Naskah-Akademik-Kajian-Kebijakan-Kurikulum-Mapel Bahasa
Naskah-Akademik-Kajian-Kebijakan-Kurikulum-Mapel Bahasa
Pusat Kurikulum menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada para pakar
yang berasal dari berbagai Perguruan Tinggi, Direktorat di lingkungan Depdiknas, kepala
sekolah, pengawas, guru, dan praktisi pendidikan, serta Depag. Berkat bantuan dan kerja sama
yang baik dari mereka, naskah akademik ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif
singkat.
Diah Harianti
Terkait dengan kelemahan dan permasalahan di atas maka perlu dilakukan penyempurnaan
terhadap standar kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan
mata pelajaran Bahasa Inggris. Penyempurnaan tertuma dilakukan terhadap rumusan dan
penempatan kompetensi. Pada aspek pelaksanaan juga perlu dilakukan berbagai usaha agar
guru mampu melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan baik, antara lain dengan
melakukan pelatihan-pelatihan dan penulisan model-model yang dapat dijadikan acuan oleh
guru.
KATA PENGANTAR
ABSTRAK
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Landasan Yuridis
C. Tujuan
DAFTAR PUSTAKA
A. LATAR BELAKANG
Arus globalisasi dan keterbukaan serta kemajuan dunia informasi dan komunikasi
menjadi tantangan yang harus dihadapi dunia pendidikan nasional Indonesia untuk
menghasilkan generasi muda yang tangguh dan mampu bersaing dengan bangsa sendiri
maupun dengan bangsa lain, di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu, perlu dirancang
sistem pendidikan nasional, dari tingkat pendidikan prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi, yang relevan dengan tuntutan kehidupan dan dunia kerja serta
kemajuan ilmu pengetahuan, di masa kini dan yang akan datang.
Salah satu dimensi yang tidak bisa dipisahkan dari pembangunan dunia pendidikan
nasional di masa depan adalah kebijakan mengenai kurikulum pendidikan dasar dan
menengah, karena kebijakan ini menjadi dasar bagi pelaksanaan proses pembelajaran di
setiap satuan pendidikan. Sistem pendidikan nasional harus mampu menghasilkan
kurikulum yang berpotensi menciptakan kehidupan yang cerdas, damai, terbuka,
demokratis, dan mampu bersaing sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan semua
warga negara Indonesia.
Agar lulusan pendidikan nasional memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sesuai
standar mutu nasional dan internasional, kurikulum di masa depan perlu dirancang sedini
mungkin. Namun untuk itu perlu dilakukan dahulu kajian terhadap kebijakan yang terkait
dengan kurikulum yang berlaku pada saat ini. Kajian saat ini difokuskan pada Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang termuat di dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional No. 22 Tahun 2006.
B. LANDASAN YURIDIS
Sebagai landasan kegiatan ini adalah UU No. 3 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, terutama Bab X tentang Kurikulum yang dicakup dalam Pasal 36, 37, dan 38.
Pasal 36 menyebutkan bahwa (1) pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu
pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional, (2)
kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik, dan (3)
kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa; peningkatan
akhlak mulia; peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik; keragaman
potensi daerah dan lingkungan; tuntutan pembangunan daerah dan nasional; tuntutan
dunia kerja; perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; agama; dinamika
perkembangan global; dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
Pasal 37 menyatakan bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat
pendidikan agama; pendidikan kewarganegaraan; bahasa; matematika; ilmu pengetahuan
alam; ilmu pengetahuan sosial; seni dan budaya; pendidikan jasmani dan olahraga;
keterampilan/kejuruan; dan muatan lokal.
Selain itu, juga dirujuk ketentuan tentang Standar Isi yang dimuat pada Peraturan
Pemerintah No. 19 tahun 2005 Pasal 5, yang menyatakan bahwa standar isi mencakup
lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu, dan memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban
belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan/akademik.
Kerangka dasar kurikulum adalah rambu-rambu yang dijadikan pedoman dalam
penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dan silabusnya pada setiap
satuan pendidikan. Kerangka dasar dan struktur kurikulum mengatur tentang kelompok
mata pelajaran serta kedalaman muatan kurikulum yang dituangkan dalam kompetensi,
yaitu standar kompetensi dan kompetensi dasar.
Beban belajar mengatur tentang jam pembelajaran dengan sistem tatap muka, penugasan
terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur, pelaksanaan pembelajaran sistem paket
dan satuan kredit semester (SKS), serta pemberian pendidikan kecakapan hidup dan
pendidikan berbasis keunggulan lokal.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP jenjang
pendidikan dasar dan menengah berpedoman pada panduan yang disusun oleh BSNP.
KTSP untuk SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, SMK/MAK, atau
bentuk lain yang sederajat dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan, potensi
daerah/karakteristik daerah, sosial budaya masyarakat setempat, dan peserta didik.
Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan
kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan kerangka dasar
kurikulum dan standar kompetensi lulusan, di bawah supervisi dinas kabupaten/kota yang
bertanggungjawab di bidang pendidikan untuk SD, SMP, SMA, dan SMK, dan
departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA,
dan MAK.
