemu murid dan sebaliknya murid juga terbiasa mengucapkan salam kepada
guru ketika bertemu. Guru memberikan sanksi dengan persetujuan semua murid
terlabih dahulu, dengan diberi batasan berapa kali untuk melanggar, sehingga guru
memberikan sanksi tersebut dengan bijaksana dan tidak sesuai dengan kehendak
dirinya sendiri. Guru mendidik dengan melatih diri untuk disiplin berperilaku
baik, guru ketika bertemu murid selalu membiasakan berperilaku sopan.
Temuan ini sependapat dari pendapat Fuad (2018) yang menyatakan
bahwa seorang pendidik dalam mengajar perlu menguatkan kesadaran akan
peranan dan kewajiban sebagai pendidik. Peranan dan kewajiban sebagai pendidik
yaitu: (1) menanamkan akidah yang kuat bagi anak didik, (2) ramah dalam
mendidik, (3) mengucapkan salam sebelum dan sesudah mengajar, (4)
memberlakukan sanksi dengan bijaksana. Sama halnya dengan pendapat dari
Juabdin (2015) yang menyatakan bahwa peran dan kewajiban seorang pendidik
yaitu dengan cara mendidik. Dalam mendidik bermakna: (1) melatih
mendisiplinkan diri berperilaku sopan santun, (2) melakukan pertemuan harus
berperilaku sopan, dan (3) memperbaiki perilaku sopan santun murid dengan
menanamkan nilai sopan santun.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam
mengembangkan nilai sopan santun, pendidik perlu menguatkan kesadaran akan
peranan dan kewajiban sebagai seorang pendidik. Hal ini sangat efektif dilakukan
oleh pendidik kuttab awwal 1 A guna mensukseskan penanaman nilai sopan
santun pada murid.
3. Mengembangkan strategi pembelajaran yang kreatif
Strategi pembelajaran kreatif yang dipakai kuttab awwal 1 A yaitu guru
menggunakan strategi pembelajaran berbasis perkembangan. Strategi
pembelajaran ini digunakan untuk mengembangkan anak secara holistik,
maksudnya strategi ini untuk memusatkan cara berpikir murid secara menyeluruh,
sehingga mempengaruhi perilaku sopan santun murid dengan cara pembiasaan.
Guru menggunakan program individual, maksudnya program ini guru
membedakan pemahaman yang berbeda-beda dalam penguatan nilai sopan santun
57
keteladanan kepada anak, seperti memberi contoh berupa teladan berupa perilaku
baik, mengucapkan perkataan yang baik, dan memakai pakaian sesuai dengan
kaidah Islam. Menjadikan rumah sebagai taman ilmu, orang tua saat membiasakan
anak untuk berperilaku sopan santun dengan menjadikan rumah sebagai tempat
untuk penanaman nilai sopan santun. Orang tua menghindari emosi negatif
kepada anak, orang tua harus mampu mengontrol emosinya agar selalu memiliki
emosi positif, sehingga nilai sopan santun dapat cepat tertanam pada diri anak.
Orang tua membiasakan anak untuk selalu berdo’a sebelum dan sesudah
melakukan suatu kegiatan. Guru menggunakan strategi kerja sama kemitraan
efektif, karena tujuan lembaga dan orang tua yang sama yaitu membentuk
kepribadian anak dengan menggunakan nilai sopan santun yang unggul.
Temuan ini didukung dari pendapat dari Mulyasa (2017) yang menyatakan
bahwa strategi pembelajaran strategi kerja sama sangat efektif untuk
pengembangan nilai sopan santun. Kiat-kiat yang orang tua harus dilakukan,
yaitu: (a) memberikan keteladanan kepada anak, (b) menjadikan rumah sebagai
taman ilmu, (c) hindari emosi negatif kepada anak, dan (d) membiasakan anak
untuk selalu berdo’a sebelum dan sesudah melakukan suatu kegiatan. Sama
halnya dengan pendapat dari Lendrum (2003) yang menyatakan bahwa kerjasama
kemitraan efektif sangat mendukung keberhasilan sekolah dan pendapat dari Bell
(1997) yang menyatakan bahwa kemitraan efektif yang kuat sekolah dengan orang
tua, dengan berlandaskan kepercayaan dan tujuan bersama adalah faktor yang
membawa keberhasilan lembaga dalam membetuk karakter siswa (Suriansyah &
Aslamiah, 2015).
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa strategi kerja sama
kemitraan ini sangat efektif dilakukan guru. Bagi anak tidak ada pemberian yang
lebih baik dari orang tua, kecuali dengan pemberian pendidikan sopan santun
yang lebih baik, menanamkan budi pekerti yang luhur, dan belajar mengucapkan
perkataan yang baik.
Strategi pembelajaran kuttab awwal 1 A yaitu guru menggunakan strategi
pembelajaran berbasis bercerita. Strategi pembelajaran ini digunakan guru untuk
menceritakan cerita yang menarik dan cerita harus sesuai dengan kisah yang nyata
seperti kisah para nabi dan rasul yang memiliki unsur nilai sopan santun atau
59
tinggi, sikap ingin mencoba, dan daya imajinasi mengenai ketauladanan dalam
menanamkan nilai sopan santun juga tinggi. Guru menggunakan strategi
pembelajaran kreativitasdiharapkan murid mampu menceritakan kembali kisah-
kisah tauladan, tetapi hanya sebagian kecil murid bisa melakukan cerita ulang.
Temuan ini sependapat dengan pendapat dari Mulyasa (2017) yang
menyatakan bahwa strategi pembelajaran berbasis kreativitas, yaitu rasa ingin
tahuannya yang tinggi, sikap ingin mencoba, dan daya imajinasinya juga tinggi,
seperti kreativitas berbahasa. Kemampuan kreativitas seperti melalui kegiatan
mendongeng, menceritakan kembali kisah yang telah didengarkan, serta
menceritakan kembali apa yang sudah anak dengar. Sama halnya dengan pendapat
dari Riyani (2019) yang menyatakan bahwa salah satu strategi yang bisa
digunakan guru dalam melatih perilaku sopan santun adalah dengan memberikan
gambaran-gambaran perilaku santun dengan memberikan gambaran-gambaran
perilaku sopan santun dengan cerita kisah-kisah tauladan. Kemudian murid
menceritakan kembali cerita berbagai kisah yang berhubungan dengan kehidupan
individu.
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa sesungguhnya
kuttab awwal 1 A dalam mengembangkan nilai sopan santun perlu melihat
pemahaman dan melihat kreativitas murid dengan cara guru menggunakan strategi
pembelajaran berbasis kreativitas dengan cara memberikan kesempatan murid
untuk menceritakan kembali kisah-kisah tauladan dari cerita kisah para nabi dan
rasul yang sudah mereka dengar. Tetapi hal ini tidak wajib hukumnya murid harus
bisa menceritakan ulang, sehingga ada sedikit murid bisa melakukan hal tersebut.
Hal ini dapat disimpulkan strategi berbasis kreativitas ini perlu ditingkatkan agar
murid benar-benar memahami makna dari cerita tersebut dan dapat mengulang
cerita yang sudah mereka dengarkan.