Anda di halaman 1dari 93
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEMANDIRIAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG (Tesis) Oleh : Ari Ben Lahan + 1621031020 : Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, $.E., M. : Dr. Usep Syaipudin, S.E., M.S.Ak. iy Akt. Age cetak Se 16-09-20 PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG 2020 ABSTRACT Factors Affecting the Financial Independence of District and City Governments in Lampung Province Oleh Ari Ben Lahan This study aims to examine the effect of business diversification and disclosure of derivative transactions on tax avoidance activities. The study was conducted on manufacturing companies listing on the Indonesia Stock Exchange from 2014- 2018, the research sample of 92 companies. The method of data analysis in this study uses multiple linear regression, The results of the study prove that business diversification measured using the Hirschman-Herfindahl index does not affect tax avoidance activities. While the derivative transaction disclosure variable as measured by the disclosure score affects the tax avoidance activity. Keywords: Financial Independence, Local Government. ABSTRAK Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung Oleh Ari Ben Lahan Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh opini audit, kemakmuran, likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupatew/Kota di Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan pada laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga tahun 2017, sampel penelitian sebanyak 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi liniear berganda. Berdasarkan hasil Penelitian menunjukan bukti empiris bahwa variabel kemakmuran, likuiditas dan investasi tidak berpengaruh terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Sedangkan variabel opini audit, size, dan usia pemerintah daerah mempunyai pengaruh yang positif terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung pada periode pengamatan 2013-2017. Kata Kunci: Opini Audit, Kemakmuran, Likuiditas, Size, Investasi, Usia Kemandirian Keuangan. DAFTAR ISI DAFTAR ISL DARTAR TABEL ores DAFTAR GAMBAR.. 1. PENDAHULUAN .. 1.1 Latar Belakang Masalah. 1.2. Perumusan dan Batasan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah 1.2.2 Batasan Masalah 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian. 1.3.1 Tujuan Penelitian .. 1.3.2. Manfaat Penelitian 1,3.2.1 Manfaat Teoritis 1.3.2.2 Manfaat Praktis Il. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. se 24 Landasan Teor... 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory 10 2.1.2 Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) svcoenoenoe vee 1D 2.2 Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah ...c.c0o vee 1B 2.3 Opini Audit 2.4 Kemakmuran Daerah . : . vee 18 2.5 Likuiditas. 2.6 Total Aset (Size) . 2.7 Investasi ee . 2.8 Usia Pemerintah Daerah seventeen seco B seseeseereensnsenees 10 10 2.9 Ringkasan Penelitian Terdahulu mame . sass 2.10 Hipotesis Penelitian exestl 2.10.1 Opini Audit Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda....-....27 2.10.2 Kemakmuran Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda......... 28 2.10.3 Likuiditas Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda .....0.-.-.28 2.10.4 Size Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda...... a) 2.10.5 Investasi Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda peered) 2.10.6 Usia Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda.. eee coon BL 2.11 Kerangka Penelitian SD ane, III. METODE PENELITIAN ... seserseereenensenees 3B 3.1 Sampel dan Data Penelitian. seventeen . eee 33 3.2. Operasional Variabel Penelitian 3.3. Metode Analisis Data. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1, Hasil Penelitian... 42 43 44 YV. SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan 2. Keterbatasan Penelitian. 53 3.2.1 3.2.2 3.3.1 3.3.2 3.3.3 3.3.4 4.11 4.12 Uji Asumsi Klasik.. 4.2.1 4.2.2 4.23 4.2.4 Anali 43.1 4.3.2 4.3.3 Pembahasan.. 4.4.1 44.2 443 444 44.5 44.6 Saran sine 34. Variabel Dependen-Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah34 Variabel Independen... 235 3.2.2.1 Opini Audit aaa oneness 3.2.2.2 Kemakmuran. sasaecteonshs masses) 3.2.2.3 Likuiditas . 36 3.2.2.4 Size. iD 36 3.2.2.5 Investasi eveeeenee 7 eee ST 3.2.2.6 Usia Pemerintah Daerah 7 37 ance ied Statistik Deskriptif ccm ereaaceaTT sass 38 Uji Asumsi Klasik.. oss 38 3.3.2.1 Uji Normalitas Data....cccconene seseesesesenee 38 3.3.2.2 Uji Autokorelasi 39) 3.3.2.3 Uji Multikolinearitas. 39 Analisis Regresi 40 Pengujian Hipotesis 40 3.3.4.1 Uji Koefisen Determinasi (R’ 40 3.3.4.2 Uji Statistik t.. wl Data dan Sampel Analisis Statistik Deskriptif. Hasil Uji Normalitas Hasil Uji Multikolinearita Hasil Uji Heteroskedastisita Hasil Uji Autokorelasi s Regresi Liniear Berganda Uji Koefisien Determinasi Uji Kelayakan Model Pengujian Hipotesi Pengaruh Opini Audit Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda............. i roe Pengaruh Kemakmuran Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda............ lessees ST Pengaruh Likuiditas Terhadap Kemandirian Keuangan Pemada...59 Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Pema .. 60 Pengaruh Investasi Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda....61 Pengaruh Usia Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Pema .. 262 1 64 zi ees 06 . esses 66 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii DAFTAR TABEL ‘Tabel Halaman 1.1. Rasio Kemandirian Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung, Tahun 2017 oroececsenrne 7 2.1. Penelitian Terdahulu ..... oh 3.1. Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah 4.1. Prosedur Pemilihan Sampel.. AB 4.2. Statistik Deskriptif ... 4.3. Hasil Uji Normalitas 4.4, Hasil Uji Normalitas Ke-dua 4.5. Hasil Uji Multikolinearitas 48 4.6, Hasil Uji Autokorelasi 50 4.7. Pengujian Koefisien Determinasi (Uji R 51 4.8. Uji Statistik Fo... iD. 4.9. Hasil Uji Hipotesis........... iv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 2.1. Kerangka Pemikiran. . eeeeee 32, 4.1. Uji Heteroskedastisitas . eee 49 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang diamanahkan dalam UUD 1945. Penerapan otonomi daerah di indonesia dimaksudkan untuk memberikan kekuasaan kepada daerah otonom yang memiliki kewajiban mengatur dan mengurus s: ndiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan produktifitas daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama pemerintahan orde baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta kemiskinan yang besar. Kondisi tersebut diperparah oleh krisis ekonomi yang menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan seluruh sektor perekonomian, schingga mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah (Muhayanah, 2016). Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta undang-undang sebelumnya mengenai pemerintah daerah telah memberikan perubahan dalam pemerintahan dari sentralisasi menjadi desentrali i. Berdasarkan pasal 1 ayat (8) UU No. 23 Tahun 2014 desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan Pusat dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah diperlukan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pelaksanan desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah (Saputra, Suwendra, dan Yudiatmaja, 2016). Kewenangan mengelola potensi daerah masing-masing untuk membiayai urusan daerah dilaksanakan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dimana sumber pendapatan daerah menurut Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah sumber Pendapatan Asli Daerah terditi dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah. Menurut Susilowati dan Kristianto (2016) dalam menjalankan otonomi daerah, Pemerintah Daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan yang efektif dan efisien, sehingga mampu mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam melaksanakan pembangunan, Pemerintah Daerah juga dituntut untuk meningkatkan pemerataan dan keadilan, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Halim (2016) menjelaskan bahwa ciri utama daerah yang dapat melaksanakan otonomi yaitu Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus-memiliki kewenangan untuk dapat menggali sumber keuangan yang ada di daerah, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri untuk membiayai kegiatan pemerintahan, dan ketergantungan terhadap dana dari pemerintah pusat harus seminimal mungkin agar pendapatan asli daerah menjadi sumber keuangan, Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat kelembagaan dan kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja daerah, Sumber- sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa lebih pethitungan anggaran tahun lalu, pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman, serta pendapatan daerah lain-lain yang sah, Kemandirian keuangan daerah diharapkan bisa terwujud dengan otonomi daerah karena tentunya pemerintah pusat menyadari bahwa yang paling mengetahui kondisi daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri, baik dari segi permasalahan yang ada sampai kepada sumber pendapatan yang bisa digali oleh pemerintah daerah tersebut. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2016). Rasio tingkat kemandirian daerah merupakan besarnya pendapatan asli daerah yang diperoleh oleh tiap pemerintahan kabupaten/pemerintahan kota. Semakin besar pendapatan asli daerah dibandingkan dengan bantuan yang diberikan pemerintah pusat maka pemerintah kota tersebut tingkat kemndirian keuangan daerahnya tinggi, Daerah yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi berarti memiliki kemampuan dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan mengelola potensi daerah menjadi sumber pendapatannya. Sumber pendanaan penyelenggaraan kegiatan dan aktifitas pemerintah berarti diperoleh secara mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut. Kemandirian keuangan pemerintah daerah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti yang diungkap oleh beberapa peneliti dalam penelitiannya. Salah satunya adalah opini audit, semakin sedikit temuan audit maka opini yang diberikan semakin baik. Opini audit BPK dapat menjadi tolok ukur untuk menilai akuntabilitas suatu pemerintah daerah, Penelitian Masdiantini dan Erawati (2016) menunjukan bahwa ukuran pemerintah daerah dan opini audit BPK berpengaruh positif signifikan pada kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota yang diukur menggunakan kemandirian keuangan Selain itu, dalam penelitian Hadi (2010) menunjukan bahwa variabel likuiditas secara parsial berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah, dalam sektor publik khususnya pemerintah daerah, perhitungan rasio likuiditas digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membayar utang (kewajiban) jangka pendeknya. Semakin tinggi tingkat likuiditas berarti semakin kecil utang pemerintah daerah sehingga semakin tinggi tingkat kemandirian daerah karena tidak terbebaninya pemerintah daerah dengan sumber dana dari pinjaman atau utang. Begitu juga dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah daerah juga harus didukung oleh aset yang memadai agar dapat memberikan pelayanan yang baik. Semakin besar ukuran daerah yang ditandai dengan besarnya jumlah aset pemda, maka diharapkan akan semakin tinggi kinerja pemda tersebut (Mustikarini dan Fitriasasi, 2012). Dewata dkk (2018) yang menyatakan bahwa variabel usia, populasi, dan opini audit pemda memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Kabupaten dan Kota. Selain itu, penelitian Utami (2011) memberikan hasil Investasi berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan asli daerah, investasi dapat menjadi titik tolak bagi keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa depan karena dapat menyerap tenaga kerja, sehingga dapat membuka kesempatan kerja baru bagi masyarakat yang pada gilirannya akan berdampak terhadap peningkatan pendapatan masyarakat yang berujung pada peningkatan pendapatan daerah. Penelitian ini mengacu dari penelitian Masdiantini dan Erawati (2016) serta Riswanda dan Wahyudin (2014) dengan perbedaan penelitian ini menambahkan variabel likuiditas yang bersumber dari penelitian Hadi (2010) dan variabel umur administratif pemerintah daerah berdasarkan penelitian Suhardjanto dan Lesmana, (2010) yang diproksikan berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang pembentukan daerah tersebut. Selain itu, penelitian ini berfokus pada pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, dengan alasan bahwa Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung belum sepenuhnya berhasil mencapai tingkat kemandirian keuangan yang diharapkan, Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung merupakan salah satu pemerintah daerah yang masih menerima dana perimbangan dari pemerintah pusat dalam porsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan asli daerahnya, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: ‘Tabel 1.1. Rasio Kemandirian Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung, Tahun 2017 Pemerintah Kabupaten/Kota ‘Tingkat Kemandirian Kriteria Kota Bandar Lampung 29,44% Sedang ‘Kota Metro 17.31% Kurang Kabupaten Way Kanan 3,70% Sangat Kurang Kabupaten Lampung Barat 7.68% Sangat Kurang | Kabupaten Tanggamus 3.59% Sangat Kurang | Kabupaten Tulang Bawang 3.53% Sangat Kurans Kabupaten Tulang Bawang Barat 10.79% Kurang Kabupaten Mesuji 3.03% Sangat Kuran; Kabupaten Pringsewu 6.15% Sangat Kurang ‘Kabupaten Pesawaran 3,78% Sangat Kurang | Kabupaten Lampung Utara 6.10% Sangat Kurang | Kabupaten Lampung Tengah 6.26% Sangat Kurang | Kabupaten Lampung Timur 10,27% Kurang Kabupaten Lampung Selatan 993% Sangat Kurang | Kabupaten Pesisir Barat 5,28% Sangat Kurang | Rata-rata 6.96% Sangat Kurans Sumber: data diolah dari Badan Pusat Statistik, 2018 Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa dari lima belas kabupaten/kota yang ada di Provinsi Lampung, Kota Bandar Lampung memiliki rasio kemandirian tertinggi yaitu 29,44 persen sementara Kabupaten Mesuji rasio kemandirian paling rendah yaitu 3,03. Selain itu, pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa rata-rata porsi PAD terhadap total pendapatan kabupaten/kota di wilayah provi Lampung hanya mencapai 6,96% dan berkategori sangat kurang mandi, Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul sebagai berikut “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Lampung” 1.2 Perumusan dan Bataan Masalah 1.2.1 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah opini audit, kemakmuran, likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung? 1.2.2 Batasan Masalah Untuk memfokuskan penelitian ini agar mempunyai ruang lingkup dan arah penelitian yang jelas, pembatasan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1, Penelitian ini menggunakan sampel Pemerintah daerah pada Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang berjumlah 15 Kabupaten/Kota. 2. Penelitian ini hanya meneliti pengaruh opini audit, kemakmuran, likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah terhadap kemandirian keuangan 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka dapat dijelaskan ‘ujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh opini audit terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh kemakmuran daerah terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. 3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh likuiditas terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. 4, Untuk membuktikan secara empiris pengaruh ukuran pemerintah daerah (size), tethadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. 5. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh investasi terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. 6. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh usia pemerintah daerah terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung, 1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Manfaat Teoritis 1, Penelitian ini mencoba untuk meneliti sebuah fenomena yang ada dan dimodifikasikan dengan suatu model yang sudah dilakukan oleh penelitian sebelumnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta bukti empiris mengenai kemandirian keuangan di Kabupaten/Kota Provinsi Lampung. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan bagi mereka yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kemandirian keuangan pemerintah daerah. 1.3.2.2 Manfaat Praktis, 1. Bagi pemerintah daerah, dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam upaya meningkatkan kemandirian keuangan pemerintah 2. Bagi masyarakat, informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam mengawasi efektifitas dan efisiensi penggunaan sumber daya dalam upaya peningkatan kinerja pemerintah daerah. 