C. TUJUAN
Kegiatan ini bertujuan untuk mengkaji dokumen dan pelaksanaan Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa yang hasilnya akan digunakan untuk
memberikan masukan kepada BSNP untuk penyempurnaan dokumen tersebut.
Argumen utama yang diketengahkan di sini adalah bahwa bahasa adalah alat untuk
mencapai berbagai tujuan dan menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan nyata
(Vygotsky, 1978, 1986). Bahasa dipandang sebagai alat yang efektif untuk menciptakan
peserta didik yang tangguh dan kompetitif. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa
seharusnya bukan bertujuan untuk mengajarkan pengetahuan tentang bahasa, tetapi
mengajarkan kemampuan melaksanakan berbagai tindakan dengan menggunakan bahasa
sebagai alat utamanya, dalam rangka melaksanakan hubungan sosial dengan lingkungan
sekitar. Kemampuan tersebut biasa disebut dengan istilah kemampuan komunikatif.
Kemampuan inilah yang diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap upaya
pencapaian tujuan pendidikan nasional, yaitu membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas Pasal
4).
Discourse
Competenc
Linguistic Actional
Competence
Strategic
Competenc
Dalam bidang pendidikan bahasa, penggunaan teks sebagai basis pembelajaran secara
tidak langsung dipengaruhi oleh asumsi bahwa kualitas dan derajat hidup manusia
ditentukan oleh apa yang telah dilakukan atau dikerjakan dalam hidupnya. Untuk
memenuhi kebutuhan dan menyelesaikan kesulitan, manusia perlu bertindak dan
melakukan sesuatu. Pada masa bayi, pekerjaan yang dilakukan manusia tidak terlalu
berbeda dengan pekerjaan yang dilakukan binatang, yaitu sederhana, tidak bervariasi, dan
dapat diselesaikan dengan hanya menggunakan organ tubuhnya sendiri. Namun dalam
perkembangan selanjutnya, manusia perlu dan dapat melakukan jauh lebih banyak ragam
dan jenis pekerjaan, mulai dari yang sangat sederhana sampai dengan yang sangat
kompleks. Kelebihan manusia dari binatang ini, menurut Vygotsky (1978, 1986),
dimungkinkan karena manusia memiliki sesuatu yang tidak dimiliki makhluk lain, yaitu
higher mental/psychological/intellectual functions, atau fungsi mental/
psikologis/intelektual tingkat tinggi.
Fungsi ini ditandai oleh penggunaan alat (tool) dan/atau tanda (sign), di samping organ
fisik yang dimiliki, untuk melakukan suatu pekerjaan. Semakin tinggi tingkat kesulitan
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 4
yang dihadapi, semakin tinggi kecenderungan manusia untuk menggunakan alat dan/atau
tanda. Tanda yang paling universal, lengkap, dan dapat dikuasai oleh semua orang normal
adalah ‘bahasa’. Fungsi intelektual tingkat tinggi tersebut tidak dimiliki binatang, bahkan
yang dianggap sebagai binatang yang paling cerdas sekali pun. Christie (1985) juga
menekankan pentingnya penguasaan bahasa dalam menentukan keberhasilan pendidikan
seseorang.
Jika memang derajat manusia ditentukan oleh kegiatan atau pekerjaan yang berhasil
diselesaikannya, maka dapat dikatakan bahwa menguasai discourse atau ‘wacana’
merupakan indikator kemampuannya berbahasa (Fairclough: 1992). Fairclough percaya
bahwa penguasaan wacana merupakan cara yang semakin dominan untuk menunjukkan
kekuasaan atau kekuatan seseorang atas lainnya.
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa semakin banyak bahasa yang
dikuasai oleh seseorang, maka semakin luas lingkup pergaulannya dengan masyarakat
yang memiliki bahasa dan budaya yang berbeda-beda. Dengan kata lain, semakin banyak
partisipasinya dalam kehidupan sosialnya. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa di
Indonesia seharusnya mencakup semua bahasa yang sangat berfungsi dalam kehidupan
nyata di masyarakat Indonesia, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan
pemersatu, bahasa Inggris dan berbagai bahasa asing lainnya, serta bahasa-bahasa daerah
yang sudah menjadi bagian integral kehidupan bangsa Indonesia. Terkait dengan hal
tersebut, bahasa daerah tidak seharusnya dianggap hanya sebagai khasanah budaya, tetapi
sebagai alat untuk meningkatkan harkat martabat penuturnya sebagai bangsa Indonesia.
Konteks Budaya
Genre
Konteks Situasi
Tenor
Field Mode
TEXT
Register
Menurut Halliday (1985: 12-14), pemilihan bentuk atau struktur teks oleh penutur untuk
mencapai suatu tujuan dalam suatu kegiatan sosial komunikatif ditentukan oleh konteks
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 5
situasi yang dihadapi, atau register. Register merupakan kesatuan dari tiga unsur yang
tidak dapat terpisahkan dan saling mempengaruhi satu dengan lain, yaitu field, tenor, dan
mode. Field mengacu pada apa yang sedang terjadi atau mengenai hal-hal yang sedang
dibicarakan. Tenor mengacu pada siapa yang terlibat dalam pembicaraan tersebut, sifat
dan peran masing-masing, serta sifat hubungan antara satu dengan lainnya. Mode mengacu
pada media atau tatanan simbol yang digunakan, statusnya, serta fungsinya dalam konteks
pembicaraan. Termasuk dalam unsur mode antara lain saluran yang digunakan (tertulis,
lisan, atau kombinasi keduanya), struktur retorikanya, atau tujuan sosialnya (persuasive,
ekspositori, deduktif, dsb.).
