Anda di halaman 1dari 15

PEMBIASAAN SHALAT DUHA DI SDIT FAJRUL ISLAM

Diajukan untuk Menyelesaikan Tugas

Mata Kuliah Evaluasi Pendidikan dan Pembelajaran PAI

Dosen Pengampu : Dr. Dwi Istiyani, M.Ag

Oleh:

Marisa Cagar Patria (5217050)

Kelas: B

MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

PEKALONGAN

2019

1
1. Profil Sekolah
Nama Sekolah : SD IT FAJRUL ISLAM
Alamat : Jl. Mayjen Sutoyo Gg. Masjid Darul Arqom,
Kampil, Kec. Wiradesa, Kab. Pekalongan
Kepala Sekolah : Purwoko, S.Pd, SD
Jumlah Guru : GTY (Guru Tetap Yayasan) berjumlah 4 orang,
Honorer berjumlah 2 orang
Jumlah siswa : 138
Sarana dan Prasarana : Ruang kelas (6), Perpustakaan (1), Sanitasi (4),
Ruang kantor kepala sekolah, Ruang guru, Ruang
TU
Nilai Akreditasi :B
2. Profil Program
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang terjadi pada
diri seseorang dan berlangsung seumur hidup. Tanda bahwa seseorang
telah belajar adalah adanya perubahan tingkah laku dalam dirinya yang
dapat bersifat kognitif, psikomotorik, maupun afektif.1
Secara filosofis, ibadah dalam Islam tidak semata-mata bertujuan
untuk menyembah Allah. Sebab, disembah maupun tidak disembah Allah
tetaplah Allah. Esensi ketuhanan-Nya tidak akana berkkurang meskipun
seluruh manusia dan yang ada di jagad raya ini tidak menyembah-Nya.
Ibadah merupakan uapaya untuk mendekatkan diri kepada Allah.2
Ibadah merupakan komunikasi langsung antara hamba dan Rabb-
Nya, sekaligus tarbiyah untuk selalu merasa dekat dengan Allah dan cinta
kepada-Nya. Manhaj ibadah memenuhi fitrah manusia, dan sekaligus
menjadi tarbiyah bagi dirinya dan obat bagi kelemahannya. Ibadah adalah
tarbiyah untuk memerangi kelemahan tersebut dan jalan untuk meraih

1
Wulan Izzatul Himmah, “Keefektifan Pembelajaran Berbantuan Multimedia pada
Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung terhadap Hasil Belajar Matematika siswa SMP”.........., hlm.
250
2
Hilmi Al-Khulli, Menyikapi Rahasia Gerakan-Gerakan Shalat, (Jogjakarta: Diva Press,
2007), 98

2
keluhuran dan kekuatan. Kekuatan yang dimaksud adalah mengendalikan
hawa nafsu dan menegakkan keadilan.3
Tarbiyah adalah proses menjadikan sesuatu sampai pada
kesempurnaannya sedikit demi sedikit. (Tafsir Anwarul Tanzil wa asrurot
Takwil, Al Albaydhowy). Shalat duha merupakan shalat sunnah yang
dilaksanakan setelah matahari terbit dan sebelum adzan dzuhur
berkumandang. Sebagai seorang umat Islam, sudah menjadi suatu
kewajiban bagi kita untuk selalu meningkatkan kualitas iman kita. Salah
satunya yaitu dengan melaksanakan ibadah wajib maupun ibadah sunnah.
Pada kurikulum 2013 mengamanatkan bahwa proses pembelajaran
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif. Oleh karena itu setiap
pendidik dan satuan pendidikan merencanakan pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran serta penilaian untuk meningkatkan
efisiensi serta efektivitas ketercapaian kommpetensi lulusan. Dalam
kurikulum 2013, seperti yang dijelaskan dalam Permendikbud No. 22
Tahun 20164, teerdapat beberapa prinsip pembelajaran yang dapat
dijadikan sebagai pedoman, beberapa diantaranya adalah dari guru sebagai
satu-satunya sumber belajar berubah menjadi belajar dari aneka sumber
belajar dan pemanfaatan teknologi dan komunikasi untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas pembelajaran. dari hal ini jelas bahwa guru
dituntut untuk efektif dan kreatif dalam merencanakan dan melaksanakan
proses pembelajaran yang dapat dilakukan melalui pemanfaatan berbagai
sumber belajar serta penerapan proses pembelajaran yang dapat dilakukan
melalui pemanfaatan berbagai sumber belajar.5

