Anda di halaman 1dari 53

1

Judul Penelitian

: Sifat Mekanik Komposit Polipropilena Daur Ulang dengan Filler Serat Sabut Kelapa

Nama Mahasiswa NIM Program Studi Jurusan

: Nesti Prianti Nababan : 062244610045 : Fisika : Fisika

Menyetujui : Pembimbing Skripsi,

Drs. Pintor Simamora, M. Si NIP. 19610402 198703 1 002

Mengetahui :

FMIPA UNIMED Dekan,

Jurusan Fisika Ketua,

Prof. Drs. Manihar Situmorang, M.Sc. Ph.D NIP. 19600804 198601 1 001

Dra. Derlina, M.Si NIP. 19640321 199003 2 001

Tanggal Lulus : 22 Februari 2011

BAB I PENDAHULUAN I.I. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, teknologi pengemasan juga berkembang dengan pesat. Meskipun kemasan alami masih digunakan, akhir-akhir ini kemasan yang lebih maju (modern) telah banyak digunakan secara meluas. Sehari-hari, dijumpai berbagai produk terutama produk pangan menggunakan kemasan yang beragam baik bahan, bentuk, warna maupun fungsi dasarnya. Kemasan aseptik, modifikasi atmosfir dan tetra pak adalah jenis kemasan modern yang dalam proses pembuatannya menggunakan bahan kemasan plastik. Selain plastik, bahan kemasan yang banyak digunakan untuk produk pangan dan hasil pertanian lainnya diantaranya kertas, aluminium foil, gelas, logam dan kayu. Diantara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya. Plastik tidak hanya dipakai untuk kemasan pangan (food grade), tetapi juga banyak diaplikasikan sebagai bahan pelindung dan pewadahan produk elekronika, komponen/suku cadang dan zat kimia untuk industri. Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan yakni, fleksibel (dapat mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan harganya relatif murah. Disamping memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan kemasan lainnya, plastik juga mempunyai kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami (non-biodegradable). Saat ini, bahan kemasan plastik telah menimbulkan permasalahan cukup serius. Polimer plastik yang tidak mudah terurai secara alami mengakibatkan terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Selain itu, plastik dalam proses pembuatannya menggunakan

minyak bumi, yang ketersediannya semakin berkurang dan sulit untuk diperbaharui (non-renewable). Kondisi demikian menyebabkan bahan kemasan plastik tidak dapat dipertahankan penggunaannya secara meluas, oleh karena akan menambah persoalan lingkungan dan kesehatan diwaktu mendatang. Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada serta meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan lingkungan lestari, mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan yang biodegradable. Saat ini penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan biodegradable terarah pada usaha membuat pengemas yang mempunyai sifat seperti plastik yang berbasiskan bahan alami dan mudah terurai. Cara untuk meningkatkan kualitas kemasan biodegradable yang terbuat dari bahan plastik antara lain dengan menambahkan serat sebagai penguat pada saat proses pembuatan bahan plastik itu sendiri. Salah satu jenis serat yang digunakan sebagai penguat pada komposit adalah serat sabut kelapa. Pengembangan serat sabut kelapa sebagai material komposit ini sangat meningkat dari segi ketersediaan bahan baku serat alam, karena Indonesia memiliki bahan baku yang cukup melimpah. Selain itu keunggulan serat sabut kelapa dibandingkan dengan fiber glass adalah serat sabut kelapa lebih ramah lingkungan karena mampu terdegredasi secara alami, sedangkan fiber glass sukar terdegradegasi secara alami, bahkan jika fiber glass didaur ulang akan menghasilkan gas CO dan debu yang berbahaya bagi kesehatan. Serat sebagai elemen penguat sangat menentukan sifat mekanik dari komposit karena meneruskan beban yang terdistribusi oleh matriks. Matriks yang digunakan dalam penelitian ini adalah polipropilena. Polipropilena memiliki permukaan yang tak rata, seringkali lebih kaku daripada beberapa plastik yang lain, lumayan ekonomis, dan bisa dibuat translusen (bening) saat tak berwarna tapi tidak setransparan polistirena, akrilik maupun plastik tertentu lainnya. Bisa pula dibuat buram dan/atau berwarna-warni melalui penggunaan pigmen. Polipropilena memiliki resistensi yang sangat bagus terhadap kelelahan (bahan) dan memiliki titik lebur~160C (320F). Polipropilena mudah diolah, sering dicetak dengan penekanan, injeksi, dan ekstruksi peniupan.

Riset-riset untuk menghasilkan plastik yang dapat diuraikan oleh mikroba sudah banyak dilakukan. Diantaranya penelitian mengenai pembuatan bahan komposit yang mudah terbiodegradasi dari matrik polipropilena (PP) dengan bahan pengisi serat limbah padat (fibre recovery, FR) dari pabrik pulp dan kertas dengan maleat anhidrida (MAH). Hasil analisis uji menunjukkan bahwa bahan komposit PP-FR yang optimum pada rasio (90:10)% dengan kekuatan tarik sebesar 17,7 MPa. Kekuatan tarik bahan komposit PP-FR meningkat dengan penambahan 3% coupling agent maleat anhidrida (MAH) menghasilkan kekuatan tarik optimal sebesar 20,9 MPa pada rasio (60:40)% dan dengan penambahan benzoil peroksida sebagai inisiator, kekuatan tarik komposit PP-FR meningkat lagi menjadi 24,0 MPa pada rasio optimum (70:30)%. Hal ini disebabkan terjadinya reaksi esterifikasi antara PP-MAH gai coupling agent dan benzoil peroksida (BPO) sebagai inisiator. Selain itu penelitian mengenai kualitas komposit kayu plastik dari limbah serat buah sawit dan polipropilena daur ulang dengan serat buah sawit adalah limbah dari pabrik kelapa sawit sedangkan plastik polipropilena daur ulang merupakan limbah rumah tangga berupa botol kemasan air mineral atau barang barang lain yang menggunakan bahan plastik polipropilena yang memiliki potensi yang sangat besar untuk dimanfaatkan dan digunakan sebagai papan plastik. Pembuatan papan plastik dari limbah serat buah sawit dan plastik polipropilena daur ulang dapat dijadikan usaha untuk penggunaan produk alternatif pengganti kayu yang ketersediaannya sangat terbatas khususnya untuk interior otomotif. Sasaran dari penelitian ini yaitu mengevaluasi sifat fisis (kerapatan, kadar air, daya serap air, dan pengembangan tebal) serta sifat mekanis (Modulus of Elasticity, Modulus of Rupture, dan kuat pegang sekrup) pada suhu 170 c, 180 C, 190C, dengan komposisi 50:50, 60:40, 70:30 serta kerapatan sasaran 0,8 Kg/cm 3 dengan menggunakan standar JIS A 5908-2003. Hasil menunjukkan bahwa sifat fisis papan plastik yang dihasilkan memenuhi standar JIS A 5908-2003 sedangkan sifat mekanisnya nilai Modulus of Elasticity tidak memenuhi standar, akan tetapi nilai Modulus of Rupture dan kuat pegang sekrup memenuhi standar JIS A 59082003 tipe 8.

