Anda di halaman 1dari 30

NASKAH AKADEMIK

KAJIAN KEBIJAKAN KURIKULUM


MATA PELAJARAN BAHASA

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
PUSAT KURIKULUM
2007
KATA PENGANTAR

Pemberlakuan UU Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan


Nasional, Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, dan
Peraturan Pemerintah No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar
dan Menengah menengah menuntut cara pandang yang berbeda tentang pengembangan dan
pelaksanaan kurikulum. Dulu, pengembangan kurikulum dilakukan oleh pusat dalam hal ini
Pusat Kurikulum sedangkan pelaksanaannya dilakukan oleh satuan pendidikan.
Pengembangan kurikulum yang dilakukan langsung oleh satuan pendidikan memberikan
harapan tidak ada lagi permasalahan berkenaan dengan pelaksanaannya. Hal ini karena
penyusunan kurikulum satuan pendidikan seharusnya telah mempertimbangkan segala potensi
dan keterbatasan yang ada.
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mengacu pada standar
nasional pendidikan: standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Salah satu dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut, yakni standar isi (SI) merupakan acuan utama bagi
satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum disamping standar kompetensi lulusan
(SKL). Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan
dalam kriteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata
pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
Pengembangan kurikulum telah dilakukan oleh sebagian satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan dasar dengan mengacu pada Standar Isi. Sebagai acuan, Standar Isi ini masih perlu
ditelaah. Penelaahan dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang ada-tidaknya
rumusan pada standar isi yang menimbulkan permasalahan bila digunakan untuk
mengembangkan kurikulum. Sebagai naskah, kurikulum yang telah dikembangkan oleh
satuan pendidikan juga perlu ditelaah. Penelaahan terhadap naskah kurikulum dimaksudkan
untuk memperoleh gambaran tentang kemungkinan keterlaksanaannya. Penelaahan Standar Isi
dan kurikulum dilakukan melalui berbagai tahapan kegiatan pengkajian.
Salah satu hasil kajian tersebut di atas adalah Naskah Akademik Kajian Kebijakan
Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa. Hasil kajian ini memberikan gambaran tentang muatan
naskah Standar Isi dan kurikulum sebagai masukan bagi perumus kebijakan pendidikan lebih
lanjut.

Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para pakar
yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala
sekolah, pengawas, guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan kerja sama
yang baik dari mereka, naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif
singkat.

Jakarta, November 2007


Kepala Pusat Kurikulum
Badan Penelitian dan Pengembangan
Depdiknas,

Diah Harianti

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 i


ABSTRAK

Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 37


menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat pendidikan
agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan alam; ilmu
pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga;
keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal. Pernyataan mengenai kurikulum yang diatur di
dalam undang-undang tersebut memiliki pengaruh yang cukup besar dalam merumuskan
kebijakan dalam pengembangan kurikulum. Kebijakan yang diluncurkan menjadi dasar bagi
pelaksanaan proses pembelajaran di setiap satuan pendidikan. Terkait dengan kebijakan ini
telah dikeluarkan Permendiknas No. 23 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI) dan
Permendiknas No. 23 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Kajian kebijakan kurikulum mata pelajaran Bahasa ini bertujuan melakukan kajian dan
telaahan terhadap Standar Isi, khususnya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran bahasa. Hasil dari kajian ini untuk memberikan masukan kepada Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) dalam menyempurnaka Standar Isi.
Ruang lingkup kajian meliputi mata pelajaran Bahasa Indonesia SD, SMP, dan SMA serta
mata pelajaran Bahasa Inggris SMP dan SMA. Kajian difokuskan pada dokumen dan
pelaksanaan yang dilakukan melalui seminar, diskusi fokus, workshop, dan presentasi.
Peserta kajian terdiri atas ahli dari perguruan tinggi dan lembaga terkait, guru, dan staf
Pusat Kurikulum.
Secara umum, hasil kajian menunjukkan ada kelemahan pada dokumen dan permasalahan
dalam pelaksanaan pada mata pelajaran bahasa. Kelemahan pada Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia antara lain ditemukannya beberapa
kata dan kalimat pada kompetensi dasar yang ditafsirkan ganda oleh guru sehingga arah
pengembangan indikator tidak jelas, terdapat rumusan ompetensi dasar yang dipaksakan
yang mestinya bisa dijadikan satu KD karena pokok utamanya sama, terdapat kompetensi
dasar yang tidak dipayungi standar kompetensi, beban belajar siswa kelas IX pada semester 2
terlalu berat sehingga perlunya pemindahan kompetensi dasar ke semester 1 dan pada
pelaksanaan terdapat beberapa permasalahan, antara lain guru belum dapat melakukan
pemetaan kompetensi dasar dari empat aspek bahasa (mendengarkan, berbicara, membaca,
dan menulis, guru mengalami kesulitan dalam memahami rumusan yang terkandung dalam
standar kompetensi dan kompetensi dasar. Pada dokumen mata pelajaran Bahasa Inggris
terdapat beberapa kelemahan, antara lain terjadi pengulangan rumusan kompetensi
komunikatif yang sama bahkan sampai sebanyak empat kali dan terdapat rumusan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang terlalu sulit bagi siswa kelas. Pada pelaksanaan juga
terdapat beberapa permasalahan, antara lain guru tidak dapat membaca standar kompetensi
dan kompetensi dasar dengan benar dan guru belum terbiasa merancang proses belajar
berdasarkan kurikulum sehingga tidak terbiasa membaca kurikulum.

Terkait dengan kelemahan dan permasalahan di atas maka perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan
mata pelajaran Bahasa Inggris. Penyempurnaan tertuma dilakukan terhadap rumusan dan
penempatan kompetensi. Pada aspek pelaksanaan juga perlu dilakukan berbagai usaha agar
guru mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik, antara lain dengan
melakukan pelatihan-pelatihan dan penulisan model-model yang dapat dijadikan acuan oleh
guru.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 ii


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Yuridis
C. Tujuan

BAB II. KAJIAN TEORITIS


A. Hakekat Kompetensi Berbahasa
B. Pembelajaran Bahasa
C. Teks dan Genre sebagai Satuan Tindak Komunikatif
D. Tingkat Kompetensi Literasi
E. Kesimpulan

BAB III. TEMUAN KAJIAN


A. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
1. Kajian Dokumen
2. Kajian Lapangan
3. Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan
B. Mata Pelajaran Bahasa Inggris
1. Kajian Dokumen
2. Kajian Lapangan
3. Pembahasan Kajian Dokumen dan Lapangan

BAB IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. Mata Pelajaran Bahasa Indonesia
1. Kesimpulan
2. Rekomendasi
a. Rekomendasi Jakngka Pendek
b. Rekomendasi Jangka Panjang
B. Mata Pelajaran Bahasa Inggris
1. Kesimpulan
2. Rekomendasi
a. Rekomendasi Jangka Pendek
b. Rekomendasi Jangka Panjang

DAFTAR PUSTAKA

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 iii


BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Arus globalisasi dan keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi
menjadi tantangan yang harus dihadapi dunia pendidikan nasional Indonesia untuk
menghasilkan generasi muda yang tangguh dan mampu bersaing dengan bangsa sendiri
maupun dengan bangsa lain, di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu, perlu dirancang
sistem pendidikan nasional, dari tingkat pendidikan prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi, yang relevan dengan tuntutan kehidupan dan dunia kerja serta
kemajuan ilmu pengetahuan, di masa kini dan yang akan datang.

Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan
nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum pendidikan dasar dan
menengah, karena kebijakan ini menjadi dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran di
setiap satuan pendidikan. Sistem pendidikan nasional harus mampu menghasilkan
kurikulum yang berpotensi menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka,
demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua
warga negara Indonesia.

Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai
standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini
mungkin. Namun untuk itu perlu dilakukan dahulu kajian terhadap kebijakan yang terkait
dengan kurikulum yang berlaku pada saat ini. Kajian saat ini difokuskan pada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang termuat di dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 22 Tahun 2006.

B. LANDASAN YURIDIS

Sebagai landasan kegiatan ini adalah UU No. 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, terutama Bab X tentang Kurikulum yang dicakup dalam Pasal 36, 37, dan 38.
Pasal 36 menyebutkan bahwa (1) pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2)
kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, dan (3)
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa; peningkatan
akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman
potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan
dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika
perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat
pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan
alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga;
keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 1


Pasal 38 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor
departemen agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan
menengah berdasarkan kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan dasar dan
menengah ditetapkan oleh Pemerintah.

Selain itu, juga dirujuk ketentuan tentang Standar Isi yang dimuat pada Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 Pasal 5, yang menyatakan bahwa standar isi mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu, dan memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban
belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang dijadikan pedoman dalam
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan silabusnya pada setiap
satuan pendidikan. Kerangka dasar dan struktur kurikulum mengatur tentang kelompok
mata pelajaran serta kedalaman muatan kurikulum yang dituangkan dalam kompetensi,
yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Beban belajar mengatur tentang jam pembelajaran dengan sistem tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, pelaksanaan pembelajaran sistem paket
dan satuan kredit semester (SKS), serta pemberian pendidikan kecakapan hidup dan
pendidikan berbasis keunggulan lokal.

Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP jenjang
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
KTSP untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA,
dan MAK.

Kalender pendidikan/kalender akademik mencakup permulaan tahun ajaran, minggu


efektif belajar, waktu pembelajaran efektif, dan hari libur.

C. TUJUAN

Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji dokumen dan pelaksanaan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa yang hasilnya akan digunakan untuk
memberikan masukan kepada BSNP untuk penyempurnaan dokumen tersebut.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 2


BAB II. KAJIAN TEORETIS

A. Hakikat Kompetensi Berbahasa

Argumen utama yang diketengahkan di sini adalah bahwa bahasa adalah alat untuk
mencapai berbagai tujuan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan nyata
(Vygotsky, 1978, 1986). Bahasa dipandang sebagai alat yang efektif untuk menciptakan
peserta didik yang tangguh dan kompetitif. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
seharusnya bukan bertujuan untuk mengajarkan pengetahuan tentang bahasa, tetapi
mengajarkan kemampuan melaksanakan berbagai tindakan dengan menggunakan bahasa
sebagai alat utamanya, dalam rangka melaksanakan hubungan sosial dengan lingkungan
sekitar. Kemampuan tersebut biasa disebut dengan istilah kemampuan komunikatif.
Kemampuan inilah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Pasal
4).

Untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, istilah kompetensi


komunikatif perlu diberikan batasan yang jelas. Upaya untuk itu dimulai oleh Hymes
(1972), kemudian disusul oleh Canale (1983), dan yang terakhir oleh Celce-Murcia dkk.
(1995). Menurut Celce Murcia dkk. (1995), kompetensi komunikatif terdiri atas lima sub
kompetensi, yaitu, kompetensi berwacana (discourse competence), yang didukung oleh
kompetensi sosial budaya (socio-cultural), kompetensi kebahasaan (linguistic
competence), kompetensi tindak tutur (actional competence), yang dalam penggunaannya
perlu didasari subkompetensi strategis (strategic competence). Hal ini terlihat pada
Gambar 1. Terlihat di sini bahwa inti dari kompetensi komunikatif adalah kompetensi
berwacana untuk mengembangkan kecakapan hidup. Kompetensi tersebut didukung oleh
kompetensi tindak tutur, kompetensi kebahasaan, kompetensi sosiokultural, dan
kompetensi strategis.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 3


Socio-
cultural
ompetence

Discourse
Competenc

Linguistic Actional
Competence

Strategic
Competenc

Gambar 1: Model Kompetensi Komunikatif (Celce Murcia et al. 1995:10)

Dalam kenyataannya, kompetensi berwacana terwujud dalam kemampuan seseorang


melakukan tindakan yang memiliki tujuan yang jelas dengan menggunakan bahasa dalam
kesatuan yang utuh dan fungsional berupa teks. Halliday (1985: 12) juga memberikan
definisi teks sebagai “language that is functional”. Menurut pandangan ini,
pengembangan kompetensi komunikatif dapat dilaksanakan melalui pembelajaran
berbagai jenis teks yang berguna bagi kehidupan nyata peserta didik. Indikator
penguasaan setiap jenis teks dapat dirumuskan sebagai kemampuan peserta didik
menggunakan teks tersebut untuk mencapai tujuan dengan tepat secara strategis, dengan
kualitas kebahasaan yang baik dan benar.

B. Pembelajaran Bahasa di Indonesia

Dalam bidang pendidikan bahasa, penggunaan teks sebagai basis pembelajaran secara
tidak langsung dipengaruhi oleh asumsi bahwa kualitas dan derajat hidup manusia
ditentukan oleh apa yang telah dilakukan atau dikerjakan dalam hidupnya. Untuk
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan kesulitan, manusia perlu bertindak dan
melakukan sesuatu. Pada masa bayi, pekerjaan yang dilakukan manusia tidak terlalu
berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan binatang, yaitu sederhana, tidak bervariasi, dan
dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan organ tubuhnya sendiri. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, manusia perlu dan dapat melakukan jauh lebih banyak ragam
dan jenis pekerjaan, mulai dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat
kompleks. Kelebihan manusia dari binatang ini, menurut Vygotsky (1978, 1986),
dimungkinkan karena manusia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki makhluk lain, yaitu
higher mental/psychological/intellectual functions, atau fungsi mental/
psikologis/intelektual tingkat tinggi.

Fungsi ini ditandai oleh penggunaan alat (tool) dan/atau tanda (sign), di samping organ
fisik yang dimiliki, untuk melakukan suatu pekerjaan. Semakin tinggi tingkat kesulitan
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 4
yang dihadapi, semakin tinggi kecenderungan manusia untuk menggunakan alat dan/atau
tanda. Tanda yang paling universal, lengkap, dan dapat dikuasai oleh semua orang normal
adalah ‘bahasa’. Fungsi intelektual tingkat tinggi tersebut tidak dimiliki binatang, bahkan
yang dianggap sebagai binatang yang paling cerdas sekali pun. Christie (1985) juga
menekankan pentingnya penguasaan bahasa dalam menentukan keberhasilan pendidikan
seseorang.

Jika memang derajat manusia ditentukan oleh kegiatan atau pekerjaan yang berhasil
diselesaikannya, maka dapat dikatakan bahwa menguasai discourse atau ‘wacana’
merupakan indikator kemampuannya berbahasa (Fairclough: 1992). Fairclough percaya
bahwa penguasaan wacana merupakan cara yang semakin dominan untuk menunjukkan
kekuasaan atau kekuatan seseorang atas lainnya.

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak bahasa yang
dikuasai oleh seseorang, maka semakin luas lingkup pergaulannya dengan masyarakat
yang memiliki bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Dengan kata lain, semakin banyak
partisipasinya dalam kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa di
Indonesia seharusnya mencakup semua bahasa yang sangat berfungsi dalam kehidupan
nyata di masyarakat Indonesia, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
pemersatu, bahasa Inggris dan berbagai bahasa asing lainnya, serta bahasa-bahasa daerah
yang sudah menjadi bagian integral kehidupan bangsa Indonesia. Terkait dengan hal
tersebut, bahasa daerah tidak seharusnya dianggap hanya sebagai khasanah budaya, tetapi
sebagai alat untuk meningkatkan harkat martabat penuturnya sebagai bangsa Indonesia.

C. Teks dan Genre sebagai Satuan Tindak Komunikatif


Karena pemilihan teks terkait dengan usaha untuk mencapai tujuan berwacana secara
efektif, teks akan selalu berubah sesuai dengan konteks wacana yang ada. Keterkaitan
antara teks dan konteks penggunaannya dapat dilihat pada Gambar 2.

Konteks Budaya

Genre
Konteks Situasi

Tenor

Field Mode
TEXT

Register

Gambar 2: Hubungan Teks dan Konteks (Hammond et al. 1992:1)

Menurut Halliday (1985: 12-14), pemilihan bentuk atau struktur teks oleh penutur untuk
mencapai suatu tujuan dalam suatu kegiatan sosial komunikatif ditentukan oleh konteks
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 5
situasi yang dihadapi, atau register. Register merupakan kesatuan dari tiga unsur yang
tidak dapat terpisahkan dan saling mempengaruhi satu dengan lain, yaitu field, tenor, dan
mode. Field mengacu pada apa yang sedang terjadi atau mengenai hal-hal yang sedang
dibicarakan. Tenor mengacu pada siapa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut, sifat
dan peran masing-masing, serta sifat hubungan antara satu dengan lainnya. Mode mengacu
pada media atau tatanan simbol yang digunakan, statusnya, serta fungsinya dalam konteks
pembicaraan. Termasuk dalam unsur mode antara lain saluran yang digunakan (tertulis,
lisan, atau kombinasi keduanya), struktur retorikanya, atau tujuan sosialnya (persuasive,
ekspositori, deduktif, dsb.).

Keterkaitan antara genre dan teks juga terlihat pada Gambar 2. Konsep genre dikaitkan
dengan tindakan komunikatif dalam konteks budaya, sedangkan teks dengan konteks yang
lebih spesifik, yaitu situasi komunikatif yang ada. Baik genre maupun teks tentunya dapat
digunakan sebagai satuan untuk menyusun program pendidikan bahasa. Keduanya sama-
sama berkenaan dengan potensi bahasa sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan
berwacana secara efektif. Dapat dikatakan bahwa perumusan standar isi mata pelajaran
Bahasa Indonesia lebih cenderung berbasis teks, sedangkan mata pelajaran Bahasa Inggris
berbasis genre.

Setelah teks secara panjang lebar dibahas sebelumnya, berikut ini akan dibahas tentang
pembelajaran bahasa berbasis genre. Keragaman kebutuhan dan tuntutan hidup yang
dihadapi manusia secara alami telah menghasilkan keragaman genre yang ada di
masyarakat saat ini, sebagaimana dipaparkan oleh Martin (1985) berikut ini.

