Anda di halaman 1dari 10

20

Jurnal Keperawatan Karya Bhakti


Volume 4, Nomor 2, Juli 2018
Hal 20-29

PENERAPAN WATER TEPID SPONGE (WTS) UNTUK MENGATASI


DEMAM TIPOID ABDOMINALIS PADA An. Z
Puji Astuti1, Wahyu Tri Astuti2, Lis Nurhayati3

Departemen Keperawatan Anak, Akademi Keperawatan Karya Bhakti Nusantara


Magelang, (0293) 3149517, 085292885982
E-mail : puji22659@gmail.com

ABSTRAK

Latar Belakang : Tipoid abdominalis adalah suatu penyakit infeksi yang ditularkan melalui
makanan dan minuman yang terkontaminasi kuman Salmonella typhoid, penyakit tipoid
abdominalis biasanya menyerang saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari seminggu.
WTS merupakan kombinasi teknik blok dengan seka. Teknik ini menggunakan kompres blok tidak
hanya di satu tempat saja, melainkan langsung dibeberapa tempat yang memiliki pembuluh darah
besar. Tujuan : menggambarkan penerapan WTS pada An. Z yang mengalami demam pada tipoid
abdominalis. Metode : penelitian ini menggunakan metode studi kasus, partisipan adalah 1 orang
anak yang menderita tipoid abdominalis. Hasil :Tindakan yang di lakukan selama 2x20 menit, anak
kooperatif,tetapi suhu belum turun kemudian dilakukan kompres ulang suhu turun menjadi 37’6oC.
Simpulan : Kompres WTS efektif menurunkan demam pada pasien tipoid abdominalis dari 39oC
menjadi 37’6oC. Terjadi penurunan sebesar 1’4oC.

Kata kunci: hipertermi, kompres,tipoid abdominalis, WTS

ABSTRACT

Background : Typoid abdominalis is an infectious disease that is transmitted through food and
drink contaminated withgerms Salmonella typhoid, abdominal typoid disease usually attacks the
digestive tract with symptoms of fever for more than a week. WTS is a combination of block and
wipe techniques. This technique uses compress blocks not only in one place, but directly in several
places that have large blood vessels. Objective : describe the application of WTS to An. Z who has
a fever in typoid abdominal. Methods : this study used a case study method, participants were 1
child who suffered from abdominal typoid. Results : Measures taken for 2x20 minutes, the child
was cooperative, but the temperature had not dropped then the compress was re-done the
temperature dropped to 37'6 C. Conclusion : WTS compress effectively reduced fever in abdominal
o

typoid patients from 39 C to 37'6 C. A decrease of 1'4 C.


o o o

Keywords: hyperthermia, compress, abdominal typoid, WTS


21

Pendahuluan memperlihatkan bahwa pravelensi tipoid


Demam adalah suatu keadaan dimana abdominalis di Jawa Tengah sebesar 1,61%
suhu tubuh lebih tinggi dari biasanya, dan yang tersebar diseluruh kabupaten dengan
merupakan gejala dari suatu penyakit pravelensi yang berbeda-beda disetiap tempat.
(Maryuani,2010). Hipertermi/demam adalah Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan
suatu keadaan dimana suhu tubuh melebihi Kabupaten Magelang pada tahun 2017 jumlah
titik tetap (set point), lebih dari 37oC yang penderita tipoid abdominalis sejumlah 50
biasanya diakibatkan oleh kondisi tubuh atau penderita.
eksternal yang menciptakan lebih banyak Gejala umum yang sering terjadi pada
panas daripada yang dapat dikeluarkan oleh tipoid abdominalisyaitu, demam dengan suhu
tubuh (Wong, 2008). badan yang naik dan turun terutama pada sore
Tipoid abdominalis adalah suatu dan malam hari, sakit kepala terutama di
penyakit infeksi yang ditularkan melalui bagian depan, nyeri otot, pegal-pegal, nafsu
makanan dan minuman yang terkontaminasi makan menurun, dan gejala pada saluran
kuman salmonella typhoid. Penyakit tipoid pencernaan biasanya terjadi mual dan muntah,
abdominalis biasanya menyerang saluran konstipasi, diare, buang air besar berdarah
pencernaan dengan gejala demam lebih dari (Munadhiroh, 2014).
seminggu, gangguan pencernaan, dan dapat Beberapa tehnik menurunkan demam
pula disertai dengan gangguan kesadaran. antara lain yaitu kompres hangat dan Water
Penderita tipoid abdominalis mengalami Tepid Sponge (WTS). Berdasarkan penelitian
kenaikan suhu pada minggu pertama, Memed (2014) tentang efektifitas penurunan
menurun pada pagi hari dan meningkat lagi suhu tubuh antara kompres hangat dan
pada sore dan malam hari (Sodikin, 2011). WTSpada anak usia 6 bulan- 3 tahun dengan
Data surveilans saat ini memperkiraan demam di Puskesmas Kartasura Sukoharjo
di Indonesia ada 600.000-1,3juta kasus tipoid berkesimpulan yaitu lebih efektif kompres
abdominalis tiap tahunnya dengan lebih dari WTS dalam menurunkan suhu tubuh anak
20.000 kematian. Rata-rata di Indonesia, demam, dibandingkan dengan metode
orang yang berusia 3-19 tahun memberikan kompres hangat. Kompres hangat mengalami
angka sebesar 91% terhadap kasus tipoid penurunan suhu mulai dari 0.1oC – 0.3oC dan
abdominalis (WHO, 2012). Pada laporan riset untuk WTS penurunan suhu berkisar antara
kesehatan dasar nasional tahun 2007 0.3oC - 0.6oC.
22