Penelitian yang lain mengenai kekuatan tarik komposit polipropilena dengan pengisi serat pandan dan serat batang pisang. Serat pandan dan serat batang pisang digunakan untuk menggantikan serat sintesis yang mahal harganya. Polipropilena (PP) digunakan sebagai matriks yang terlebih dahulu dilarutkan dengan xylena pada temperatur 160 C. Pengisi dibuat dalam bentuk anyaman kemudian dilarutkan dalam larutan PP, setelah itu dikeringkan sampai semua pelarut menguap lalu dikempa panas (hot press) dan diuji sifat kekuatan tariknya. Kekuatan tarik serat pandan dengan ketebalan spesimen 1 mm lebih baik dibandingkan kekuatan tarik serat batang pisang dengan ketebalan yang sama. Semakin tebal komposit yang dihasilkan maka kekuatan tariknya akan semakin rendah pada jumlah serat yang sama. Berdasarkan uraian penelitian diatas, perlu diadakan penelitian sifat mekanik komposit polipropilena menggunakan serat sabut kelapa dengan memberikan perlakuan perendaman larutan Ca(OH)2 konsentrasi 5% dan memvariasikan perbandingan fraksi massa matriks dengan Filler yaitu (90:10)%, (80:20)%, (70:30)%, dan (60:40)%. Adapun judul penelitian ini adalah Sifat Mekanik Komposit Polipropilena Daur Ulang Dengan Filler Serat Sabut Kelapa.

1.2. Batasan Masalah Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang, maka dalam penelitian ini penulis membatasi permasalahan sebagai berikut : 1. Sifat-sifat mekanik yang diamati adalah kekuatan tarik dan kekuatan lentur 2. Matriks yang digunakan dalam penelitian ini adalah matriks polipropilena 3. Serat yang digunakan adalah serat sabut kelapa. 4. Variasi perbandingan fraksi massa matriks dengan Filler yaitu (90:10)%, (80:20)%, (70:30)%, dan (60:40)%. 1.3. Rumusan Masalah Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimanakah sifat mekanik komposit polipropilena yang diperkuat serat sabut kelapa dengan memvariasikan fraksi massanya? 2. Apakah serat kelapa dapat digunakan sebagai penguat bahan komposit polipropilena? 1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui sifat mekanik komposit polipropilena yang diperkuat serat sabut kelapa dengan memvariasikan fraksi massanya. 2. Untuk mengetahui apakah serat sabut kelapa dapat digunakan sebagai penguat bahan komposit polipropilena. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memperoleh informasi mengenai proses pengepresan panas dengan menggunakan Hot Press terhadap sifat mekanik komposit polipropilena dengan serat sabut kelapa. 2. Memperoleh informasi mengenai potensi serat sabut kelapa yang dapat menghasilkan suatu bahan baru yang berkualitas. 3. Sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya yang memanfaatkan serat alam dan matriks yang berbeda untuk bahan komposit.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Komposit Komposit didefinisikan sebagai dua macam atau lebih material yang digabungkan atau dikombinasikan dalam skala makroskopis ( dapat terlihat langsung oleh mata) sehingga menjadi material baru yang lebih berguna (Ramatawa, 2008). Komposit terdiri dari 2 bagian utama yaitu matriks dan filler. Matriks berfungsi untuk perekat atau pengikat dan pelindung filler (pengisi) dari kerusakan eksternal. Matriks yang umum digunakan berupa polimer, keramik, dan logam. Filler (pengisi) berfungsi sebagai penguat dari matriks. Filler yang umum digunakan biasanya berupa serat, partikel dan lamina. 2.1.1. Klasifikasi Komposit Komposit dapat diklasifikasikan berdasarkan martiks yang digunakan, dan berdasarkan sruktur kompositnya. Berdasarkan matriks yang digunakan komposit dapat kelompokkan atas: 1. MMC : Metal Matriks Composite (menggunakan matriks logam) Metal Matriks Composite adalah salah satu jenis komposit yang memiliki matriks logam. MMC mulai dikembangkan sejak tahun 1996. Pada mulanya yang diteliti adalah Continous Filamen MMC yag digunakan dalam aerospace. ) 2. CMC : Ceramic Matriks Composite (menggunakan matriks ceramic) CMC merupakan material 2 fasa dengan 1 fasa berfungsi sebagai reinforcement dan 1 fasa sebagai matriks dimana matriksnya terbuat dari keramik. Reinforcement yang umum digunakan pada CMC adlah; oksida, carbide, nitride. Salah saru prosese pembuatan dari CMC yaitu dengan proses DIMOX yaitu proses pembentukan komposit dengan reaksi oksidasi leburan logam untuk pertumbuhan matriks keramik disekililing daerah filler. 3. PMC : Polymer Matriks Composite (menggunakan matriks polymer) PMC (Polymer Matriks Composite) merupakan matriks yang paling umum digunakan pada material komposit. Karena memiliki sifat yang lebih tahan

karat, korosi dan lebih ringan. Matriks polymer terbagi 2 yaitu termoset dan termoplastik. Perbedaannya polymer termoset tidak dapat didaur ulang sedangkan termoplastik dapat didaur ulang sehingga lebih banyak digunakan belakangan ini. Jenis-jenis termoplastik yang biasa digunakan adalah polypropylene (PP), polystryrene (PS), polyethylene (PE), dan lainlain.

Gambar 2.1. Lambang dari masing-masing jenis polymer. Berdasarkan strukturnya komposit dibedakan atas: 1. Particulate Composite Materials (komposit partikel) merupakan jenis Komposit yang menggunakan partikel/butiran sebagai filler (pengisi). Partikel berupa logam atau non logam dapat digunakan sebagai filler. 2. Fibrous Composite Materials (komposit serat) terdiri dari dua komponen penyusun yaitu matriks dan serat. 3. Structural Composite Materials (komposit berlapis) terdiri dari sekurangkurangnya dua material berbeda yang direkatkan bersama-sama. Proses pelapisan dilakukan dengan mengkombinasikan aspek terbaik dari masingmasing lapisan untuk memperoleh bahan yang berguna.