Keterkaitan antara genre dan teks juga terlihat pada Gambar 2. Konsep genre dikaitkan
dengan tindakan komunikatif dalam konteks budaya, sedangkan teks dengan konteks yang
lebih spesifik, yaitu situasi komunikatif yang ada. Baik genre maupun teks tentunya dapat
digunakan sebagai satuan untuk menyusun program pendidikan bahasa. Keduanya sama-
sama berkenaan dengan potensi bahasa sebagai alat untuk mengembangkan kemampuan
berwacana secara efektif. Dapat dikatakan bahwa perumusan standar isi mata pelajaran
Bahasa Indonesia lebih cenderung berbasis teks, sedangkan mata pelajaran Bahasa Inggris
berbasis genre.
Setelah teks secara panjang lebar dibahas sebelumnya, berikut ini akan dibahas tentang
pembelajaran bahasa berbasis genre. Keragaman kebutuhan dan tuntutan hidup yang
dihadapi manusia secara alami telah menghasilkan keragaman genre yang ada di
masyarakat saat ini, sebagaimana dipaparkan oleh Martin (1985) berikut ini.
Genres are how things get done, when language is used to accomplish them.
They range from literary forms to far from literary forms: poems, narratives,
expositions, lectures, seminars, recipes, manuals, appointment making, service
encounters, news broadcast and so on. The term genre is used to embrace each
of the linguistically realized activity types which comprise so much of our
culture. (Martin, 1985: 250)
Karena fungsinya sebagai alat untuk melakukan suatu pekerjaan, genre dianggap sebagai
suatu process, action, activity (lihat, a.l. Martin, 1984, 1986, 1992), social action (Miller,
1984), atau communicative event (Swales, 1990). Bentuk tindakan yang akan dilakukan
sengaja dipilih karena dianggap paling tepat untuk menyelesaikan suatu pekerjaan,
sebagaimana dinyatakan Christie berikut ini.
Suatu tindakan atau proses yang dilakukan untuk mencapai satu tujuan diwujudkan dalam
bentuk kongkrit berupa teks. Untuk satu tujuan yang sama biasanya tidak digunakan satu
teks yang persis sama selamanya, tetapi bervariasi dalam hal isi maupun bentuk bahasa
yang digunakan. Namun kemiripan antara teks-teks tersebut dapat dengan mudah
diidentifikasi, bahkan oleh orang awam yang tidak memiliki pengetahuan tentang ilmu
bahasa atau ilmu komunikasi. Beberapa teks yang memiliki kemiripan dalam tindakan
yang dilakukan itulah yang biasanya dikelompokkan dalam satu genre yang sama.
Kemampuan menyelesaikan masalah atau mencapai tujuan dalam dunia nyata dengan
menggunakan teks sebagai alat utamanya juga disebut kompetensi literasi. Dalam konteks
pendidikan bahasa di Indonesia sebagai telah dibahas sebelumnya, konsep literasi lebih
baik dikaitkan bukan hanya dengan kompetensi komunikatif tulis, tetapi juga kompetensi
komunikatif lisan, sebagaimana dibahas oleh Holmes (2004). Holme mengatakan,
“Literacy by its nature is about what we do with certain types of text. It is about the
purpose and the variety of these texts and the activities to which they give rise.” (Holme
2004, 64). Maka dari itu, berbekal dengan kompetensi literasi tertentu orang dapat
berpartisipasi dalam “komunitas yang menggunakan literasi secara komunikatif” (August
dan Hakuta, 1997: 54).
Epistemic
Informational
Functional
Performative
Gambar 3: Model Tingkat Literasi Wells 1991 (Dalam Hammond et al. 1992, 11)
Tingkat literasi paling dasar adalah yang disebut Wells sebagai tingkat performative yang
dijelaskan oleh Wells (Ibid.) sebagai kemampuan berbahasa atau mengendalikan
komunikasi di antara orang-orang yang dikenal, dalam konteks tatap muka, dan jika
komunikasi dilakukan secara tertulis maka ragam tulisannya bukan ragam tulis dan lebih
menyerupai ragam bahasa lisan yang ditulis. Freebody dan Luke (1990) menyebutnya
sebagai tingkat “breaking the code” atau mengetahui hubungan antara simbol-simbol
bahasa lisan dan tulis. Dalam istilah para ahli literasi yang telah dikutip di atas,
kemampuan ini termasuk kategori kemampuan menggunakan wacana primer.