Genres are how things get done, when language is used to accomplish them.
They range from literary forms to far from literary forms: poems, narratives,
expositions, lectures, seminars, recipes, manuals, appointment making, service
encounters, news broadcast and so on. The term genre is used to embrace each
of the linguistically realized activity types which comprise so much of our
culture. (Martin, 1985: 250)

Karena fungsinya sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan, genre dianggap sebagai
suatu process, action, activity (lihat, a.l. Martin, 1984, 1986, 1992), social action (Miller,
1984), atau communicative event (Swales, 1990). Bentuk tindakan yang akan dilakukan
sengaja dipilih karena dianggap paling tepat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan,
sebagaimana dinyatakan Christie berikut ini.

To be successful in one’s world … is to understand the way of working or of


behaving, particularly to the world, not merely because that is necessary in the
immediate ‘survival’ sense, but also, and most importantly, because it is
essensial to any endeavor in which one might want to engage in order to
change the world. (Christie, 1987: 30).

Suatu tindakan atau proses yang dilakukan untuk mencapai satu tujuan diwujudkan dalam
bentuk kongkrit berupa teks. Untuk satu tujuan yang sama biasanya tidak digunakan satu
teks yang persis sama selamanya, tetapi bervariasi dalam hal isi maupun bentuk bahasa
yang digunakan. Namun kemiripan antara teks-teks tersebut dapat dengan mudah
diidentifikasi, bahkan oleh orang awam yang tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu
bahasa atau ilmu komunikasi. Beberapa teks yang memiliki kemiripan dalam tindakan
yang dilakukan itulah yang biasanya dikelompokkan dalam satu genre yang sama.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 6


Dengan pemahaman bahwa berkomunikasi adalah kegiatan berwacana dan wacana
direalisasikan dalam teks, tugas pendidikan bahasa menjadi lebih jelas. Pendidikan bahasa
bertugas mengembangkan kemampuan memahami dan menciptakan teks karena
komunikasi terjadi dalam teks atau pada tataran teks.

D. Tingkatan kompetensi literasi

Kemampuan menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan dalam dunia nyata dengan
menggunakan teks sebagai alat utamanya juga disebut kompetensi literasi. Dalam konteks
pendidikan bahasa di Indonesia sebagai telah dibahas sebelumnya, konsep literasi lebih
baik dikaitkan bukan hanya dengan kompetensi komunikatif tulis, tetapi juga kompetensi
komunikatif lisan, sebagaimana dibahas oleh Holmes (2004). Holme mengatakan,
“Literacy by its nature is about what we do with certain types of text. It is about the
purpose and the variety of these texts and the activities to which they give rise.” (Holme
2004, 64). Maka dari itu, berbekal dengan kompetensi literasi tertentu orang dapat
berpartisipasi dalam “komunitas yang menggunakan literasi secara komunikatif” (August
dan Hakuta, 1997: 54).

Berdasarkan kesimpulan ini, tingkat kompetensi komunikatif yang ditargetkan untuk


pengajaran bahasa daerah, bahasa Indonesia, bahasa Inggris sebagai bahasa asing utama,
dan bahasa asing lainnya tidak mungkin disamakan. Jika ternyata situasi menuntut target
literasi yang sama, maka kurikulum dan alokasi waktunya akan berbeda. Perlu dirumuskan
dengan jelas target literasi apa yang akan dicapai oleh setiap kurikulum bahasa. Berkenaan
dengan hal ini, Wells (1991) mengusulkan tingkat literasi yang cukup sederhana dan
digunakan secara luas sebagai terlihat di Gambar 3.

Epistemic
Informational
Functional

Performative

Gambar 3: Model Tingkat Literasi Wells 1991 (Dalam Hammond et al. 1992, 11)

Tingkat literasi paling dasar adalah yang disebut Wells sebagai tingkat performative yang
dijelaskan oleh Wells (Ibid.) sebagai kemampuan berbahasa atau mengendalikan
komunikasi di antara orang-orang yang dikenal, dalam konteks tatap muka, dan jika
komunikasi dilakukan secara tertulis maka ragam tulisannya bukan ragam tulis dan lebih
menyerupai ragam bahasa lisan yang ditulis. Freebody dan Luke (1990) menyebutnya
sebagai tingkat “breaking the code” atau mengetahui hubungan antara simbol-simbol
bahasa lisan dan tulis. Dalam istilah para ahli literasi yang telah dikutip di atas,
kemampuan ini termasuk kategori kemampuan menggunakan wacana primer.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 7


Tingkat literasi fungsional tampak pada kemampuan melaksanakan komunikasi, di mana
seseorang dapat membuktikan diri sebagai anggota masyarakat yang mampu memenuhi
tuntutan hidup sehari-hari dengan menggunakan bahasa yang bersangkutan.

Tingkat berikutnya yang lebih tinggi adalah tingkat informational. Pada tingkat ini
fokusnya adalah pada peran yang dimainkan oleh literasi dalam komunikasi ilmu
pengetahuan, terutama yang berbasis disiplin tertentu. Freebody dan Luke (Ibid.)
menyebut tingkat ini sebagai “being a text participant” atau mampu memahami teks
dalam arti dapat menghubungkan apa yang ada dalam teks dengan latar belakang
pengetahuannya sehingga terjadi konstruksi makna yang dapat merespon makna atau niat
penulis. Kemampuan seperti ini diperlukan bagi orang yang belajar bahasa untuk tujuan
belajar atau mempelajari ilmu pengetahuan seperti yang terjadi di sekolah-sekolah dengan
harapan siswa dapat melanjutkan studinya di jenjang yang lebih tinggi seperti universitas.

Tingkat keempat disebut Wells sebagai tingkat epistemic adalah tingkatan di mana
seseorang mampu menggunakan bahasa untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Wells
menempatkan aspek estetika bahasa sebagai seni (sastra, puisi) di tingkat ini.

Berdasarkan pembagian tingkatan literasi yang diusulkan oleh Well tersebut, dapat
ditentukan tingkat literasi yang menjadi target tertinggi pembelajaran bahasa sampai siswa
menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Oleh karena bahasa Indonesia dan bahasa
daerah telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari umumnya siswa di
seluruh Indonesia, serta mengingat bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa pengantar
utama di semua bidang kehidupan, maka dapat ditetapkan bahwa baik mata pelajaran
Bahasa Indonesia maupun bahasa daerah seharusnya diarahkan sampai pada penguasaan
tingkat literasi tertinggi, yaitu tingkat epistemik. Untuk Bahasa Inggris, yang secara politis
berfungsi sebagai bahasa asing, dapat ditetapkan sampai dengan pada tingkat fungsional di
SMP dan tingkat informational di SMA. Untuk bahasa asing lainnya mungkin dapat
diusulkan hanya sampai pada tingkat literasi fungsional, karena keterbatasan pajanan dan
kesempatan untuk berkomunikasi dalam bahasa asing ybs.

E. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas, kurikulum untuk pembelajaran bahasa ideal yang


diperuntukkan bagi siswa SD hingga SMA adalah kurikulum yang secara sadar
mengembangkan kompetensi berbahasa atau kompetensi komunikatif yang tak lain adalah
kompetensi berwacana secara lisan dan tertulis. Pencapaian tujuan komunikatif
merupakan indikator apakah seseorang dapat dianggap mampu memahami dan
menghasilkan teks. Penguasaan siswa terhadap berbagai pengetahuan tentang bahasa tidak
dapat dijadikan tolok ukur jika memang tidak bermanfaat bagi pemahaman maupun
pengungkapkan makna dalam kegiatan komunikatif yang sebenarnya. Semua pendidikan
bahasa, dari tingkat dasar sampai tingkat menengah atas, perlu mengembangkan
keterampilan ini, tentunya disesuaikan dengan tingkat literasi yang secara logis dapat
dicapai pada setiap jenjang pendidikan.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 8


BAB III
TEMUAN KAJIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini dipaparkan hasil-hasil kajian dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk SMP/MTs dan SMA/MA
beserta pelaksnaannya.

A. MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

Sekolah Dasar

1. Kajian Dokuman
Hasil analsis terhadap SK dan KD adalah sebagai berikut:
a. Tidak jelas fokus aspeknya, apakah berbicara atau mendengarkan.
Kelas I-1: KD 1.1, 1.2, dan 1,3, dll
b. Kata kunci sebagai fokus keterampilan diletakkan pada akhir kalimat sehingga kurang jelas
Kelas II-1: KD 3.1, 3.2, dll
Kelas II-2: KD 5.1, 5.2, dll

2. Kajian Pelaksanaan
1) Masih banyak guru yang belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek
bahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis).
2) Sebagian guru mengalami kesulitan dalam menentukan kegiatan belajar mengajar yang
tepat untuk mencapai kompetensi dasar.
3) Banyak guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi
daerah.
4) Masih ada guru ada yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian yang
tepat dari tiap-tiap KD.
5) Masih banyak guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik
penilaian yang sesuai dengan indikator (tes dan nontes).
6) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD.
7) Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan.
8) Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi.
9) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator
soal.
10) Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan
berbahasa, misalnya kompetensi berbicara diujikan secara tertulis.
11) Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal.
12) Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat

Sekolah Menengah Pertama (SMP)