Gambar 2.2. Struktur Bagan Komposit 2.1.2. Kegunaan Komposit Kegunaan bahan komposit dalam kehidupan sehar-hari tampak dalam berbagai aplikasi di bawah ini. a. Angkasa luar: Komponen kapal terbang Komponen helikopter Komponen satelit

b. Auto mobile

Komponen mesin Komponen kereta

c. Olah raga dan rekreasi


Sepeda Stick golf Raket tenis Sepatu olah raga

d. Industri pertahanan

10

Komponen jet tempur Peluru Komponen kapal selam

e. Industru pembinaan

Jembatan Terowongan Rumah

f. Kesehatan

Kaki palsu Sambungan sendi pada punggung

2.2. Matriks Matriks merupakan bahan yang digunakan untuk mengikat dan menyatukan penguat tanpa bereaksi secara kimia dengan bahan pengisi tersebut. Pada umumnya matriks berfungsi sebagai : 1. Untuk melindungi komposit dari kerusakan baik kerusakan mekanik maupun kimiawi 2. Untuk mengalihkan / meneruskan beban dari luar kepada serat 3. Seagai pengikat. Bahan pengisi yang berfungsi sebagai penguat pada material komposit dapat berbentuk serat, partikel dan serpihan. Dalam hal ini dan seterusnya digunakan matriks. Matriks terbagi atas dua kelompok yaitu : 1. Termoset merupakan bahan yang tidak dapat mencair atau lunak apabila dipanaskan karena molekul-molekulnya mengalami ikatan silang (cross linking) sehingga bahan tersebut tidak dapat didaur ulang kembali. Contohnya: resin epoksi, polyester, urea formaldehyde, phonol formaldehyde, melamine formaldehyde dan lain-lain. sebagai pengikat atau penyatu antara serat dengan serat, partikel dengan partikel

11

2. Termoplastik merupakan bahan yang dapat menjadi lunak kembali apabila dipanaskan dan mengeras apabila didinginkan sehingga pembentukan dapat dilakukanberulang-ulang karna mempunyai struktur yang linier. Keistimewaan dari termoplastik ini adalah bahan-bahan termoplastik yang telah mengeras dapat diolah kembali sedangkan termoset tidak. Contoh termoplastik PVC (poli vinil clorida), FE(Polietilen), PP (polipropilen), nilon 66, poliamida poliasetal dan lain-lain. 2.3. Polipropilena Polipropilena atau polipropena (PP) adalah sebuah polimer termo-plastik yang dibuat oleh industri kimia. Polimer adisi yang terbuat dari propilena monomer, permukaannya tidak rata serta memiliki sifat resistan yang tidak biasa terhadap kebanyakan pelarut kimia, basa dan asam. Polipropena biasanya didaurulang, dan simbol daur ulangnya adalah nomor "5"

Gambar 2.3 Lambang Polipropilena Sifat-sifat Utama Polipropilena adalah Ringan ( kerapatan 0,9 g/cm ), mudah dibentuk, tembus pandang dan jernih dalam bentuk film. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dari ( PE ), pada suhu rendah akan rapuh, dalam bentuk murni pada suhu -30C mudah pecah sehingga perlu ditambahkan ( PE ) atau bahan untuk memperbaik ketahanan terhadap benturan. Permeabilitas uap air rendah. Tahan terhadap suhu tinggi 150 C. Titik lelehnya cukup tinggi pada suhu 170 C. Tahan terhadap asam kawat, basa, minyak. Pada suhu tinggi polipropilena akan bereaksi dengan benzena, siklena, toluena terpenting dan asam nitrat kuat. Karakteristik Polipropilena adalah : Bensitas pada suhu 20 C 0,90 gr/cm Suhu melunak ( 149 C) Titik lebur ( 170 C )

12

Kristalinitas ( 60%-70% ) Indeks fluiditas 0,2-2,5 Modulus of elasticity 11.000-13000 (kg/cm) Tahan volumetric (ohm/cm) Konstanta dielektrik ( 60-10 Cycles ) Kekuatan tarik 0.007958 kg/mm 2.3.1. Sintesis Polipropilena

C 2CH H | C 3 H
Unit Ulang Polimer

CH3CH=CH2

Propilena

Struktur monemer

Nama Monomer

Gambar 2.4 Ikatan Polipropilena Konsep yang penting untuk memahami hubungan antara struktur polipropilena dengan sifat-sifatnya adalah taktisitas. Orientasi relatifnya setiap gugus metil (CH3) yang dibandingkan dengan gugus metil di berbagai monomer yang berdekatan punya efek yang kuat pada kemampuan polimer yang sudah jadi untuk membentuk kristal, sebab tiap gugus metil memakan tempat serta membatasi pelenturan/pelentukan tulang punggung (backbone bending). Polipropilena secara komersil dibuat dengan katalis Ziegler-Natta, yang menghasilkan polipropilena yang pada umumnya isotaktik (lantai sebelah atas dalam gambar di atas). Dengan gugus metil konsisten di satu sisi, molekul seperti itu cenderung melingkar ke dalam bentuk heliks; heliks-heliks ini lalu berjajar bersebelahan untuk membentuk kristal yang memberikan sifat-sifat yang dinginkan dari sebuah polipropilena komersial.

13

Gambar 2.5. Sebuah model bola-dan-rantingnya Polipropilena sindiotaktik.

2.3.2 Penggunaan Polipropilena Daur Ulang Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986). Pemanfaatan plastik polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman (2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200C).

14

2.4. Serat Serat (Inggris: fiber) adalah suatu jenis bahan berupa potongan-potongan komponen yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Supaya dapat dibuat menjadi serat, polimer harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Polimer harus linier dan mempunyai berat molekul lebih dari 10.000, tetapi tidak boleh terlalu besar karena sukar untuk dilelehkan atau dilarutkan. 2. Molekul harus simetris dan dapat mempunyai gugus-gugus samping yang besar yang dapat mencegah terjadinya susunan yang rapat.

3. Polimer harus memberi kemungkinan untuk mendapatkan derajat orientasi yang tinggi, yang dengan cara penarikan mempunyai kekuatan serat yang tinggi dan kurang elastik. 4. Polimer harus mempunyai gugus polar yang letaknya teratur untuk mendapatkan kohesi antar molekul yang kuat dan titik leleh yang tinggi. 5. Mudah diberi zat warna, apabila serat diberi zat warna maka sifat fisika serat tidak boleh mengalami perubahan yang mencolok dan warna bahan makanan jadinya harus tetap tahan terhadap cahaya dan pencucian. Arah serat penguat menentukan kekutan komposit, arah serat sesuai dengan arah kekuatan maksimum. Arah serat mempengaruhi jumlah serat yang dapat diisikan kedalam matrik. Makin cermat penataannya, makin banyak penguat dapat dimasukkan. Bila sejajar berpeluang sampai 90%, bila separuh-separuh saling tegak lurus peluangnya 75%, dan tatanan acak hanya berpeluang pengisian 15-50%. Hal tersebut menentukan optimum saat komposit maksimum (Surdia , 2005). Skema penyusunan arah serat tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini:

15

Gambar 2.6. Skema penyusunan serat. (a) continous fibres, (b) discontinous fibres, c) random discontinous fibres.

2.4.1.Serat Sebagai Penguat Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai penguat bahan untuk memperkuat komposit sehingga sifat mekaniknya lebih kaku, tangguh dan lebih kokoh dibandingkan dengan tanpa serat penguat, selain itu serat juga menghemat penggunaan resin. Kaku adalah kemampuan dari suatu bahan untuk menahan perubahan bentuk jika dibebani dengan gaya tertentu dalam daerah alastis (pada pengujian tarik), tangguh adalah bila pemberian gaya atau beban yang menyebabkan bahan-bahan tersebut menjadi patah (pada pengujian tiga titik lentur) dan kokoh adalah kondisi yang diperoleh akibat benturan atau pukulan serta proses kerja yang mengubah struktur komposit sehingga menjadi keras (pada pengujian impak) (Nurdin Bukit, 1988). Sifat-sifat serat yang diperlukan dalam bahan komposit adalah : 1. Sifat-sifat mekanik yang bagus. 2. Sifat daya rekat yang kuat. 3. Sifat ketangguhan yang bagus. 4. Ketahanan terhadap degradasi lingkunagan bagus.