Tingkat berikutnya yang lebih tinggi adalah tingkat informational. Pada tingkat ini
fokusnya adalah pada peran yang dimainkan oleh literasi dalam komunikasi ilmu
pengetahuan, terutama yang berbasis disiplin tertentu. Freebody dan Luke (Ibid.)
menyebut tingkat ini sebagai “being a text participant” atau mampu memahami teks
dalam arti dapat menghubungkan apa yang ada dalam teks dengan latar belakang
pengetahuannya sehingga terjadi konstruksi makna yang dapat merespon makna atau niat
penulis. Kemampuan seperti ini diperlukan bagi orang yang belajar bahasa untuk tujuan
belajar atau mempelajari ilmu pengetahuan seperti yang terjadi di sekolah-sekolah dengan
harapan siswa dapat melanjutkan studinya di jenjang yang lebih tinggi seperti universitas.
Tingkat keempat disebut Wells sebagai tingkat epistemic adalah tingkatan di mana
seseorang mampu menggunakan bahasa untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Wells
menempatkan aspek estetika bahasa sebagai seni (sastra, puisi) di tingkat ini.
Berdasarkan pembagian tingkatan literasi yang diusulkan oleh Well tersebut, dapat
ditentukan tingkat literasi yang menjadi target tertinggi pembelajaran bahasa sampai siswa
menyelesaikan pendidikan tingkat menengah. Oleh karena bahasa Indonesia dan bahasa
daerah telah menjadi bagian penting dalam kehidupan sehari-hari umumnya siswa di
seluruh Indonesia, serta mengingat bahwa bahasa tersebut merupakan bahasa pengantar
utama di semua bidang kehidupan, maka dapat ditetapkan bahwa baik mata pelajaran
Bahasa Indonesia maupun bahasa daerah seharusnya diarahkan sampai pada penguasaan
tingkat literasi tertinggi, yaitu tingkat epistemik. Untuk Bahasa Inggris, yang secara politis
berfungsi sebagai bahasa asing, dapat ditetapkan sampai dengan pada tingkat fungsional di
SMP dan tingkat informational di SMA. Untuk bahasa asing lainnya mungkin dapat
diusulkan hanya sampai pada tingkat literasi fungsional, karena keterbatasan pajanan dan
kesempatan untuk berkomunikasi dalam bahasa asing ybs.
E. Kesimpulan
Dalam bab ini dipaparkan hasil-hasil kajian dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi
Dasar mata pelajaran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris untuk SMP/MTs dan SMA/MA
beserta pelaksnaannya.
Sekolah Dasar
1. Kajian Dokuman
Hasil analsis terhadap SK dan KD adalah sebagai berikut:
a. Tidak jelas fokus aspeknya, apakah berbicara atau mendengarkan.
Kelas I-1: KD 1.1, 1.2, dan 1,3, dll
b. Kata kunci sebagai fokus keterampilan diletakkan pada akhir kalimat sehingga kurang jelas
Kelas II-1: KD 3.1, 3.2, dll
Kelas II-2: KD 5.1, 5.2, dll
2. Kajian Pelaksanaan
1) Masih banyak guru yang belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek
bahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis).
2) Sebagian guru mengalami kesulitan dalam menentukan kegiatan belajar mengajar yang
tepat untuk mencapai kompetensi dasar.
3) Banyak guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang
sesuai dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi
daerah.
4) Masih ada guru ada yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian yang
tepat dari tiap-tiap KD.
5) Masih banyak guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik
penilaian yang sesuai dengan indikator (tes dan nontes).
6) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD.
7) Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan.
8) Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang bervariasi.
9) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator
soal.
10) Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan
berbahasa, misalnya kompetensi berbicara diujikan secara tertulis.
11) Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal.
12) Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat
1. Kajian Dokumen
Temuan kajian tentang dokumen Standar Isi yang berupa analisis Standar Komptensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran bahasa telah dilakukan dalam diskusi
terdahulu. Hasil diskusi tersebut dapat disintesiskan sebagai berikut:
Hasil analisis SK dan KD Bahasa Indonesia SMP
1) ditemukan beberapa kata dan kalimat ditafsirkan ganda oleh guru sehingga arah
pengembangan indikator tidak jelas
Kelas VII-1: KD 1.1
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 9
Kelas VII Sm 1: KD 5.1 dan 5.2
Kelas VII Sm 2: KD 13.1
Kelas VIII Sm 1: KD 5.1
2) terdapat rumusan KD yang dipaksakan yang mestinya bisa dijadikan satu KD
karena pokok utamanya sama (kedua KD yang bersangkutan merupakan kesatuan
dari satu kompetensi dasar):
Kelas VII Sm 1: KD 6.1 dan 6.2
Kelas VIII Sm 2: KD 16.1 dan 16.2
3) terdapat KD yang tidak dipayungi SK
Kelas VII, Sm 1: 4.3
4) Beban belajar siswa kelas IX pada semester 2 terlalu berat sehingga perlunya
pemindahan KD ke semester 1
KD 11.3 dipindahkan ke Kelas IX Sm 1 menjadi KD 3.3
5) terdapat KD terlalu berat sebagai materi pembelajaran di kelas
Kelas IX Sm 2: KD15.2
6) Sumber belajar yang sulit ditemukan di banyak daerah harus diganti. Ada
pementasan drama yang disyaratkan pada standar isi ini; padahal, tidak selalu ada
pementasan drama di tiap daerah. Oleh karena itu, supaya Kompetensi Dasar yang
dituntut oleh standar isi itu dapat terlaksana, sumber belajar tentang pementasan
drama sebaiknya dilakukan oleh siswa sendiri.
