0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
11 tayangan93 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh opini audit, kemakmuran, likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan pada laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga tahun 2017, sampel penelitian sebanyak 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regr
Judul Asli
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEMANDIRIAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh opini audit, kemakmuran, likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan pada laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga tahun 2017, sampel penelitian sebanyak 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regr
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh opini audit, kemakmuran, likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Penelitian dilakukan pada laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga tahun 2017, sampel penelitian sebanyak 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Data dianalisis dengan menggunakan analisis regr
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI KEMANDIRIAN
KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DAN KOTA DI
PROVINSI LAMPUNG
(Tesis)
Oleh
: Ari Ben Lahan
+ 1621031020
: Dr. Fajar Gustiawaty Dewi, $.E., M.
: Dr. Usep Syaipudin, S.E., M.S.Ak.
iy Akt.
Age cetak
Se 16-09-20
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2020ABSTRACT
Factors Affecting the Financial Independence of District and City
Governments in Lampung Province
Oleh
Ari Ben Lahan
This study aims to examine the effect of business diversification and disclosure of
derivative transactions on tax avoidance activities. The study was conducted on
manufacturing companies listing on the Indonesia Stock Exchange from 2014-
2018, the research sample of 92 companies. The method of data analysis in this
study uses multiple linear regression, The results of the study prove that business
diversification measured using the Hirschman-Herfindahl index does not affect
tax avoidance activities. While the derivative transaction disclosure variable as
measured by the disclosure score affects the tax avoidance activity.
Keywords: Financial Independence, Local Government.ABSTRAK
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kemandirian Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Lampung
Oleh
Ari Ben Lahan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh opini audit, kemakmuran,
likuiditas, size, investasi, dan usia pemerintah daerah terhadap kemandirian
keuangan pemerintah daerah Kabupatew/Kota di Provinsi Lampung. Penelitian
dilakukan pada laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah
daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga
tahun 2017, sampel penelitian sebanyak 14 Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
Data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi liniear berganda.
Berdasarkan hasil Penelitian menunjukan bukti empiris bahwa variabel
kemakmuran, likuiditas dan investasi tidak berpengaruh terhadap kemandirian
keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung. Sedangkan
variabel opini audit, size, dan usia pemerintah daerah mempunyai pengaruh yang
positif terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung pada periode pengamatan 2013-2017.
Kata Kunci: Opini Audit, Kemakmuran, Likuiditas, Size, Investasi, Usia
Kemandirian Keuangan.DAFTAR ISI
DAFTAR ISL
DARTAR TABEL ores
DAFTAR GAMBAR..
1. PENDAHULUAN ..
1.1 Latar Belakang Masalah.
1.2. Perumusan dan Batasan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
1.2.2 Batasan Masalah
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1.3.1 Tujuan Penelitian ..
1.3.2. Manfaat Penelitian
1,3.2.1 Manfaat Teoritis
1.3.2.2 Manfaat Praktis
Il. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN
HIPOTESIS. se
24 Landasan Teor...
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory 10
2.1.2 Teori Legitimasi (Legitimacy Theory) svcoenoenoe vee 1D
2.2 Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah ...c.c0o vee 1B
2.3 Opini Audit
2.4 Kemakmuran Daerah . : . vee 18
2.5 Likuiditas.
2.6 Total Aset (Size) .
2.7 Investasi ee .
2.8 Usia Pemerintah Daerah seventeen seco B
seseeseereensnsenees 10
10
2.9 Ringkasan Penelitian Terdahulu mame . sass
2.10 Hipotesis Penelitian exestl
2.10.1 Opini Audit Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda....-....27
2.10.2 Kemakmuran Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda......... 28
2.10.3 Likuiditas Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda .....0.-.-.28
2.10.4 Size Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda...... a)
2.10.5 Investasi Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda peered)
2.10.6 Usia Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan
Pemda.. eee coon BL
2.11 Kerangka Penelitian SD ane,
III. METODE PENELITIAN ... seserseereenensenees 3B
3.1 Sampel dan Data Penelitian. seventeen . eee 333.2. Operasional Variabel Penelitian
3.3. Metode Analisis Data.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1, Hasil Penelitian...
42
43
44
YV. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
2. Keterbatasan Penelitian.
53
3.2.1
3.2.2
3.3.1
3.3.2
3.3.3
3.3.4
4.11
4.12
Uji Asumsi Klasik..
4.2.1
4.2.2
4.23
4.2.4
Anali
43.1
4.3.2
4.3.3
Pembahasan..
4.4.1
44.2
443
444
44.5
44.6
Saran
sine 34.
Variabel Dependen-Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah34
Variabel Independen... 235
3.2.2.1 Opini Audit aaa oneness
3.2.2.2 Kemakmuran. sasaecteonshs masses)
3.2.2.3 Likuiditas . 36
3.2.2.4 Size. iD 36
3.2.2.5 Investasi eveeeenee 7 eee ST
3.2.2.6 Usia Pemerintah Daerah 7 37
ance ied
Statistik Deskriptif ccm ereaaceaTT sass 38
Uji Asumsi Klasik.. oss 38
3.3.2.1 Uji Normalitas Data....cccconene seseesesesenee 38
3.3.2.2 Uji Autokorelasi 39)
3.3.2.3 Uji Multikolinearitas. 39
Analisis Regresi 40
Pengujian Hipotesis 40
3.3.4.1 Uji Koefisen Determinasi (R’ 40
3.3.4.2 Uji Statistik t.. wl
Data dan Sampel
Analisis Statistik Deskriptif.
Hasil Uji Normalitas
Hasil Uji Multikolinearita
Hasil Uji Heteroskedastisita
Hasil Uji Autokorelasi
s Regresi Liniear Berganda
Uji Koefisien Determinasi
Uji Kelayakan Model
Pengujian Hipotesi
Pengaruh Opini Audit Terhadap Kemandirian Keuangan
Pemda............. i roe
Pengaruh Kemakmuran Terhadap Kemandirian Keuangan
Pemda............ lessees ST
Pengaruh Likuiditas Terhadap Kemandirian Keuangan Pemada...59
Pengaruh Ukuran Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian
Keuangan Pema .. 60
Pengaruh Investasi Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda....61
Pengaruh Usia Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian
Keuangan Pema ..
262
1 64
zi ees 06
. esses 66DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iiiDAFTAR TABEL
‘Tabel Halaman
1.1. Rasio Kemandirian Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung,
Tahun 2017 oroececsenrne 7
2.1. Penelitian Terdahulu .....
oh
3.1. Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah
4.1. Prosedur Pemilihan Sampel..
AB
4.2. Statistik Deskriptif ...
4.3. Hasil Uji Normalitas
4.4, Hasil Uji Normalitas Ke-dua
4.5. Hasil Uji Multikolinearitas 48
4.6, Hasil Uji Autokorelasi 50
4.7. Pengujian Koefisien Determinasi (Uji R 51
4.8. Uji Statistik Fo... iD.
4.9. Hasil Uji Hipotesis...........
ivDAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Kerangka Pemikiran. . eeeeee 32,
4.1. Uji Heteroskedastisitas . eee 49I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara yang menganut sistem demokrasi yang diamanahkan
dalam UUD 1945. Penerapan otonomi daerah di indonesia dimaksudkan untuk
memberikan kekuasaan kepada daerah otonom yang memiliki kewajiban mengatur
dan mengurus s:
ndiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
menurut aspirasi masyarakat untuk meningkatkan produktifitas daerah.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan sistem pemerintahan sentralistik selama
pemerintahan orde baru ternyata rapuh dan menciptakan kesenjangan ekonomi serta
kemiskinan yang besar. Kondisi tersebut diperparah oleh krisis ekonomi yang
menyebabkan kualitas pelayanan publik terganggu dan seluruh sektor
perekonomian, schingga mengakibatkan krisis kepercayaan terhadap pemerintah
(Muhayanah, 2016).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Undang-
Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah serta undang-undang sebelumnya mengenai
pemerintah daerah telah memberikan perubahan dalam pemerintahan dari
sentralisasi menjadi desentrali
i. Berdasarkan pasal 1 ayat (8) UU No. 23 Tahun
2014 desentralisasi merupakan penyerahan urusan pemerintahan oleh pemerintah
pusat kepada daerah otonom berdasarkan asas otonomi. Menurut Undang-UndangNo. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Daerah dan
Pusat dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah diperlukan pengaturan, pembagian,
dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan
keuangan pemerintah pusat dan daerah. Sumber pembiayaan pelaksanan
desentralisasi terdiri dari pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman
daerah, dan lain-lain penerimaan yang sah (Saputra, Suwendra, dan Yudiatmaja,
2016).