16

2.4.2 Serat Alami Serat alami meliputi serat yang diproduksi oleh tumbuh-tumbuhan, hewan, dan proses geologis. Serat alam dapat diperoleh dari tanaman pisang, bambu, nenas, rosela, kelapa, kenaf, lalang, dan lain-lain. Serat jenis ini bersifat dapat mengalami pelapukan. Serat alami dapat digolongkan ke dalam: Serat tumbuhan/serat pangan; biasanya tersusun atas selulosa, hemiselulosa, dan terkadang mengandung pula lignin. Contoh dari serat jenis ini yaitu katun dan kain ramie. Serat tumbuhan digunakan sebagai bahan pembuat kertas dan tekstil. Serat tumbuhan juga penting bagi nutrisi manusia. Serat kayu, berasal dari tumbuhan berkayu. Serat hewan, umumnya tersusun atas protein tertentu. Contoh dari serat hewan yang dimanfaatkan oleh manusia adalah serat laba-laba (sutra) dan bulu domba (wol). Serat mineral, umumnya dibuat dari asbestos. Saat ini asbestos adalah satu-satunya mineral yang secara alami terdapat dalam bentuk serat panjang. 2.4.3. Serat Sabut Kelapa Kelapa merupakan tanaman perkebunan / industri berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman kelapa (cocos nucifera L ), marupakan tanaman serbaguna atau tanaman yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Seluruh bagian pohon kelapa dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia, sehingga pohon ini sering disebut pohon kehidupan (tree of life) karena hampir seluruh bagian dari pohon, akar, batang, daun dan buahnya dapat dipergunakan untuk kebutuhan kehidupan manusia sehari hari.

17

Gambar 2.7. Serat sabut kelapa Buah kelapa terdiri dari epicarp yaitu bagian luar yang permukaannya licin, agak keras dan tebalnya 0.7 mm, mesocarp yaitu bagian tengah yang disebut sabut, bagian ini terdiri dari serat yang keras yang tebalnya 3 5 cm, endocrp yaitu tempurung yang tebalnya 3-6 mm, bagian dalam melekat pada kulit luar dari biji endosperm, putih lembaga (endosperm) yang tebal 3-5 cm dan air kelapa. Sabut kelapa merupakan bagian lapisan tengah (mesocarp) dari buah kelapa yang terletak antar epicarp dan endocarp. Buah yang telah tua terdiri dari 35%, 12% tempurung, 28% endosperm dan 25% air. Sabut kelapa terdiri dari kulit ari, serat dan sekam (dast). Diantara tiga kompoen penyusun sabut kelapa ini penggunaan serat adalah paling banyak dimanfaatkan dan telah berkembang, serat sabut kelapa lapisan tengah kulit terluar dari tempurung. Serat sabut kelapa memiliki sifat dapat menahan kandungan air dan unsur kimia pupuk, serta dapat menetralkan keasaman tanah, ramah lingkungan, juga tidak mudah terbakar atau memberikan asap beracun bila terbakar. ( Djoehana, 1995 ). Sifat fisisnya: Seratnya terdiri dari serat kasar dan halus dan tidak kaku Mutu serat ditentukan dari warna dan ketebalan Mengandung unsur kayu seperti lignin, suberin, kutin, tannin, dan zat lilin. Sifat Mekanik: Kekuatan tarik dari serat kasar dan halus berbeda Mudah rapuh Bersifat lentur. Tabel 2.1 Karakteristik Kelapa

18

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 2.5. Perendaman

PARAMETER-PARAMETER KELAPA pH dari bubur semen 6,20 Kandungan air (wt%) 10,8 Kandungan abu (%) 2,55 Sinar penyalaan 8750C (%) 37,40 Keterhantaran (um) 0,82 Panjangnya (um) 0,30 Lebar (um) 0,02 Diameter (um) 0,05 Lumen (um) 0,01 3 Luas Permukaan (cm ) 0,06 Skripsi Apriani Sijabat halaman 9

Menurut Kuncoro Diharjo (2006) pada komposit yang diperkuat dengan serat tanpa perlakuan, maka ikatan (mechanical bonding) antara serat dan matriks menjadi tidak sempurna karena terhalang oleh lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat. Perlakuan Ca(OH)2 ini bertujuan untuk melarutkan lapisan yang menyerupai lilin di permukaan serat seperti lignin, hemiselulosa, dan kotoran lainnya. Dengan hilangnya lapisan lilin ini maka ikatan antara serat dan matriks menjadi lebih kuat, sehingga kekuatan mekanik komposit menjadi lebih tinggi khususnya kekuatan tarik. 2.5.1. Perendaman Ca(OH)2 Kalsium Hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih dan juga dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air, yang menghasilkan endapan melalui reaksi kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida. Larutan Ca(OH)2 disebut air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan Ca(OH)2 bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan logam dengan adanya air. (Martiou et al, 1995). Ca(OH) 2 dipilih sebagai media perendaman yang digunakan sebagai bahan yang dapat meningkatkan kekuatan serat. 2.6. Sifat - sifat Mekanik

19

Untuk mengetahui sifat sifat mekanik dari suatu bahan harus dilakukan beberapa pengujian. Masing-masing pengujian memiliki cara yang berbeda-beda secara umum dapat dikatakan pembebanan secara statik dan pembebanan secara dinamik. Salah satu faktor penting yang menentukan karakteristik dari komposit adalah perbandingan matriks dan penguat/serat. Perbandingan ini dapat ditunjukkan dalam bentuk fraksi volume serat (Vf) atau fraksi masa serat (wf). Fraksi volume serat dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
Wf Vf =

(2.1)
x 100

Vc

Dengan Vf =fraksi volume serat ( % ) wf = massa serat ( Kg ) Vc = volume komposit ( m 3 ) f = massa jenis serat ( Kg / m 3 ) 2.6.1 Pengujian Kekuatan Tarik Pengujian tarik (tensile test) adalah pengujian mekanik secara statis dengan cara sampel ditarik dengan pembebanan pada kedua ujungnya dimana gaya tarik yang diberikan sebesar P (Newton). Tujuannya untuk mengetahui sifatsifat mekanik tarik (kekuatan tarik) dari komposit yang diuji diperkuat dengan serat kelapa. Pertambahan panjangan (l) yang terjadi akibat gaya tarikan yang diberikan pada sampel uji disebut deformasi. Dan regangan merupakan perbandingan antara pertambahan panjang dengan panjang mula-mula. Regangan merupakan ukuran untuk kekenyalan suatu bahan yang harganya biasanya dinyatakan dalam persen (Sears, 2002).
l lo l 100 % = 100 % lo lo

=
dengan :

(2.2)

= regangan (%) = pertambahan panjang (mm) = panjang mula-mula (mm)

l
lo

20

= panjang akhir (mm)