1. Kajian Dokumen
Temuan kajian tentang dokumen Standar Isi yang berupa analisis Standar Komptensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran bahasa telah dilakukan dalam diskusi
terdahulu. Hasil diskusi tersebut dapat disintesiskan sebagai berikut:
Hasil analisis SK dan KD Bahasa Indonesia SMP
1) ditemukan beberapa kata dan kalimat ditafsirkan ganda oleh guru sehingga arah
pengembangan indikator tidak jelas
Kelas VII-1: KD 1.1
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 9
Kelas VII Sm 1: KD 5.1 dan 5.2
Kelas VII Sm 2: KD 13.1
Kelas VIII Sm 1: KD 5.1
2) terdapat rumusan KD yang dipaksakan yang mestinya bisa dijadikan satu KD
karena pokok utamanya sama (kedua KD yang bersangkutan merupakan kesatuan
dari satu kompetensi dasar):
Kelas VII Sm 1: KD 6.1 dan 6.2
Kelas VIII Sm 2: KD 16.1 dan 16.2
3) terdapat KD yang tidak dipayungi SK
Kelas VII, Sm 1: 4.3
4) Beban belajar siswa kelas IX pada semester 2 terlalu berat sehingga perlunya
pemindahan KD ke semester 1
KD 11.3 dipindahkan ke Kelas IX Sm 1 menjadi KD 3.3
5) terdapat KD terlalu berat sebagai materi pembelajaran di kelas
Kelas IX Sm 2: KD15.2
6) Sumber belajar yang sulit ditemukan di banyak daerah harus diganti. Ada
pementasan drama yang disyaratkan pada standar isi ini; padahal, tidak selalu ada
pementasan drama di tiap daerah. Oleh karena itu, supaya Kompetensi Dasar yang
dituntut oleh standar isi itu dapat terlaksana, sumber belajar tentang pementasan
drama sebaiknya dilakukan oleh siswa sendiri.
Kelas IX Sm 2: KD 14.1
7) Perlu diberikan panduan materi kebahasaan agar guru dapat mengintegrasikannya
dalam KD-KD yang sesuai.
8) Redaksional KD mendengarkan tidak standar sehingga perlu diperbaiki

2. Kajian Pelaksanaan
Temuan kajian pelaksanaan kurikulum bahasa Indonesia telah didiskusikan pada
petemuan terdahulu. Alur kajian didahului dengan merumuskan peta konsep untuk
keempat aspek pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan peta konsep tersebut telah
teridentifikasi beberapa kelemahan sebagai berikut.
1) Guru belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek bahasa (mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis).
2) Guru mengalami kesulitan dalam memahami isi/rumusan yang terkandung dalam SK
dan KD.
3) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi daerah.
4) Guru mengalami kesulitan dalam menentukan alokasi waktu yang tepat untuk
mencapai kompetensi dasar yang akan dicapai.
5) Masih ada guru ada yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian
yang tepat dari tiap-tiap KD.
6) Guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik penilaian yang
sesuai dengan indikator (tes dan nontes).
7) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD.
8) Guru kurang mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator.
9) Guru mengalami kesulitan dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran yang
memperlihatkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan
(termasuk CTL di SMP dan SMA).
10) Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan.
11) Masih banyak guru yang mengabaikan KD-KD tertentu yang memerlukan
pembelajaran di luar kelas.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 10
12) Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang variatif.
13) Guru banyak yang belum dapat menyusun bahan ajar berbasis ICT.
14) Penilaian nontes masih jarang digunakan dalam pelaksanaan penilaian.
15) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator
soal.
16) Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan
berbahasa. Misalnya, kompetensi berbicara diujikan secara tertulis.
17) Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal.
18) Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat
19) Kriteria penentuan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam satu sekolah berbeda

3. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen dan Pelaksanaan SD dan SMP


a. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen
Berdasarkan data temuan kajian dokumen tentang SK dan KD maka dapat dilakukan
beberapa hal, yaitu (a) perbaikan SK/KD, (b) pemindahan SK/KD, (c) penghilangan
SK/KD, dan (d) penambahan SK/KD baru. Perbaikan dilakukan terhadap rumusan
SK/KD yang tidak jelas, dua KD yang memiliki pokok utama sama, dan SK yang
belum memayungi semua KD. Pemindahan diberlakukan untuk SK/KD yang
menimbulkan penambahan beban belajar. Pemindahan ini bisa diberlakukan
antarsemester atau antarkelas. Penghilangan SK/KD dilakukan terhadap SK/KD
yang terlalu berat dibelajarkan. Penambahan SK/KD baru dilakukan untuk mengisi
SK/KD yang diintegrasikan atau dipindahkan sebagai pengisi kekosongan SK/KD.
b. Pembahasan Temuan Kajian Pelaksanaan
Kajian pelaksanaan terhadap kurikulum teridentifikasi bahwa guru banyak
mengalami kendala dalam memahami kurikulm untuk merancang, melaksanakan,
dan mengevaluasi progam pembelajaran. Pelaksaan program tersebut tidak sesuai
dengan prinsip pengembangan KTP, silabus, RPP, dan prinsip pelaksanaan KTSP.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan beberapa kegiatan, yaitu (a)
pelatihan, (b) sosialisasi, dan (c) supervisi klinis.

Pelatihan bisa dilakukan melalui program pengembangan Tim KTSP tingkat provisi,
kabupaten/kota, kecamatan, atau secara mandiri oleh beberapa sekolah yang
bergabung. Sosialisasi dapat dilakukan dan difasilitasi oleh MGMP baik tingkat
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau sekolah. Supervisi klinis dilakukan oleh
tim pengembang, kepala sekolah, atau guru sejawat di sekolah masing-masing.

Sekolah Menengah Atas

1. Kajian Dokumen
Temuan kajian tentang dokumen Standar Isi yang berupa analisis Standar Komptensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran bahasa telah dilakukan dalam diskusi
terdahulu. Hasil diskusi tersebut dapat disintesiskan sebagai berikut.

1. Ditemukan beberapa rumusan KD yang tidak memperlihatkan kompetensi aspek


tertentu sehingga dapat menimbulkan penafsiran ganda. Hal ini ditemukan pada
dokumen Standar Isi sebagai berikut:

a. Bahasa Indonesia (Umum)


a) Mendengarkan
kelas X/1 (KD1.1, 1.2), kelas XI/1 (KD 1.2), kelas XI/1 (KD 1.1,
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 11
1.2, 5.1, 5.2), kelas XII/2 (KD 9.1, 9.2)

b) Membaca
Kelas XI/1 (KD 7.2), kelas X/2 (KD 15.1, 15.2), kelas XI/1 (KD
7.1, 7.2), kelas XI/2 (KD 15.1), kelas XII/1 (KD 7.2)
c) Menulis
Kelas XI/2 (KD 16.1, 16.2)
b. Bahasa Indonesia (Program Bahasa)
1. Mendengarkan
Kelas XI/1 (KD 1.1, 1.2, 1.3), kelas XI/2 (KD 6.1, 6.2), kelas
XII/1 (KD 1.1, 1.2)
2. Berbicara
Kelas XII/1 (KD 2.2)
c. Sastra Indonesia (Program Berbahasa)
a. Berbicara
Kelas XII/1 (KD 2.2)
b. Membaca
Kelas XI/1 (KD 3.1, 3.2, 3.3), kelas XI/2 (KD 8.1, 8.2), kelas
XII/2 (KD 8.1, 8.2)

2. Ditemukan beberapa KD yang tidak jelas maksudnya sehingga KD tersebut tidak


dapat dipahami. Hal ini terdapat pada Standar Isi sebagai berikut:

Bahasa Indonesia (Umum)


a. Mendengarkan
Kelas XII/2 (KD 9.1, 9.2)
b. Menulis
Kelas X/2 (KD 16.1, 16.2), kelas XI/2 (KD 16.1, 16.2)

3. Ditemukan beberapa istilah yang tidak lazim digunakan di kalangan guru, seperti
istilah naratif, deskriftif, ekspositif (kelas X/1 KD 4.1, 4.2, 4.3), argumentatif,
persuasif (kelas X/2 KD 12.1, 12.2) pada dokumen Standar Isi Bahasa Indonesia
(umum), kelas XI/1 KD 4.1, 4.2, 4.3, kelas XII/1 KD 4.4 pada Standar Isi Bahasa
Indonesia (Program Bahasa), kelas XI/1 KD 5.1 pada Standar isi Sastra Indonesia
(Program Bahasa).

4. Ditemukan istilah yang kurang dipahami guru seperti istilah pengindraan pada Standar
Isi Bahasa Indonesia (Umum) kelas X/2 KD 14.1, istilah struktur unsur intrinsik kelas
X/ 2 KD15.1, istilah genre sastra kelas XI/2 KD 10.2 pada Standar Isi Sastra Indonesia
(Program Bahasa).