3
Nuryandi Wahyono, “Hubungan Shalat Duha dengan Kecerdasan Emotional Siswa
kelas X di SMA Muhammadiyah 7 Surabaya”, Tadrus: Jurnal Pendidikan Agama Islam/Vol.6,
No. 2, 2017, hlm. 3
4
Permendikbud No. 22 Tahun 2016
5
Wulan Izzatul Himmah, “Keefektifan Pembelajaran Berbantuan Multimedia pada
Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung terhadap Hasil Belajar Matematika siswa SMP”, Journal for
Integrative Islamic Studies, Volume 4, November 2, 2018, hlm. 248

3
Kegiatan ibadah khususnya di lembaga pendidikan Islam
merupakan salah satu bentuk pendidikan dan sarana manifestasi peserta
didik atas berbagai macam bentuk, ilmu pengetahuan terutama dalam hal
pengetahuan agama dalam rangka memenuhi tujuan Tuhan menciptakan
manusia, serta sebagai perwujudan rasa syukur atas kenikmatan ilmu
pengetahuan yang dimiliki.
Pelaksanaan shalat duha merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan rasa syukur kepada Allah swt. Hal ini mengingat manusia
kebanyakan lupa menghadap (bermuwajahah) atau berkonsultasi terlevbih
dahulu dengan Allah pada pagi hari sebelum memulai aktifitas.6
Mengerjakan shalat duha masuk dalam kategori mensyukuri segala
nikmat. Maka apabila selalu melakukannya, Allah akan melimpahkan
segala karunia hamba-Nya yang senantiasa mengerjakannya.7
a. Tujuan
Adapun tujuan dilaksanakannya pembiasaan shalat duha di SDIT
Fajrul Islam sebagai berikut:
- Membiasakan peserta didik untuk beribadah kepada Allah
- Membiasakan peserta didik untuk bisa disiplin dalam
menggunakan waktu, karena kegiatan shalat duha dilaksanakan
sebelum istirahat. Peserta didik diminta untuk melaksaakan shalat
duha terlebih dahulu sebelum istirahat.
- Melatih peserta didik (anak laki-laki) untuk bisa menjadi imam
pada waktu shalat.
b. Sasaran
Sasaran Evaluasi program pembiasaan shalat duha di SD IT Fajrul
Islam yaitu seluruh peserta didik dari kelas 1 sampai dengan kelas 6.
c. Waktu Pelaksanaan Kegiatan shalat duha

6
M. Khalalurrahman Al-Mahfani, Berkah Shalat Duha, (Jakarta: Wahyu Media, 2008),
hlm. 58
7
Muhammad Makdhori, Menyingkap Mu’jizat Shalat Duha, (Jogjakarta: Diva Press,
2007), hlm. 196-197

4
Pelaksanaan pembiasaan shalat duha dilaksanakan pukul 07.00 – 07.15
WIB sebelum para peserta didik istirahat.
d. Kelebihan
- Melatih peserta didik untuk bisa mengingat Allah, walau dalam
keadaann sibuk
- Melatih peserta didik untuk bisa disiplin dalam melaksanakan
program yang ada di SD IT Fajrul Islam
- Melatih peserrta didik untuk bisa menjadi pemimpin (disini yaitu
sebagai imam shalat duha) bagi laki-laki dan makmum shalat duha
bagi perempuan untuk bisa mengikutinya dengan seksama dan
khidmat.
e. Kekurangan
- Dalam pelaksanaan pembiasaan shalat duha ini yaitu adanya
kekurangan ketika para peserta didik khususnya kelas atas yang
sedikit susah untuk diatur, kebanyakan dari mereka hanya patuh
para guru laki-laki yang dianggap lebih tegas dibandingkan dengan
para guru perempuan.
- Adanya kendala terkait guru PAI yang terkadang kurang
komunikasi dengan guru kelas, sehingga waktu pelaksanaan shalat
duha menjadi tidak sealu tepat waktu, hal itu akan berdampak pada
jam istirahat dan Kegiatan Belajar Mengajar berikutnya. Sebelum
pembelajaran mata pelajaran umum, anak-anak masih harus
mengikuti program qiro’ati sesuai tingkatan kelas qiro’ati masing-
masing. Karena waktu yang sudah mendekati dzuhur, anak-anak
sudah gaduh dan mulai meminta jatah makan siang lalu dilanjutkan
dengan melaksankaan shalat dzuhur berjamaah.

