Anda di halaman 1dari 7

Definisi

Insomnia adalah kondisi yang menggambarkan dimana seseorang kesulitan untuk tidur. Kondisi
ini bisa meliputi kesulitan tidur, masalah tidur, sering terbangun di malam hari, dan bangun
terlalu pagi.
Etiologi
Insomnia disebabkan oleh beberapa hal antara lain ritme sirkardian, hormon, kondisi medis(lesi
di otak, tumor, stroke, GERD, alzheimer, hipertiroid, asma, parkinson), gangguan mood (bipolar,
ansietas, depresi, psikotik), media atau alat elektronik di kamar tidur, obat-obatan
(kortikosteroid, statin, alphablocker, betablocker, SSRI, ACE inhibitor), faktor lain (parasit,
kehamilan, genetik, stres) (Anggara & Annisa, 2019).
Penyebab insomnia dapat berbagai macam seperti stress, stress akibat pekerjaan, sekolah, atau
keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif dimalam hari. Kecemasan dan depresi, hal ini
disebabkan karena terjadi ketidakseimbangan kimia 10 dalam otak atau kekhawatiran yang
menyertai depresi. Obat-obatan, beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk
l,mnmm beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan, dan
kortikosteroid. Kafein, nikotin, dan alcohol serta kondisi medis Gejala nyeri kronis, kesulitan
bernapas dan kondisi medis lainnya dapat menyebabkan insomnia karena menimbulkan rasa
tidak nyaman (Susanti, 2015).
Tanda & Gejala

 kesulitan memulai tidur,


 kesulitan untuk mempertahankan tidur sehingga sering terbangun dari tidur,
 bangun terlalu dini hari dan sulit untuk tidur kembali,
 tidur dengan kualitas yang buruk

Faktor Resiko

 jenis kelamin perempuan,


 usia,
 status perkawinan,
 pendapatan,
 tingkat Pendidikan

Patofisiologi
Tidur merupakan suatu ritme biologis yang bekerja 24 jam yang bertujuan untuk mengembalikan
stamina untuk kembali beraktivitas. Tidur dan terbangun diatur 13 oleh batang otak, thalamus,
hypothalamus dan beberapa neurohormon dan neurotransmitter juga dihubungkan dengan tidur.
Hasil yang diproduksi oleh mekanisme serebral dalam batang otak yaitu serotonin. Serotonin ini
merupakan neurotransmitter yang berperan sangat penting dalam menginduksi rasa kantuk, juga
sebagai medula kerja otak. Dalam tubuh serotonin diubah menjadi melatonin yang merupakan
hormon katekolamin yang diproduksi secara alami oleh tubuh. Adanya lesi pada pusat pengatur
tidur di hypothalamus juga dapat mengakibatkan keadaan siaga tidur. Katekolamin yang
dilepaskan akan menghasilkan hormone norepineprin yang akan merangsang otak untuk
melakukan peningkatan aktivitas. Stress juga merupakan salah satu factor pemicu, dimana dalam
keadaan stress atau cemas, kadar hormone katekolamin akan meningkat dalam darah yang akan
merangsang sistem saraf simpatetik sehingga seseorang akan terus terjaga
Klasifikasi
Levenson, Kay & Buysee, (2014) menyebutkan bahwa terdapat dua jenis insomnia,
1. Insomnia Akut yaitu insomnia yang terjadi dua sampai tiga minggu dan disebabkan
karena stres dan perasaan khawatir.
2. Insomnia Kronis yaitu insomnia yang sudah terjadi lebih dari satu bulan
Menurut Perlis & Gehram (2013) klasifikasi berdasarkan bentuk insomnia yaitu:
1. Difficulty in Initiating Sleep (DIS) Jenis ini sering disebabkan karena tidur yang terjaga
yang disertai kecemasan dan faktor lain.
2. Difficulty in Maintaining Sleep (DMS) 14 Biasanya terbangun secara tiba-tiba, atau pada
saat-saat tertentu seperti merasa pusing tiba-tiba kemudian terbangun.
3. Early Morning Waking (Sleep Offset Insomnia) Sering terjadi pada orang tua dan
biasanya disebabkan karena demensia, penyakit parkinson, gejala menopause, depresi,
dan obat-obatan.
Penatalaksanaan kasus insomnia
Stimulus control