5. Ditemukan kesalahan pengetikan pada dokumen Standar Isi Bahasa Indonesia


(Program Bahasa) seperti kata mengidentikasi yang seharusnya mengidentifikasi kelas
XI/2 KD 10.1, mengidenfikasi yang seharusnya mengidentifikasi kelas XI/1 KD 3.3,
menidentifikasi yang seharusnya mengidentifikasi kelas XII/1 KD 3.1 pada Bahasa
Indonesia (umum), penempatan tanda koma (,) yang salah pada frasa kalimat, topik
yang seharusnya kalimat topik (tanpa tanda koma) kelas XII/1 KD 5.3 pada Standar Isi
Bahasa Indonesia (Program Bahasa)

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 12


6. Ditemukan KD yang bersifat teoritis atau tidak mencerminkan keterampilan berbahasa
atau bersastra, yakni pada dokumentasi Standarr Isi Bahasa Indonesia (Umum) kelas
XI/1 KD 8.1, kelas XII/2 KD 16.1.

7. Ditemukan ruang lingkup materi terlalu sempit sehingga guru tidak bisa memilih
materi lain. Misalnya, disebutkan Gurindam XII kelas XII/1 KD 2.1 Sastra Indonesia
(program Bahasa).

8. Ditemukan KD yang ruang lingkupnya sangat sempit sehingga tidak dapat dijabarkan
menjadi beberapa indikator, melainkan indikatornya sama dengan KD. Hal ini terdapat
pada kelas X/1 KD 7.1, kelas XI/1 KD 3.2 pada Bahasa Indonesia (umum).

9. Ditemukan rumusan KD yang tidak memperlihatkan keterkaitannya dengan SK. Hal


ini terdapat pada kelas XI/2 KD 15.1,Bahasa Indonesia (umum)

10. Ditemukan rumusan SK yang tidak tepat di kelas XI/1 SK 4, Bahasa Indonesia
(umum)

11. Perlu panduan tentang materi kebahasaan yang dapat diintegrasikan dengan KD-KD
tertentu.

2. Kajian Lapangan
Temuan kajian pelaksanaan kurikulum bahasa Indonesia telah didiskusikan pada
petemuan terdahulu. Alur kajian didahului dengan merumuskan peta konsep untuk
keempat aspek pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan peta konsep tersebut telah
teridentifikasi beberapa kelemahan berikut ini.

1. Guru belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek bahasa (mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis).
2. Guru mengalami kesulitan dalam memahami isi/rumusan yang terkandung dalam SK
dan KD.
3. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi daerah.
4. Guru mengalami kesulitan dalam menentukan alokasi waktu yang tepat untuk
mencapai kompetensi dasar yang akan dicapai.
5. Masih ada guru yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian yang
tepat dari tiap-tiap KD.
6. Guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik penilaian yang
sesuai dengan indikator (tes dan nontes).
7. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD.
8. Guru kurang mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator.
9. Guru mengalami kesulitan dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran yang
memperlihatkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan
(termasuk CTL di SMP dan SMA).
10. Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan.
11. Masih banyak guru yang mengabaikan KD-KD tertentu yang memerlukan
pembelajaran di luar kelas.
12. Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang variatif.
13. Guru banyak yang belum dapat menyusun bahan ajar berbasis ICT.
14. Penilaian nontes masih jarang digunakan dalam pelaksanaan penilaian.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 13


15. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator
soal.
16. Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan
berbahasa. Misalnya, kompetensi berbicara diujikan secara tertulis.
17. Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal.
18. Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat.
19. Kriteria penentuaan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam satu sekolah berbeda.

3. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen dan Pelaksanaan


a. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen
Berdasarkan data temuan kajian dokumen tentang SK dan KD maka dapat dilakukan
perbaikan SK/KD. Perbaikan dilakukan terhadap rumusan SK/KD yang tidak jelas
dan tidak memperlihatkan kompetensi, penggunaa istilah yang tidak lazim dan
kurang dipahami guru, kesalahan pengetikan, dan KD yang bersifat teoritis.

b. Pembahasan Temuan Kajian Pelaksanaan


Kajian pelaksanaan terhadap kurikulum teridentifikasi bahwa guru banyak
mengalami kendala dalam memahami kurikulm untuk merancang, melaksanakan,
dan mengevaluasi progam pembelajaran. Pelaksaan program tersebut tidak sesuai
dengan prinsip pengembangan KTP, silabus, RPP, dan prinsip pelaksanaan KTSP.
Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan beberapa kegiatan, yaitu (a)
pelatihan, (b) sosialisasi, dan (c) supervisi klinis.

Pelatihan bisa dilakukan melalui program pengembangan Tim KTSP tingkat provisi,
kabupaten/kota, kecamatan, atau secara mandiri oleh beberapa sekolah yang
bergabung. Sosialisasi dapat dilakukan dan difasilitasi oleh MGMP baik tingkat
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau sekolah. Supervisi klinis dilakukan oleh
tim pengembang, kepala sekolah, atau guru sejawat di sekolah masing-masing.

B. MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris untuk SMP/MTs dan SMA/MA merupakan suatu
kesinambungan dengan menggunakan format dan rumusan yang tidak berbeda. Perbedaan
hanya pada jenis teks yang tercakup, terutama pada jenis teks fungsional. Oleh karena itu,
laporan hasil kajian dokumen maupun pelaksanaan disampaikan secara terintegrasi, tidak
dipisahkan sebagaimana dalam laporan kajian SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris di
atas.

1. Kajian Dokumen
Kajian terhadap dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah menemukan
beberapa hal yang mendukung tercapainya tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris maupun
permasalahannya.

a. Hal-hal positif:
a). Secara umum tidak ada masalah dengan keluasan dan kedalaman kompetensi yang
telah dirumuskan.
b). Tingkat literasi sudah tepat, yaitu untuk SMP/MTs pada tingkat fungsional dan
untuk SMA/MA pada tingkat informasional.
c). Pendekatan kurikulum berbasis genre sudah dianggap tepat karena lebih efisien
dibandingkan dengan pendekatan berbasis teks.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 14
d). Pemilihan genre yang dicakup di SMP/MTs dan SMA/MA dianggap sudah tepat
dan memadai.
e). Penyajian dalam bentuk matrix mempermudah guru untuk menentukan poin-poin
yang harus dicakup.

b. Permasalahan:
Permasalahan ditemukan berkenaan dengan (1) pengelompokan SK dan KD ke dalam
empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis), (2)
penggunaan beberapa istilah kunci, dan (3) tidak adanya pembeda cakupan genre yang
sama pada semester atau kelas yang berlainan.

1) Masalah terkait dengan pengelompokan SK dan KD ke dalam empat aspek


keterampilan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis
a. Terjadi pengulangan rumusan kompetensi komunikatif yang sama bahkan sampai
sebanyak empat kali, yang pembedanya hanya kata ‘memahami’,
‘mengungkapkan’, dll. Hal ini terjadi dari Semester 1 Kelas VII sampai dengan
Semetser 2 Kelas XII.

Contoh:

Standar Kompetensi Dasar


Kompetensi
Mendengarkan
1. Memahami 1.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional
makna dalam (to get things done) dan interpersonal
percakapan (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa
transaksional dan lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan
interpersonal berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan
sangat sederhana terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa
untuk berinteraksi orang yang belum/sudah dikenal, memperkenal-
dengan kan diri sendiri/orang lain, dan memerintah atau
lingkungan melarang
terdekat 1.2 Merespon makna dalam percakapan transaksional
(to get things done) dan interpersonal
(bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa
lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan
berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan
terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta
dan memberi informasi, mengucapkan terima
kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan
kesantunan

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 15


Standar Kompetensi Dasar
Kompetensi
Berbicara
2. Mengungkapkan 2.1 Mengungkapkan makna dalam percakapan
makna dalam transaksional (to get things done) dan
percakapan interpersonal (bersosialisasi) dengan
transaksional dan menggunakan ragam bahasa lisan sangat
interpersonal sederhana secara akurat, lancar, dan berterima
sangat sederhana 2.2 Melakukan interaksi dengan lingkungan terdekat
untuk berinteraksi yang melibatkan tindak tutur: menyapa orang
dengan yang belum/sudah dikenal, memperkenalkan diri
lingkungan sendiri/orang lain, dan memerintah atau melarang
terdekat 2.3 Mengungkapkan makna dalam percakapan
transaksional (to get things done) dan
interpersonal (bersosialisasi) dengan
menggunakan ragam bahasa lisan sangat
sederhana secara akurat, lancar, dan berterima
untuk berinteraksi dengan lingkungan terdekat
yang melibatkan tindak tutur: meminta dan
memberi informasi, mengucapkan terima kasih,
meminta maaf, dan mengungkapkan kesantunan

b. Keempat aspek keterampilan harus dirumuskan SK dan KDnya secara sejajar.


Maka terjadi perumusan SK dan KD yang terlalu sulit bagi siswa Kelas VII.
Tentunya pada level tersebut siswa belum memiliki cukup waktu untuk terbiasa
mendengar dan membaca teks ybs., tetapi sudah ditunut untuk dapat menghasilkan
secara tertulis. Tuntutan yang terlalu tinggi juga akan beresiko terbentuknya
perkembangan yang masing-masing tahapnya rapuh dan tidak terisi penuh dengan
unsur-unsur pendukung yang diperlukan.