Perbandingan gaya pada sampel terhadap luas penampang lintang pada saat pemberian gaya disebut tegangan (stress). Tegangan tarik maksimum suatu kekuatan tarik (tensile strenght) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya tarik maksimum dengan luas penampang mula-mula. Dengan persaman berikut :
pm AO

m =

(2.3)

dengan : m = kekuatan tarik (Nm-2) Pm = gaya tarik maksimum (N) Ao = luas penampang awal (m2) Gaya maksimum adalah besarnya gaya yang masih dapat ditahan oleh sampel sebelum putus. Tegangan perpatahan adalah perbandingan gaya perpatahan mula-mula. Gaya perpatahan adalah besarnya gaya saat sampel putus. Persamaan dapat dituliskan sebagai berikut :
pu AO

u =

(2.4)

dengan : u = tegangan perpatahan (Nm-2)


P u Ao

= gaya perpatahan (N) = luas penampang awal (m2)

Gambar 2.8. Kurva Tegangan Regangan Regangan diperlihatkan sebagai presentase perpanjangan, skala horizontal diluar bagian pertama kurva tidak homogen, sampai ke regangan kurang dari 1%.

21

Bagian pertama dari kurva adalah sepotong garis lurus yang menunjukkan perilaku hukum Hooke dengan tegangan berbanding lurus terhadap regangan. Garis berakhir pada titik a ini disebut batas keseimbangan (proporsional). Dari a ke b tegangan dan regangan tidak lagi seimbang, dan hukum Hooke tidak lagi berlaku. Jika beban dihilangkan secara bertahap, dimulai pada semua titik diantara 0 dan b, maka kurva akan kembali menelusuri jejak kurva sebelumnya sehingga bahan dapat kembali kebentuknya semula. Deformasinya bolak-balik (reversibel) dan gaya-gayanya akan bersifat kekal, energi yang telah diberikan pada suatu bahan untuk menghasilkan deformasi pada bahan tersebut akan kembali didapati ketika tegangan dihilangkan. Dalam daerah ob dikatakan bahwa bahan memperlihatkan perilaku elastis. Titik b pada akhir daerah ini disebut titik luluh (yield point), sedangkan tegangan pada titik luluh ini disebut batas elastisitas. secara metematis dapat di tulis bahwa deformasi sebanding dengan beban, dinyatakan dalam persamaan :
E=

(2.5)

dengan : E = modulus elastisitas atau modulus Young (Pa)

= tegangan (N/m2)
= regangan (%)
Modulus Young adalah ukuran suatu bahan yang diartikan ketahanan material tersebut terhadap deformasi elastik. Makin besar modulusnya, maka semakin kecil regangan elastik yang dihasilkan akibat pemberian tegangan. ( Sears, 2002). 2.6.2 Pengujian Kekuatan Lentur (Ultimated Flexural Strength ) Pengujian kekuatan lentur ( UFS ) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan komposit terhadap pembebanan pada tiga titik lentur. Disamping itu, pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan. Adapun yang dimaksud dengan deformasi elastis suatu bahan adalah deformasi yang segera hilang setelah gaya luar yang mengenainya dihilangkan. Pada

22

pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap arah penguatan serat. Pembebanan diberikan yaitu pembebanan dengan tiga titik lentur, dengan titik-titik sebagai bahan berjarak 90 mm dan titik pembebanan diletakkan pada pertengahan sample. Persamaan berikut diberikan untuk memperoleh kekuatan lentur.
UFS = 3PL 2bh 2

(2.6)

dimana : UFS = kekuatan lentur (Nm-2) P L b h = gaya penekan (N) = jarak dua penumpu (m) = lebar sampel (m) = tebal sampel uji (m) BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Pembuatan sampel untuk penelitian dilakukan di laboratorium kimia polimer USU dan pengujian sampel dilakukan di Laboratorium Fisika FMIPA UNIMED Medan. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. Penelitian akan dilakukan mulai bulan Juli s/d September 2010. 3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sampel uji antaralain :
1. Alat cetakan, terbuat dari stainless stell. Digunakan untuk mencetak benda

uji. Alat cetakan ini terdiri dari beberapa bagian diantaranya:

23

a. Spacer, diletakkan diantara tutup cetakan dan berfungsi sebagai penentu

tebalnya komposit yang diinginkan dan diletakkan diantara alas cetakan dengan tutup cetakan. Tebal komposit adalah 5mm. b. Alas cetakan, berfungsi sebagai tempat komposit dicetak pada kedua sisinya disertai dengan kepingan penghalang dan lubang mur. Kepingan penghalang berfungsi menahan cairan agar tidak tumpah. c. Tutup cetakan, digunakan sebagai perantara antara piringan penekan dengan alas cetakan yang berfungsi selain untuk menutup cetakan juga sebagai penghalang alat penekan Seperangkat Hot Press 3. Neraca analitik berfungsi untuk menimbang massa bahan-bahan yang akan digunakan pada pembuatan komposit dengan ketelitian alat 0,01 gr. 4. Alat-alat lain yang diperlukan untuk membentuk sampel uji yaitu gunting, pisau, gelas ukur, penggaris dan jangka sorong, sarung tangan, pengaduk, masker dan lain-lain. 3.2.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antaralain : 1. Serat sabut kelapa 2. Polipropilena daur ulang
3. Aseton untuk membersihkan cetakan

4. Wax untuk pelekang pada cetakan


5. Larutan Alkali Ca(OH)2 konsentrasi 5%

6. Aquades 3.3. Variabel Penelitian Pada penelitian ini variabel penelitian yang digunakan adalah : 1. Variabel bebas terdiri dari :

24

-Variasi perbandingan fraksi massa matriks dengan Filler yaitu (90:10)%, (80:20)%, (70:30)%, dan (60:40)%. 2. Variabel terikat terdiri dari : - Nilai pengujian kekuatan tarik dan kekuatan lentur setelah pengujian. 3. Variabel Kontrol (tetap) terdiri dari : - Bahan sampel - Cetakan sampel - Komposisi sampel 3.4. Prosedur Penelitian Adapun Prosedur-prosedur yang dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

3.4.1. Persiapan Pembuatan serat sabut kelapa Persiapan yang dilakukan pada serat sabut kelapa adalah sebagai berikut :
1. Mengambil sabut dari daging buah kelapa.

2. Mengeringkan sabut untuk mempermudah pemisahan serat dari sabut kelapa selama dua hari. 3. Membersihkan serat sabut kelapa dari sekam sabut kelapa. 3.4.2. Perendaman serat sabut kelapa Perendaman serat sabut kelapa dilakukan dengan :
1. Merendam serat sabut kelapa dengan Ca(OH)2 dengan waktu 2 jam.

2. Setelah direndam serat sabut kelapa dibersihkan dengan aquades. 3.4.3. Pengeringan serat sabut kelapa

25

Proses pengeringan serat sabut kelapa yang sudah mengalami perendaman dan dibersihkan akan dikeringkan selama 7-10 jam. 3.4.4. Pembuatan Komposit Prosedur pembuatan komposit adalah sebagai berikut :
1. Membersihkan cetakan dengan menggunakan aseton hingga dipastikan

tidak mengandung kotoran dan kemudian dikeringkan.