WTS merupakan kombinasi teknik blok ada penurunan nilai rata-rata suhu tubuh
dengan seka. Teknik ini menggunakan sebesar 1’40C setelah diberikan WTS.
kompres blok tidak hanya di satu tempat saja, Berdasarkan studi pendahuluan yang
melainkan langsung dibeberapa tempat yang dilakukan pada tanggal 7 Juni 2018 di ruang
memiliki pembuluh darah besar. Selain itu FlamboyanRS Tk. II.04.05.01 dr. Soedjono
masih ada perlakuan tambahan yaitu dengan Magelang, penatalaksanaan demam pada anak
memberikan seka di beberapa area tubuh dengan terapi farmakologi dan non
sehingga perlakuan yang diterapkan terhadap farmakologi. Terapi farmakologi dengan
klien pada teknik ini akan semakin komplek pemberian antipiretik atau penurun panas
dan rumit dibandingkan dengan tekhnik lain sedangkan terapi non farmakologi dengan
namun dengan kompres blok langsung melakukan kompres hangat. An. Z yang
diberbagai tempat ini akan memfasilitasi dirawat sejak tanggal 06 Juni 2018 dengan
penyampaian sinyal ke hipotalamus dengan diagnosa medis tipoid abdominalis yang
lebih gencar. Selain itu pemberian seka akan mengalami demam, demam dirasakan terus
mempercepat pelebaran pembuluh darah menerus dan meningkat pada sore dan malam
perifer memfasilitasi perpindahan panas dari hari dan demam turun pada pagi hari. Tujuan
tubuh kelingkungan sekitar sehingga dari jurnal ilmiah ini adalah untuk mengetahui
mempercepat penurunan suhu tubuh (Reiga, pengaruh pemberian kompres WTS terhadap
2010). penurunan suhu tubuh pada pasien anak
Penelitian Setiawati (2008) rata-rata dengan tipoid abdominalis di ruang
penurunan suhu tubuh pada anak hipertermia Flamboyan RS Tk. II.04.05.01 dr.
yang mendapatkan terapi antipiretik ditambah Soedjono Magelang.
WTS sebesar 0’530C dalam waktu 30 menit,
Metode
sedangkan yang mendapat terapi WTS saja
Pengumpulan data dilakukan melalui
rata-rata penurunan suhu tubuhnya sebesar
wawancara terstruktur dan tidak terstruktur
0’970C dalam waktu 60 menit. Maling, dkk
pada subyek atau keluarganya, observasi,
(2012) menyatakan rata-rata suhu tubuh
pengukuran dan pemeriksaan yang dilakukan
sebelum diberikan WTS sebesar 38’50C
pada subjek, studi dokumentasi.
dengan standar deviasi 0’40C, nilai rata-rata
1. Melakukan kontrak dengan pasien dan
setelah diberikan WTS sebesar 37’10C dengan
keluarga. An. Z dan keluarga bersedia
standar devisiasi 0’50C sehingga diketahui
dijadikan sebagai responden dalam
23