3. Bagi peneliti selanjutnya, bisa dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan pada bidang akuntansi khususnya akuntansi sektor publik: I, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian ini karena dapat menjelaskan konsep tata kelola pemerintahan, Mengacu pada teori keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa hubungan keagenan sebagai kontrak, yang muncul ketika satu orang atau lebih sebagai pemilik (principal) untuk memperkerjakan orang lain (agent) agar dapat memberikan suatu jasa kepada principal dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Arifianti dk, 2013). Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengendatian, Adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak dapat menimbulkan konflik keagenan, antara lain yaitu adanya kemungkinan manajer melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan/kepentingan prinsipal. Masalah yang timbul ini biasa disebut sebagai masalah agensi. Dalam lingkup pemerintahan daerah di Indonesia, terdapat beberapa hubungan keagenan yaitu antara masyarakat dan pemerintah daerah, masyarakat dan DPRD, dan DPRD dan pemerintah daerah. Hubungan keagenan yang terjadi akan menyebabkan beberapa masalah yaitu asimetri informasi dan konflik kepentingan, Untuk mengatasi permasalahan ini maka perlu adanya pengawasan tethadap agen yang dilakukan oleh prinsipal (Nuraeni, 2014), Dalam konteks pemerintah daerah pengawasan dilakukan oleh DPRD yang melakukan pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah serta BPK yang melakukan pemeriksaan tethadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD). Dua lembaga ini yang bertindak sebagai prinsipal dalam fungsi pengawasan kepada pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab kepada rakyat untuk menjaga dan memastikan bahwa keuangan negara digunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi salah satu pihak yang berperan besar dalam menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan untuk sebesar- besarnya kemakmuran rakyat, Oleh karena itu, BPK RI akan memprioritaskan pemeriksaannya yang dapat _mendorong penggunaan keuangan negara secara transparan dan akuntabel untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat (BPK, 2018) Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa akuntabilitas dalam konteks sektor publik merupakan kewajiban pemegang amanah (pemerintah) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (masyarakat) yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban tersebut. Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam pengelolaan pemerintah daerah terdapat hubungan keagenan (teori keagenan) antara masyarakat sebagai prinsipal dengan pemerintah daerah sebagai agen. Teori keagenan dijadikan landasan teori dalam penelitian ini untuk menjelaskan adanya konflik Kepentingan antara pemerintah daerah sebagai agent dan masyarakat sebagai principal yang berkaitan dengan penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang akan menggambarkan kinerja keuangan pemerintah daerah, 2.1.2 Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Wiranata er al, 2014). Legitima i dianggap penting bagi perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan. Asumsi dasar teori legitimasi seperti yang dinyatakan oleh Suchman (1995) adalah bahwa legitimasi terhadap organisasi akan terbentuk ketika terdapat_kondisi perilaku organisasi yang sejalan dengan harapan pihak-pihak di sekitar organisasi tersebut menjalankan aktivitasnya. Ketika legitimasi terhadap organi: si menjadi berkurang maka akan berkonsekuensi pada berkurangnya aliran sumber daya yang diterima dan berdampak buruk pada pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, penting bagi organisasi untuk merancang dan mengelola kelembagaan organisasi dalam rangka melindungi ataupun menjaga legitimasi (Gabrini, 2013). Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut Keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi_ untuk sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu. sendiri, Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Namun tidak bisa dihindari bahwa akan selalu. munculnya perbedaan antara nilai-nilai yang dipegang oleh perusahaan dengan masyarakat, maka akan muncul legitimacy gap yang dapat mempengaruhi perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Ketika terdapat perbedsan, perusahaan perlu mengevaluasi nilai sosialnya dan menyesuaikan dengan nilai-nilai sosial yang ada dan melakukan penyesuaian dengan nilai sosial di masyarakat atau persepsi terhadap perusahaan sebagai taktik legitimasi (Chariri, 2008) Hal ini juga senada dengan pernyataan Power (2003) yang menyatakan bahwa dengan semakin besarnya tuntutan atas transparansi dan akuntabilitas organi i saat ini maka audit berperan penting dalam memproduksi legitimasi. Dalam konteks penelitian ini, dengan mempertimbangkan besarnya kebutuhan Pemerintah Daerah tethadap legitimasi masyarakat dan Pemerintah dalam mendukung pelaksanaan dan pembiayaan program pembangunan daerah maka Pemerintah Daerah akan selalu berupaya untuk meningkatkan kredibilitasnya, terutama terkait dengan pengelolaan keuangan daerah yang ditandai dengan pencapaian opini audit yang baik. 2.2 Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak bergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan didalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan (Rukmana, 2013), Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah adalah rasio kemandirian keuangan daerah, Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa, “Kemandirian keuangan daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban keuangan sendiri, melaksanakan sendiri, dalam rangka asas desentralisasi”. Halim (2016) menjelaskan bahwa kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. ita seluruh Kemandirian daerah khususnya di bidang keuangan merupakan cita pemerintah daerah otonom. Nataluddin (2001) menyatakan bahwa ciri utama yang menunjukkan suatu daerah mampu berotonomi terletak pada: 1, Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah otonom harus_ memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya; Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu pendapatan asli daerah harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar. Pengukuran kemandirian keuangan pemerintah daerah sangat bergantung pada jumlah pendapatan asli daerah (PAD) itu sendiri. Jika PAD suatu daerah lebih besar dibandingkan dengan bantuan pemerintah pusat dan pinjaman maka daerah tersebut, sudah mandiri dari segi finansialnya sehingga pemerintah pusat bisa mengurangi pengalokasian dana perimbangan kepada daerah tersebut. Sebaliknya jika PAD suatu daerah lebih kecil dibandingkan dengan pinjamam daerah serta bantuan pemerintah pusat seperti DAU, DAK dan DBH maka daerah tersebut dikatakan belum mandiri dari segi finansialnya karena daerah tersebut masih bergantung pada pemerintah pusat. Dana Bagi Hasil merupakan dana perimbangan yang menjadi sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi. belanja daerah (Wandira, 2013), Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat kemampuan suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Sumber pendanaan penyelenggaraan kegiatan dan aktifitas pemerintah berarti diperoleh secara mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut. Rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besarnya rasio pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pendapatan transfer) seperti bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus (Halim, 2016). Tingkat kemandirian daerah diukur dengan seberapa besar porsi PAD yang dapat dihasilkan pemda dibandingkan dengan pendapatan total yang diterimanya, PAD merupakan sumber penerimaan daerah asli yang digali di daerah meliputi pajak daerab, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Semakin besar nilai PAD terhadap total pendapatan menunjukkan semakin mandiri pemda tersebut. Arens (2008) menyatakan bahwa definisi auditing adalah sebagai berikut: “Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.” Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa audit adalah proses pengumpulan data dan evaluasi bukti untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang kompeten dan independen Opini audit adalah suatu laporan yang diberikan oleh auditor terdaftar yang menyatakan ialah bahwa pemeriksaan sudah dilakukan sesuai dengan norma atau juga aturan pemeriksanaan akuntan yang diikuti dengan pendapat tentang kewajaran laporan keuangan yang diperiksa (Hardani, 2018). Selanjutnya menurut Pasal | Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Opini audit merupakan pernyataan profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini didasarkan pada 4 kriteria, yakni: 1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan; 2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures); 3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang—undangan; dan 4, Efektivitas sistem pengendalian intern. Audit yang dilakukan BPK berfungsi untuk memastikan bahwa tidak ada penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dan pelaporankeuangan pemerintah, Pemeriksaan BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan ‘Negara (SPKN). Opini audit diukur dengan menunjukkan tingkatan atau peringkat mulai dari opini paling rendah sampai yang paling tinggi, empat jenis pemberian opini oleh BPK antara lain: 1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material dan informasi keuangan dalam Japoran keuangan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. 2. Opini Wajar Dengan Pengecualian Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang berhubungan dengan yang dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam Japoran keuangan yang tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. 3. Opini Tidak Wajar Opini i menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan secara wajar dalam semua hal yang material, Sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. 4, Opini Tidak Memberikan Pendapat Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai dengan standar_pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa tidak dapat memiberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material, Sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan. 2.4 Kemakmuran Daerah Kemakmuran adalah kemampuan untuk mencukupi kebutuhan, Kemakmuran suatu negara dapat diukur dengan berbagai macam ukuran yang tidak selalu sama karena setiap orang memiliki pandangan hidup yang berbeda sehingga tolak ukur dari kesejahteraan juga berbeda. Dalam penelitian ini kemakmuran diukur menggunakan PRB perkapita. Todaro (2006) menyatakan bahwa pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran kemakmuran suatu daerah. Semakin tinggi pendapatan yang diterima masyarakat maka semakin tinggi pula kemampuan untuk membayar berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, Kemakmuran sangat erat kaitannya dengan aktivitas ekonomi yang berlajalan di daerah tersebut. Semakin tinggi kemakmuran suatu daerah, maka semakin besar pendapatan daerah sehingga akan memberikan peluang terhadap meningkatnya kemandirian keuangan daerah. PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dapat digunakan untuk menunjukkan Jaju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan/setiap sektor dari tahun ke tahun dan sebagai gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah, serta dapat digunakan sebagai salah satu indikator kemakmuran, Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu provinsi dalam menghasilkan pendapatan dan faktor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di provinsi tersebut. Data PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB dengan jumlah penduduk. PDRB menurut pendekatan pendapatan adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (bia anya satu tahun), Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan, Perhitungan tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali faktor pendapatan, termasuk pula komponen pendapatan ini menurut sektor disebut nilai tambah bruto (NTB Sektoral). Jadi, PDRB yang dimaksud adalah jumlah dari NTB seluruh sektor (lapangan usaha). Untuk memudahkan pemakai data, maka hasil perhitungan PDRB disajikan menurut sektor ekonomi/lapangan usaha yang dibedakan menjadi dua macam yaitu: PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan. Struktur PDRB suatu wilayah atas dasar harga berlaku, Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) menggambarkan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada satu tahun tertentu (disebut tahun dasar). 20 Mulai tahun 2005 perhitungan PDRB atas dasar harga Konstan yang didasarkan pada harga-harga pada tahun 2000. Karena menggunakan harga konstan (tetap), maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata disebabkan oleh perkembangan rill dari kuantum produksi dan sudah tidak mengandung fluktuasi harga (inflasi/deflasi). Dengan penyajian ADHK ini pertumbuhan ekonomi rill dapat dihitung, 2.5 Likuiditas Likuiditas merupakan salah satu alat analisis rasio laporan keuangan. Analisis rasio merupakan teknik analisis yang dilakukan dengan membandingkan suatu perkiraan dengan perkiraan yang lain dalam laporan keuangan yang sama dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai kelemahan dan kemampuan keuangan perusahaan dari tahun ke tahun, Analisis rasio dapat digunakan untuk menilai peneapaian manajemen dimasa lalu dan memprediksi prospek kinerja manajemen dimasa yang akan datang, Menurut Munawir (2007), likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang segera harus dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenubi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Pendapat lain menyatakan bahwa likuiditas adalah kemampuan aktiva untuk diubah kedalam bentuk tunai tanpa adanya konsesi harga yang signifikan. Perusahaan dikatakan likuid apabila memiliki kemampuan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat memenuhi Kewajibannya maka dinilai sebagai perusahaan yang illikuid. Pada saat jatuh tempo, perusahaan harus membayar kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman, Untuk 2 dapat memenuhi kewajibannya, perusahaan harus memiliki jumlah kas atau aktiva lancar lainnya yang dapat segera dikonversi atau diubah menjadi kas untuk memenuhi kewajibannya, Perhitungan rasio likuiditas pada intansi pemerintah daerah digunakan untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, Pada penelitian ini, rasio likuiditas akan diukur dengan menggunakan rasio kas yaitu dengan cara membandingkan aktiva lancar (kas dan setara kas) dengan utang jangka pendek, mengacu dari penelitian Hadi (2010). Semakin tinggi ‘tingkat likuiditas berarti semakin kecil utang pemerintah daerah sehingga semakin tinggi tingkat kemandirian daerah Karena tidak terbebaninya pemerintah daerah dengan sumber dana dari pinjaman atau utang 2.6 Total Aset (Size) Pemerintah dacrah adalah pemegang peran utama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Menjamin kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik adalah tugas wajib dari pemerintah daerah. pemerintah yang kinerja keuangannya baik akan memiliki tingkat pelayanan publik yang baik. Pemenuhan terhadap pelayanan publik yang baik bagi masyarakat harus didukung dengan aset yang baik pula, Jumlah asset yang dimiliki oleh suatu daerah akan menunjukan seberapa besar ukuran daerah tersebut. Size pemerintah daerah merupakan salah satu karakteristik pemerintah daerah, Ukuran pemerintah daerah menunjukkan seberapa besar organisasi pemerintahan tersebut (Suhardjanto dkk, 2010). Ukuran pemerintah daerah menurut Sudarsana dan Rahardjo (2013) menggunakan total aset pemerintah daerah Karena aset menunjukkan sumber daya ekonomi yang 2 dikuasai dan atau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh. Berdasarkan penelitian Sudarsana dan Rahardjo (2013) peneliti menggunakan total aset sebagai proksi untuk mengukur pemerintah daerah, Daerah yang memiliki ukuran daerah atau total aset yang lebih besar akan memberikan keuntungan berupa kemudahan dalam kegiatan operasional sehingga pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat akan maksimal. Pemerintah daerah yang memiliki ukuran besar dituntut untuk memiliki kinerja yang lebih baik. 2.7 Investasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 menjelaskan bahwa investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat, Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, atau manfaat lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum (PP No.1 tahun 2008). Kegiatan investasi memungkinkan suatu daerah terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Hal ini sesuai dengan konsep otonomi daerah yang memberikan kesempatan seluas Iuasnya kepada Pemerintah Daerah untuk mencari sumber-sumber penghasilan daerah sebagai salah satu modal pembangunan daerahnya (Soleh dan Rochmansjah, 2010). Otonomi daerah memberikan hak, Kkewajiban, dan tanggung jawab untuk melakukan urusan pemerintahannya sendiri kepada pemerintah daerah, termasuk hak pengelolaan keuangan daerah. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu aspek dari pengelolaan keuangan daerah. Struktur APBD terdiri atas pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, yang masing-masing secara tegas harus dicantumkan bersamaan dengan jumlah anggarannya dan realisasi anggaran pada periode sebelumnya. Untuk kelompok belanja, terdiri dari belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan transfer. Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai Kegiatan investasi (menambah aset) (Soleh dan Rochmansjah, 2010). Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/ PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran, belanja modal adalah pengeluaran untuk pembayaran perolehan aset dan/atau menambah nilai aset tetap/aset Iainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan dalam PP Nomor 1 Tahun 2010, belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi, Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa investasi (dalam hal ini belanja modal) adalah pengeluaran yang dapat memberikan manfaat, baik manfaat ekonomi, sosial, maupun manfaat lainya, selama lebih dari satu tahun, 2.8 Usia Pemerintah Daerah Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, Semisal, umur manusia 24 dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dibitung, Umur suatu organisasi dapat dilihat dari seberapa lama organisasi tersebut berlangsung sejak didirikannya. Menurut Mandasari dalam Lesmana (2010), umur pemerintah daerah dapat diartikan seberapa lama pemerintah daerah ada. Sedangkan, Setyaningrum dan Syafitri (2012) menyebutkan bahwa umur administratif pemerintah daerah adalah tahun dibentuknya suatu pemerintahan daerah berdasarkan undang-undang pembentukan daerah tersebut, Pemerintah, daerah yang memiliki umur administartif yang lebih lama akan mempunyai pengalaman dan mampu untuk menyajikan laporan keuangan yang wajar sesuai dengan peraturan yang berlaku. Umur pemerintahan akan memiliki korelasi dengan kinerja keuangannya. Pemerintah daerah yang memiliki umur yang lebih lama akan lebih tinggi pada tingkat kinerja keuangannya, Karena semakin tua umur suatu daerah akan memiliki pengalaman yang lebih baik dalam melaksanakan jalannya pemerintahan. 2.9 Ringkasan Penelitian Terdahulu ‘Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Masdiantini dan | Pengaruh Ukuran Hasil dari penelitian ini Erawati (2016) | Pemerintah Daerah, menunjukkan bahwa ukuran Kemakmuran, pemerintah daerah dan opini Intergovernmental audit BPK berpengaruh positif Revenue, Temuan dan _| signifikan pada kinerja Opini Audit BPK pada | keuangan pemerintah Kinerja Keuangan kabupaten/kota se-Bali Variabel kemakmuran, intergovernmental revenue, dan temuan audit BPK tidak berpengaruh pada kinerja keuangan pemerintah 25 Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Hadi (2010) Pengaruh Likuiditas dan Leverage tethadap Kemandirian Daerah (Studi terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Tahun Anggaran 2007 di Wilayah Provinsi Aceh) Likuiditas dan leverage secara parsial berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah ‘Sesotyaningtyas (2012) Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa Variabel leverage, ukuran legislatif, intergovernmental revenue, dan pendapatan pajak daerah tidak berpengaruh terhadap kinerja ‘keuangan pemerintah kabupaten/kota di Jawa. Riswanda dan Wahyudin (2014) Analisis Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Jawa Tengah ‘Tahun Anggaran 2010- 2012 ‘Ukuran dan kemakmuran berpengaruh positif terhadap kemandirian daerah. Leverage tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemandirian daerah Suryaningsih dan Sisdyani (2016) Karakteristik Pemerintah Daerah dan Opini Audit pada Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Variabel kemakmuran dan belanja modal tidak berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah. Variabel tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat berpengaruh negatif pada kinerja pemerintah daerah. Variabel opini audit BPK berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah, Suhardjanto, dan Lesmana, (2010) Pengaruh Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Tingkat Pengungkapan Wajib di Indonesi Pemerintah daerah yang keberadaannya relatif lebih lama memiliki pengalaman yang lebih unggul berkaitan dengan proses administrasi dan pencatatan keuangan daripada pemerintah daerah Begitu juga dengan rasio kemandirian keuangan daerah lebih tinggi akan mengungkapkan informasi wajib dalam laporan keuangan lebih luas sebagai wujud akuntabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakat. 26 Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Dewata dk The Effects of Local Hiasil penelitian ini (2018) Government menunjukkan bahwa variabel Characteristics and usia, populasi, dan opini audit ‘Audit Opinion on the | pemda memiliki pengaruh Performance of District | positif terhadap kinerja ‘and City Governments in | Kabupaten dan Kota yang Indonesia diteliti. Sebaliknya, tingkat ketergantungan pada pemerintah pusat memiliki efek negatif pada kinerja pemerintah daerah yang diteliti. Namun, rasio desentralisasi fiskal, belanja modal, dan status daerah tidak berpengaruh pada kinerja pemerintah daerah Kusumawardani | Pengaruh Size, Variabel size dan ukuran (2012) Kemakmuran, Ukuran | legislatif berpengaruh terhadap Legislatif, Leverage kinerja keuangan pemerintah Terhadap Kinerja daerah, Sedangkan variabel Keuangan Pemerintah | kemakmuran dan leverage tidak Daerah di Indonesia berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah Utami (2011) | Pengaruh Tnvestasi dan | Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan Ekonomi terhadap Pendapatan Asli Daerah berpengaruh secara signifikan tethadap pendapatan asli daerah, Investasi berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan asli daerah, Rostina (2014) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten/ Kota Di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2012- 2015 Belanja modal berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan daerah dan investasi daerah berpengaruh terhadap tingkat kemandirian Keuangan daerah. Marhawai (2015) Pengaruh Ukuran Legislatif, Kemakmuran Pemerintah Daerah, Ukuran Pemerintah Daerah dan Intergovernmental Revenue terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran badan legislatif, kemakmuran pemerintah daerah, ukuran pemerintah daerah dan pendapatan antar pemerintah secara bersama- sama berpengaruh terhadap kkinerja keuangan pemerintah daerah, secara parsial, ukuran badan legislatif dan ukuran pemerintah daerah berpengaruh ngatif terhadap kinerja 27 Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian Keuangan pemerintah daerah, kemakmuran sebagian pemerintah daerah dan pendapatan antar pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, Sumber: Review berbagai jurnal 2.10 Hipotesis Penelitian Hipotesis tidak dapat terjadi begitu saja, hipotesis dikembangkan dengan menggunakan teori yang relevan atau dengan logika dan hasil-hasil penelitian sebelumnya. 2.10.1 Opini Audit Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda Opini hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang dilakukan oleh BPK menunjukkan tingkat kewajaran dan kesesuaian LKPD terhadap standar akuntansi yang berlaku. Opini juga ditentukan oleh temuan hasil audit, Semakin sedikit temuan audit maka opini yang diberikan semakin baik. Opini audit BPK dapat menjadi tolok ukur untuk menilai akuntabilitas suatu pemerintah daerah. Opini yang semakin baik menunjukkan kinerja keuangan yang semakin baik pula. Begitupun sebaliknya, opini yang buruk menunjukkan kinerja keuangan yang buruk pula. Opini yang baik menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah mampu mengelola keuangannya dengan baik. Penelitian Masdiantini dan Erawati (2016) serta Suryaningsih dan Sisdyani (2016) mengungkapkan bahwa opini audit BPK berpengaruh positif signifikan pada kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota, hipotesis yang diajukan adalah: Hi: Opini audit BPK berpengaruk positif terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah 28 2.10.2 Kemakmuran Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda Kemakmuran adalah kemampuan daerah dalam mencukupi kebutuhan guna menuju kesejahteraan, Todaro (2006) menyatakan bahwa pendapatan perkapita merupakan salah satu ukuran kemakmuran suatu daerah, Semakin tinggi pendapatan yang diterima masyarakat maka semakin tinggi pula kemampuan untuk membayar berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah yang digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Kemakmuran sangat erat kaitannya dengan aktivitas ekonomi yang berjalan di daerah tersebut. Semakin tinggi kemakmuran suatu daerah, maka semakin besar pendapatan daerah sehingga akan memberikan peluang terhadap meningkatnya kemandirian keuangan daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Marhawai (2015) membuktikan bahwa kemakmuran sebagian pemerintah daerah dan pendapatan antar pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, serta penelitian Riswanda dan Wahyudin (2014) bahwa kemakmuran berpengaruh positif terhadap kemandirian daerah. Dari uraian diatas dapat diramuskan hipotesis sebagai berikut: ‘Ho: Kemakmuran berpengaruh positif terhadap kemandirian kewangan pemerintah daerah. 