2. Mengoles wax pada alas cetakan, tutup alas cetakan dan spacer agar

komposit tidak melekat pada cetakan.


3. Meletakkan spacer dikeempat sudut alas cetakan yang berukuran 20 x 20

cm yang bertujuan untuk menentukan ketebalan komposit yaitu 5 mm.


4. Polipropilena yang sudah dileburkan dicetak dengan menggunakan Hot

Press pada suhu 170C dengan ketebalan 5 mm.


5. Serat sabut kelapa disisipkan diantara 2 lapisan polipropilena. Lapisan ini

kembali di Hot Press.


6. Lapisan tersebut dibiarkan selama satu hari (24 jam) pada temperatur

kamar.
7. Kemudian lapisan komposit tersebut dipotong-potong sesuai ukuran yang

akan di uji. 3.4.5. Pembuatan Sampel Sampel yang telah dicetak dipotong-potong sesuai ukurannya dengan menggunakan gergaji listrik. Bentuk sampel untuk setiap pengujian berbeda. Adapun pengujian yang dilakukan adalah pengujian tarik (tensil test), pengujian kekutan lentur (ultimate flexural strenght). Untuk masing-masing pengujian dibuat sampel yang berbeda baik dalam bentuk dan ukurannya. Bentuk-bentuk sampel uji dibuat sesuai standar dan dapat dilihat pada gambar berikut :

26

Gambar 3.1. Bentuk sampel pengujian kekuatan tarik dengan standar ASTM D 638

100 mm 10 mm 4 mm Gambar 3.2. Bentuk sampel pengujian lentur dengan standar ASTM D-790

3.4.6. Prosedur Pengujian Tarik Nama alat yang digunakan untuk menguji sampel adalah LARYEE UNIVERSAL TESTING MACHINE WDW-10.
1. Melengkapi grid untuk pengujian (uji tarik). Perhatikan menu software di

komputer, klik Max texs (operasional pengujian) lihat posisi awal alat lalu di nolkan (clear), set posisi alat (up/down) dengan sensor penahan pada alat uji sebagai penahan otomatis, dan atur kecepatan alat dengan kecepatan antara 0.01-500 mm/min.

27

2. Meletakkan sampel yang telah di bentuk sesuai standar yang digunakan

pada grid yang telah tersedia, posisi alat dinolkan kembali, klik data (jenis pengujian yang di pakai Plastic Tensile Properties [160527]) , file New kemudian masukkan data data yang dibutuhkan dari sampel yang di uji. Pengujian perlu diperhatikan dengan kemampuan maksimum alat ini adalah 10 KN. Setelah mengikuti prosedur maka pengujian dapat di mulai dengan mengklik start.
3. Proses pengujian perlu diperhatikan agar tidak terjadi sliding dan mesin

akan bekerja, gerakan mesin dihentikan setelah sampel uji patah dan data tertera pada display.
4. Dari hasil pengujian mesin uji ini akan diperoleh hubungan antara gaya

tarik terhadap pertambahan panjang yang langsung tertera di grafik dan hasil perolehannya dapat langsung di transfer ke Excel, dan dapat langsung di print. 5. Untuk mengeluarkan sampel, grid diputar kembali.

Gambar 3.3. Peralatan Pengujian Tarik

28

3.4.7 Prosedur Pengujian Lentur Nama alat yang digunakan untuk menguji sampel adalah LARYEE UNIVERSAL TESTING MACHINE WDW-10.
1. Melengkapi grid untuk pengujian (uji tekan). Perhatikan menu software di

komputer, klik Max texs (operasional pengujian) lihat posisi awal alat lalu di nolkan (clear), set posisi alat (up/down) dengan sensor penahan pada alat uji sebagai penahan otomatis, dan atur kecepatan alat dengan kecepatan antara 0.01-500 mm/min.
2. Meletakkan sampel yang telah di bentuk sesuai standar yang digunakan

pada grid yang telah tersedia, posisi alat di nolkan kembali, klik data (jenis pengujian yang di pakai Test metode for compresive properties of rigid plastics [15695-02a]) , file New kemudian masukkan data data yang dibutuhkan dari sampel yang di uji. Pengujian perlu diperhatikan dengan kemampuan maksimum alat ini adalah 10 KN. Setelah mengikuti prosedur maka pengujian dapat di mulai dengan mengklik start.
3. Proses pengujian perlu diperhatikan agar tidak terjadi sliding dan mesin

akan bekerja, gerakan mesin dihentikan setelah sampel uji patah dan data tertera pada display.
4. Dari hasil pengujian mesin uji ini akan diperoleh hubungan antara gaya

tarik terhadap pertambahan panjang yang langsung tertera di grafik dan hasil perolehannya dapat langsung di transfer ke Excel, dan dapat langsung di print.
5. Untuk mengeluarkan sampel, grid diputar kembali.

29

3.5.Diagram Alir Penelitian Persiapan bahan penelitian Serat sabut kelapa Polipropilena Pencampuran Tanpa serat

Perendaman Ca(OH)2 5 %

Metode Hot Press

Pengeringan Pemotongan sampel untuk pengujian

30

Pengujian

Uji Tarik

Uji Lentur

Pengolahan data

Hasil Gambar 3.4. Diagram Alir Penelitian

3.6. Teknik Analisa Data Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah :
1. Dengan memvariasikan perbandingan PP dengan serat sabut kelapa yaitu

(90:10)%, (80:20)%, (70:30)%, dan (60:40)% pada komposit. Komposit akan dipotong sesuai dengan bentuk pengujian sampel. Pada masingmasing sampel dilakukan pengujian sifat mekanik (kekuatan tarik dan kekutan lentur).
2. Data hasil pengujian akan diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:

menghitung tegangan maksimum ( max ) dan regangan maksimum ( max ) pada uji kekuatan tarik, menghitung UFS pada uji kekuatan lentur, menghitung rata-rata hasil pengujian dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

31

3. Data hasil pengujian akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Hasil pengujian sifat mekanik komposit polipropilena daur ulang dengan filler serat sabut kelapa dengan variasi massa I (90:10)%, II (80:20)%, III (70:30)% dan IV (60:40)% tertera pada table berikut. 4.1.1. Pengujian Kekuatan Tarik Data hasil pengukuran pengujian kekuatan tarik komposit polipropilena daur ulang dengan filler serat sabut kelapa dapat dilihat pada table 4.1. Hasil pengujian kekuatan tarik komposit dri masing-masing sampel dapat dilihat pada table 4.1.