3. Skenario Program :
a. Sebelum melaksanakan Kegiatan Belajar Mengajar, para siswa datang
dan berbaris dilapangan sekolah untuk membaca dzikir pagi bersama-
sama, beserta guru dan staff SD IT Fajrul Islam.

5
b. Salah satu guru memberikan ceramah singkat dan memberikan satu
hadits maupun doa beserta arti oleh guru. Dan ditirukan untuk
dihafalkan bersama-sama. Satu kali pertemuan yaitu satu hadits atau
doa yang nantinya akan diulang dipertemuan berikutnya, untuk
memastikan bahwa para peserta didik masih mengingatnya. Selain itu,
diberi penguatan agar para peserta didik mampu mengaplikasikannya
didalam kehidupan.
c. Setelah baris dilapangan, para peserta didik memasuki ruang kelas
masing-masing, dan mengambil air wudhu untuk bersiap
melaksanakan shalat duha.
d. Masing-masing kelas dengan didampingi guru PAI melaksanakan
shalat duha. Pada jam pertama, para peserta didik diminta untuk baris
dilapangan dan dibiasakan untuk membaca dzikir pagi sebelum
memasuki kelas. Kemudian, para peserta didik mengikuti program
pembiasaan shalat duha berjama’ah, yang diselenggarakan oleh
sekolah. Para peserta didik diminta untuk mengambil air wudhu dan
melaksanakan shalat duha didalam kelas masing-masing dengan
didampingi guru PAI. Guru PAI membuat jadwal giliran bagi para
peserta didik laku-laki untu menjadi imam pada waktu pelaksanaan
shalat duha. Kemudian mengawasi jalannya shalat duha.
e. Shalat duha dilaksanakan pada pukul 07.00-07.15 WIB, dengan
didampingi guru PAI, para peserta didik melaksanakan shalat duha
berjama’ah.
4. Evaluasi
Menurut Notoatmodjo, pelatihan adalah upaya untuk
mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan
kemampuan intelektual dan kepribadian manusia (Notoatmodjo,
2003:28). Mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian
merupakan dua hal yang mendasar untuk dapat ditingkatkan melalui
sebuah pelatihan. Sedangkan pengertian pelatihan menurut Nasution
adalah suatu proses belajar mengajar dengan mempergunakan teknik