Contoh:
SK dan KD Semester 1 Kelas VII
Menulis
3. Mengungkapkan 3.1 Mengungkapkan makna gagasan dalam teks tulis
makna dalam fungsional pendek sangat sederhana dengan
teks tulis menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat,
fungsional lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan
pendek sangat lingkungan terdekat
sederhana untuk 3.2 Mengungkapkan langkah retorika dalam teks
berinteraksi tulis fungsional pendek sangat sederhana dengan
dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat,
lingkungan lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan
terdekat lingkungan terdekat

SK dan KD Semester 2 Kelas VII


Menulis
4. Mengungkapkan 4.1 Mengungkapkan makna dalam teks tulis
makna dalam fungsional pendek sangat sederhana dengan
teks tulis menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat,
fungsional dan lancar, dan berterima untuk berinteraksi
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 16
esei pendek dengan lingkungan terdekat
sangat 4.2 Mengungkapkan makna dan langkah retorika
sederhana dalam esei pendek sangat sederhana dengan
berbentuk menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat,
descriptive dan lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan
procedure untuk lingkungan terdekat dalam teks berbentuk
berinteraksi descriptive dan procedure
dengan
lingkungan
terdekat

2) Masalah terkait dengan penggunaan beberapa istilah kunci


Istilah yang menunjuk pada jenis teks adalah interpersonal, transaksional, fungsional,
monolog dan esei. Istilah monolog dan esei mencakup teks-teks seperti descriptive,
narrative, recount, dsb.; monolog untuk jenis lisan dan esei untuk tertulis. Istilah
monolog menyiratkan seolah-olah teks-teks tersebut tidak dapat digunakan untuk
berdialog. Istilah esei telah lazim digunakan untuk teks yang bertujuan membahas,
mengajukan argumentasi, dan teks ilmiah lainnya. Istilah esei kurang tepat digunakan
untuk teks-teks yang tercakup dalam genre desceriptive, narrative, recount, dan
beberapa genere lainnya.

Contoh: SK dan KD SMA, Kelas X Semester 1


Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Mendengarkan
1. Memahami makna 2.1 Merespon makna secara akurat, lancar dan
teks fungsional berterima dalam teks lisan fungsional pendek
pendek dan teks sederhana (misalnya pengumuman, iklan,
monolog sederhana undangan dll.) resmi dan tak resmi dalam
berbentuk recount, berbagai konteks kehidupan sehari-hari
narrative dan 2.2 Merespon makna dalam teks monolog
procedure dalam sederhana yang menggunakan ragam bahasa
konteks kehidupan lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam
sehari-hari berbagai konteks kehidupan sehari-hari dalam
teks: recount, narrative, dan procedure
Berbicara
2. Mengungkapkan 4.1 Mengungkapkan makna dalam bentuk teks
makna dalam teks fungsional pendek (misalnya pengumuman,
fungsional pendek iklan, undangan dll.) resmi dan tak resmi
dan monolog dengan menggunakan ragam bahasa lisan
berbentuk recount, dalam berbagai konteks kehidupan sehari-hari.
narrative dan 4.2 Mengungkapkan makna dalam teks monolog
procedure sederhana sederhana dengan menggunakan ragam bahasa
dalam konteks lisan secara akurat, lancar dan berterima dalam
kehidupan sehari-hari berbagai konteks kehidupan sehari-hari dalam
teks berbentuk: recount, narrative, dan
procedure

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 17


Standar Kompetensi Kompetensi Dasar
Membaca
3. Memahami makna 5.1 Merespon makna dalam teks tulis fungsional
teks tulis fungsional pendek (misalnya pengumuman, iklan,
pendek dan esei undangan dll.) resmi dan tak resmi secara
sederhana berbentuk akurat, lancar dan berterima dalam konteks
recount, narrative kehidupan sehari-hari dan untuk mengakses
dan procedure dalam ilmu pengetahuan
konteks kehidupan 5.2 Merespon makna dan langkah retorika teks tulis
sehari-hari dan untuk esei secara akurat, lancar dan berterima dalam
mengakses ilmu konteks kehidupan sehari-hari dan untuk
pengetahuan mengakses ilmu pengetahuan dalam teks
berbentuk: recount, narrative, dan procedure
Menulis
6. Mengungkapkan 6.1 Mengungkapkan makna dalam bentuk teks tulis
makna dalam teks fungsional pendek (misalnya pengumuman,
tulis fungsional iklan, undangan dll.) resmi dan tak resmi
pendek dan esei dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara
sederhana berbentuk akurat, lancar dan berterima dalam konteks
recount, narrative, kehidupan sehari-hari
dan procedure dalam 6.2 Mengungkapkan makna dan langkah-langkah
konteks kehidupan retorika secara akurat, lancar dan berterima
sehari-hari dengan menggunakan ragam bahasa tulis dalam
konteks kehidupan sehari-hari dalam teks
berbentuk: recount, narrative, dan procedure

3) Masalah terkait dengan tidak adanya pembeda cakupan genre yang sama pada
semester atau kelas yang berlainan. Sebagai contoh, sebaran pembelajaran teks
descriptive, recount, procedure, narrative dan report di SMP berikut ini.

Descrptv Recount Narrative Procedure Report


Kelas VII, Smt 1
Kelas VII, Smt 2 √ √
Kelas VIII, Smt 1 √ √
Kelas VIII, Smt 2 √ √
Kelas IX, Smt 1 √ √
Kelas IX, Smt 2 √ √

4) Terjadi beberapa kesalahan redaksional yang tampak sebagai akibat dari teknologi
komputer copy-paste atau cut-paste, sehingga terjadi beberapa pengulangan.
Kesalahan ini terjadi berulang-ulang.

Contoh:
Pada contoh ini, KD mencakup teks percakapan transaksional dan interpersonal yang
dirumuskan secara persis. Yang membedakan adalah tindak tutur yang dicakup
(dicetak tebal di sini). Tidak jelas perbedaan antara kedua kelompok tindak tutur
tersebut.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 18
Kelas VII, Semester 1
Mendengarkan
5. Memahami makna 5.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional
dalam percakapan (to get things done) dan interpersonal
transaksional dan (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa
interpersonal lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan
sangat sederhana berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan
untuk berinteraksi terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa
dengan orang yang belum/sudah dikenal,
lingkungan memperkenal-kan diri sendiri/orang lain, dan
terdekat memerintah atau melarang
5.2 Merespon makna dalam percakapan transaksional
(to get things done) dan interpersonal
(bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa
lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan
berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan
terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta
dan memberi informasi, mengucapkan terima
kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan
kesantunan

5) Unsur ‘tujuan’ yang ditetapkan dalam PP 19 pasal 20 sebagai bagian dari rencana
proses pembelajaran belum jelas kaitannya dengan SK dan KD.

2. Kajian Lapangan/Pelaksanaan
a. Permasalahan:
Ada beberapa jenis permasalahan yang dihadapi guru dalam memahami SK dan KD,
yaitu (1) guru tidak membaca SK dan KD dengan benar dan (2) guru meminta agar
ada tema yang membatasi pembelajaran setiap jenis teks. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena adanya banyak peristilahan baru terkait dengan pendekatan baru
yang digunakan, atau guru belum terbiasa merancang proses belajar berdasarkan
kurikulum sehingga tidak terbiasa membaca kurikulum.

1) Masalah yang timbul karena guru tidak membaca SK dan KD dengan benar,
sehingga proses pembelajaran tidak diarahkan pada pengembangan kemampuan
melakukan tindakan nyata dalam hidup siswa di masyarakat dengan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantarnya.
a. Banyak guru tidak menyadari bahwa sebenarnya kompetensi komunikatif yang
dirumuskan dalam SK dan KD merupakan integrasi keempat keterampilan,
bukan empat keterampilan yang terpisah. Tetapi karena memang rumusan
kompetensi untuk setiap aspek keterampilan dirumuskan secara terpisah, tidak
salah jika guru beranggapan demikian dan mengeluh bahwa SK dan KD mata
pelajaran Bahasa Inggris terlalu banyak.
b. Akibat dari kesalahan membaca tersebut adalah bahwa setiap SK dan KD
diajarkan secara terpisah, tidak diintegrasikan dalam tindak-tindak komunikatif
untuk melakukan kegiatan nyata bagi hidup siswa di masyarakat. Padahal
tujuan utama pembelajaran bahasa adalah pada kemampuan ini.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 19


c. Banyak guru tidak memahami istilah- istilah yang digunakan untuk menyebut
jenis teks, seperti ‘transaksional’, ‘interpersonal’, ‘fungsional’, ‘descriptive’,
‘report’, dsb. Semua istilah tersebut adalah istilah teknis dan abstrak yang
memayungi beberapa bentuk teks yang digunakan di masyarakat. Misalnya,
jenis teks narrative mencakup cerita, novel, fabel, cerita rakyat, dsb.; jenis teks
recount mencakup pengalaman pribadi, laporan kegiatan, laporan perjalanan,
cerita sukses, dsb. Namun dalam merencanakan proses pembelajaran,
kebanyakan guru tetap menggunakan istilah payungnya sehingga tidak jelas
teks apa yang akan diajarkan.
d. Lebih tidak menguntungkan lagi, guru mengajarkan istilah-istilah tersebut
sebagai pengetahuan tentang teks secara abstrak. Oleh karena itu, pembelajaran
bahasa Inggris bukan mengajarkan keterampilan komunikatif, tetapi
pengetahuan tentang istilah-istilah teks tersebut. Tentunya banyak siswa
mengalami banyak kesulitan untuk memahami.