Kelas IX Sm 2: KD 14.1
7) Perlu diberikan panduan materi kebahasaan agar guru dapat mengintegrasikannya
dalam KD-KD yang sesuai.
8) Redaksional KD mendengarkan tidak standar sehingga perlu diperbaiki
2. Kajian Pelaksanaan
Temuan kajian pelaksanaan kurikulum bahasa Indonesia telah didiskusikan pada
petemuan terdahulu. Alur kajian didahului dengan merumuskan peta konsep untuk
keempat aspek pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan peta konsep tersebut telah
teridentifikasi beberapa kelemahan sebagai berikut.
1) Guru belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek bahasa (mendengarkan,
berbicara, membaca, dan menulis).
2) Guru mengalami kesulitan dalam memahami isi/rumusan yang terkandung dalam SK
dan KD.
3) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi daerah.
4) Guru mengalami kesulitan dalam menentukan alokasi waktu yang tepat untuk
mencapai kompetensi dasar yang akan dicapai.
5) Masih ada guru ada yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian
yang tepat dari tiap-tiap KD.
6) Guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik penilaian yang
sesuai dengan indikator (tes dan nontes).
7) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD.
8) Guru kurang mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator.
9) Guru mengalami kesulitan dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran yang
memperlihatkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan
(termasuk CTL di SMP dan SMA).
10) Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan.
11) Masih banyak guru yang mengabaikan KD-KD tertentu yang memerlukan
pembelajaran di luar kelas.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 10
12) Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang variatif.
13) Guru banyak yang belum dapat menyusun bahan ajar berbasis ICT.
14) Penilaian nontes masih jarang digunakan dalam pelaksanaan penilaian.
15) Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian menjadi indikator
soal.
16) Guru belum menguasai penilaian yang sesuai dengan karakteristik keterampilan
berbahasa. Misalnya, kompetensi berbicara diujikan secara tertulis.
17) Pada umumnya guru belum memahami cara penyusunan kisi-kisi soal.
18) Guru belum menguasai pedoman bobot penskoran soal yang tepat
19) Kriteria penentuan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) dalam satu sekolah berbeda
Pelatihan bisa dilakukan melalui program pengembangan Tim KTSP tingkat provisi,
kabupaten/kota, kecamatan, atau secara mandiri oleh beberapa sekolah yang
bergabung. Sosialisasi dapat dilakukan dan difasilitasi oleh MGMP baik tingkat
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau sekolah. Supervisi klinis dilakukan oleh
tim pengembang, kepala sekolah, atau guru sejawat di sekolah masing-masing.
1. Kajian Dokumen
Temuan kajian tentang dokumen Standar Isi yang berupa analisis Standar Komptensi (SK)
dan Kompetensi Dasar (KD) mata pelajaran bahasa telah dilakukan dalam diskusi
terdahulu. Hasil diskusi tersebut dapat disintesiskan sebagai berikut.
b) Membaca
Kelas XI/1 (KD 7.2), kelas X/2 (KD 15.1, 15.2), kelas XI/1 (KD
7.1, 7.2), kelas XI/2 (KD 15.1), kelas XII/1 (KD 7.2)
c) Menulis
Kelas XI/2 (KD 16.1, 16.2)
b. Bahasa Indonesia (Program Bahasa)
1. Mendengarkan
Kelas XI/1 (KD 1.1, 1.2, 1.3), kelas XI/2 (KD 6.1, 6.2), kelas
XII/1 (KD 1.1, 1.2)
2. Berbicara
Kelas XII/1 (KD 2.2)
c. Sastra Indonesia (Program Berbahasa)
a. Berbicara
Kelas XII/1 (KD 2.2)
b. Membaca
Kelas XI/1 (KD 3.1, 3.2, 3.3), kelas XI/2 (KD 8.1, 8.2), kelas
XII/2 (KD 8.1, 8.2)
3. Ditemukan beberapa istilah yang tidak lazim digunakan di kalangan guru, seperti
istilah naratif, deskriftif, ekspositif (kelas X/1 KD 4.1, 4.2, 4.3), argumentatif,
persuasif (kelas X/2 KD 12.1, 12.2) pada dokumen Standar Isi Bahasa Indonesia
(umum), kelas XI/1 KD 4.1, 4.2, 4.3, kelas XII/1 KD 4.4 pada Standar Isi Bahasa
Indonesia (Program Bahasa), kelas XI/1 KD 5.1 pada Standar isi Sastra Indonesia
(Program Bahasa).
4. Ditemukan istilah yang kurang dipahami guru seperti istilah pengindraan pada Standar
Isi Bahasa Indonesia (Umum) kelas X/2 KD 14.1, istilah struktur unsur intrinsik kelas
X/ 2 KD15.1, istilah genre sastra kelas XI/2 KD 10.2 pada Standar Isi Sastra Indonesia
(Program Bahasa).
7. Ditemukan ruang lingkup materi terlalu sempit sehingga guru tidak bisa memilih
materi lain. Misalnya, disebutkan Gurindam XII kelas XII/1 KD 2.1 Sastra Indonesia
(program Bahasa).