Kewenangan mengelola potensi daerah masing-masing untuk membiayai urusan
daerah dilaksanakan dalam wadah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Berdasarkan
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Daerah Pasal 1 angka 18 bahwa “Pendapatan asli daerah, selanjutnya
disebut PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan
peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan, dimana sumber
pendapatan daerah menurut Pasal 157 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah sumber
Pendapatan Asli Daerah terditi dari hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil
perusahaan daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan
dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.
Menurut Susilowati dan Kristianto (2016) dalam menjalankan otonomi daerah,
Pemerintah Daerah dituntut untuk menjalankan roda pemerintahan yang efektif dan
efisien, sehingga mampu mendorong masyarakat untuk berperan serta dalam
melaksanakan pembangunan, Pemerintah Daerah juga dituntut untuk meningkatkanpemerataan dan keadilan, sehingga dapat mengembangkan seluruh potensi yang
dimiliki oleh masing-masing daerah.
Halim (2016) menjelaskan bahwa ciri utama daerah yang dapat melaksanakan
otonomi yaitu Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah harus-memiliki
kewenangan untuk dapat menggali sumber keuangan yang ada di daerah, mengelola
dan menggunakan keuangan sendiri untuk membiayai kegiatan pemerintahan, dan
ketergantungan terhadap dana dari pemerintah pusat harus seminimal mungkin agar
pendapatan asli daerah menjadi sumber keuangan,
Keuangan daerah adalah keseluruhan tatanan, perangkat kelembagaan dan
kebijakan penganggaran yang meliputi pendapatan dan belanja daerah, Sumber-
sumber penerimaan daerah terdiri atas sisa lebih pethitungan anggaran tahun lalu,
pendapatan asli daerah (PAD), dana perimbangan, pinjaman, serta pendapatan
daerah lain-lain yang sah, Kemandirian keuangan daerah diharapkan bisa terwujud
dengan otonomi daerah karena tentunya pemerintah pusat menyadari bahwa yang
paling mengetahui kondisi daerah adalah pemerintah daerah itu sendiri, baik dari
segi permasalahan yang ada sampai kepada sumber pendapatan yang bisa digali
oleh pemerintah daerah tersebut. Kemandirian keuangan daerah menunjukkan
kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan
retribusi sebagai sumber pendapatan yang diperlukan daerah (Halim, 2016).
Rasio tingkat kemandirian daerah merupakan besarnya pendapatan asli daerah yang
diperoleh oleh tiap pemerintahan kabupaten/pemerintahan kota. Semakin besar
pendapatan asli daerah dibandingkan dengan bantuan yang diberikan pemerintahpusat maka pemerintah kota tersebut tingkat kemndirian keuangan daerahnya
tinggi, Daerah yang memiliki tingkat kemandirian yang tinggi berarti memiliki
kemampuan dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan
mengelola potensi daerah menjadi sumber pendapatannya. Sumber pendanaan
penyelenggaraan kegiatan dan aktifitas pemerintah berarti diperoleh secara mandiri
dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut.
Kemandirian keuangan pemerintah daerah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti yang diungkap oleh beberapa peneliti dalam penelitiannya. Salah satunya
adalah opini audit, semakin sedikit temuan audit maka opini yang diberikan
semakin baik. Opini audit BPK dapat menjadi tolok ukur untuk menilai
akuntabilitas suatu pemerintah daerah, Penelitian Masdiantini dan Erawati (2016)
menunjukan bahwa ukuran pemerintah daerah dan opini audit BPK berpengaruh
positif signifikan pada kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota yang diukur
menggunakan kemandirian keuangan
Selain itu, dalam penelitian Hadi (2010) menunjukan bahwa variabel likuiditas
secara parsial berpengaruh terhadap kemandirian keuangan daerah, dalam sektor
publik khususnya pemerintah daerah, perhitungan rasio likuiditas digunakan untuk
mengukur kemampuan pemerintah daerah untuk membayar utang (kewajiban)
jangka pendeknya. Semakin tinggi tingkat likuiditas berarti semakin kecil utang
pemerintah daerah sehingga semakin tinggi tingkat kemandirian daerah karena
tidak terbebaninya pemerintah daerah dengan sumber dana dari pinjaman atau
utang. Begitu juga dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah
daerah juga harus didukung oleh aset yang memadai agar dapat memberikanpelayanan yang baik. Semakin besar ukuran daerah yang ditandai dengan besarnya
jumlah aset pemda, maka diharapkan akan semakin tinggi kinerja pemda tersebut
(Mustikarini dan Fitriasasi, 2012).
Dewata dkk (2018) yang menyatakan bahwa variabel usia, populasi, dan opini audit
pemda memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Kabupaten dan Kota. Selain itu,
penelitian Utami (2011) memberikan hasil Investasi berpengaruh secara signifikan
terhadap pendapatan asli daerah, investasi dapat menjadi titik tolak bagi
keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan di masa depan karena dapat
menyerap tenaga kerja, sehingga dapat membuka kesempatan kerja baru bagi
masyarakat yang pada gilirannya akan berdampak terhadap peningkatan
pendapatan masyarakat yang berujung pada peningkatan pendapatan daerah.
Penelitian ini mengacu dari penelitian Masdiantini dan Erawati (2016) serta
Riswanda dan Wahyudin (2014) dengan perbedaan penelitian ini menambahkan
variabel likuiditas yang bersumber dari penelitian Hadi (2010) dan variabel umur
administratif pemerintah daerah berdasarkan penelitian Suhardjanto dan Lesmana,
(2010) yang diproksikan berdasarkan undang-undang yang mengatur tentang
pembentukan daerah tersebut.
Selain itu, penelitian ini berfokus pada pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung, dengan alasan bahwa Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung belum
sepenuhnya berhasil mencapai tingkat kemandirian keuangan yang diharapkan,
Pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung merupakan salah satu
pemerintah daerah yang masih menerima dana perimbangan dari pemerintah pusatdalam porsi yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan asli daerahnya,
hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:
‘Tabel 1.1. Rasio Kemandirian Pemerintah Kabupaten/Kota se-Provinsi Lampung,
Tahun 2017
Pemerintah Kabupaten/Kota ‘Tingkat Kemandirian Kriteria
Kota Bandar Lampung 29,44% Sedang
‘Kota Metro 17.31% Kurang
Kabupaten Way Kanan 3,70% Sangat Kurang
Kabupaten Lampung Barat 7.68% Sangat Kurang |
Kabupaten Tanggamus 3.59% Sangat Kurang |
Kabupaten Tulang Bawang 3.53% Sangat Kurans
Kabupaten Tulang Bawang Barat 10.79% Kurang
Kabupaten Mesuji 3.03% Sangat Kuran;
Kabupaten Pringsewu 6.15% Sangat Kurang
‘Kabupaten Pesawaran 3,78% Sangat Kurang |
Kabupaten Lampung Utara 6.10% Sangat Kurang |
Kabupaten Lampung Tengah 6.26% Sangat Kurang |
Kabupaten Lampung Timur 10,27% Kurang
Kabupaten Lampung Selatan 993% Sangat Kurang |
Kabupaten Pesisir Barat 5,28% Sangat Kurang |
Rata-rata 6.96% Sangat Kurans
Sumber: data diolah dari Badan Pusat Statistik, 2018
Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa dari lima belas kabupaten/kota yang ada di Provinsi
Lampung, Kota Bandar Lampung memiliki rasio kemandirian tertinggi yaitu 29,44
persen sementara Kabupaten Mesuji rasio kemandirian paling rendah yaitu 3,03.
Selain itu, pemerintah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung menunjukkan bahwa
rata-rata porsi PAD terhadap total pendapatan kabupaten/kota di wilayah provi
Lampung hanya mencapai 6,96% dan berkategori sangat kurang mandi,
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan
judul sebagai berikut “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kemandirian
Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota di Provinsi Lampung”1.2 Perumusan dan Bataan Masalah
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka perumusan masalah
pada penelitian ini adalah apakah opini audit, kemakmuran, likuiditas, size,
investasi, dan usia pemerintah daerah berpengaruh terhadap kemandirian keuangan
pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung?