32

Ukuran sampel yang digunakan Standart ASTM D-638 dengan Panjang sampel Lebar sampel Tebal sampel Luas penampang sampel : (115 0.005) mm : (6 0,005) mm : (4 0.005) mm : (24 0,005) mm

Table 4.1. Data Hasil Untuk Pengujian Kekutan Tarik Fraksi Massa PP (%) Fraksi Massa Serat Sabut Kelapa 90 80 70 (%) 10 20 30 1 2 3 1 2 3 1 418 330 567 56 285 66 198 3.1 2.7 3.7 0.4 2.8 2.5 2.6 23.22 18.33 31.5 3.11 15.83 3.67 12.83 9.4 8.2 11.2 1.2 8.5 7.6 7.9 2.47 2.23 2.81 2.59 1.86 0.48 1.39 438.3 135.6 214.5 24.35 7.53 11.91 9.6 5.76 8.35 2.5 1.64 1.42 Sampel Pmaks (N) (mm) maks (MPa) maks (%) Emaks (MPa)
maks maks maks maks

(N)

(MPa)

(%)

(MPa)

33

60

40

2 3 1 2 3

231 309 396 525

2.9 2.9 3.1 3.0 17.17 22 29.17

8.8 8.8 9.4 9.1

1.45 1.95 1.17 3.2 410.0 22.78 9.1 2.1

4.1.2. Pengujian Kekuatan Lentur Data hasil pengukuran pengujian sifat lentur komposit polipropilena daur ulang dengan filler serat sabut kelapa dapat dilihat pada table 4.2. Ukuran sampel yang digunakan Standart ASTM D-790 dengan Panjang sampel Lebar sampel Tebal sampel : (100 0,005) mm : (10 0,005) mm : (40,005) mm

Tabel 4.2. data hasil untuk pengujian kekuatan lentur Fraksi Massa PP (%) Fraksi Massa Serat Sabut Kelapa 90 (%) 10 1 0.65 10.00 4.00 128 78.00 131. 80.02 Sampel Jarak (...0.5) mm Lebar Mm Tebal mm Pmaks (N) UFS (MPa)

maks

maks

penumpu (...0.5) (...0.5)

(N)

(MPa)

34

80 70 60

20 30 40

2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65 0.65

10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00 10.00

4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00 4.00

129 137 95 58 72 51 37 51 118 78 63

78.60 83.48 57.89 35.34 43.87 31.07 22.54 31.07 71.90 47.53 38.39

3 75 46.3 3 86.3 3 52.60 45.7 28.22

4.2.

Pembahasan Hasil analisa dari setiap variasi fraksi massa tiap-tiap komposit terhadap

sifat mekanik (uji tarik dan uji lentur) telah disusun dalam bentuk table dan grafik pada halaman sebelumnya. 4.2.1. Pengujian Kekuatan Tarik Dari hasil data penelitian pada table 4.1 Pada fraksi massa (90:10) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih sedikit dibanding fraksi-fraksi lainnya. Dari fraksi ini di peroleh tegangan maksimum rata-rata ( maksimum rata-rata ( rata-rata (
maks maks maks

) sebesar 24.35 Mpa dengan regangan

) sebesar 9.6 % serta modulus elastisitas maksimum

) sebesar 2.5 MPa. Pada fraksi ini kita bisa melihat bahwa telah

diperoleh hasil yang lebih baik dibanding tiga fraksi yang lainnya. Hal ini terjadi dikarenakan pada fraksi ini bahan-bahan nya telah tercampur dengan baik atau bisa dikatakan lebih merata yang menyebabkan bahan-bahan tersebut dapat terikat dengan baik antara satu dengan yang lainnya. Pada fraksi massa (80:20) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan

35

mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih banyak dibanding fraksi sebelumnya yakni 20%. Dari fraksi ini diperoleh tegangan maksimum rata-rata (
maks maks

) sebesar 7.53 Mpa dengan

regangan maksimum rata-rata ( maksimum rata-rata (


maks

) sebesar 5.76 % serta modulus elastisitas

) sebesar 1.64 Mpa. Pada fraksi ini terdapat kekuatan

tarik paling rendah, terbukti dari hasil yang ada diatas. Hal demikian terjadi karena pada fraksi ini campuran serat sabut kelapa lebih besar dan tingkat pencampuran bahan tersebut belum maksimal sehingga bahan- bahan tersebut belum tercampur dengan merata atau masih terdapat pengelompokkanpengelompokkan bahan yang bias menyebabkan komposit tersebut rapuh sehingga kekuatan tariknya rendah. Pada fraksi massa (70:30) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih banyak lagi dibanding fraksi sebelumnya yakni 30%. Dari fraksi ini diperoleh tegangan maksimum rata-rata (
maks maks

) sebesar 11.91 Mpa

dengan regangan maksimum rata-rata ( elastisitas maksimum rata-rata (


maks

) sebesar 8.35 % serta modulus

) sebesar 1.42 Mpa.

Pada fraksi massa (60:40) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih banyak lagi dibanding fraksi sebelumnya yakni 40%. Dari fraksi ini diperoleh tegangan maksimum rata-rata (
maks maks

) sebesar 22.78 Mpa

dengan regangan maksimum rata-rata ( elastisitas maksimum rata-rata (


maks

) sebesar 9.1 % serta modulus

) sebesar 2.1 Mpa.

Berdasarkan hasil rata-rata yang diperoleh komposit dengan fraksi massa (90:10)% memiliki kekuatan tarik tertinggi diantara tiga komposit lainnya. Ini terjadi karena pada fraksi massa (90:10)% bahan-bahan telah tercampur dengan merata dan baik sehingga bahan-bahan terikat dengan homogen. Dan yang memiliki kuat tarik terendah yaitu komposit dengan fraksi (80:20)%, ini

36

dikarenakan pada fraksi massa (80:20)% bahan sulit tercampur dengan baik sehingga terjadi pengelompokan bahan pada komposit. 4.2.2. Pengujian Kekuatan Lentur Pada fraksi massa (90:10) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih sedikit dibanding fraksi-fraksi lainnya. Dari fraksi ini diperoleh kekuatan lentur maksimum rata-rata (
maks

) sebesar 80.02 Mpa. Pada fraksi ini

kita bisa melihat bahwa telah diperoleh hasil yang lebih baik dibanding tiga fraksi yang lainnya. Hal ini terjadi dikarenakan pada fraksi ini bahan-bahan nya telah tercampur dengan baik yang menyebabkan bahan-bahan tersebut dapat terikat dengan baik satu sama lainnya. Pada fraksi massa (80:20) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih banyak dibanding fraksi sebelumnya yaitu 20%. Dari fraksi ini diperoleh kekuatan lentur maksimum rata-rata (
maks

) sebesar 45.7 Mpa.

Pada fraksi massa (70:30) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih banyak lagi dibanding fraksi sebelumnya yaitu 30%. Dari fraksi ini diperoleh kekuatan lentur maksimum rata-rata ( tingkat pencampuran bahan tersebut belum homogen. Pada fraksi massa (60:40) % telah terjadi penyatuan bahan yang baik, yaitu antara serat sabut kelapa dengan matriks polipropilena telah tercampur dan mengeras, sehingga terbentuk papan komposit. Pada fraksi ini kandungan serat sabut kelapa lebih banyak lagi dibanding fraksi sebelumnya yaitu 40%. Dari fraksi ini diperoleh kekuatan lentur maksimum rata-rata (
maks maks

) sebesar 28.22 Mpa.

Pada fraksi ini terdapat kekuatan lentur paling rendah. Hal ini disebabkan karena

) sebesar 52.60 Mpa.