penelitian. An. Z dan keluarga setuju SOP kompres WTS menurut Pemerintah
untuk dilakukan tindakan kompres WTS Provinsi Jawa Tengah Dinas Kesehatan.
untuk menurunkan demam. SOP terlampir
2. Melakukan pengkajian pada An. Z dan 5. Tindakan terakhir adalah melakukan
keluarga. Pengkajian pada An. Z dan evaluasi dan dokumentasi tindakan
keluarga diperoleh dari : keperawatan yang diberikan pada An. Z.
a. Catatan medis
Berdasarkan catatan medis An. Z Hasil
diperoleh data tentang identitas An. Z, Pada bab ini menguraikan paparan
keluhan utama, riwayat kesehatan kasus yang diperoleh sesuai fokus penelitian
sekarang dan dahulu, riwayat yang dilakukan di ruang Flamboyan RS
perkembangan anak, hasil Tk.II.04.05.01 dr. Soedjono Magelang, pada
laboratorium dan terapi dokter. tanggal 07 Juni 2018. Hasil penelitian ini
b. Pemeriksaan fisik diperoleh dengan menggunakan metode
Pemeriksaan fisik yang dilakukan alloanamnesa atau pengkajian dengan melihat
pada An. Z yang menderita tipoid berdasarkan data dalam rekam medis klien,
abdominalis dengan keluhan demam, observasi, dan pemeriksaan fisik dan
yaitu melakukan pengukuran suhu Pengkajian dilakukan dengan metode
tubuh An. Z menggunakan autoanamnesa atau pengkajian yang
thermometer air raksa. dilakukan dengan wawancara langsung
3. Setelah didapatkan data pengkajian kepada klien. Prinsip dari penulisan ini
kemudian dilakukan analisa data dan dengan memperhatikan teori proses
penegakan diagnosa keperawatan. keperawatan yang terdiri dari tahap
4. Perencanaan keperawatan pengkajian, diagnosa keperawatan yang
Rencana keperawatan yang diberikan menjadi prioritas, perencanaan, pelaksanaan,
pada An. Z dengan diagnosa hipertermi dan evaluasi tindakan keperawatan untuk
berhubungan proses penyakit yang masalah yang menjadi prioritas.
dilakukan penulis yaitu memberikan 1. Pengkajian fokus
kompres WTS, rasionalnya untuk a. Biodata
menurunkan demam pada An. Z. Biodata pasien bernama An. Z berusia
instrument yang digunakan penulis yaitu 3 tahun 10 hari, lahir pada tanggal 26
24

Mei 2018, jenis kelamin perempuan, An. Z disarankan untuk di rawat di


belum bersekolah, beragama Islam, ruangan untuk proses
tempat tinggal di Sambung, Jetis, penyembuhan. An. Z masuk ruang
Magelang. Penanggung jawab An. Z Flamboyan dengan diagnosa medis
adalah Tn. A yang merupakan ayah tipoid abdominalis.
dari An. Z tempat tinggal di Sambung, 2) Riwayat penyakit dahulu
Jetis, Magelang, usia 30 tahun, Diperoleh data keluarga An. Z
beragama Islam, pekerjaan TNI. mengatakan bahwa An. Z belum
b. Keluhan utama pernah dirawat di rumah sakit, jika
Keluarga An. Z mengatakan bahwa sakit biasanya dibawa ke dokter
An. Z demam sejak 5 hari sebelum praktek atau bidan.
masuk rumah sakit. d. Pengkajian pola fungsional
c. Riwayat kesehatan 1) Pola nutrisi antropometri BB: 10kg
1) Riwayat kesehatan saat ini TB: 70cm, LILA: 18cm, LD: 50cm,
Keluarga An. Z mengatakan An. Z LK: 46cm, rambut hitam, diit bubur
demam sejak 5 hari sebelum masuk diberikan 3kali sehari, habis
rumah sakit, demam dirasakan terus setengah porsi.
menerus dan meningkat saat 2) Pola eliminasi BAB 1kali sehari
menjelang sore dan malam hari, warna kuning konsistensi lembek,
sudah dibawa ke dokter tetapi BAK 4-6 kali sehari warna kuning
belum ada perubahan, kemudian jernih.
tanggal 06 Juni pukul 16:00 WIB e. Pemeriksaan fisik
pasien masuk ke IGD RS Tk. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan
II.04.05.01 dr. Soedjono Magelang, data kesadaran compos mentis,
An. Z mendapat terapi infus Ringer keadaan umum lemah, suhu :39oC
Laktat (RL) 12 tetes per menit nadi: 80 kali per menit, respirasi rate :
makro, infus Sanmol 150 mg, dan 29 kali per menit, mukosa bibir kering,
injeksi Cefotaxime 2x500mg dan lidah kotor, kulit tampak kemerahan,
dilakukan pemeriksaan kulit teraba hangat.
laboratorium uji widal. Setelah
dilakukan pemeriksaan oleh dokter,
25