8. Ditemukan KD yang ruang lingkupnya sangat sempit sehingga tidak dapat dijabarkan
menjadi beberapa indikator, melainkan indikatornya sama dengan KD. Hal ini terdapat
pada kelas X/1 KD 7.1, kelas XI/1 KD 3.2 pada Bahasa Indonesia (umum).
10. Ditemukan rumusan SK yang tidak tepat di kelas XI/1 SK 4, Bahasa Indonesia
(umum)
11. Perlu panduan tentang materi kebahasaan yang dapat diintegrasikan dengan KD-KD
tertentu.
2. Kajian Lapangan
Temuan kajian pelaksanaan kurikulum bahasa Indonesia telah didiskusikan pada
petemuan terdahulu. Alur kajian didahului dengan merumuskan peta konsep untuk
keempat aspek pembelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan peta konsep tersebut telah
teridentifikasi beberapa kelemahan berikut ini.
1. Guru belum dapat melakukan pemetaan KD dari empat aspek bahasa (mendengarkan,
berbicara, membaca dan menulis).
2. Guru mengalami kesulitan dalam memahami isi/rumusan yang terkandung dalam SK
dan KD.
3. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan materi pokok/pembelajaran yang sesuai
dengan karakteristik daerah/sekolah, perkembangan peserta didik, dan potensi daerah.
4. Guru mengalami kesulitan dalam menentukan alokasi waktu yang tepat untuk
mencapai kompetensi dasar yang akan dicapai.
5. Masih ada guru yang belum memahami cara menentukan instrumen penilaian yang
tepat dari tiap-tiap KD.
6. Guru mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria atau rubrik penilaian yang
sesuai dengan indikator (tes dan nontes).
7. Guru mengalami kesulitan dalam merumuskan indikator pencapaian dari KD.
8. Guru kurang mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan indikator.
9. Guru mengalami kesulitan dalam menyusun langkah-langkah pembelajaran yang
memperlihatkan pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif dan menyenangkan
(termasuk CTL di SMP dan SMA).
10. Belum semua guru dapat mengatur waktu sesuai dengan kompetensi yang diajarkan.
11. Masih banyak guru yang mengabaikan KD-KD tertentu yang memerlukan
pembelajaran di luar kelas.
12. Guru masih banyak yang belum menggunakan metode pembelajaran yang variatif.
13. Guru banyak yang belum dapat menyusun bahan ajar berbasis ICT.
14. Penilaian nontes masih jarang digunakan dalam pelaksanaan penilaian.
Pelatihan bisa dilakukan melalui program pengembangan Tim KTSP tingkat provisi,
kabupaten/kota, kecamatan, atau secara mandiri oleh beberapa sekolah yang
bergabung. Sosialisasi dapat dilakukan dan difasilitasi oleh MGMP baik tingkat
provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, atau sekolah. Supervisi klinis dilakukan oleh
tim pengembang, kepala sekolah, atau guru sejawat di sekolah masing-masing.
SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris untuk SMP/MTs dan SMA/MA merupakan suatu
kesinambungan dengan menggunakan format dan rumusan yang tidak berbeda. Perbedaan
hanya pada jenis teks yang tercakup, terutama pada jenis teks fungsional. Oleh karena itu,
laporan hasil kajian dokumen maupun pelaksanaan disampaikan secara terintegrasi, tidak
dipisahkan sebagaimana dalam laporan kajian SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris di
atas.
1. Kajian Dokumen
Kajian terhadap dokumen Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar telah menemukan
beberapa hal yang mendukung tercapainya tujuan mata pelajaran Bahasa Inggris maupun
permasalahannya.
a. Hal-hal positif:
a). Secara umum tidak ada masalah dengan keluasan dan kedalaman kompetensi yang
telah dirumuskan.
b). Tingkat literasi sudah tepat, yaitu untuk SMP/MTs pada tingkat fungsional dan
untuk SMA/MA pada tingkat informasional.
c). Pendekatan kurikulum berbasis genre sudah dianggap tepat karena lebih efisien
dibandingkan dengan pendekatan berbasis teks.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 14
d). Pemilihan genre yang dicakup di SMP/MTs dan SMA/MA dianggap sudah tepat
dan memadai.
e). Penyajian dalam bentuk matrix mempermudah guru untuk menentukan poin-poin
yang harus dicakup.
b. Permasalahan:
Permasalahan ditemukan berkenaan dengan (1) pengelompokan SK dan KD ke dalam
empat keterampilan berbahasa (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis), (2)
penggunaan beberapa istilah kunci, dan (3) tidak adanya pembeda cakupan genre yang
sama pada semester atau kelas yang berlainan.
Contoh:
Contoh:
SK dan KD Semester 1 Kelas VII
Menulis
3. Mengungkapkan 3.1 Mengungkapkan makna gagasan dalam teks tulis
makna dalam fungsional pendek sangat sederhana dengan
teks tulis menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat,
fungsional lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan
pendek sangat lingkungan terdekat
sederhana untuk 3.2 Mengungkapkan langkah retorika dalam teks
berinteraksi tulis fungsional pendek sangat sederhana dengan
dengan menggunakan ragam bahasa tulis secara akurat,
lingkungan lancar dan berterima untuk berinteraksi dengan
terdekat lingkungan terdekat
3) Masalah terkait dengan tidak adanya pembeda cakupan genre yang sama pada
semester atau kelas yang berlainan. Sebagai contoh, sebaran pembelajaran teks
descriptive, recount, procedure, narrative dan report di SMP berikut ini.