Melalui metode ini pasien diedukasi untuk mengunakan tempat tidur hanya untuk tidur dan
menghindari aktivitas lain seperti membaca dan menonton tv di tempat tidur.6 Ketika mengantuk pasien
datang ke tempat tidur, akan tetapi jika selama 15- 20 menit berada disana pasien tidak bisa tidur maka
pasien harus bangun dan melakukan aktivitas lain sampai merasa mengantuk baru kembali ke tempat
tidur. Metode ini juga harus didukung oleh suasana kamar yang tenang sehingga 7 mempercepat pasien
untuk tertidur. Dengan metode terapi ini, pasien mengalami peningkatan durasi tidur sekitar 30-40
menit. Terapi ini tidak hanya bermanfaat untuk insomnia primer tapi juga untuk insomnia sekunder jika
dikombinasi dengan sleep hygiene dan terapi relaksasi.

Sleep restriction
Tujuan dari terapi ini adalah mengurangi frekuensi tidur dan meningkatkan sleep efficiency. 6 Pasien
diedukasi agar tidak tidur terlalu lama dengan mengurangi frekuensi berada di tempat tidur. Terlalu
lama di tempat tidur akan menyebabkan pola tidur jadi terpecah- pecah. Pada usia lanjut yang sudah
tidak beraktivitas lebih senang menghabiskan waktunya di tempat tidur namun, berdampak buruk
karena pola tidur menjadi tidak teratur. Melalui Sleep Restriction ini diharapkan dapat menentukan
waktu dan lamanya tidur yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Sleep higiene

Sleep Higiene bertujuan untuk mengubah pola hidup pasien dan lingkungannya sehingga dapat
meningkatkan kualitas tidur. 6 Hal-hal yang dapat dilakukan pasien untuk meningkatkan Sleep Higiene
yaitu: olahraga secara teratur pada pagi hari, tidur secara teratur, melakukan aktivitas yang merupakan
hobi dari usia lanjut, mengurangi konsumsi kafein, mengatur waktu bangun pagi, menghindari merokok
dan minum alkohol 2 jam sebelum tidur dan tidak makan daging terlalu banyak sekitar 2 jam sebelum
tidur.6 Terapi relaksasi 8 Tujuan terapi ini adalah mengatasi kebiasaan usia lanjut yang mudah terjaga di
malam hari saat tidur.1 Pada beberapa usia lanjut mengalami kesulitan untuk tertidur kembali setelah
terjaga. Metode terapi relaksasi meliputi: melakukan relaksasi otot, guided imagery, latihan pernapasan
dengan diafragma, yoga atau meditasi. Pada pasien usia lanjut sangat sulit melakukan metode ini karena
tingkat kepatuhannya sangat rendah.1

Cognitive behavioral therapy

Cognitive Behavioral Therapy (CBT) merupakan psikoterapi kombinasi yang terdiri dari: stimulus control,
sleep retriction, terapi kognitif dengan atau tanpa terapi relaksasi.1 Terapi ini bertujuan untuk
mengubah maladaftive sleep belief menjadi adaftive sleep belief. 6 Sebagai contoh: pasien memiliki
kepercayaan harus tidur selama 8 jam setiap malam, jika pasien tidur kurang dari 8 jam maka pasien
merasa kualitas tidurnya menurun. Hal ini harus dirubah mengingat yang menentukan kualitas tidur
tidak hanya durasi tetapi kedalaman tidur.