1.2.2 Batasan Masalah
Untuk memfokuskan penelitian ini agar mempunyai ruang lingkup dan arah
penelitian yang jelas, pembatasan masalah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1, Penelitian ini menggunakan sampel Pemerintah daerah pada Kabupaten/Kota di
Provinsi Lampung yang berjumlah 15 Kabupaten/Kota.
2. Penelitian ini hanya meneliti pengaruh opini audit, kemakmuran, likuiditas,
size, investasi, dan usia pemerintah daerah terhadap kemandirian keuangan
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka dapat dijelaskan
‘ujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh opini audit terhadap kemandirian
keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
Untuk membuktikan secara empiris pengaruh kemakmuran daerah terhadap
kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung.3. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh likuiditas terhadap kemandirian
keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
4, Untuk membuktikan secara empiris pengaruh ukuran pemerintah daerah (size),
tethadap kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung.
5. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh investasi terhadap kemandirian
keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung.
6. Untuk membuktikan secara empiris pengaruh usia pemerintah daerah terhadap
kemandirian keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi
Lampung,
1.3.2 Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
1, Penelitian ini mencoba untuk meneliti sebuah fenomena yang ada dan
dimodifikasikan dengan suatu model yang sudah dilakukan oleh penelitian
sebelumnya. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan
pengetahuan serta bukti empiris mengenai kemandirian keuangan di
Kabupaten/Kota Provinsi Lampung.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan
wawasan bagi mereka yang akan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
kemandirian keuangan pemerintah daerah.
1.3.2.2 Manfaat Praktis,
1. Bagi pemerintah daerah, dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dalam upaya
meningkatkan kemandirian keuangan pemerintah2. Bagi masyarakat, informasi yang diperoleh dalam penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan acuan dalam mengawasi efektifitas dan efisiensi
penggunaan sumber daya dalam upaya peningkatan kinerja pemerintah daerah.
3. Bagi peneliti selanjutnya, bisa dijadikan referensi dalam penelitian-penelitian
selanjutnya disamping sebagai sarana untuk menambah wawasan pada bidang
akuntansi khususnya akuntansi sektor publik:I, TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) merupakan landasan teori dalam penelitian ini
karena dapat menjelaskan konsep tata kelola pemerintahan, Mengacu pada teori
keagenan dari Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa hubungan
keagenan sebagai kontrak, yang muncul ketika satu orang atau lebih sebagai
pemilik (principal) untuk memperkerjakan orang lain (agent) agar dapat
memberikan suatu jasa kepada principal dan kemudian mendelegasikan wewenang
pengambilan keputusan kepada agent tersebut (Arifianti dk, 2013).
Inti dari hubungan keagenan adalah adanya pemisahan antara kepemilikan dan
pengendatian, Adanya perbedaan kepentingan antara kedua belah pihak dapat
menimbulkan konflik keagenan, antara lain yaitu adanya kemungkinan manajer
melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan keinginan/kepentingan prinsipal.
Masalah yang timbul ini biasa disebut sebagai masalah agensi. Dalam lingkup
pemerintahan daerah di Indonesia, terdapat beberapa hubungan keagenan yaitu
antara masyarakat dan pemerintah daerah, masyarakat dan DPRD, dan DPRD dan
pemerintah daerah. Hubungan keagenan yang terjadi akan menyebabkan beberapa
masalah yaitu asimetri informasi dan konflik kepentingan, Untuk mengatasipermasalahan ini maka perlu adanya pengawasan tethadap agen yang dilakukan
oleh prinsipal (Nuraeni, 2014),
Dalam konteks pemerintah daerah pengawasan dilakukan oleh DPRD yang
melakukan pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan pemerintah daerah
serta BPK yang melakukan pemeriksaan tethadap Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah (LKPD). Dua lembaga ini yang bertindak sebagai prinsipal dalam fungsi
pengawasan kepada pemerintah daerah mempunyai tanggung jawab kepada rakyat
untuk menjaga dan memastikan bahwa keuangan negara digunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadi salah satu pihak yang berperan besar
dalam menjaga dan memastikan keuangan negara dipergunakan untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat, Oleh karena itu, BPK RI akan memprioritaskan
pemeriksaannya yang dapat _mendorong penggunaan keuangan negara secara
transparan dan akuntabel untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat (BPK, 2018)
Mardiasmo (2009) menjelaskan bahwa akuntabilitas dalam konteks sektor publik
merupakan kewajiban pemegang amanah (pemerintah) untuk memberikan
pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala
aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi
amanah (masyarakat) yang memiliki hak untuk meminta pertanggungjawaban
tersebut. Pernyataan ini mengandung arti bahwa dalam pengelolaan pemerintah
daerah terdapat hubungan keagenan (teori keagenan) antara masyarakat sebagai
prinsipal dengan pemerintah daerah sebagai agen.Teori keagenan dijadikan landasan teori dalam penelitian ini untuk menjelaskan
adanya konflik Kepentingan antara pemerintah daerah sebagai agent dan
masyarakat sebagai principal yang berkaitan dengan penggunaan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang akan menggambarkan kinerja
keuangan pemerintah daerah,
2.1.2 Teori Legitimasi (Legitimacy Theory)
Legitimasi dapat dianggap sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa
tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas adalah merupakan tindakan yang
diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma, nilai, kepercayaan dan
definisi yang dikembangkan secara sosial (Wiranata er al, 2014). Legitima
i
dianggap penting bagi perusahaan dikarenakan legitimasi masyarakat kepada
perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan ke depan.
Asumsi dasar teori legitimasi seperti yang dinyatakan oleh Suchman (1995) adalah
bahwa legitimasi terhadap organisasi akan terbentuk ketika terdapat_kondisi
perilaku organisasi yang sejalan dengan harapan pihak-pihak di sekitar organisasi
tersebut menjalankan aktivitasnya. Ketika legitimasi terhadap organi:
si menjadi
berkurang maka akan berkonsekuensi pada berkurangnya aliran sumber daya yang
diterima dan berdampak buruk pada pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu,
penting bagi organisasi untuk merancang dan mengelola kelembagaan organisasi
dalam rangka melindungi ataupun menjaga legitimasi (Gabrini, 2013).
Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut
Keberadaannya jika masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi_ untuk
sistem nilai yang sepadan dengan sistem nilai masyarakat itu. sendiri, Teorilegitimasi menganjurkan perusahaan untuk meyakinkan bahwa aktivitas dan
kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Namun tidak bisa dihindari bahwa akan
selalu. munculnya perbedaan antara nilai-nilai yang dipegang oleh perusahaan
dengan masyarakat, maka akan muncul legitimacy gap yang dapat mempengaruhi
perusahaan untuk melanjutkan kegiatan usahanya. Ketika terdapat perbedsan,
perusahaan perlu mengevaluasi nilai sosialnya dan menyesuaikan dengan nilai-nilai
sosial yang ada dan melakukan penyesuaian dengan nilai sosial di masyarakat atau
persepsi terhadap perusahaan sebagai taktik legitimasi (Chariri, 2008)
Hal ini juga senada dengan pernyataan Power (2003) yang menyatakan bahwa
dengan semakin besarnya tuntutan atas transparansi dan akuntabilitas organi
i
saat ini maka audit berperan penting dalam memproduksi legitimasi. Dalam konteks
penelitian ini, dengan mempertimbangkan besarnya kebutuhan Pemerintah Daerah
tethadap legitimasi masyarakat dan Pemerintah dalam mendukung pelaksanaan dan
pembiayaan program pembangunan daerah maka Pemerintah Daerah akan selalu
berupaya untuk meningkatkan kredibilitasnya, terutama terkait dengan pengelolaan
keuangan daerah yang ditandai dengan pencapaian opini audit yang baik.