2.10.3 Likuiditas Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda Rasio likuiditas pada intansi pemerintah daerah digunakan untuk mengukur Kemampuan pemerintah dacrah dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksternal. Sumber dana eksternal yang dimaksud selain dana perimbangan dari 29 pusat, juga unsur pinjaman yang harus turut diperhitungkan selain Utang PFK dan Utang Pajak Pusat sebab kedua jenis utang tersebut tidak dimaksudkan untuk menambah sumber pendanaan pemerintah daerab. Berdasarkan hal tersebut, semakin besar rasio likuiditas pemerintah daerah maka semakin besar kemampuan membiayai kewajiban jangka pendeknya_sendiri sehingga tingkat kemandirian semakin besar. Sumarjo (2010) melalui penelitiannya pada sektor publik yang menyatakan bahwa semakin besar rasio likuiditas maka semakin menunjukkan sebuah entitas tidak mampu dalam membayar utang jangka pendeknya, selain itu penelitian yang dilakukan Hadi (2010) menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat likuiditas berarti semakin kecil utang pemerintah daerah sehingga semakin tinggi tingkat kemandirian daerah karena tidak terbebaninya pemerintah daerah dengan sumber dana dari pinjaman atau utang, hipotesis yang diajukan adalah: Hs: Likuiditas berpengaruh positif terhadap kemandirian kewangan pemerintah daerah 2.10.4 Size Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda Perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tekanan yang lebih besar pula dari publik untuk melaporkan pengungkapan wajibnya. Kondisi tersebut juga terjadi di dalam pemerintahan daerah. Sebagai informasi bahwa ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan total aktiva akan lebih baik karena nilai aktiva relatif stabil dibandingkan dengan nilai penjualan dan kapitalisai pasar dalam mengukur ukuran perusahaan (Nasser dan Parulian, 2009). Terkait dengan teori keagenan, pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengelola aset daerah untuk digunakan demi kepentingan publik. Semakin besar aset yang 30 dikelola oleh pemerintah daerah maka tentu memberikan tekanan yang lebih besar terhadap pemerintah daerah tersebut. Tekanan tersebut membuat pemerintah daerah harus meningkatkan kinerjanya, Oleh karena itu, semakin besar ukuran pemerintah daerah semakin besar pula tuntutan agar memiliki kinerja keuangan yang lebih baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kusumawardani (2012) serta Mustikarini dan Fitriasari (2012) yang membuktikan bahwa ukuran pemda berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja pemda, Dari uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis yang dapat diajukan terkait dengan rumusan ma lah dalam penelitian ini adalah: Ha: Size berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah 2.10.5 Investasi Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 menjelaskan bahwa investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Menurut Sukimo (2000), kegiatan investi i memungkinkan suatu daerah terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Otonomi daerah memberikan hak, kewajiban, dan tanggung jawab untuk melakukan urusan pemerintahannya sendiri kepada pemerintah daerah, termasuk hak pengelolaan keuangan daerah. Peningkatan pemerintah daerah dalam investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu 31 meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang tercermin dari adanya peningkatan penerimaan daerah (Mardiasmo, 2009) Berdasarkan hal tersebut, apabila peningkatan penerimaan daerah melalui kegiatan investasi (belanja modal) dapat dimaksimalkan, maka akan mempengaruhi kemandirian keuangan daerah secara positif. Penelitian yang dilakukan Rostina (2014) dan Utami (2010) menunjukkan bahwa investasi berpengaruh secara signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Dari uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis sevagai berikut: Hs: Investasi berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan pemerintah dacrah 2.10.6 Usia Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda ‘Umur suatu pemerintahan dapat diartikan dengan seberapa lama organisasi tersebut berlangsung sejak didirikannya. Pemerintah yang memiliki umur yang lebih tua akan memiliki pengalaman dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan pemerintah yang baru, pengertian tersebut juga dapat berlaku pada sistem administrasi. Pemerintah yang lebih tua akan lebih paham dengan peraturan dan standar-standar yang berkaitan dengan pengungkapan laporan keuangan. Hal tersebut disebabkan karena laporan keuangan pada tahun sebelumnya telah diperiksa dan hasilnya dievaluasi untuk dapat ditindaklanjuti untuk memperbaiki sebagai pedoman pengungkapan laporan keuangan pada tahun anggaran berikutnya. Umur pemerintahan akan memiliki korelasi dengan kinerja_keuangannya Pemerintah daerah yang memiliki umur yang lebih lama akan lebih tinggi pada tingkat kinerja keuangannya, karena semakin tua umur suatu daerah akan memiliki 32 pengalaman yang lebih baik dalam melaksanakan jalannya pemerintahan, Penelitian yang dilakukan oleh Dewata dkk (2018), Setyaningrum dan Syafitri, (2012) serta Suhardjanto, dan Lesmana, (2010) menyatakan bahwa secara parsial umur administratif pemerintah daerah berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja keuangan pemerintahan daerah, atas dasar ini maka hipotesis yang dapat diungkapakan adalaly He: Usia Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap kemandirian kewangan pemerintah daerah. 2.11 Kerangka Penelitian Berdasarkan tujuan dan pengembangan hipotesis yang telah dipaparkan maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut: Opini Audit Kemakmuran Likuiditas Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Size Investasi Pemerintah Daerah Gambar 2.1, Kerangka Pemikiran II. METODE PENELITIAN 3.1 Sampel dan Data Penelitian Penelitian ini menggunakan populasi berupa Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga tahun 2017. Penelitian ini dilakukan pada akhir Tahun 2019 dan awal Tahun 2020, ‘observas awal yang telah penulis lakukan hanya bisa mendapat periode Tahun 2017 sebagai periode terbaru. LKPD yang digunakan merupakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Dalam penelitian ini pemerintah daerah yang menjadi sampel dipilih berdasarkan purposive sampling (kriteria_yang dikehendaki) (Ghozali, 2016), berikut kriteria sampel dalam penelitian ini: 1, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/kota di Provinsi Lampung tahun 2013-2017 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) baik yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (TMP) ataupun ‘Tidak Wajar (TW). 2. Memiliki data lengkap yang diinginkan peneliti seperti total aset, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, total pendapatan, belanja modal dan pendapatan transfer daerah dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK 2013-2017. 34 Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari LKPD yang telah diaudit oleh BPK selama tahun 2013-2017. Data-data yang dibutubkan dalam penelitian ini adalah opini audit, kemakmuran, likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah, Dalam penelitian ini penulis menggunakan data sekunder karena data diperoleh secara tidak langsung atau melalui media perantara, sumber-sumber data dapat diperoleh dari www.bpk.go id. 3.2 Operasional Variabel Penelitian Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiyono, 2015). Variabel-variabel_ yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 3.2.1 Variabel Dependen-Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemandirian keuangan Pemerintah Daerah, Proksi yang digunakan dalam variabel ini adalah rasio _kemandirian yang divkur dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dibandingkan dengan Total Pendapatan Transfer Daerah. Rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pendapatan transfer) seperti bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut: iri Pesdapatan Asli Daerah Kemandirian Keuangan = ma vapatan Transfer Darah (DAU + DAK DEH) 35 Rasio kemandirian keuangan daerah ini apabila hasil semakin tinggi maka akan semakin kecil angka ketergantungan daerah terhadap pihak lain (pemerintah pusat khususnya) dan berlaku sebaliknya. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik, rasio kemandirian tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio kemandirian yang ada. ‘Tabel 3.1. Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah Kriteria Kemandirian Persentase Kemandiran (%) ‘Sangat Baik >50 Baik 0-50 ‘Cukup 30— 40 Sedan; 20-30 Kurang 10-20 ‘Sangat Kurang 0-10 ‘Sumber: Halim, 2016 2 Variabel Independen 2.1 Opini Audit Opini audit dalam penelitian ini mengacu dari penelitian Masdiantini dan Erawati (2016) diukur dengan skala ordinal yang menunjukkan tingkatan atau peringkat mulai dari opini paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu I= Tidak Menyatakan Pendapat (TMP), 2= Tidak Wajar (TW), 3= Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 4= Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas (WTP-DPP), dan 5= Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 3.2.2.2 Kemakmuran Kemakmuran adalah kemampuan daerah dalam mencukupi kebutuhan guna menuju kesejahteraan, Variabel kemakmuran mengacu pada penelitian Riswanda dan Wahyudin (2014) diproksikan dengan logaritma PDRB perkapita. Kemakmuran (WL) = LN(PDRB per kapita) Sumber: Riswanda dan Wahyudin (2014) 36 3.2.2.3 Likuiditas Likuiditas merupakan kemampuan entitas untuk memperoleh kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan entitas untuk memenuhi keuangannya pada saat ditagih. Variabel likuiditas mengacu dari penelitian Turley et al (2014) diukur dengan menggunakan rumus: Aset Lancar Kewajiban Jangka Pendek Likuiditas Mengacu pada PSAP No.07 mendefinisikan suatu aset diklasifikasikan sebagai aset Jancar jika diharapkan segera untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Sedangkan kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan dibayar dalam waktu paling lama 12 bulan (PP 71/2010 PSAP NO. 9). 3.2.2.4 Size Ukuran pemerintah dacrah diukur dengan total aset yang dimiliki pemerintah daerah dalam penelitian Noviyanti dan Kiswanto (2016), dan Mustikarini dan Fitriasari (2012). Total aset dipilih karena memiliki nilai yang dianggap lebih stabil. Selain itu, aset juga dapat menunjukkan atau menggambarkan sumber daya ekonomi yang dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa alu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh, Perhitungan pada ukuran pemerintahan ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Setyaningrum dan Syafitri, (2012) dimana perhitungan data total aset ditransformasikan ke dalam logaritma natural, karena total aset memiliki nilai yang 37 dapat mencapai satuan milyar atau triliun rupiah, sedangkan variabel lainnya hanya memiliki satuan yang relatif sedikit, maka untuk menyesuaikan dengan variabel lain yang mempergunakan angka perbandingan, ukuran pemerintahan dipergunakan Jogaritma natural dari total asset. Selain itu transformasi logaritma natural juga berfungsi untuk pengujian asumsi klasik khususnya untuk uji normalitas atau penormalan skala data (Ghozali, 2016). Size = LN Total Aset 3.2.2.5 Investasi Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, atau manfaat lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Pengukuran variabel ini mengacu dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/ PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran, menggunakan logaritma belanja modal sebagai pengukuran investasi, belanja modal adalah pengelvaran untuk pembayaran perolehan aset dan/atau menambah nilai aset tetap/aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Inyestasi (INV) = LN Belanja modal 3. 2.6 Usia Pemerintah Daerah Usia atau umur administratif pemerintah adalah tahun dibentuknya suatu pemerintah daerah berdasarkan undang-undang pembentukan daerah tersebut (Setyaningrum & Syafitri, 2012). Variabel usia pemerintah daerah mengacu dari penelitian Dewata dkk (2018) diukur dengan perhitungan selisih antara tahun 38 diterbitkannya peraturan perundangan pembentukan pemerintah dacrah yang bersangkutan dengan tahun penelitian. Penggunaan umur pemerintah berdasarkan pada hari jadi dapat _menggambarkan lama provinsi tersebut telah berdiri. Pengukuran umur pemerintah provinsi dapat diproksikan sebagai berikut: Usia = Tahun Penelitian — Tahun pembentukan Pemda Sumber: Dewata dkk (2018) 3.3 Metode Analisis Data 3.3.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan deskripsi atas variabel-variabel penelitian. Pengujian ini dilakukan untuk mempermudah dalam memahami penelitian. Statistik deskriptif akan memberikan gambaran atau deskripsi umum dari variabel penelitian mengenai nilai rata-rata (mean), standar deviasi, maksimum, minimum variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian, 3.3.2 Uji Asumsi Klasik Analisis regresi perlu dilakukan pengujian asumsi klasik agar hasil analisis regresi dapat memenuhi kriteria best, linear dan supaya variabel independent sebagai estimator atas variabel dependent tidak bias. Uji asumsi klasik dalam penelitian ini terdiri atas uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji multikolinearitas. 3.3.2.1 Uji Normalitas Data Ghozali (2016) menyebutkan bahwa uji normalitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi variabel independent dan dependent memiliki. distribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau 39 mendekati normal. Untuk mengetahui normal atau tidak maka dilakukan uji normalitas menurut Kolmogrof Smirnov satu arah dan analisis grafik Smirnov menggunakan tingkat kepecayaan 5%. Sebagai dasar pengujian keputusan normal atau tidak yaitu: a. Zhitung > Z tabel maka distribusi populasi tidak normal b. Zhitung t kritis, atau nilai sig @ maka Ho diterima. IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Data dan Sampel Data penelitian ini adalah data sekunder, sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data yang didapat dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung dari berbagai sumber BPS, dan Biro Keuangan Provinsi Lampung serta sumber- sumber lain yang berhubungan dengan penelitian untuk menghimpun pengetahuan teoritis serta teknik-teknik perhitungan yang berhubungan dengan penelitian. Data yang digunakan yaitu data laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga tahun 2017. LKPD yang digunakan merupakan laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Penelitian ini dilakukan pada akhir Tahun 2019 dan awal Tahun 2020, keterbatasan penulis hanya bisa mendapat laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah dengan periode ‘Tahun 2017 sebagai periode terbaru. Populasi penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi ‘Lampung, yaitu Pemerintah Kota, dan Pemerintah Kabupaten. Jumlah Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung adalah sebanyak 15 pemerintah daerah yang terdiri dari 2 (dua) pemerintah kota, dan 13 pemerintah kabupaten Table 4.1 berikut ini menyajikan prosedur pemilihan sampel yang digunakan dalam penelitian ini: 43 Tabel 4.1. Prosedur Pemilihan Sampel ‘Keterangan mah Pemerintah kabupaten/k ampuns 15 II. Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang tidak Provins mempunyai laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2013 - @ 2017 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sampai dengan semester pertama tahun 2018; (Kabupaten Pesisir Barat) ‘Total Sampel penelitian. 