4) Terjadi beberapa kesalahan redaksional yang tampak sebagai akibat dari teknologi
komputer copy-paste atau cut-paste, sehingga terjadi beberapa pengulangan.
Kesalahan ini terjadi berulang-ulang.
Contoh:
Pada contoh ini, KD mencakup teks percakapan transaksional dan interpersonal yang
dirumuskan secara persis. Yang membedakan adalah tindak tutur yang dicakup
(dicetak tebal di sini). Tidak jelas perbedaan antara kedua kelompok tindak tutur
tersebut.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 18
Kelas VII, Semester 1
Mendengarkan
5. Memahami makna 5.1 Merespon makna dalam percakapan transaksional
dalam percakapan (to get things done) dan interpersonal
transaksional dan (bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa
interpersonal lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan
sangat sederhana berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan
untuk berinteraksi terdekat yang melibatkan tindak tutur: menyapa
dengan orang yang belum/sudah dikenal,
lingkungan memperkenal-kan diri sendiri/orang lain, dan
terdekat memerintah atau melarang
5.2 Merespon makna dalam percakapan transaksional
(to get things done) dan interpersonal
(bersosialisasi) yang menggunakan ragam bahasa
lisan sangat sederhana secara akurat, lancar, dan
berterima untuk berinteraksi dengan lingkungan
terdekat yang melibatkan tindak tutur: meminta
dan memberi informasi, mengucapkan terima
kasih, meminta maaf, dan mengungkapkan
kesantunan
5) Unsur ‘tujuan’ yang ditetapkan dalam PP 19 pasal 20 sebagai bagian dari rencana
proses pembelajaran belum jelas kaitannya dengan SK dan KD.
2. Kajian Lapangan/Pelaksanaan
a. Permasalahan:
Ada beberapa jenis permasalahan yang dihadapi guru dalam memahami SK dan KD,
yaitu (1) guru tidak membaca SK dan KD dengan benar dan (2) guru meminta agar
ada tema yang membatasi pembelajaran setiap jenis teks. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena adanya banyak peristilahan baru terkait dengan pendekatan baru
yang digunakan, atau guru belum terbiasa merancang proses belajar berdasarkan
kurikulum sehingga tidak terbiasa membaca kurikulum.
1) Masalah yang timbul karena guru tidak membaca SK dan KD dengan benar,
sehingga proses pembelajaran tidak diarahkan pada pengembangan kemampuan
melakukan tindakan nyata dalam hidup siswa di masyarakat dengan bahasa Inggris
sebagai bahasa pengantarnya.
a. Banyak guru tidak menyadari bahwa sebenarnya kompetensi komunikatif yang
dirumuskan dalam SK dan KD merupakan integrasi keempat keterampilan,
bukan empat keterampilan yang terpisah. Tetapi karena memang rumusan
kompetensi untuk setiap aspek keterampilan dirumuskan secara terpisah, tidak
salah jika guru beranggapan demikian dan mengeluh bahwa SK dan KD mata
pelajaran Bahasa Inggris terlalu banyak.
b. Akibat dari kesalahan membaca tersebut adalah bahwa setiap SK dan KD
diajarkan secara terpisah, tidak diintegrasikan dalam tindak-tindak komunikatif
untuk melakukan kegiatan nyata bagi hidup siswa di masyarakat. Padahal
tujuan utama pembelajaran bahasa adalah pada kemampuan ini.
2) Banyak guru mengusulkan untuk memasukkan unsur tema sebagai cara untuk
membatasi cakupan pembelajaran setiap jenis teks pada semester tertentu.
1. Kesimpulan
a. Rasional
1) Eksistensi Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia mengalami proses yang panjang dalam sejarahnya hingga
mencapai eksistensinya seperti pada masa sekarang. Berasal dari bahasa etnis
Melayu, lalu meluas menjadi bahasa pergaaulan (lungua franca) antar suku di
lingkungan penduduk Nusantara dan juga dengan warga bangsa lain yang
datang ke Nusantara. Bahasa ini kemudian diangkat menjadi bahasa persatuan
atau bahasa nasional (diikrarkan pada Sumpah Pemuda, 1928) dan bahasa resmi
negara (UUD 1945). Di samping itu, digunakan dalam kegiatan bersastra yang
telah menghasilkan khazanah sastra Indonesia yang kaya, sebagai bagian
penting dari kebudayaan Indonesia. Demikianlah, eksistensi bahasa Indonesia
hadir menyertai eksistensi masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia.
b. Tujuan
1) Menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam bahasa
Indonesia, yaitu pada aspek berbicara, mendengarkan, menulis serta membaca,
dan menumbuhkan serta mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
mengapresiasi sastra Indonesia, dan berkreasi dalam sastra Indonesia.