2.2 Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah
Kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan suatu daerah untuk menggali
dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam memenuhi
kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan, pelayanan
kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak bergantung
sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan didalammenggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam batas-batas
yang ditentukan peraturan perundang-undangan (Rukmana, 2013),
Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur kinerja keuangan pemerintah
daerah adalah rasio kemandirian keuangan daerah, Sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 bahwa, “Kemandirian keuangan
daerah berarti pemerintah dapat melakukan pembiayaan dan pertanggungjawaban
keuangan sendiri, melaksanakan sendiri, dalam rangka asas desentralisasi”. Halim
(2016) menjelaskan bahwa kemandirian keuangan daerah adalah kemampuan
pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan,
dan pelayanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah.
ita seluruh
Kemandirian daerah khususnya di bidang keuangan merupakan cita
pemerintah daerah otonom. Nataluddin (2001) menyatakan bahwa ciri utama yang
menunjukkan suatu daerah mampu berotonomi terletak pada:
1, Kemampuan keuangan daerah, artinya daerah otonom harus_ memiliki
kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber-sumber keuangan
sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerahnya;
Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena
itu pendapatan asli daerah harus menjadi sumber keuangan terbesar yang
didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah, sehingga
peranan pemerintah daerah menjadi lebih besar.Pengukuran kemandirian keuangan pemerintah daerah sangat bergantung pada
jumlah pendapatan asli daerah (PAD) itu sendiri. Jika PAD suatu daerah lebih besar
dibandingkan dengan bantuan pemerintah pusat dan pinjaman maka daerah tersebut,
sudah mandiri dari segi finansialnya sehingga pemerintah pusat bisa mengurangi
pengalokasian dana perimbangan kepada daerah tersebut. Sebaliknya jika PAD
suatu daerah lebih kecil dibandingkan dengan pinjamam daerah serta bantuan
pemerintah pusat seperti DAU, DAK dan DBH maka daerah tersebut dikatakan
belum mandiri dari segi finansialnya karena daerah tersebut masih bergantung pada
pemerintah pusat. Dana Bagi Hasil merupakan dana perimbangan yang menjadi
sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal
dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi.
belanja daerah (Wandira, 2013),
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah (RKKD) menunjukkan tingkat kemampuan
suatu daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintah, pembangunan dan
layanan kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai
sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Sumber pendanaan penyelenggaraan
kegiatan dan aktifitas pemerintah berarti diperoleh secara mandiri dengan
memanfaatkan sumber daya yang dimiliki oleh daerah tersebut.
Rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besarnya rasio pendapatan
asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain
(pendapatan transfer) seperti bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana
alokasi umum, dan dana alokasi khusus (Halim, 2016). Tingkat kemandirian daerah
diukur dengan seberapa besar porsi PAD yang dapat dihasilkan pemda
dibandingkan dengan pendapatan total yang diterimanya, PAD merupakan sumberpenerimaan daerah asli yang digali di daerah meliputi pajak daerab, retribusi
daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD
yang sah. Semakin besar nilai PAD terhadap total pendapatan menunjukkan
semakin mandiri pemda tersebut.
Arens (2008) menyatakan bahwa definisi auditing adalah sebagai berikut:
“Auditing is the accumulation and evaluation of evidence about information to
determine and report on the degree of correspondence between the information and
established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person.”
Dari pernyataan diatas dapat diartikan bahwa audit adalah proses pengumpulan data
dan evaluasi bukti untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara
informasi dan kriteria yang ditetapkan. Audit harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen
Opini audit adalah suatu laporan yang diberikan oleh auditor terdaftar yang
menyatakan ialah bahwa pemeriksaan sudah dilakukan sesuai dengan norma atau
juga aturan pemeriksanaan akuntan yang diikuti dengan pendapat tentang
kewajaran laporan keuangan yang diperiksa (Hardani, 2018). Selanjutnya menurut
Pasal | Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, Opini audit merupakan pernyataan
profesional sebagai kesimpulan pemeriksa mengenai tingkat kewajaran informasi
keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan. Opini didasarkan pada 4 kriteria,
yakni:
1. Kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan;
2. Kecukupan pengungkapan (adequate disclosures);3. Kepatuhan terhadap peraturan perundang—undangan; dan
4, Efektivitas sistem pengendalian intern.
Audit yang dilakukan BPK berfungsi untuk memastikan bahwa tidak ada
penyalahgunaan wewenang dalam pengelolaan dan pelaporankeuangan
pemerintah, Pemeriksaan BPK berpedoman pada Standar Pemeriksaan Keuangan
‘Negara (SPKN). Opini audit diukur dengan menunjukkan tingkatan atau peringkat
mulai dari opini paling rendah sampai yang paling tinggi, empat jenis pemberian
opini oleh BPK antara lain:
1. Opini Wajar Tanpa Pengecualian
Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan
secara wajar dalam semua hal yang material dan informasi keuangan dalam
Japoran keuangan dapat digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.
2. Opini Wajar Dengan Pengecualian
Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan telah disajikan dan diungkapkan
secara wajar dalam semua hal yang material, kecuali untuk dampak hal-hal yang
berhubungan dengan yang dikecualikan, sehingga informasi keuangan dalam
Japoran keuangan yang tidak dikecualikan dalam opini pemeriksa dapat
digunakan oleh para pengguna laporan keuangan.
3. Opini Tidak Wajar
Opini i
menyatakan bahwa laporan keuangan tidak disajikan dan diungkapkan
secara wajar dalam semua hal yang material, Sehingga informasi keuangan
dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan oleh para pengguna laporan
keuangan.4, Opini Tidak Memberikan Pendapat
Opini ini menyatakan bahwa laporan keuangan tidak dapat diperiksa sesuai
dengan standar_pemeriksaan. Dengan kata lain, pemeriksa tidak dapat
memiberikan keyakinan bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji material,
Sehingga informasi keuangan dalam laporan keuangan tidak dapat digunakan
oleh para pengguna laporan keuangan.
2.4 Kemakmuran Daerah
Kemakmuran adalah kemampuan untuk mencukupi kebutuhan, Kemakmuran suatu
negara dapat diukur dengan berbagai macam ukuran yang tidak selalu sama karena
setiap orang memiliki pandangan hidup yang berbeda sehingga tolak ukur dari
kesejahteraan juga berbeda. Dalam penelitian ini kemakmuran diukur
menggunakan PRB perkapita.
Todaro (2006) menyatakan bahwa pendapatan perkapita merupakan salah satu
ukuran kemakmuran suatu daerah. Semakin tinggi pendapatan yang diterima
masyarakat maka semakin tinggi pula kemampuan untuk membayar berbagai
pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah yang digunakan untuk membiayai
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan, Kemakmuran sangat erat
kaitannya dengan aktivitas ekonomi yang berlajalan di daerah tersebut. Semakin
tinggi kemakmuran suatu daerah, maka semakin besar pendapatan daerah sehingga
akan memberikan peluang terhadap meningkatnya kemandirian keuangan daerah.
PDRB Per Kapita Atas Dasar Harga Konstan dapat digunakan untuk menunjukkan
Jaju pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan/setiap sektor dari tahun ke tahun dan
sebagai gambaran dari rata-rata pendapatan yang diterima oleh setiap pendudukselama satu tahun di suatu wilayah, serta dapat digunakan sebagai salah satu
indikator kemakmuran, Dengan demikian PDRB secara agregatif menunjukkan
kemampuan suatu provinsi dalam menghasilkan pendapatan dan faktor-faktor
produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di provinsi tersebut. Data
PDRB per kapita diperoleh dengan cara membagi nilai PDRB dengan jumlah
penduduk.
PDRB menurut pendekatan pendapatan adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh
faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi disuatu wilayah dalam jangka
waktu tertentu (bia
anya satu tahun), Balas jasa faktor produksi yang dimaksud
adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan, Perhitungan
tersebut sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam
pengertian PDRB, kecuali faktor pendapatan, termasuk pula komponen pendapatan
ini menurut sektor disebut nilai tambah bruto (NTB Sektoral). Jadi, PDRB yang
dimaksud adalah jumlah dari NTB seluruh sektor (lapangan usaha).