6
dan metode tertentu, guna meningkatkan keterampilan dan
kemampuan kerja seseorang (karyawan atas sekelompok orang).8
Evaluasi pelatihan menurut Moekijat adalah suatu proses untuk
menentukan kemajuan suatu program pelatihan dibandingkan dengan
tujuan yang ingin dicapai. Dapat dikatakan, bahwa evaluasi pelatihan
merupakan suatu porses untuk menentukan kemajuan suatu program
pelatihan ialah untuk membuat suatu keputusan berdasarkan hasil dari
evaluasi yang diperoleh, juga untuk mengetahui hasil yang diperoleh
setelah dievaluasi yang kemudian dapat diketahui seberapa jauh
peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta itu terjadi dan
juga seberapa besar penerapannya dalam memberikan arti atau
pengaruh pada dirinya sendiri, kelompok dan organisasinya dengan
berbagai alasan dan faktor yang berdasarkan pada hasil setelah
dievaluasi, yang kemudian hasilnya akan dibandingkan dengan tujuan
yang ingin dicapai.9
Dari skenario program diatas dapat saya tarik kesimpulan bahwa
sekolah menggunakan evaluasi model Kirkpatrick. Model evaluasi yang
dikembangkan oleh Kirkpatrick dikenal dengan istilah Kirkpatrick Four
Levels Evaluation Model.
Model Evaluasi Kirkpatrick merupakan model evaluasi yang
dikembangkan oleh Kirkpatrick telah mengalami beberapa
penyempurnaan, terakhir diperbarui dan redefinisikan pada 1998 dalam
bukunya Kirkpatrick yang disebut dengan “Evaluating Training
Programs: The Four Levels”. Kirkpatrick four levels evaluation model
sekarang menjadi salah satu rujukan dan standar bagi berbagai perusahaan
besar dalam program training bagi pengembangan sumber daya manusia
seperti Kemper National Insurance Commpanies.

8
Hania Aminah, “Model Evaluasi Kirkpatrick dan Aplikasinya dalam pelaksanaan
pelatihan (level reaksi dan pembelajaran) di pusat pendidikan dan pelatihan perum Jakarta”,
Jurnal Riset Manajemen Sains Indonesia, Vol. 6, No. 1, 2015, hlm. 379
9
Hania Aminah, “Model Evaluasi Kirkpatrick dan Aplikasinya dalam pelaksanaan
pelatihan (level reaksi dan pembelajaran) di pusat pendidikan dan pelatihan perum Jakarta”..........,
hlm. 380

7
Evaluasi terhadap efektivitas program pelatihan (training) menurut
Kirkpatrick mencakup empat level evaluasi, yaitu: (1) Reaction, (2)
learning, (3) behavior, (4) result.10
a. Evaluasi Reaksi (Reaction Evaluation)
Evaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur
kepuasan peserta. Program training dianggap efektif apabila proses
training dirasa menyenangkan dan memuaskan bagi peserta training
sehingga mereka tertarik dan termotivasi untuk belajar dan berlatih.
Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila proses
training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya
akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan.
Sebaliknya apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses training
yang diikutinya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti
training lebih lanjut. Menurut Center Partner dalam artikelnya yang
berjudul Implementing the Kirkpatrick Evaluation Model Plus
mengatakan bahwa the interest, attention and motivation of the
participants are cricical to the success of any training program.
People learn better when they react positively to the learning
environment. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa keberhasilan
proses kegiatan training tidak terlepas dari minat, perhatian dan
motivasi peserta training dalam mengikuti jalannya kegiatan training.
Orang akan belajar lebih baik manakala mereka memberi reaksi positif
terhadap lingkungan belajar.
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu
materi yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian
materi yang digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang
tersedia, jadwal kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang
disediakan. Mengukur reaksi dapat dilakukan dengan reaction sheet
dalam bentuk angket sehingga lebih mudah dan lebih aktif.