Kemampuan-kemampuan tersebut diperkuat dengan pengetahuan tentang
bahasa Indonesia dan sastra Indonesia.
2) Memperkaya khazanah bahasa para peserta didik, sesuai dengan keperluan
penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar dalam berbagai mata
pelajaran lainnya.
3) Menunmbuhkan serta mengembangkan kesenangan dan penghargaan peserta
didik terhadap bahasa Indonesia dan sastra Indoensia, dan terhadap keseluruhan
budaya bangsa, yang tercermin dalam bahasa Indonesia dan sastra Indonesia
2) Kebenaran Konsep
Pokok yang dikandung dalam SK dan KD perlu dirumuskan dengan tepat dan
cermat agar konsepnya dipahami dengan benar.
Dalam kajian dokumen ditemukan adanya konsep yang pengertiannya tidak
tepat.
Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Bahasa - 2007 22
3) Cakupan SK
SK itu hendaknya mencakup KD yang secara konsep merupakan bagiannya.
Dalam kajian dokumen ditemukan adanya SK yang mencakup KD yang secara
konsep tak ada hubungannya.
2. Rekomendasi
a. Rekomendasi Jangka Pendek
1) Apa yang dikemudahan sebagai rasional (A1) dan tujuan pembelajaran bahasa
Indonesia (A2), dapatlah kiranya dimasukkan pada dokumen Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran Bahasa Indonesia.
1. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa SK dan KD mata pelajaran Bahasa Inggris sudah tepat dan
memadai dilihat dari kedalaman dan keluasannya. Permasalahan terjadi karena
a. rumusan yang berulang serta dirumuskan bukan berdasarkan tujuan kegiatan
komunikatif yang perlu dikuasai siswa dalam setiap genre, tetapi berdasarkan empat
aspek keterampilan berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis;
b. tidak ada tema yang seharusnya tersedia untuk membatasi lingkup wacana yang perlu
dikuasai siswa
2. Rekomendasi
a. Rumusan SK dan KD hendaknya langsung dirumuskan berdasarkan tujuan kegiatan
komunikatif yang perlu dikuasai siswa dengan menggunakan berbagai teks dalam
setiap genre yang relevan dengan kehidupan nyata siswa, agar:
- menghindari pengulangan dalam rumusan;
- memudahkan guru menentukan kegiatan-kegiatan komunikatif yang harus dikuasai
siswa (tujuan pembelajaran);
- kegiatan komunikatif lisan maupun tertulis berjalan secara wajar dan terintegrasi
secara proporsional dalam setiap kegiatan komunikatif dalam setiap genre;
- guru tidak mengajarkan istilah-istilah teknis dan abstrak kepada siswa sebagai
konsep pengetahuan.
b. Perlu ditentukan tema yang sesuai dengan tingkat kematangan jiwa dan tingkat
penguasaan bahasa Inggris siswa. Untuk ini dapat dirujuk Kurikulum Bahasa Inggris
1994, terkait dengan daftar tema dan penyebarannya.
Dalam jangka pendek, perlu diadakan sosialisasi yang lebih intensif kepada guru dan
penulis buku teks mata pelajaran Bahasa Inggris tentang bagaimana memahami dan
menggunakan rumusan SK dan KD untuk merencanakan dan melaksanakan proses
pembelajaran. Hal ini sebaiknya diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
dan/atau MGMP. Jika perlu mereka dapat bekerja sama dengan perguruan tinggi
setempat atau nara sumber yang memang menguasai SK dan KD mata pelajaran Bahasa
Inggris, secara konsep maupun penerapannya.
Dalam jangka panjang, perlu dilakukan studi yang mendalam tentang proses
pembelajaran di sekolah berdasarkan Standar Isi dan Standar Kompetensi untuk mata
pelajaran Bahasa Inggris yang berlaku sekarang ini serta hasil yang dicapai lulusan.
Untuk ini diperlukan cukup waktu sampai ada beberapa angkatan kelulusan yang
dihasilkan oleh proses pembelajaran yang menerapkan SK dan KD dengan benar (sebagai
hasil sosialisasi tersebut di atas). Jika informasi yang diperlukan untuk melakukan
tinjauan ulang sudah dirasa cukup, barulah dilakukan revisi, dengan mempertimbangkan
berbagai masukan yang ada, bukan hanya dari kajian tentang SK dan KD.
Christie, F. (1987). Genres as choice. In I. Reid (ed.). The place of genre in learning: current
debates. Geelong, Australia: Typereader Publications no. 1, Centre for Studies in Literary
Education, Deakin University.
Freebody, P. & A. Luke. (1990). ‘Literacies’ Programs: Debate and Demands in Cultural
Context. Dalam Prospect 5, 3.
Halliday, M.A.K., dan R. Hasan. (1985). Language Context and Text: Aspects of language in
a social -semiotic perspective. Victoria: Deakin University Press.
Hammond, J, A. Burns, H. Joyce, D. Brosnan, L. Gerot. (1992). English for Special Purposes:
A handbook for teachers of adult literacy. Sydney: NCELTR, Macquarie University.
Martin, J. R. (1984) Language, Register and Genre. In F. Christie (Ed.) Children Writing –
Course Readings, Geelong: Deakin University Press.