37

Berdasarkan hasil rata-rata yang diperoleh komposit dengan fraksi massa (90:10)% memiliki kekuatan lentur tertinggi diantara tiga komposit lainnya. Dan yang memiliki kuat lentur terendah yaitu komposit dengan fraksi (70:30)%. Sehingga dapat disimpulkan campuran bahan yang merata mempengaruhi kuat mekanik suatu komposit.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Papan komposit yang memiliki kekuatan tarik terbesar adalah papan komposit pada perbandingan fraksi massa (90:10)% dengan tegangan maksimum rata-rata ( rata-rata ( rata (
maks maks maks

) sebesar 24.38 Mpa dan regangan maksimum

) sebesar 9.6 % serta modulus elastisitas maksimum rata-

) sebesar 2.5 MPa.

2. Papan komposit yang memiliki kekuatan lentur terbesar adalah papan komposit pada perbandingan fraksi massa (90:10)% dengan kekuatan lentur maksimum rata-rata ( 5.2. Saran Untuk peneliti selanjutnya apabila menggunaka bahan yang sama dengan penelitian ini, untuk hasil yang lebih baik hendaknya: 1. Menggunakan matriks yang sama tetapi dengan filler yang berbeda
maks

) 80.02 Mpa.

38

2. Melakukan

perbandingan yang lebih baik antara matriks dan filler.

Sebaiknya jumlah filler lebih banyak dibanding matriks. 3. Lebih memperhatikan saat pengadukan atau pencampuran agar campuran benar-benar homogen. 4. Dalam pemotongan sampel sebaiknya menggunakan cetakan. Tidak dilakukan pemotongan secara manual.

DAFTAR PUSTAKA Ellyawan (2008) Panduan untuk Komposit. ITB Press Bandung, Bandung. Setyadmidjaya, Djoehana..1995. Bertanam Kelapa, Penerbit Kanisius, Jakarta. Bakar abu, Biodegradasi Bahan Komposit Polipropilena Dengan Pengisi Serat Limbah Padat (Fibre Recovery) Dari Pabrik Pulp Dan Kertas. http://www.researchgate.net/publication/42323793_Biodegradasi_Bahan_Kompo sit_Polipropilena_Dengan_Pengisi_Serat_Limbah_Padat_%28Fibre_Recovery %29_Dari_Pabrik_Pulp_Dan_Kertas (8 Juni 2010) Muh. Risal Mallombasi. 2008. Panduan untuk Komposit. http://en.allexperts.com/q/Composite-Materials-2430/2008/12/fiberglassproperties-2.ht ( 24 Maret 2010) Polipropilena "http://id.wikipedia.org/wiki/Polipropilena" (1 Juni 2010) Latief Rindam. 2001. Teknologi Kemasan Plastik Biodegradable. http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/02201/rindam_latief.htm (14 Juni 2010) Cahyono, Eko. 2010. Plastik biodegradbel. http://www.scribd.com/dc/30679232/Plastik-Biodegradable-Oleh-EkoCahyono (14 Juni 2010). Sugiarto, R. 2008. Bahaya Kantong Plastik. http://www.ilmuwan.files.wordpress.com (26 Mei 2010).

39

Asyani Sari. 2008. Kode Pada Plastik. http://sanyasyari.com/2008/08/14/kode-pada-plastik/ ( 26 Juni 2010). Maulida. 2006. Perbandingan kekuatan tarik komposit polipropilena dengan pengisi serat pandan dan serat batang pisang. Universitas Sumatera Utara. Sarumaha. B.S.P. Kualitas Komposit Kayu Plastik Dari Limbah Serat Buah Sawit Dan Polipropilena Daur Ulang. http://library.usu.ac.id/index.php? option=com_journal_review&id=12552&ask=view ( 27 Juni 2010) Suryana Atep . Daur Ulang Sampah. http://waroenggaroet.webnode.com/news/website-launched/ ( 22 Februari 2011)

Lampiran 1 Contoh Perhitungan Kekuatan Mekanik 1. Perhitungan Uji Kekuatan Tarik : Fraksi Massa (90:10) % =

Modulus Young

= =

Fraksi Massa (80:20) % =

Modulus Young

40

Fraksi Massa (70:30)% =

Modulus Young

= = Fraksi Massa (60:40)% =

Modulus Young

= = 2. Perhitungan Uji Kekuatan Lentur Fraksi Massa (90:10)%

Pmaks = 128 N Jarak penumpu (L) = 6.5 cm = 6.5 10-2 m Lebar (b) = 10mm= 6.5 10-2 m Tebal (H) = 4 mm = 4 10-3 m UFS = UFS = UFS =

41

UFS = UFS = 78

Fraksi Massa (80:20)%

Pmaks = 95N Jarak penumpu (L) = 6.5 cm = 6.5 10-2 m Lebar (b) = 10mm= 6.5 10-2 m Tebal (H) = 4 mm = 4 10-3 m UFS = UFS = UFS = UFS = UFS = 57.89

Fraksi Massa (70:30)%

Pmaks = 51 N Jarak penumpu (L) = 6.5 cm = 6.5 10-2 m Lebar (b) = 10mm= 6.5 10-2 m Tebal (H) = 4 mm = 4 10-3 m UFS =

42

UFS = UFS = UFS = UFS = 31.07

Fraksi Massa (60:40)%

Pmaks = 118 N Jarak penumpu (L) = 6.5 cm = 6.5 10-2 m Lebar (b) = 10mm= 6.5 10-2 m Tebal (H) = 4 mm = 4 10-3 m UFS = UFS = UFS = UFS = UFS = 71.90

43

Lampiran 2

Gambar (1). Grafik hubungan antara gaya tarik maksimum terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (90:10) %.

44

Gambar (2). Grafik hubungan antara gaya tarik maksimum terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (80:20) %.

Gambar (3). Grafik hubungan antara gaya tarik maksimum terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (70:30) %.

45

Gambar (4). Grafik hubungan antara gaya tarik maksimum terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (60:40) %.

Gambar (5). Grafik hubungan antara kekuatan lentur terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (90:10) %.

46

Gambar (6). Grafik hubungan antara kekuatan lentur terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (80:20) %.

47

Gambar (7). Grafik hubungan antara kekuatan lentur terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (70:30) %.

Gambar (8). Grafik hubungan antara kekuatan lentur terhadap perpanjangan komposit pada fraksi massa (60:40) %. Lampiran Foto a. Bahan- bahan penelitian

48

Gambar 1. Polipropilena

Gambar 2. Larutan Ca(OH)2 10 %

49

Gambar 3. Aluminium Foil

b. Alat- alat

50

Gambar 1. ekstruder

Gambar 2. Sampel yang telah dicetak

51

Gambar 3. Sampel sesuai standar ASTM

Gambar 4. Peneliti menaruh Poliproiplena kedalam wadah

52

Gambar 5. Peneliti memasukkan Polipropilena kedalam Ekstruder

53

Gambar 6. Peneliti mengatur suhu pada ekstruder

Anda mungkin juga menyukai