f. Hasil pemeriksaan penunjang keperawatan selama 2x20 menit


Pemeriksaan penunjang yang diharapkan panas An. Z turun dengan
dilakukan pada tanggal 06 Juni 2018 kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas
didapatkan hasil uji widal An. Z yaitu normal, suhu tubuh stabil 36’5oC- 37’2oC,
: Typhi O : 1/180 dan Typhi H 1/320. nadi dalam batas normal.
g. Terapi medis 4. Tindakan keperawatan
Obat IV yang diberikan pada An. Z Tindakan keperawatan yang dilakukan
yaitu infus Ringer Laktat (RL) 12 tetes untuk mengatasi hipertermi berhubungan
per menit makro, infus Sanmol 150mg dengan infeksi Samonella Thyposa, pada
3x1 injeksi Cefotaxime 2x500mg, dan tanggal 07 Juni 2018 jam 09:00 WIB
obat oral : Nyndia drops 3x1cc. dengan melakukan kompres WTS. Respon
2. Analisa data dan diagnosa keperawatan An. Z kooperatif, sehingga kompres WTS
Hasil pengkajian pada tanggal 07 Juni dapat dilakukan dengan baik, respon
2018 jam 08:30 WIB diperoleh data pasien suhu tubuh turun dari 39oC menjadi
subjektif : keluarga mengatakan An. Z 38’5oC.
demam sejak 5 hari sebelum masuk rumah Implementasi penerapan WTS diulang
sakit demam terus menerus dan meningkat kembali pukul 12.15 WIB dilakukan
menjelang sore dan malam hari. Data kembali tindakan keperawatan kompres
objektif : kulit teraba hangat, kulit tampak WTS, respon pasien kooperatif dan suhu
kemerahan, suhu tubuh 39oC, membran tubuh menurun dari suhu 38oC menjadi
mukosa kering, lidah kotor, dapat diambil 37’6oC.
masalah keperawatan hipertermi 5. Evaluasi keperawatan
berhubungan dengan proses infeksi Hasil evaluasi tindakan pada An. Z
Samonella Thyposa. dengan masalah keperawatan hipertermi
3. Rencana keperawatan (intervensi) berhubungan dengan proses infeksi
Rencana tindakan keperawatan yang Samonella Thyposa, yang dilakukan pada
akan dilakukan untuk mengatasi hipertermi tanggal 07 Juni 2018 jam 09:20 WIB di
berhubungan dengan proses infeksi dapatkan data S : ibu An. Z mengatakan
Salmonella Thyposa yaitu dengan An. Z masih demam, O : kulit tampak
melakukan kompres WTS. Tujuan kemerahan, kulit teraba hangat, suhu tubuh
tindakan setelah dilakukan tindakan 38’5oC, A : masalah hipertermi belum
26

teratasi, P : intervensi kompres WTS kembali sakit ataupun jika ada anggota
dilanjutkan. keluarga lain yang mengalami gangguan
Hasil evaluasi pada tanggal 07 Juni hipertermi.
2018 jam 12:35 WIB di dapatkan data S : Alasan pemberian kompres WTS
ibu An. Z mengatakan demam menurun pada An. Z yaitu karena An. Z mengalami
sedikit, O : An. Z tampak rileks, demam akibat tipoid abdominalis. Efendi
kooperatif, suhu tubuh 37’6oC, A : masalah (2012) menjelaskan pemberian seka
hipertermi belum teratasi, P : lanjutkan dengan air hangat akan mempercepat
intervensi dengan pemberian obat pelebaran pembuluh darah perifer yang
antipiretik. akan memfasilitasi perpindahan panas dari
tubuh ke lingkungan sekitar dan
Pembahasan mempercepat penurunan suhu tubuh, suhu
1. Teknik kompres WTS tubuh akan menurun secara bertahap
WTS adalah sebuah tekhnik kompres sampai dengan keadaan suhu tubuh
hangat yang menggabungkan teknik kembali normal, sehingga memberikan
kompres blok pada pembuluh darah keuntungan kepada pasien untuk
supervisial dengan tekhnik seka. Kompres beradaptasi dengan suhu lingkungan
WTS ini hampir sama dengan dengan sekitar agar suhu tubuh pasien tetap stabil.
kompres air hangat biasa, yaitu Hal ini dibuktikan dengan pengukuran
mengompres pada lima titik (leher, 2 suhu tubuh sebelum dilakukan kompres
ketiak, 2 pangkal paha) ditambah menyeka WTS dan sesudah dilakukan kompres
bagian perut dan dada atau diseluruh badan WTS dapat turun 1’1oC.
dengan kain. Basahi lagi kain bila kering 2. Hasil pemberian tindakan kompres WTS
(Alves, 2008). Pada An. Z setelah dilakukan
Tindakan kompres WTS ini tindakan kompres WTS selama 2x 20
didemonstrasikan kepada An. Z dan menit didapatkan hasil demam berkurang
keluarga, keluarga diminta melihat dan dari 39oC menjadi 37’6oC. Suhu 37’6oC
membantu menenangkan pasien agar tidak belum bisa mencapai suhu normal karena
menangis, diharapkan tindakan kompres belum mencapai 37’2oC, tetapi terapi WTS
WTS dapat dilakukan oleh keluarga dan ini sudah menurunkan suhu sebanyak
menerapkannya di rumah jika pasien 1,4oC.
27