Untuk memudahkan pemakai data, maka hasil perhitungan PDRB disajikan
menurut sektor ekonomi/lapangan usaha yang dibedakan menjadi dua macam yaitu:
PDRB atas dasar harga berlaku dan PDRB atas dasar harga konstan. PDRB atas
dasar harga berlaku menggambarkan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga yang berlaku pada tahun berjalan. Struktur PDRB
suatu wilayah atas dasar harga berlaku, Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
(ADHK) menggambarkan jumlah nilai tambah barang dan jasa yang dihitung
menggunakan harga pada satu tahun tertentu (disebut tahun dasar).20
Mulai tahun 2005 perhitungan PDRB atas dasar harga Konstan yang didasarkan
pada harga-harga pada tahun 2000. Karena menggunakan harga konstan (tetap),
maka perkembangan agregat dari tahun ke tahun semata-mata disebabkan oleh
perkembangan rill dari kuantum produksi dan sudah tidak mengandung fluktuasi
harga (inflasi/deflasi). Dengan penyajian ADHK ini pertumbuhan ekonomi rill
dapat dihitung,
2.5 Likuiditas
Likuiditas merupakan salah satu alat analisis rasio laporan keuangan. Analisis rasio
merupakan teknik analisis yang dilakukan dengan membandingkan suatu perkiraan
dengan perkiraan yang lain dalam laporan keuangan yang sama dengan tujuan
untuk memberikan gambaran mengenai kelemahan dan kemampuan keuangan
perusahaan dari tahun ke tahun, Analisis rasio dapat digunakan untuk menilai
peneapaian manajemen dimasa lalu dan memprediksi prospek kinerja manajemen
dimasa yang akan datang,
Menurut Munawir (2007), likuiditas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan
untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang segera harus dipenuhi, atau
kemampuan perusahaan untuk memenubi kewajiban keuangan pada saat ditagih.
Pendapat lain menyatakan bahwa likuiditas adalah kemampuan aktiva untuk diubah
kedalam bentuk tunai tanpa adanya konsesi harga yang signifikan.
Perusahaan dikatakan likuid apabila memiliki kemampuan untuk memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Sebaliknya, jika perusahaan tidak dapat memenuhi
Kewajibannya maka dinilai sebagai perusahaan yang illikuid. Pada saat jatuh tempo,
perusahaan harus membayar kewajiban kepada pihak pemberi pinjaman, Untuk2
dapat memenuhi kewajibannya, perusahaan harus memiliki jumlah kas atau aktiva
lancar lainnya yang dapat segera dikonversi atau diubah menjadi kas untuk
memenuhi kewajibannya,
Perhitungan rasio likuiditas pada intansi pemerintah daerah digunakan untuk
mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam memenuhi kewajiban jangka
pendeknya, Pada penelitian ini, rasio likuiditas akan diukur dengan menggunakan
rasio kas yaitu dengan cara membandingkan aktiva lancar (kas dan setara kas)
dengan utang jangka pendek, mengacu dari penelitian Hadi (2010). Semakin tinggi
‘tingkat likuiditas berarti semakin kecil utang pemerintah daerah sehingga semakin
tinggi tingkat kemandirian daerah Karena tidak terbebaninya pemerintah daerah
dengan sumber dana dari pinjaman atau utang
2.6 Total Aset (Size)
Pemerintah dacrah adalah pemegang peran utama dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Menjamin kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik
adalah tugas wajib dari pemerintah daerah. pemerintah yang kinerja keuangannya
baik akan memiliki tingkat pelayanan publik yang baik. Pemenuhan terhadap
pelayanan publik yang baik bagi masyarakat harus didukung dengan aset yang baik
pula, Jumlah asset yang dimiliki oleh suatu daerah akan menunjukan seberapa besar
ukuran daerah tersebut. Size pemerintah daerah merupakan salah satu karakteristik
pemerintah daerah, Ukuran pemerintah daerah menunjukkan seberapa besar
organisasi pemerintahan tersebut (Suhardjanto dkk, 2010).
Ukuran pemerintah daerah menurut Sudarsana dan Rahardjo (2013) menggunakan
total aset pemerintah daerah Karena aset menunjukkan sumber daya ekonomi yang2
dikuasai dan atau dimiliki pemerintah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan
dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat diperoleh.
Berdasarkan penelitian Sudarsana dan Rahardjo (2013) peneliti menggunakan total
aset sebagai proksi untuk mengukur pemerintah daerah, Daerah yang memiliki
ukuran daerah atau total aset yang lebih besar akan memberikan keuntungan berupa
kemudahan dalam kegiatan operasional sehingga pemerintah daerah dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat akan maksimal. Pemerintah daerah
yang memiliki ukuran besar dituntut untuk memiliki kinerja yang lebih baik.
2.7 Investasi
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 menjelaskan bahwa
investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti
bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat, Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat
ekonomi, sosial, atau manfaat lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dalam rangka memajukan kesejahteraan umum (PP No.1
tahun 2008).
Kegiatan investasi memungkinkan suatu daerah terus menerus meningkatkan
kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nasional dan
meningkatkan taraf kemakmuran masyarakat. Hal ini sesuai dengan konsep
otonomi daerah yang memberikan kesempatan seluas Iuasnya kepada Pemerintah
Daerah untuk mencari sumber-sumber penghasilan daerah sebagai salah satu modal
pembangunan daerahnya (Soleh dan Rochmansjah, 2010).Otonomi daerah memberikan hak, Kkewajiban, dan tanggung jawab untuk
melakukan urusan pemerintahannya sendiri kepada pemerintah daerah, termasuk
hak pengelolaan keuangan daerah. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) merupakan salah satu aspek dari pengelolaan keuangan daerah.
Struktur APBD terdiri atas pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, yang
masing-masing secara tegas harus dicantumkan bersamaan dengan jumlah
anggarannya dan realisasi anggaran pada periode sebelumnya. Untuk kelompok
belanja, terdiri dari belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan
transfer. Belanja Modal adalah belanja langsung yang digunakan untuk membiayai
Kegiatan investasi (menambah aset) (Soleh dan Rochmansjah, 2010).
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/ PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran, belanja modal adalah pengeluaran untuk pembayaran
perolehan aset dan/atau menambah nilai aset tetap/aset Iainnya yang memberi
manfaat lebih dari satu periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi
aset tetap/aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Sedangkan dalam PP Nomor 1
Tahun 2010, belanja modal didefinisikan sebagai pengeluaran anggaran untuk
perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode
akuntansi, Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa investasi (dalam hal
ini belanja modal) adalah pengeluaran yang dapat memberikan manfaat, baik
manfaat ekonomi, sosial, maupun manfaat lainya, selama lebih dari satu tahun,
2.8 Usia Pemerintah Daerah
Umur atau usia adalah satuan waktu yang mengukur waktu keberadaan suatu benda
atau makhluk, baik yang hidup maupun yang mati, Semisal, umur manusia24
dikatakan lima belas tahun diukur sejak dia lahir hingga waktu umur itu dibitung,
Umur suatu organisasi dapat dilihat dari seberapa lama organisasi tersebut
berlangsung sejak didirikannya. Menurut Mandasari dalam Lesmana (2010), umur
pemerintah daerah dapat diartikan seberapa lama pemerintah daerah ada.
Sedangkan, Setyaningrum dan Syafitri (2012) menyebutkan bahwa umur
administratif pemerintah daerah adalah tahun dibentuknya suatu pemerintahan
daerah berdasarkan undang-undang pembentukan daerah tersebut, Pemerintah,
daerah yang memiliki umur administartif yang lebih lama akan mempunyai
pengalaman dan mampu untuk menyajikan laporan keuangan yang wajar sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Umur pemerintahan akan memiliki korelasi dengan kinerja keuangannya.
Pemerintah daerah yang memiliki umur yang lebih lama akan lebih tinggi pada
tingkat kinerja keuangannya, Karena semakin tua umur suatu daerah akan memiliki
pengalaman yang lebih baik dalam melaksanakan jalannya pemerintahan.