ISI adalah kuesioner laporan diri 7 item yang menilai sifat, tingkat keparahan, dan dampak
insomnia. 11 , 24Periode pengingatan yang biasa adalah "bulan lalu" dan dimensi yang
dievaluasi adalah: keparahan onset tidur, pemeliharaan tidur, dan masalah bangun pagi,
ketidakpuasan tidur, gangguan kesulitan tidur dengan fungsi siang hari, masalah tidur yang
terlihat oleh orang lain, dan kesusahan. disebabkan oleh kesulitan tidur. Skala Likert 5 poin
digunakan untuk menilai setiap item (misalnya, 0 = tidak ada masalah; 4 = masalah yang
sangat parah), menghasilkan skor total mulai dari 0 hingga 28. Skor total ditafsirkan
sebagai berikut: tidak adanya insomnia (0 –7); insomnia di bawah ambang batas (8–
14); insomnia sedang (15-21); dan insomnia parah (22-28). Tersedia tiga versi—pasien,
klinisi, dan orang penting lainnya—tetapi makalah ini berfokus pada versi pasien saja
Fisiologi Perubahan Tidur DanKaitannya Dengan Usia
Studi yang dilakukan oleh Roepke, Ancoli-Israel, 2010, mengatakan seiring bertambahnya umur,
beberapa perubahan terjadi yang dapat menempatkan seseorang pada risiko gangguan tidur
termasuk peningkatan prevalensi kondisi medis, penggunaan obat-obatan yang meningkat,
perubahan terkait umur dalam berbagai ritme sirkadian, dan perubahan gaya hidup dan
lingkungan.
Neubauer, 2008, mengatakan siklus tidur / bangun 24 jam manusia diatur secara ketat oleh jam
utama sirkadian yang terletak di nukleus suprachiasmatik hipotalamus; jam ini disinkronisasi
oleh entrainers eksternal seperti cahaya dan makanan. Sudah diketahui bahwa pada hari setelah
tidur nyenyak, lebih banyak tidur diperlukan untuk mengkompensasi (tekanan tidur
homeostatik). Dengan demikian, sistem homeostatik meningkatkan jumlah tidur yang kita
butuhkan, sedangkan sistem sirkadian mengoptimalkan waktu terbaik untuk tidur.
Nukleus suprachiasmatic bertugas mengatur sekresi melatonin oleh kelenjar pineal (Benarroch,
2008). Melatonin memodifikasi ritme sirkadian dan sinyal transisi siang-malam. Kadar
melatonin di kelenjar pineal rendah selama siang hari dan meningkat pada malam hari (9-10
malam), mencapai tingkat puncak ketika paaling gelap (3-5 jam) (Suzuki, Miyamoto, Miyamoto,
Sakuta, Hirata, 2012; Guadiola-Lemaitre, QueraSalva, 2011). Model dua-proses pengaturan tidur
, yang telah digunakan untuk menjelaskan peraturan tidur 24-jam pada manusia, termasuk yang
berikut: Proses S, yang sepenuhnya ditentukan oleh urutan temporal dari status perilaku; dan
Proses C, yang dikendalikan sepenuhnya oleh alat pacu jantung sirkadian, terlepas dari keadaan
perilaku (Beersma, Gordijn, 2007). Studi yang dilakukan oleh Ancoli-Israel, Shochat, 2010,
menyatakan bahwa pada lansia, berkurangnya tekanan tidur homeostatik menurunkan jumlah
tidur gelombang lambat.
Gooneratne, Vitiello, 2014, menyatakan bahwa tidur dibagi menjadi gerakan mata non-cepat
(NREM) dan tidur REM. Tidur NREM dibagi lagi menjadi tidur ringan (tahap N1 dan N2) dan
tidur gelombang lambat (tahap N3) . Tidur REM terjadi secara berkala dalam siklus sekitar 90-
120 menit tidur. Penelitian yang dilakukan oleh Ohayon, Carskadon, Guilleminault, Vitiello,
2004, dalam studi polysomnographicnya, empat perubahan konsisten yang terkait dengan
penuaan diamati: penurunan waktu tidur total, efisiensi tidur, dan tidur gelombang lambat; dan
peningkatan bangun setelah onset tidur . Studi yang dilakukan oleh Ohayon, Carskadon,
Guilleminault, Vitiello, 2004 dengan design studi meta-analisis dari 3577 subjek menunjukkan
perubahan yang berkaitan dengan usia dalam arsitektur tidur.