10
Eko Putro Wiyoko, Evaluasi Prrogram Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2011), hlm. 174

8
 para peserta didik tertarik dan termotivasi untuk belajar dan
berlatih. Adapun sebelum diberlakukannya program pembiasaan
shalat duha, para guru PAI memberikan arahan, motivasi, dan
fadhilah tentang keutamaan shalat duha. Arahan maupun motivasi
tersebut membuat semangat para peserta didik untuk
melaksanakan pembiasaan shalat duha disekolah maupun dirumah
pada hari libur sekolah. Pengukuran pembiasaan ini, dapat
dilakukan dengan cara melihat, mengamati para peserta didik pada
saat pelaksanaan shalat duha. Dan juga mengamati proses jalannya
pelaksanaan shalat duha, sehingga dapat diketahui bagaimana
rekasi para peserta didik terkait program PAI yang diselenggrakan
oleh pihak sekolah.
b. Evaluasi Belajar (Learning Evaluation)
Menurut Kirkpatrick (1988: 20) learning can be defined as the
extend to which participans change attitudes, improving
knowledge, and/or increase skill as a result of attending the
program. Belajar dapat didefinisikan sebagai perubahan sikap,
perbaikan pengetahuan, dan atau kenaikan keterampilan peserta
setelah selesai mengikuti program. Peserta training dikatakan telah
belajar apabila pada dirinya telah mengalami perubahan sikap,
perbaikan pengetahuan maupun peningkatan keterampilan. Oleh
krena itu, untuk mengukur efektifitas program training maka
ketiga aspek tersebut perlu diukur. Tanpa adanya perubahan sikap,
peningkatan pengetahuan maupun perbaikan keterampilan pada
peserta training maka program dapat dikataka gagal. Penilaian
evaluating learning ini ada yang menyebut dengan penilaian hasil
(output) belajar. Oleh karena itu, dalam pengukuran hasil belajar
(learning measurement) berarti penentuan satu atau lebih hal
berikut: a). Pengetahuan apa yang telah dipelajari?, b) sikap apa
yang telah dirubah?, c. Keterampila apa yang telah dikembangkan
atau diperbaiki?.

9
Menurut Kirkpatrick (1988: 40) penilaian terhada hasil belajar
dapat dilakukan dengan: “a control group if practiical, evaluate
knowledge, skill and/or attitudes both before and after the
program, a paper-and-pencil test to measure knowledge and
attitudes, and performance test to measure skills. Dengan
demikian, untuk menilai hasil be;ajar dapat dilakukan dengan
kelompok pembanding. Kelompok yang ikut pelatihan dan
kelompok yang tidak ikut pelatihan diperbandingkan
perkembangannya dalam periode waktu tertentu. Dapat juga
dilakukan dengan membandingkan hasil pre test dengan post test,
tes tertulis maupun tes kinerja (performance test).
 Terkait tentang pengetahuan apa yang dipelajari, yaitu para
peserta didik yang sebelumnya masih awam dengan shalat duha,
menjadi tau tentang keutamaan/ fadhilah shalat duha dan bacaan
didalam shalat duha. Yang kedua, terlait sikap yang telah dirubah
yaitu kedisiplinan para peserta didik dalam melaksanakan shalat
duha. Dari mulai berwudhu, memasuki kelas masing-masing dan
maleksanakan shalat duha. Yang ketiga, terkait keterampilan,
khususnya bagi para peserta didik laki-laki, mereka mempunyai
atau berlatih untuk bisa menjadi imam didalam shalt. Karena
dalam pelaksanaannya, para peserta didik laki-laki diberikan jatah
bergilir untuk menjadi imam shalat duha. Bagi para peserta didik
perempuan, melatih dirinya dengan keterampilan untuk bisa
menjadi makmum yang baik dan mempunyai kedisiplinan tinggi.
Tidak bermain atau bercanda ketika imam sudah memimpin shalat
duha.
c. Evaluasi Perilaku (Behavior Evaluation)
Evaluasi perilaku ini berbeda dengan evaluasi terhadap sikap.
Penilaian sikap pada evaluasi level 2 difokuskan pada perubahan
sikap yang terjadi pada saat kegiatan training dilakukan sehingga
lebih bersifat internal, sedangkan penilaian tingkah laku