2.9 Ringkasan Penelitian Terdahulu
‘Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Masdiantini dan | Pengaruh Ukuran Hasil dari penelitian ini
Erawati (2016) | Pemerintah Daerah, menunjukkan bahwa ukuran
Kemakmuran, pemerintah daerah dan opini
Intergovernmental audit BPK berpengaruh positif
Revenue, Temuan dan _| signifikan pada kinerja
Opini Audit BPK pada | keuangan pemerintah
Kinerja Keuangan kabupaten/kota se-Bali
Variabel kemakmuran,
intergovernmental revenue, dan
temuan audit BPK tidak
berpengaruh pada kinerja
keuangan pemerintah25
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Hadi (2010)
Pengaruh Likuiditas dan
Leverage tethadap
Kemandirian Daerah
(Studi terhadap Laporan
Keuangan Pemerintah
Daerah Tahun Anggaran
2007 di Wilayah
Provinsi Aceh)
Likuiditas dan leverage secara
parsial berpengaruh terhadap
kemandirian keuangan daerah
‘Sesotyaningtyas
(2012)
Pengaruh Leverage,
Ukuran Legislatif,
Intergovernmental
Revenue dan Pendapatan
Pajak Daerah Terhadap
Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa Variabel
leverage, ukuran legislatif,
intergovernmental revenue, dan
pendapatan pajak daerah tidak
berpengaruh terhadap kinerja
‘keuangan pemerintah
kabupaten/kota di Jawa.
Riswanda dan
Wahyudin
(2014)
Analisis Kemandirian
Keuangan Daerah
Provinsi Jawa Tengah
‘Tahun Anggaran 2010-
2012
‘Ukuran dan kemakmuran
berpengaruh positif terhadap
kemandirian daerah. Leverage
tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap
kemandirian daerah
Suryaningsih
dan Sisdyani
(2016)
Karakteristik Pemerintah
Daerah dan Opini Audit
pada Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Variabel kemakmuran dan
belanja modal tidak
berpengaruh pada kinerja
pemerintah daerah. Variabel
tingkat ketergantungan pada
pemerintah pusat berpengaruh
negatif pada kinerja pemerintah
daerah. Variabel opini audit
BPK berpengaruh pada kinerja
pemerintah daerah,
Suhardjanto, dan
Lesmana, (2010)
Pengaruh Karakteristik
Pemerintah Daerah
terhadap Tingkat
Pengungkapan Wajib di
Indonesi
Pemerintah daerah yang
keberadaannya relatif lebih
lama memiliki pengalaman
yang lebih unggul berkaitan
dengan proses administrasi dan
pencatatan keuangan daripada
pemerintah daerah Begitu juga
dengan rasio kemandirian
keuangan daerah lebih tinggi
akan mengungkapkan informasi
wajib dalam laporan keuangan
lebih luas sebagai wujud
akuntabilitas pemerintah daerah
terhadap masyarakat.26
Nama Peneliti
Judul Penelitian
Hasil Penelitian
Dewata dk The Effects of Local Hiasil penelitian ini
(2018) Government menunjukkan bahwa variabel
Characteristics and usia, populasi, dan opini audit
‘Audit Opinion on the | pemda memiliki pengaruh
Performance of District | positif terhadap kinerja
‘and City Governments in | Kabupaten dan Kota yang
Indonesia diteliti. Sebaliknya, tingkat
ketergantungan pada
pemerintah pusat memiliki efek
negatif pada kinerja pemerintah
daerah yang diteliti. Namun,
rasio desentralisasi fiskal,
belanja modal, dan status
daerah tidak berpengaruh pada
kinerja pemerintah daerah
Kusumawardani | Pengaruh Size, Variabel size dan ukuran
(2012) Kemakmuran, Ukuran | legislatif berpengaruh terhadap
Legislatif, Leverage kinerja keuangan pemerintah
Terhadap Kinerja daerah, Sedangkan variabel
Keuangan Pemerintah | kemakmuran dan leverage tidak
Daerah di Indonesia berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah
Utami (2011) | Pengaruh Tnvestasi dan | Pertumbuhan ekonomi
Pertumbuhan Ekonomi
terhadap Pendapatan
Asli Daerah
berpengaruh secara signifikan
tethadap pendapatan asli
daerah, Investasi berpengaruh
secara signifikan terhadap
pendapatan asli daerah,
Rostina (2014)
Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Kinerja
Keuangan Pemerintah
Kabupaten/ Kota Di
Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2012-
2015
Belanja modal berpengaruh
positif terhadap kemandirian
keuangan daerah dan investasi
daerah berpengaruh terhadap
tingkat kemandirian Keuangan
daerah.
Marhawai
(2015)
Pengaruh Ukuran
Legislatif, Kemakmuran
Pemerintah Daerah,
Ukuran Pemerintah
Daerah dan
Intergovernmental
Revenue terhadap
Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ukuran badan legislatif,
kemakmuran pemerintah
daerah, ukuran pemerintah
daerah dan pendapatan antar
pemerintah secara bersama-
sama berpengaruh terhadap
kkinerja keuangan pemerintah
daerah, secara parsial, ukuran
badan legislatif dan ukuran
pemerintah daerah berpengaruh
ngatif terhadap kinerja27
Nama Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian
Keuangan pemerintah daerah,
kemakmuran sebagian
pemerintah daerah dan
pendapatan antar pemerintah
berpengaruh positif terhadap
kinerja keuangan pemerintah
daerah,
Sumber: Review berbagai jurnal
2.10 Hipotesis Penelitian
Hipotesis tidak dapat terjadi begitu saja, hipotesis dikembangkan dengan
menggunakan teori yang relevan atau dengan logika dan hasil-hasil penelitian
sebelumnya.
2.10.1 Opini Audit Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda
Opini hasil pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang
dilakukan oleh BPK menunjukkan tingkat kewajaran dan kesesuaian LKPD
terhadap standar akuntansi yang berlaku. Opini juga ditentukan oleh temuan hasil
audit, Semakin sedikit temuan audit maka opini yang diberikan semakin baik. Opini
audit BPK dapat menjadi tolok ukur untuk menilai akuntabilitas suatu pemerintah
daerah. Opini yang semakin baik menunjukkan kinerja keuangan yang semakin
baik pula. Begitupun sebaliknya, opini yang buruk menunjukkan kinerja keuangan
yang buruk pula. Opini yang baik menunjukkan bahwa pemerintah daerah telah
mampu mengelola keuangannya dengan baik.
Penelitian Masdiantini dan Erawati (2016) serta Suryaningsih dan Sisdyani (2016)
mengungkapkan bahwa opini audit BPK berpengaruh positif signifikan pada
kinerja keuangan pemerintah kabupaten/kota, hipotesis yang diajukan adalah:
Hi: Opini audit BPK berpengaruk positif terhadap kemandirian keuangan
pemerintah daerah28
2.10.2 Kemakmuran Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda
Kemakmuran adalah kemampuan daerah dalam mencukupi kebutuhan guna
menuju kesejahteraan, Todaro (2006) menyatakan bahwa pendapatan perkapita
merupakan salah satu ukuran kemakmuran suatu daerah, Semakin tinggi
pendapatan yang diterima masyarakat maka semakin tinggi pula kemampuan untuk
membayar berbagai pungutan yang ditetapkan oleh pemerintah yang digunakan
untuk membiayai pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan.
Kemakmuran sangat erat kaitannya dengan aktivitas ekonomi yang berjalan di
daerah tersebut. Semakin tinggi kemakmuran suatu daerah, maka semakin besar
pendapatan daerah sehingga akan memberikan peluang terhadap meningkatnya
kemandirian keuangan daerah. Penelitian yang dilakukan oleh Marhawai (2015)
membuktikan bahwa kemakmuran sebagian pemerintah daerah dan pendapatan
antar pemerintah berpengaruh positif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah,
serta penelitian Riswanda dan Wahyudin (2014) bahwa kemakmuran berpengaruh
positif terhadap kemandirian daerah. Dari uraian diatas dapat diramuskan hipotesis
sebagai berikut:
‘Ho: Kemakmuran berpengaruh positif terhadap kemandirian kewangan
pemerintah daerah.
2.10.3 Likuiditas Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda
Rasio likuiditas pada intansi pemerintah daerah digunakan untuk mengukur
Kemampuan pemerintah dacrah dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana
eksternal. Sumber dana eksternal yang dimaksud selain dana perimbangan dari29
pusat, juga unsur pinjaman yang harus turut diperhitungkan selain Utang PFK dan
Utang Pajak Pusat sebab kedua jenis utang tersebut tidak dimaksudkan untuk
menambah sumber pendanaan pemerintah daerab.