2) Banyak guru mengusulkan untuk memasukkan unsur tema sebagai cara untuk
membatasi cakupan pembelajaran setiap jenis teks pada semester tertentu.

3. Pembahasan Temuan Kajian Dokumen dan Lapangan


Hasil kajian menunjukkan bahwa rumusan yang tidak tepat akan menyebabkan kesulitan
bagi guru dalam membuat perencanaan proses pembelajaran berupa silabus maupun RPP.
Hal ini semakin mempersulit guru, mengingat bahwa guru selama ini memang belum
terbiasa membuat perencanaan proses pembelajaran langsung berdasarkan pada SK dan
KD maupun kurikulum. Akibatnya adalah pada kualitas pengalaman belajar Bahasa
Inggris bagi siswa, yang justru tidak difokuskan pada pengembangan keterampilan
berbahasa Inggris untuk melakukan berbagai kegiatan yang berguna bagi hisup siswa saat
ini dan yang akan datang, tetapi pada pemahaman istilah-istilah linguistik yang abstrak
dan sulit yang tidak berguna bagi siswa. Tuntutan KTSP bagi guru untuk memberikan
perencanaan yang tepat tentang tujuan, materi, metode, bahan/sumber, dan evaluasi hasil
belajar bahasa Inggris perlu difasilitasi dengan rumusan SK dan KD yang singkat, jelas
dan sederhana serta tidak menimbulkan multi tafsir.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 20


BAB IV
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. MATA PELAJARAN BAHASA INDONESIA

1. Kesimpulan
a. Rasional
1) Eksistensi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mengalami proses yang panjang dalam sejarahnya hingga
mencapai eksistensinya seperti pada masa sekarang. Berasal dari bahasa etnis
Melayu, lalu meluas menjadi bahasa pergaaulan (lungua franca) antar suku di
lingkungan penduduk Nusantara dan juga dengan warga bangsa lain yang
datang ke Nusantara. Bahasa ini kemudian diangkat menjadi bahasa persatuan
atau bahasa nasional (diikrarkan pada Sumpah Pemuda, 1928) dan bahasa resmi
negara (UUD 1945). Di samping itu, digunakan dalam kegiatan bersastra yang
telah menghasilkan khazanah sastra Indonesia yang kaya, sebagai bagian
penting dari kebudayaan Indonesia. Demikianlah, eksistensi bahasa Indonesia
hadir menyertai eksistensi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.

2) Fungsi Bahasa Indonesia


Dalam eksistensinya seperti digambarkan di atas, Bahasa Indonesia memiliki
berbagai fungsi, baik bagi diri perorangan maupun bagi masyarakat, bangsa, dan
negara. Dalam hubungan pendidikan, fungsi- fungsi bahasa Indonesia yang
demikian itu memberikan fasilitas untuk pengembangan diri peserta didik.
Pembelajaran bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan
peserta didik dalam ber- bahasa Indonesia. Selain itu, pembelajaran bahasa
Indonesia, sekaligus mengembangkan pula kemampuan peserta didik di dalam
memahami dirinya dan di dalam menyatakan pikiran, perasaan, imajinasi, dan
kehendaknya. Lebih luas lagi, dengan menggunakan bahasa Indonesia itu,
peserta didik dapat mengembangkan pemahaman dan penghargaannya terhadap
masyarakat, budaya serta tanah airnya, dan mengembangkan keimanannya
terhadap uhan Yang Maha Esa. Di samping itu, dengan menggunakan bahasa
Indonesia, mereka dapat mengkomunikasikan pemahaman dan penghargaannya
itu kepada anggota masyarakat lainnya.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan pada peningkatan kemampuan peserta


didik dalam berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia secara
cerdas dan santun melalui media lisan, tulis, dan elektronik, serta meningkatkan
kemampuan peserta didik dalam meng- ekspresi, dan berkreasi sastra.

Mata pelajaran bahasa Indoensia merupakan mata pelajaran yang


menggambarkan keterampilan berbahasa Indonesia, penguasaan pengetahuan
tentang bahasa dan sastra Indonesia dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra
Indonesia. Mata pelajaran ini merupakan dasar bagi peserta didik untuk
memahami dan merespons situasi lokal, regional, nasional, dan global, sesuai
dengan zaman dan tempat peserta didik itu hidup.

3) Hakekat Kegiatan Berbahasa


Kegiatan berbahasa Indonesia terjadi dalam kegiatan berbicara, mendengarkan,
menulis, dan membaca. Kegiatan berbahasa itu berhubungan dengan kegiatan-
kegiatan manusia keseluruhannya, yaitu kegiatan mengindra, kegiatan jasmani,
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 21
dan kegiatan rohani (berpikir, merasa, berimajinasi, berkehendak, dsb). Karena
itu, kegiatan pembelajaran berbahasa Indonesia hendaknya menggunakan pula
kegiatan-kegiatan lain yang sesuai, untuk menunjang atau menyertai keempat
keterampilan berbahasa itu.

Kegiatan berbahasa dan kegiatan-kegiatan lainnya itu tidaklah terjadi dalam


kekosongan, melainkan dalam hubungan dengan ruang dan waktu yang menjadi
konteksnya. Karena itu, pembelajaran berbahasa Indonesia hendaknya berkaian
dengan konteks, yaitu alam fisik (tanah, air, udara, cahaya, angkasa, dsb), alam
hayati (tumbuhan, binanang), masyarakat, budaya, dan kehidupan bergama.
Konteks tersebut dipilih berasal dari lingkkungan hidup siswa, yang kemudian
diperluas sesuai dengan tingkat perkembangan diri para siswa itu.

Dalam konteks yang berupa budaya Indonesia, terdapat kenyataan digunakannya


banyak bahasa daerah. Siswapun banyak yang berdwibahasa, yaitu
menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Keadaan ini hendaknya
diperhitungkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia, baik segi-segi yang dapat
menunjang maupun segi-segi yang dapat menjadi rintangan. Begitu juga
kehadiran bahasa asing, khususnya bahasa Inggris yang banyak muncul
penggunaannya di masyarakat, perlu diperhitungkan, khususnya yang
menyangkut sikap dan kebanggaan terhadap bahasa nasional.

b. Tujuan
1) Menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam bahasa
Indonesia, yaitu pada aspek berbicara, mendengarkan, menulis serta membaca,
dan menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
mengapresiasi sastra Indonesia, dan berkreasi dalam sastra Indonesia.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperkuat dengan pengetahuan tentang
bahasa Indonesia dan sastra Indonesia.
2) Memperkaya khazanah bahasa para peserta didik, sesuai dengan keperluan
penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam berbagai mata
pelajaran lainnya.
3) Menunmbuhkan serta mengembangkan kesenangan dan penghargaan peserta
didik terhadap bahasa Indonesia dan sastra Indoensia, dan terhadap keseluruhan
budaya bangsa, yang tercermin dalam bahasa Indonesia dan sastra Indonesia

d. Mengembangkan dan membiasakan penggunaan bahasa Indonesia secara cerdas


dan berbudi yang dapat menunjukkan ketinggian martabat bangsa Indonesia.

c. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia


1) Pokok Utama
Pokok-pokok yang dikandung dalam SK dan KD adalah pokok utama, yaitu
yang standar dan yang dasar pada setiap aspek berbahasa yang bersangkutan.
Dalam kajian dokumen ditemukan adanya pokok yang bukan pokok utama.

2) Kebenaran Konsep
Pokok yang dikandung dalam SK dan KD perlu dirumuskan dengan tepat dan
cermat agar konsepnya dipahami dengan benar.
Dalam kajian dokumen ditemukan adanya konsep yang pengertiannya tidak
tepat.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 22
3) Cakupan SK
SK itu hendaknya mencakup KD yang secara konsep merupakan bagiannya.
Dalam kajian dokumen ditemukan adanya SK yang mencakup KD yang secara
konsep tak ada hubungannya.

4) Urutan SK dan KD pada setiap Aspek


SK dan KD pada setiap aspek itu hendaknya diurutkan dengan dasar tertentu,
misalnya sistematika konsep.
Dalam kajian dokumen ditemukan adanya SK dan KD yang dasar urutannya
tidak jelas.

5) Kedalaman, keluasan, dan kerumitan


Pokok-pokok pada SD dan KD untuk setiap aspek itu hendaknya menunjukkan
keberlangsungan dari segi kedalaman, keluasan atau kerumitannya. Dalam kajian
dokumen ditemukan adanya SK dan KD yang tidak jelas gradasinya.

6) Masalah Pelaksanaan di sekolah


Dari hasil kajian terhadap kurikulum mata pelajaran bahasa Indonesia yang
dibuat oleh sekolah, terungkap adanya masalah sebagai akibat dari kekurangan
dalam dokumen, seperti dikemukakan di atas (a – e) yang menimbulkan
kesulitan bagi guru pada waktu menyusun kurikulum. Masalah lain timbul dari
kesulitan para guru dalam memahami konsep yang terkandung dalam SK dan
KD.