Hal ini didukung oleh penelitian Beberapa faktor yang dapat


yang dilakukan Hal ini sesuai dengan mempengaruhi hasil penerapan tindakan
beberapa penelitian yang sudah kompres WTS pada An. Z yang
dilakukanoleh Memed (2014) tentang mengalami hipertermi karena tipoid
efektifitas penurunan suhu tubuh antara abdominalis antara lain :
kompres hangat dan WTS pada anak usia 6 a. Faktor pendukung
bulan-3 tahun dengan demam di Faktor pendukung pada penerapan
Puskesmas Kartasura Sukoharjo tindakan kompres WTS pada An. Z
berkesimpulan yaitu lebih efektif kompres antara lain An. Z mendapatkan terapi
WTS dalam menurunkan suhu tubuh anak lain selain tindakan mandiri perawat
demam, dibandingkan dengan metode yaitu diberikan obat antipiretik yaitu
kompres hangat. Kompres hangat paracetamol sehingga mempercepat
mengalami penurunan suhu mulai dari proses penyembuhan An. Z, selain itu
0.1oC–0.3oC dan untuk WTS penurunan keluarga An. Z juga kooperatif dalam
suhu berkisar antara 0.3oC -0.6oC. semua tindakan keperawatan yang
Pendapat lain menurut penelitian diberikan termasuk mampu mengulang
Setiawati (2008) rata-rata penurunan suhu dengan benar prosedur kompres WTS.
tubuh pada anak hipertermia yang b. Faktor penghambat
mendapatkan terapi antipiretik ditambah Faktor penghambat pada
WTS sebesar 0’530C dalam waktu 30 penerapan tindakan kompres WTS pada
menit, sedangkan yang mendapat terapi An. Z antara lain An. Z saat dilakukan
WTS saja rata-rata penurunan suhu kompres WTS yaitu An. Z kurang
tubuhnya sebesar 0’970C dalam waktu 60 minum, lingkungan yang kurang
menit. Maling, dkk (2012) menyatakan nyaman.
rata-rata suhu tubuh sebelum diberikan
WTS sebesar 38’50C dengan standar Simpulan
deviasi 0’40C, nilai rata-rata setelah 1. Keadaan An. Z sebelum dilakukan
diberikan WTS sebesar 37’10C dengan kompres WTS adalah demam, kulit
standar devisiasi 0’50C sehingga diketahui kemerahan dan teraba hangat, suhu tubuh
ada penurunan nilai rata-rata suhu tubuh 39oC.
sebesar 1’40C setelah diberikan WTS.
28