Berdasarkan hal tersebut, semakin besar rasio likuiditas pemerintah daerah maka
semakin besar kemampuan membiayai kewajiban jangka pendeknya_sendiri
sehingga tingkat kemandirian semakin besar. Sumarjo (2010) melalui penelitiannya
pada sektor publik yang menyatakan bahwa semakin besar rasio likuiditas maka
semakin menunjukkan sebuah entitas tidak mampu dalam membayar utang jangka
pendeknya, selain itu penelitian yang dilakukan Hadi (2010) menunjukkan bahwa
semakin tinggi tingkat likuiditas berarti semakin kecil utang pemerintah daerah
sehingga semakin tinggi tingkat kemandirian daerah karena tidak terbebaninya
pemerintah daerah dengan sumber dana dari pinjaman atau utang, hipotesis yang
diajukan adalah:
Hs: Likuiditas berpengaruh positif terhadap kemandirian kewangan pemerintah
daerah
2.10.4 Size Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda
Perusahaan yang memiliki ukuran yang lebih besar akan memiliki tekanan yang
lebih besar pula dari publik untuk melaporkan pengungkapan wajibnya. Kondisi
tersebut juga terjadi di dalam pemerintahan daerah. Sebagai informasi bahwa
ukuran perusahaan yang diukur dengan menggunakan total aktiva akan lebih baik
karena nilai aktiva relatif stabil dibandingkan dengan nilai penjualan dan kapitalisai
pasar dalam mengukur ukuran perusahaan (Nasser dan Parulian, 2009). Terkait
dengan teori keagenan, pemerintah daerah diberikan wewenang untuk mengelola
aset daerah untuk digunakan demi kepentingan publik. Semakin besar aset yang30
dikelola oleh pemerintah daerah maka tentu memberikan tekanan yang lebih besar
terhadap pemerintah daerah tersebut. Tekanan tersebut membuat pemerintah daerah
harus meningkatkan kinerjanya,
Oleh karena itu, semakin besar ukuran pemerintah daerah semakin besar pula
tuntutan agar memiliki kinerja keuangan yang lebih baik. Hasil ini sejalan dengan
penelitian Kusumawardani (2012) serta Mustikarini dan Fitriasari (2012) yang
membuktikan bahwa ukuran pemda berpengaruh positif signifikan terhadap kinerja
pemda, Dari uraian diatas dapat dirumuskan hipotesis yang dapat diajukan terkait
dengan rumusan ma
lah dalam penelitian ini adalah:
Ha: Size berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan pemerintah daerah
2.10.5 Investasi Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 menjelaskan bahwa
investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat ekonomis seperti
bunga, deviden, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat
meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada
masyarakat. Menurut Sukimo (2000), kegiatan investi
i memungkinkan suatu
daerah terus menerus meningkatkan kegiatan ekonomi dan kesempatan kerja,
meningkatkan pendapatan nasional dan meningkatkan taraf kemakmuran
masyarakat. Otonomi daerah memberikan hak, kewajiban, dan tanggung jawab
untuk melakukan urusan pemerintahannya sendiri kepada pemerintah daerah,
termasuk hak pengelolaan keuangan daerah.
Peningkatan pemerintah daerah dalam investasi modal (belanja modal) diharapkan
mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu31
meningkatkan tingkat partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan yang
tercermin dari adanya peningkatan penerimaan daerah (Mardiasmo, 2009)
Berdasarkan hal tersebut, apabila peningkatan penerimaan daerah melalui kegiatan
investasi (belanja modal) dapat dimaksimalkan, maka akan mempengaruhi
kemandirian keuangan daerah secara positif. Penelitian yang dilakukan Rostina
(2014) dan Utami (2010) menunjukkan bahwa investasi berpengaruh secara
signifikan terhadap pendapatan asli daerah. Dari uraian diatas dapat dirumuskan
hipotesis sevagai berikut:
Hs: Investasi berpengaruh positif terhadap kemandirian keuangan pemerintah
dacrah
2.10.6 Usia Pemerintah Daerah Terhadap Kemandirian Keuangan Pemda
‘Umur suatu pemerintahan dapat diartikan dengan seberapa lama organisasi tersebut
berlangsung sejak didirikannya. Pemerintah yang memiliki umur yang lebih tua
akan memiliki pengalaman dan kemampuan yang lebih baik dibandingkan dengan
pemerintah yang baru, pengertian tersebut juga dapat berlaku pada sistem
administrasi. Pemerintah yang lebih tua akan lebih paham dengan peraturan dan
standar-standar yang berkaitan dengan pengungkapan laporan keuangan. Hal
tersebut disebabkan karena laporan keuangan pada tahun sebelumnya telah
diperiksa dan hasilnya dievaluasi untuk dapat ditindaklanjuti untuk memperbaiki
sebagai pedoman pengungkapan laporan keuangan pada tahun anggaran
berikutnya.
Umur pemerintahan akan memiliki korelasi dengan kinerja_keuangannya
Pemerintah daerah yang memiliki umur yang lebih lama akan lebih tinggi pada
tingkat kinerja keuangannya, karena semakin tua umur suatu daerah akan memiliki32
pengalaman yang lebih baik dalam melaksanakan jalannya pemerintahan,
Penelitian yang dilakukan oleh Dewata dkk (2018), Setyaningrum dan Syafitri,
(2012) serta Suhardjanto, dan Lesmana, (2010) menyatakan bahwa secara parsial
umur administratif pemerintah daerah berpengaruh positif signifikan terhadap
kinerja keuangan pemerintahan daerah, atas dasar ini maka hipotesis yang dapat
diungkapakan adalaly
He: Usia Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap kemandirian
kewangan pemerintah daerah.
2.11 Kerangka Penelitian
Berdasarkan tujuan dan pengembangan hipotesis yang telah dipaparkan maka
kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut:
Opini Audit
Kemakmuran
Likuiditas Kemandirian Keuangan
Pemerintah Daerah
Size
Investasi
Pemerintah Daerah
Gambar 2.1, Kerangka PemikiranII. METODE PENELITIAN
3.1 Sampel dan Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan populasi berupa Laporan Keuangan Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran 2013 hingga
tahun 2017. Penelitian ini dilakukan pada akhir Tahun 2019 dan awal Tahun 2020,
‘observas
awal yang telah penulis lakukan hanya bisa mendapat periode Tahun
2017 sebagai periode terbaru. LKPD yang digunakan merupakan laporan keuangan
yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Dalam penelitian ini
pemerintah daerah yang menjadi sampel dipilih berdasarkan purposive sampling
(kriteria_yang dikehendaki) (Ghozali, 2016), berikut kriteria sampel dalam
penelitian ini:
1, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kabupaten/kota di Provinsi
Lampung tahun 2013-2017 yang telah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK) baik yang mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), Wajar
Dengan Pengecualian (WDP), Tidak Memberikan Pendapat (TMP) ataupun
‘Tidak Wajar (TW).
2. Memiliki data lengkap yang diinginkan peneliti seperti total aset, pendapatan
asli daerah, dana alokasi umum, total pendapatan, belanja modal dan
pendapatan transfer daerah dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK 2013-2017.34
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari
LKPD yang telah diaudit oleh BPK selama tahun 2013-2017. Data-data yang
dibutubkan dalam penelitian ini adalah opini audit, kemakmuran, likuiditas, size,
investasi, dan usia pemerintah daerah, Dalam penelitian ini penulis menggunakan
data sekunder karena data diperoleh secara tidak langsung atau melalui media
perantara, sumber-sumber data dapat diperoleh dari www.bpk.go id.
3.2 Operasional Variabel Penelitian
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang terbentuk apa saja yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal
tersebut, kemudian ditarik simpulan (Sugiyono, 2015). Variabel-variabel_ yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu:
3.2.1 Variabel Dependen-Kemandirian Keuangan Pemerintah Daerah
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemandirian
keuangan Pemerintah Daerah, Proksi yang digunakan dalam variabel ini adalah
rasio _kemandirian yang divkur dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)
dibandingkan dengan Total Pendapatan Transfer Daerah.