10
difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah peserta kembali ke
tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang terjadi setelah
mengikuti training juga akan diimplementasikan setelah peserta
kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini lebih
bersifat eksternal. Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat
kerja setelah peserta mengikuti program training. Dengan kata lain
yang perlu dinilai adalah apakah peserta merasa senang setelah
mengikuti training dan kembali ke tempat kerja? Bagaimana
pesserta dapat mentransfer pengetahuan, sikap dan keterampilan
yang diperoleh selama training untuk diimplementasikan di tempat
kerjanya. Karena yang dinilai adalah perubahan perilaku setelah
kembali ke tempat kerja maka evaluasi level 3 ini dapat disebut
sebagai evaluasi terhadap outcomes lebih kompleks dan lebih sulit
daripada evaluasi pada level 1 dan 2. Evaluasi perilaku dapat
dilakukan dengan membandingkan perilaku kelompok kontrol
dengan perilaku kelompok peserta training, atau dengan
membandingkan perilku sebelum dan setelah mengikuti trainig
maupun dengan mengadakan survei dan atau interviu dengan
pelatih, atasan maupun bawahan peserta training setelah kembali
ke tempat kerja.
 Para peserta didik melaksankan shalat duha bukan hanya di
sekolah tetapi juga dirumah, karena sudah menjadi suatu
kebiasaan yang dilakukan oleh mereka, dalam program PAI ini
yaitu pembiasaan shalat duha yang dilakukan oleh peserta didik
ketika disekolah, apakah dilakukan pada saat hari libur sekolah.
Terkait perubahan perilaku dari peserta didik dapat kita tanyakan
pada guru pengampu PAI, para orangtua maupun saudara dari
peserta didik. Guru pengampu PAI yang selalu mengawasi pada
waktu pelaksanaan pembiasaan shalat duha, agar bisa
membandingkan bagaimana perubahan perilaku para peserta
didiknya sebelum diadakannya pelaksanaan pembisaan shalat duha

11
dan sesudah diadakannya pelaksanaan pembiasaan shalat duha di
sekolah. Sedangkan para orangtua (wali murid) maupun saudara
para peserta didik yang selalu ada disamping mereka, khususnya
pada waktu hari libur sekolah. Bagaimana perubahan para peserta
didik setelah diadakannya pelaksanaan pembiasaan shalat duha.
Evaluasi perilaku ini bisa kita diberikan angket selaku pihak
sekolah kepada para wali murid guna mengetahui perubahan
perilaku apa yang dialami oleh peserta didik setelah mengikuti
program pembiasaan shalat duha. Sehingga pihak sekolah
mengetahui ada tidaknya perubahan perilaku peserta didiknya
pada saat dirumah maupun pada saat hari libur sekolah.
d. Evaluasi Hasil (Result Evaluation)
Evaluasi hasil dalam level ke-4 ini difokuskan pada hasil akhir
(final result) yang terjsdi karena peserta telah mengikuti suatu
program. Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program
training di antaranya adalah kenaikan produksi, peningakatan
kualitas, penurunan biaya, penurunan kuantitas terjadinya
kecelakaan kerja, penurunan turnover dan kenaikan keuntungan.
Beberapa program mempunyai tujuan meningkatkan moral kerja
maupun membangun team work yang lebih baik. Dengan kata lain
adalah evaluasi terhadap impact program. Tidak semua impact dari
sebuah program dapat diukur dan juga membutuhkan waktu yang
cukup lama. Oleh karena itu, evaluasi level 4 ini lebih sulit
dibandingkan dengan evaluasi level-level sebelumnya. Evaluasi
hasil akhir ini dapat dilakukan dengan membandingkan kelompok
kontrol dengan kelompok peserta training, mengukur kinerja
sebelum dan setelah mengikuti pelatihan, serta dengan melihat
perbandingan antara biaya dan keuntungan antara sebelumdan
setelah adanya kegiatan pelatihan, apakah ada peningkatan atau
tidak.