2. Tindakan yang di lakukan adalah Daftar Pustaka


pemberian kompres WTS meliputi
Alves, A. Almeida, R. (2008). Tepid Sponge
mengukur suhu tubuh, mengompres Plus Dipyrone Alone for Reducting
Body Temperatur In Febrile Children.
dengan meletakkan waslap lembab
Sau Paulo Medical Journal., 26 (2),
menutupi pembuluh darah supervisial 107-111.
utama (aksila, selangkangan, dan area
Aru W, Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu
popliteal) ganti jika waslap sudah hangat, Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi V.
Jakarta :Interna Publishing.
menyeka ekstermitas, mengecek suhu dan
nadi setelah dilakukan tindakan. Doenges, M. E. (2000). Rencana Asuhan
Keperawatan :Pedoman untuk
3. Berdasarkan hasil penelitian yang di
Perencanaan dan Pendokumentasian
lakukan maka dapat di ambil kesimpulan Perawatan Pasien. Alih Bahasa : I
Made K., Nimade S. Jakarta : EGC.
bahwa terjadi penurunan suhu tubuh pada
An. Z sebelum dan sesudah dilakukan Donna L. Wong. (2008). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik, Edisi 6.
kompres WTS yaitu sebelum dilakukan
Jakarta: EGC.
kompres WTS suhu tubuh 39oC, kulit
Effendi, Defi. (2012). Perbedaan Efektifitas
teraba hangat, kulit tampak kemerahan,
Kompres Hangat Teknik Blok Aksila
setelah dilakukan kompres WTS suhu dengan Kompres Hangat Tepid
Sponge Terhadap Penurunan suhu
menjadi 37’6oC.
pada Anak dengan Demam diRuang
Anak RSD. Dr.Soebandijemberdan
Dr. H. Koesnadi Bondowoso. Jember.
Ucapan Terima Kasih
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Dalam hal ini penulis mengucapkan Muhammadiyah Jember. The
terima kasih kepada Direktur Akper Karya Indonesian Journal Of Health
Science, Vol. 3, No i.
Bhakti Nusantara Magelang Ketua Yayasan
Karya Bhakti Magelang dan Ketua Lembaga Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku
Patofisiologi Corwin. Jakarta : Aditya
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat yang Media.
telah memberikan dukungan moril maupun
Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar
materiil dalam penyelesaian publikasi ini. Fisiologi Kedokteran. Edisi 12.
Jakarta : EGC, 1022.
29

Hamid. Ali. Mohammad. (2011). Keefektifan Nuratif .A.H. dan Kusuma. H. (2015).
Kompres Tepid Sponge yang APLIKASI Asuhan Keperawatan
Dilakukan Ibu Dalam Menurunkan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Demam pada Anak di Puskesmas NANDA NIC-NOC .Jogjakarta
Mumbulsari Kabupaten Jember. Tesis. :MediAction.
Surakarta: Universitas Sebelas Maret
Surakarta. Oswari, E. 2009. Bedah dan Keperawatan.
Jakarta : PT Gramedia.
Isnaeni, Memed. (2014). Efektifitas
Penurunan Suhu Tubuh antara SjaifoellahNoer, 2008. Buku Ajar Ilmu
Kompres Hangat dan Water Tepid Penyakit Dalam,Jilid 1 Edisi 3 Jakarta
Sponge pada Pasien Anak Usia 6 : FKUI.
Bulan – 3 Tahun dengan Demam di
Puskesmas Karta sura Sukoharjo. Sodikin. (2012). Prinsip Perawatan Demam
Skripsi. Surakarta: Universitas Pada Anak. Yogyakarta: Pustaka
Muhammadiyah Surakarta Fakultas Belajar.
Ilmu Kesehatan.
Reiga, Celso Garcia De La. 2010. Espanol.
Malling, B., Haryani, S., &Arif, S. (2012). Kessinger Publising.
Pengaruh Kompres Tepid Sponge
Hangat terhadap Penurunan Suhu Wardiyah, M., Setiawati, Setiawan., D.
Tubuh pada Anak Umur 1-10 tahun (2015). Perbandingan Efektifitas
dengan Hipertermia di RSUD Pemberian Kompres Hangat dan
Tugurejo Semarang. Jurnal Penelitian Tepid Sponge terhadap Penurunan
Kesehatan. Vol 7. No 2. Semarang. Suhu Tubuh Anak yang Mengalami
Demam RSUD Dr. H. Abdul Moeloek
Maryuani, Anik, (2010), Ilmu Kesehatan Provinsi Lampung. Jurnal Ilmu
Anak Dalam Kebidanan, EGC: Keperawatan. Volume 4, No 1 Mei
Jakarta. 2016. Lampung.

Munadhiroh. 2014. Hubungan Tingkat Sosial Widagdo.2012. Masalah dan Tata laksana
Ekonomi dan Pengetahuan Gizi Penyakit Dengan Demam. Jakarta:
dengan Status Kadarzi di Desa Subah, Sagung Seto.
Kecamatan Subah, Kabupaten
Batang.Jurusan Kesehatan Masyarakat
UNES Semarang.

Nelwa, R. H. (2007). Demam: Tipedan


Pendekatan. Dalam: Sudoyo, A. W.
Setiyohadi, B, Alvi, I, Simadibrata, M,
dan Setiadi, ed Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid III. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing. 2767-
2768.

Anda mungkin juga menyukai