14 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung dan Biro Keuangan Provinsi Lampung, 2020 Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa Kabupaten pesisir barat baru berdiri Tahun 2013, sehingga tidak mempunyai data keuangan tahun 2013, dikarenakan hal tersebut maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 14 sampel pemerintah daerah yaitu: 1. Kota Bandar Lampung 2. Kota Metro 3. Kabupaten Way Kanan 4. Kabupaten Lampung Barat 5. Kabupaten Tanggamus 6. Kabupaten Tulang Bawang 7. Kabupaten Tulang Bawang Barat 8. Kabupaten Mesuji 9, Kabupaten Pringsewu 10. Kabupaten Pesawaran 11, Kabupaten Lampung Utara 12. Kabupaten Lampung Tengah 13, Kabupaten Lampung Timur 14, Kabupaten Lampung Selatan 4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif ‘Tabel 4.2. menyajikan statistik deskriptif yang meliputi nilai minimum, maksimum, rata-rata (mean), dan deviasi standar variabel penelitian. Tabel 4.2. Statistik Deskriptif’ Variabel [ Minimum | Maksimum | Mean_[ Std. Deviation KMD. 0,021 0,594] 0,106 OT OP 2,000, 5,000] 4.329 0.974 WL 9,579 10,819 | 10,260 0,293, LIQ 0,258] 101,271] 9,893 17,990 SZ 27,212 29,031 | 28,315, 0,359) INV. 24,212 27,014 | 26,221 0.421 ‘AGE 5,000 53,000] 21,429 14,420 Sumber: Data Lampiran, 2020. Tabel 4.2 menyajikan statistik deskriptif yang meliputi nilai minimum, maksimum, rata-rata, dengan jumlah pengamatan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang menjadi ‘observasi penelitian pada tahun 2013-2017 sebanyak 70 observasi. Variabel kemandirian keuangan Pemerintah Daerah (KMD) yang diukur dengan besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain (pendapatan transfer) memiliki nilai tertinggi (maksimum) sebesar 0,594 dan nilai terendah (minimum) sebesar 0,021, serta Nilai rata-rata variabel kemandirian keuangan Pemerintah Daerah (KMD) pada tahun pengamatan 2013-2017 adalah 0,106, nilai ini menunjukan bahwa rata-rata rasio kemandirian yang dimliki pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung berkriteria kurang, karena terletak pada 10-20 persentase kemandirian. 45 Variabel Opini audit (OP), dengan tertinggi yaitu dengan skor 5 atau WTP dan terendah terjadi pada tahun 2013 dengan skor 2 atau Tidak Wajar (TW) yang dimiliki oleh Kabupaten Lampung Utara, serta nilai rata-rata variabel Opini audit (OP) sebesar 4,329 ini menunjukkan bahwa Variabel Opini audit (OP) tergolong baik, karena lebih besar dari nilai standar deviasi sebesar 0,974. Variabel kemakmuran (WL) yang diukur dengan menggunakan logaritma PDRB perkapita, memiliki nilai tertinggi (maksimum) 10,819, dan nilai_ terendah (minimum) sebesar 9,579, serta nilai rata-rata variabel kemakmuran (WL) pada tahun pengamatan 2013-2017 adalah 10,260 ini menunjukkan bahwa Variabel kemakmuran (WL) tergolong baik, karena lebih besar dari nilai standar devia sebesar 0,293. Variabel selanjutnya adalah likuiditas (LIQ) yang diukur dengan perbandingan aset Jancar dengan kewajiban lancar, memiliki nilai tertinggi (maksimum) 101,271, dan nilai terendah (minimum) sebesar 0,258, serta nilai rata-rata variabel likuiditas (LIQ pada tahun pengamatan 2013-2017 adalah 9,893 ini menunjukkan bahwa Variabel likuiditas (LIQ) tergolong kurang baik, karena lebih kecil dari nilai standar deviasi sebesar 17,99. Variabel ukuran pemerintah daerah (SZ) diukur dengan total aset yang dimiliki pemerintah daerah, memiliki nilai tertinggi (maksimum) sebesar 29,031 yaitu pada pemerintah daerah Kota Bandar Lampung pada tahun 2017, dan nilai terendah (minimum) yaitu sebesar 27,212 dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Mesuji pada Tahun 2013, serta nilai rata-rata variabel ukuran pemerintah daerah (SZ) pada tahun pengamatan 2013-2017 adalah 28,315. Variabel selanjutnya adalah Investasi Pemerintah (INV) yang diukur dengan logaritma belanja modal sebagai pengukuran investasi, memiliki nilai tertinggi (maksimum) 27,014, dan nilai terendah (minimum) sebesar 24,212, serta nilai rata- rata variabel Investasi Pemerintah (INV) pada tahun pengamatan 2013-2017 adalah 26,221 ini menunjukkan bahwa Variabel Investasi Pemerintah (INV) tergolong baik, karena lebih besar dari nilai standar deviasi sebesar 0,421. Variabel selanjutnya adalah Usia atau umur administratif pemerintah (AGE) yang diukur dengan perhitungan selisih antara tahun diterbitkannya peraturan perundangan pembentukan pemerintah daerah yang bersangkutan dengan tahun penelitian, dari 14 pemerintah daerah yang menjadi tahun penelitian terdapat 2 pemerintah daerah yang paling awal berdiri pada tahun 1964 yaitu Kabupaten Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Selatan. 4.2 Uji Asumsi Klasik Persyaratan untuk bisa menggunakan persamaan regresi berganda adalah terpenuhinya asumsi klasik, Untuk mendapatkan nilai yang efisien dan tidak bias atau Best Linear Unbias Estimator (BLUE) dari satu persamaan regresi berganda, maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui model regresi yang dihasilkan memenuhi persyaratan asumsi klasik (Ghozali, 2013). 4.2.1 Hasil Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam model penelitian variabel terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi yang memiliki distribusi nilai residual normal atau mendekati normal. Uji 47 normalitas data dalam penelitian ini menggunakan pengujian One-Sample Kolmogorov Smimov test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas ‘Variabel KMD [oP [WL [ig [sz [INV TAGE, N 7o| 70; To] 70] 7o| 70] 70 ‘Mean (0.106 | 4.329 | 10.260 [9.893 [28.315 [26.221 [21.429 ‘Std. Deviation o.111 | 0,974 | 0,293 [17,990 | 0.359 | 0.421 | 14.420 Kolmogorov-SmirnovZ | 1.279 [3.565 [0.558] 2.669 | 0.739 [0.752 [1.525 ‘Asymp. Sig. Q-tailed) [0.059 | 0.000 [0.914 | 0.000 [0.646 [0.624 | 0.019. Sumber: Hasil Output SPSS, 2020 Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai sig kolmogorov-Sminorv memperlihatkan bahwa terdapat variabel yang tidak memenuhi syarat uji normalitas dalam penelitian ini yaitu variabel OP, LIQ dan AGE yang mempunyai nilai sig 0,000, 0,000 dan 0,019 lebih kecil dari « = 0,05, untuk itu peneliti_melakukan unstandarized seluruh variabel penelitian, sehingga hasil uji normalitas kedua seperti berikut: Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Ke-dua N 70 Mean O.110 Std. Deviation 0,094 Kolmogorov-Smirnov Z 1,100 symp. Sig. (2-tailed) 0.119 Sumber: Hasil Output SPSS, 2020 Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,119 lebih besar diatas level signifikansi 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa data dalam penelitian ini telah terdistribusi dengan normal, selanjutnya melakukan perhitungan dengan menggunakan data telah terdistribusi normal, 48 4.2.2 Hasil Uji Multikolinearitas Muttikolinearitas terjadi jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 yang berarti terjadi hubungan yang cukup besar antara variabel bebas dan tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95% (kofisien lemah tidak lebih besar dari 5) jika VIF lebih besar dari 10. Apabila VIF kurang dari 10 dapat dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model adalah dapat dipercaya dan objektif, ‘Tabel 4.5. Hasil Uji Multikolinearitas 7 Collinearity Statistics Variabel Tolerance [VIF OP, 0,961 | __1,040 WL 0 LIQ 0,876, 1141 SZ 0,567 |__1.763 INV 0,812 1,231 AGE 0,631 | 1.586 Sumber: Hasil Output SPSS, 2020 Berdasarkan uji multikolinearitas pada Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa hasil pethitungan nilai tolerance menunjukkan bahwa variabel opini audit (OP), kemakmuran (WL), likuiditas (LIQ), ukuran pemerintah daerah (SZ), investasi (INV), dan usia pemerintah daerah (AGE) memiliki nilai tolerance lebih dari 0,10 (10%) yang artinya bahwa Korelasi antar variabel bebas tersebut nilainya Kurang dati 95%, dan hasil dari varian inflanation factor (VIF) menunjukan bahwa opini audit (OP), kemakmuran (WL), likuiditas (LIQ), ukuran pemerintah daerah (SZ), investasi (INV), dan usia pemerintah daerah (AGE) kurang dari 10, Dimana, jika nilai tolerance lebih dari 0,10 atau 10% dan nilai VIF kurang dari 10, maka dalam 49 pengujian data tersebut tidak terdapat korelasi antar variabel bebas atau tidak terjadi multikolonearitas. 4.2.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas Uji. heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaituadanya ketidaksamaan varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedas itas. Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antar SRESID dan ZPRED dimana sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (Y predil — Y sesungguhnya) yang telah di-studentized (Ghozali, 2013) epee acti Gambar 4.1. Uji Heteroskedastisitas Sumber: Data Lampiran 3, 2020. Gambar 4.1 menunjukan hasil pengujian heteroskedastisitas pada tampilan grafik scatterplots bahwa titik-titik tidak berkumpul dan menyebar secara acak baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskidastisitas pada model regresi pada penelitian ini. 50 4.2.4 Hasil Uji Autokorelasi Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang disusun menurut waktu dan tempat. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi autokorelasi, Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode sebelumnya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi akan dilakukan pengujian Durbin- Watson (Dw_test). Tabel 4.6. Hasil Uji Autokorelasi usta | Durbin-Watson | 4-dU, 1,680 1,940 2,32 Sumber: Data Lampiran 4, 2020 Kriteria pengujiannya sebagai berikut: a. Jikad < 4dL, berarti ada autokorelasi posiitif b. Jika d > 44L, berarti ada autokorelasi negatif c. Jika dU

Anda mungkin juga menyukai