12
Evaluasi program model Kirkpatrick dapat digunakan untuk
mengevaluasi program pembelajaran, namaun perlu adanya
modifikasi. Evaluasi program model Kirkpatrick dapat digunakan
untuk program pembelajaran karena adanya berbagai persamaan
antara program training, khususnya in house training program
dengan program pembelajaran di kelas. Di antara berbagai
persamaan tersebut adalah: a) inti atau fokus kegiatan antara
training maupun pembelajaran di sekolah adalah sama, yaitu
terjadinya proses belajar (learning process) pada diri trainee
maupun siswa; b) aspek kegiatan belajar antara kegiatan training
maupun pembelajaran di sekolah juga sama, yaitu aspek
pengetahuan, sikap dan kecapakapan (knowledge, attitude, and
skill or psychomotor)
Implementasi evaluasi model Kirkpatrick dalam bidang program
pembelajaran perlu dikombinasi karena adanya perbedaan
karakteristik kegiatan pembelajaran di sekolah dan kegiatan
pembelajaran dalam program training. Perbedaa karakteristik
antara pembelajaran dalam traaining program dengan pembelajaran
di sekolah antara lain terletak pada :
Pertama, karakteristik peserta. Pada program training
peserta training (trainee) pada umumnya adalah orang yang sudah
bekerja sehingga memungkinkan untuk memonitor serta
mengevaluasi seberapa jauh trainee mampu dan mau
mengaplikasikan perunbahan sikap, peninngkatan pengetahuan
maupun perbaikan kecakapan yang diperoleh dalam training ke
dalam sunia tempat kerja semula. Dalam istilah Kirkpatrick
behavior maupun outcome dapat dinilai dengan bekerja sama
teman kerja maupun atasan /pimpinan karyawan yang telah
mengikuti training. Begitu juga bagaimana dampak (impact)
training bagi organisasi seperti kenaikan produksi, penurunan
biaya, peningkatan keuntungan dan sebagainya walaupun tidak

13
semudah menilai kegiatan belajar, masih memungkinkan untuk
dinilai.
Bagi sekolah penilaian terhadap outcome maupun impact
kegiatan pembelajaran di kelas sulit di lakukan. Sekolah sulit untuk
memonitor maupun menilai siswa maupun dan mau
mengaplikasikan pengetahuan maupun kecakapan yang diperoleh
dalam kegiatan pembelajaran di sekolah ke dalam kehidupan
sehari-hari setelah kembali ke masyarakat. Begitu juga guru tidak
mungkin menilai seberapa jauh dampak pembelajaran yang yang
dialami di sekolah terhadap kkehidupan siswa maupun prestasi
siswa di jenjang pendidikan atasnya, karena selain membutuhkan
waktu yang cukup lama untuk sampai ke penilaian dampak (impact
assessment) juga akan membutuhkan biaya maupun tenaga yang
tidak sedikit.
Kedua, fokus aspek kegiatan belajar. Dalam kegiatan traaining
kegiatan belajar biasanya lebih banyak difokuskan pada aspek
vocational skill sedangkan pada kegiatann pembelajaran di sekolah
lebih banyak difokuskan pada aspek academic skills, kecuali untuk
pendidikan kecakapan (voocational education).
 para peserta didik menjadi tau pentingnya shalat duha, manfaat
shalat duha dan pahala dengan melaksanakan shalat duha.
Sehingga para peserta didik menjadi terbiasa dengan
mengamalkan shalat duha baik disekolah maupun di rumah.
5. Kelebihan dan kekurangan evaluasi model Kirkpatrick

Dibandingkan dengan model-model evaluasi yang lain, model


Kirkpatrick memiliki beberapa kelebihan antara lain: 1) lebih
komprehensif, karena mencakup hard skill dan juga soft skills; 2) objek
evaluasi tidak hanya hasil belajar semata, tetapi juga mencakup proses,
output maupun outcomes; 3) lebih mudah diterapkan (applicable) untuk

14
level kelas karena tidak terlalu banyak melibatkan pihak lain dalam proses
evaluasi.

Selain memiliki kelebihan model Kirkpatrick juga memiliki


beberapa keterbatasan, antara lain: 1) kurang memerhatikan input, padahal
keberhasilan output dalam proses pembeajaran juga dipengaruhi oleh
input; 2) untuk mengukur impact sulit dilakukan karena selain sulit solok
ukurnya (intangible) juga sudah diluar jangkauan guru maupun sekolah.

Lampiran

SOAL HOTS PAI Tingkat SD

1. Ani sedang bermain sepeda. Dari arah belakang ada Rina yang
tidak sengaja menabrak Ani. Rina kemudian menolong Ani dan
meminta maaf karena sudah menabrak Ani.
Perilaku Rina kepada Ani merupakan contoh dari perilaku...
a. Perilaku terpuji
b. Perilaku tercela
c. Jahat
d. Salah
e. Tidak sopan

15

Anda mungkin juga menyukai