2. Rekomendasi
a. Rekomendasi Jangka Pendek
1) Apa yang dikemudahan sebagai rasional (A1) dan tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia (A2), dapatlah kiranya dimasukkan pada dokumen Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.

2) Masalah-masalah yang ditemukan dalam kajian dokumen dan pelaksanaan yang


disimpulkan (pada A3, a – f), dapatlah kiranya ditelaah dan diperbaiki. Secara rinci
hal itu dikemukakan pada Bab III Temuan Kajian dan Pembahasan.

b. Rekomendasi Jangka Panjang


1) Konvensi dan Inovasi dalam Penyusunan Kurikulum di Masa Depan.
Dalam merancang kurikulum di masa depan, tidak cukup hanya berdasarkan
keinginan untuk melakukan pembaharuan atau inovasi semata-mata dengan
menggunakan citraan tentang masa depan secara teoritis dan dengan menggunakan
pengalaman bangsa lain. Dalam menyusun kurikulum masa depan, khususnya
kurikulum pendidikan bahasa Indonesia, perlu pula menggunakan hasil analisis
terhadap pengalaman dalam menyusun dan melaksanakan kurikulum di masa lalu,
yakni kurikulum 1945, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004 serta hasil-hasil
capaiannya.
Penggunaan pengalaman masa lalu dalam membangun kurikulum itu hendaknya
mencakup bukan saja segi kelemahannya yang perlu diatasi atau dihindari,
melainkan juga kekuatan atau kebaikannya yang perlu dipegang teguh dan
dimanfaatkan denga tepat. Dalam setiap pembaharuan kurikulum terjadi
kecenderungan sikap “menghayat” kurikulum masa lalu untuk memuliakan
kurikulum yang benar. Kiranya, sikap demikian itu tidak tepat. Sikap yang
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 23
bijaksana adalah memahami dan menghargai pengalaman masa lalu. Berdasarkan
hal itu, dilakukan inovasi secara kreatif dalam menyongsong kehidupan di masa
depan. Dalam kenyataannya, kurikulum masa depan itu akan berupa kurikulum
transisi yang terus-menerus.

2) Kurikulum Masa Depan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia


a) Struktur Kurikulum
Komponen yang perlu dercakup dalam struktur kurikulum masa depan meliputi
(1) Kegiatan berbahasa
• Mendengarkan
• Berbicara
• Membaca
• Menulis
(2) Pemahaman terhadap kegiatan berbahasa tersebut berdasarkan pengetahuan
tentang
• Struktur bahasa
• Pemahaman bahasa
• Perkembangan dalam diri siswa

(3) Urutan atau susunan komponen kegiatan berbahasa dapat berupa:


• Kegiatan terpadu (misalnya: mendengarkan dengan berbicara, berbicara
dengan menulis, dsb);
• Kegiatan terfokus (misalnya; menulis menjadi fokus utama yang
dihubungkan dengan kegiatan lain, seperti membaca atau berbicara);
• Menyertai kegiatan berbahasa itu ditingkatkan pula pengetahuan dan
etika berbahasa peserta didik.

(b) Konteks Kurikulum


(1) Menunjukkan hubungan yang erat dengan masyarakat, budaya, alam fisik,
dan alam hayati Indonesia.
(2) Menunjukkan kemajuan dari masa lalu, kini, dan masa depan.
(3) Sesuai dengan keperluan siswa dan masyarakat.
(4) Menunjukkan kewaspadaan terhadap kesempatan, tantangan, dan ancaman
masa kini dan yang akan datang.

(c) Landasan Penyusunan Kurikulum


(1) Undang-undang dan pertaturan yang relevan
(2) Keilmuan: ilmu bahasa, ilmu sastra, dan ilmu pendidikan.
(3) Kaidah-kaidah penyusunan kurikulum

(d) Kegiatan Pembelajaran


(1) Mengaktifkan segala potensi diri siswa dan guru di dalam wujud kegiatan:
• Kegiatan berbahasa
• Kegiatan mengindra
• Kegiatan jasmani
• Kegiatan rohani (berpikir, merasa, berimajinasi, berkehendak, mengimani,
dsb).
(2) Kegiatan dilakukan dalam konteks
• Masyarakat, budaya, alam fisik, alam hayati, dan kehidupan beragama.
• Lokal, nasional, regional, internasional
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 24
(3) Hubungan Antar-Mata Pelajaran
• Memanfaatkan segi-segi yang relevan dari mata pelajaran lain.
• Memberi manfaat untuk mata pelajaran lain.

B. MATA PELAJARAN BAHASA INGGRIS

1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris sudah tepat dan
memadai dilihat dari kedalaman dan keluasannya. Permasalahan terjadi karena
a. rumusan yang berulang serta dirumuskan bukan berdasarkan tujuan kegiatan
komunikatif yang perlu dikuasai siswa dalam setiap genre, tetapi berdasarkan empat
aspek keterampilan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis;
b. tidak ada tema yang seharusnya tersedia untuk membatasi lingkup wacana yang perlu
dikuasai siswa

2. Rekomendasi
a. Rumusan SK dan KD hendaknya langsung dirumuskan berdasarkan tujuan kegiatan
komunikatif yang perlu dikuasai siswa dengan menggunakan berbagai teks dalam
setiap genre yang relevan dengan kehidupan nyata siswa, agar:
- menghindari pengulangan dalam rumusan;
- memudahkan guru menentukan kegiatan-kegiatan komunikatif yang harus dikuasai
siswa (tujuan pembelajaran);
- kegiatan komunikatif lisan maupun tertulis berjalan secara wajar dan terintegrasi
secara proporsional dalam setiap kegiatan komunikatif dalam setiap genre;
- guru tidak mengajarkan istilah-istilah teknis dan abstrak kepada siswa sebagai
konsep pengetahuan.
b. Perlu ditentukan tema yang sesuai dengan tingkat kematangan jiwa dan tingkat
penguasaan bahasa Inggris siswa. Untuk ini dapat dirujuk Kurikulum Bahasa Inggris
1994, terkait dengan daftar tema dan penyebarannya.

Dalam jangka pendek, perlu diadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada guru dan
penulis buku teks mata pelajaran Bahasa Inggris tentang bagaimana memahami dan
menggunakan rumusan SK dan KD untuk merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran. Hal ini sebaiknya diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
dan/atau MGMP. Jika perlu mereka dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi
setempat atau nara sumber yang memang menguasai SK dan KD mata pelajaran Bahasa
Inggris, secara konsep maupun penerapannya.

Dalam jangka panjang, perlu dilakukan studi yang mendalam tentang proses
pembelajaran di sekolah berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi untuk mata
pelajaran Bahasa Inggris yang berlaku sekarang ini serta hasil yang dicapai lulusan.
Untuk ini diperlukan cukup waktu sampai ada beberapa angkatan kelulusan yang
dihasilkan oleh proses pembelajaran yang menerapkan SK dan KD dengan benar (sebagai
hasil sosialisasi tersebut di atas). Jika informasi yang diperlukan untuk melakukan
tinjauan ulang sudah dirasa cukup, barulah dilakukan revisi, dengan mempertimbangkan
berbagai masukan yang ada, bukan hanya dari kajian tentang SK dan KD.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 25


DAFTAR PUSTAKA

Canale, M. (1983). From Communicative competence to communicative language pedagogy.


Dalam Richards dan Schmidt (eds.): Language and Communication. London: Longman.
pp.2-27.

Celce-Murcia, M., Z. Dornyei, S. Thurrell 1995. Communicative Competence: A


Pedagogically Motivated Model with Content Specifications. In Issues in Applied
Linguistics. 6/2, 5-35.

Christie, F. (1987). Genres as choice. In I. Reid (ed.). The place of genre in learning: current
debates. Geelong, Australia: Typereader Publications no. 1, Centre for Studies in Literary
Education, Deakin University.

Fairclough, N. (1989). Language and Power. London: Longman.

Freebody, P. & A. Luke. (1990). ‘Literacies’ Programs: Debate and Demands in Cultural
Context. Dalam Prospect 5, 3.

Halliday, M.A.K., dan R. Hasan. (1985). Language Context and Text: Aspects of language in
a social -semiotic perspective. Victoria: Deakin University Press.

Hammond, J, A. Burns, H. Joyce, D. Brosnan, L. Gerot. (1992). English for Special Purposes:
A handbook for teachers of adult literacy. Sydney: NCELTR, Macquarie University.

Holme, R. (2004). Literacy: An Introduction. Edinburgh: Edinburgh University Press.

Hymes, D. (1972). On communicative competence. In J. B. Pride and J. Holmes (eds.):


Sociolinguictics. Harmondsworth: Penguin.

Martin, J. R. (1984) Language, Register and Genre. In F. Christie (Ed.) Children Writing –
Course Readings, Geelong: Deakin University Press.

Swales, J., (1990). Genre Analysis. UK: Cambridge University Press

Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: the development of higher psychological processes.


Cambridge, Mass.: Harvard University Press.

Vygotsky, L. S. (1986). Thought and language. Cambridge: The MIT Press

Wells, B. (1987). Apprenticeship in Literacy. Dalam Interchange 18,1 / 2:109-123.

Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 26

Anda mungkin juga menyukai