pada lansia yang berolahraga empat kali sebulan, tingkat insomnia yang signifikan tidak
ditemukan. kondisi ini berbeda untuk lansia yang melakukan latihan kurang dari 3 kali dalam
sebulan di mana insomnia sedang ditemukan. beberapa studi tentang durasi latihan untuk
mempertahankan kualitas tidur melaporkan hasil yang berbeda. allessi dalam passos et al. (2012)
tidak menemukan efek berolahraga selama 8 minggu tetapi ferris di passoss et al. (2012)
menemukan perbaikan setelah berolahraga selama 3 bulan. temuan ini menunjukkan
kemungkinan keterlibatan faktor lain dalam menyebabkan insomnia.

 Masalah mental, seperti depresi, gangguan kecemasan, hingga gangguan stres pasca
trauma (PTSD).
 Bekerja shift, pekerjaan seperti ini bisa mengubah jam biologis tubuh.
 Jenis kelamin,ketika menstruasi tubuh akan mengalami perubahan hormon, kondisi ini
menimbulkan gejala hot flashes atau keringat di malam hari, sehingga menyebabkan
gangguan tidur.
 Usia, insomnia meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
 Perjalanan jauh, melakukan perjalanan jauh atau jet lag karena melintasi beberapa zona
waktu juga bisa memicu insomnia.

Selain itu, mengidap kondisi medis tertentu, seperti obesitas dan penyakit kardiovaskuler juga dapat
menyebabkan seseorang mengalami insomnia. Masa menopause disebut juga dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan yang membuat sulit tidur ini. 

 Stres, individu yang didera kegelisahan yang dalam, biasanya karena memikirkan
permasalahan yang sedang dihadapi.
 Depresi, selain mnyebabkan insomnia, depresi juga menimbulkan keinginan untuk
tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri dari masalah yang
dihadapi, depresi bisa menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia
menyebabkan depresi.
 Kelainan-kelainan kronis, kelainan tidur seperti tidur apnea, diabetes, sakit ginjal,
arthritis, atau penyakit mendadak seringkali menyebabkan kesulitan tidur.
 Efek samping pengobatan, pengobatan untuk suatu penyakit juga dapat menjadi
penyebab insomnia.
 Pola makan yang buruk, mengkonsumsi makanan berat sesaat sebelum pergi tidur
bisa menyulitkan untuk tertidur.
 Kafein, nikotin, dan alkohol. Kafein dan nikotin adalah zat stimulant. Alkohol dapat
mengacaukan pola tidur Kurang berolah raga juga bisa menjadi faktor sulit tidur
yang signifikan
insomnia adalah gangguan tidur yang menyebabkan penderita sulit tidur dan merasa tidak cukup untuk
tidur. insomnia terdiri dari insomnia primer dan sekunder.

insomnia primer adalah gangguan tidur yang tidak ditanggung oleh gangguan medis. sedangkan
insomnia sekunder adalah gangguan tidur yang dipicu oleh gangguan medis misalnya konsumsi alkohol,
depresi, dan lain-lain.

Gejala yang dirasakan diantaranya

 Sulit tidur atau tidur tidak nyenyak. sulit tidur menyebabkan pasien mengalami kesulitan
konsentrasi, menurunkan daya ingat, sampai gangguan fisik dan psikis.

 Penyebab insomnia diantaranya mengalami stres, mengalami peristiwa yang traumatis,


perubahan kebiasaan tidur seperti tidur di tempat baru, mengalami jet lag,  mengonsumsi obat-
obatan tertentu.

Faktor risiko mengalami insomnia diantaranya masalah mental seperti gangguan kecemasan, hingga
gangguan stres pasca trauma, perubahan hormon pada wanita yang mengalami menstruasi, perjalanan
jauh.  

pencegahan diantaranya dengan jangan terlalu banyak tidur di siang hari, kurangi minuman beralkohol
dan kafein, hindari makan dan minum yang banyak sebelum tidur.

Anda mungkin juga menyukai