Rasio kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh besarnya pendapatan asli
daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang berasal dari sumber lain
(pendapatan transfer) seperti bagi hasil pajak, bagi hasil sumber daya alam, dana
alokasi umum, dan dana alokasi khusus. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut:
iri Pesdapatan Asli Daerah
Kemandirian Keuangan = ma
vapatan Transfer Darah (DAU + DAK DEH)35
Rasio kemandirian keuangan daerah ini apabila hasil semakin tinggi maka akan
semakin kecil angka ketergantungan daerah terhadap pihak lain (pemerintah pusat
khususnya) dan berlaku sebaliknya. Guna memperoleh ukuran yang lebih baik,
rasio kemandirian tersebut perlu dipersandingkan dengan rasio kemandirian yang
ada.
‘Tabel 3.1. Kriteria Kemandirian Keuangan Daerah
Kriteria Kemandirian Persentase Kemandiran (%)
‘Sangat Baik >50
Baik 0-50
‘Cukup 30— 40
Sedan; 20-30
Kurang 10-20
‘Sangat Kurang 0-10
‘Sumber: Halim, 2016
2 Variabel Independen
2.1 Opini Audit
Opini audit dalam penelitian ini mengacu dari penelitian Masdiantini dan Erawati
(2016) diukur dengan skala ordinal yang menunjukkan tingkatan atau peringkat
mulai dari opini paling rendah sampai yang paling tinggi, yaitu I= Tidak
Menyatakan Pendapat (TMP), 2= Tidak Wajar (TW), 3= Wajar Dengan
Pengecualian (WDP), 4= Wajar Tanpa Pengecualian Dengan Paragraf Penjelas
(WTP-DPP), dan 5= Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
3.2.2.2 Kemakmuran
Kemakmuran adalah kemampuan daerah dalam mencukupi kebutuhan guna
menuju kesejahteraan, Variabel kemakmuran mengacu pada penelitian Riswanda
dan Wahyudin (2014) diproksikan dengan logaritma PDRB perkapita.
Kemakmuran (WL) = LN(PDRB per kapita)
Sumber: Riswanda dan Wahyudin (2014)36
3.2.2.3 Likuiditas
Likuiditas merupakan kemampuan entitas untuk memperoleh kewajiban
keuangannya yang harus segera dipenuhi atau kemampuan entitas untuk memenuhi
keuangannya pada saat ditagih. Variabel likuiditas mengacu dari penelitian Turley
et al (2014) diukur dengan menggunakan rumus:
Aset Lancar
Kewajiban Jangka Pendek
Likuiditas
Mengacu pada PSAP No.07 mendefinisikan suatu aset diklasifikasikan sebagai aset
Jancar jika diharapkan segera untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai
atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Sedangkan
kewajiban jangka pendek merupakan kewajiban yang diharapkan dibayar dalam
waktu paling lama 12 bulan (PP 71/2010 PSAP NO. 9).
3.2.2.4 Size
Ukuran pemerintah dacrah diukur dengan total aset yang dimiliki pemerintah
daerah dalam penelitian Noviyanti dan Kiswanto (2016), dan Mustikarini dan
Fitriasari (2012). Total aset dipilih karena memiliki nilai yang dianggap lebih stabil.
Selain itu, aset juga dapat menunjukkan atau menggambarkan sumber daya
ekonomi yang dikuasai atau dimiliki oleh pemerintah sebagai akibat dari peristiwa
masa alu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan dapat
diperoleh,
Perhitungan pada ukuran pemerintahan ini mengacu pada penelitian yang dilakukan
oleh Setyaningrum dan Syafitri, (2012) dimana perhitungan data total aset
ditransformasikan ke dalam logaritma natural, karena total aset memiliki nilai yang37
dapat mencapai satuan milyar atau triliun rupiah, sedangkan variabel lainnya hanya
memiliki satuan yang relatif sedikit, maka untuk menyesuaikan dengan variabel lain
yang mempergunakan angka perbandingan, ukuran pemerintahan dipergunakan
Jogaritma natural dari total asset. Selain itu transformasi logaritma natural juga
berfungsi untuk pengujian asumsi klasik khususnya untuk uji normalitas atau
penormalan skala data (Ghozali, 2016).
Size = LN Total Aset
3.2.2.5 Investasi
Investasi Pemerintah dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial,
atau manfaat lainnya dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum. Pengukuran variabel ini mengacu
dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/ PMK.02/2011 tentang Klasifikasi
Anggaran, menggunakan logaritma belanja modal sebagai pengukuran investasi,
belanja modal adalah pengelvaran untuk pembayaran perolehan aset dan/atau
menambah nilai aset tetap/aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu
periode akuntansi dan melebihi batas minimal kapitalisasi aset tetap/aset lainnya
yang ditetapkan pemerintah.
Inyestasi (INV) = LN Belanja modal
3.
2.6 Usia Pemerintah Daerah
Usia atau umur administratif pemerintah adalah tahun dibentuknya suatu
pemerintah daerah berdasarkan undang-undang pembentukan daerah tersebut
(Setyaningrum & Syafitri, 2012). Variabel usia pemerintah daerah mengacu dari
penelitian Dewata dkk (2018) diukur dengan perhitungan selisih antara tahun38
diterbitkannya peraturan perundangan pembentukan pemerintah dacrah yang
bersangkutan dengan tahun penelitian. Penggunaan umur pemerintah berdasarkan
pada hari jadi dapat _menggambarkan lama provinsi tersebut telah berdiri.
Pengukuran umur pemerintah provinsi dapat diproksikan sebagai berikut:
Usia = Tahun Penelitian — Tahun pembentukan Pemda
Sumber: Dewata dkk (2018)
3.3 Metode Analisis Data
3.3.1 Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk memberikan deskripsi atas
variabel-variabel penelitian. Pengujian ini dilakukan untuk mempermudah dalam
memahami penelitian. Statistik deskriptif akan memberikan gambaran atau
deskripsi umum dari variabel penelitian mengenai nilai rata-rata (mean), standar
deviasi, maksimum, minimum variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian,
3.3.2 Uji Asumsi Klasik
Analisis regresi perlu dilakukan pengujian asumsi klasik agar hasil analisis regresi
dapat memenuhi kriteria best, linear dan supaya variabel independent sebagai
estimator atas variabel dependent tidak bias. Uji asumsi klasik dalam
penelitian ini terdiri atas uji normalitas, uji heteroskedastisitas, dan uji
multikolinearitas.
3.3.2.1 Uji Normalitas Data
Ghozali (2016) menyebutkan bahwa uji normalitas adalah untuk menguji apakah
dalam model regresi variabel independent dan dependent memiliki. distribusi
normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi normal atau39
mendekati normal. Untuk mengetahui normal atau tidak maka dilakukan uji
normalitas menurut Kolmogrof Smirnov satu arah dan analisis grafik Smirnov
menggunakan tingkat kepecayaan 5%. Sebagai dasar pengujian keputusan normal
atau tidak yaitu:
a. Zhitung > Z tabel maka distribusi populasi tidak normal
b. Zhitung t kritis, atau nilai sig @ maka Ho diterima.IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Data dan Sampel
Data penelitian ini adalah data sekunder, sumber data yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu data yang didapat dari Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
dari berbagai sumber BPS, dan Biro Keuangan Provinsi Lampung serta sumber-
sumber lain yang berhubungan dengan penelitian untuk menghimpun pengetahuan
teoritis serta teknik-teknik perhitungan yang berhubungan dengan penelitian. Data
yang digunakan yaitu data laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan
pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung dengan tahun anggaran
2013 hingga tahun 2017. LKPD yang digunakan merupakan laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan. Penelitian ini dilakukan pada
akhir Tahun 2019 dan awal Tahun 2020, keterbatasan penulis hanya bisa mendapat
laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah dengan periode
‘Tahun 2017 sebagai periode terbaru.
Populasi penelitian ini adalah Pemerintah Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi
‘Lampung, yaitu Pemerintah Kota, dan Pemerintah Kabupaten. Jumlah Pemerintah
Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Lampung adalah sebanyak 15 pemerintah
daerah yang terdiri dari 2 (dua) pemerintah kota, dan 13 pemerintah kabupaten
Table 4.1 berikut ini menyajikan prosedur pemilihan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini:43
Tabel 4.1. Prosedur Pemilihan Sampel
‘Keterangan mah
Pemerintah kabupaten/k ampuns 15
II. Pemerintah Kabupaten/kota di Provinsi Lampung yang tidak
Provins
mempunyai laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2013 -
@
2017 yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan sampai
dengan semester pertama tahun 2018; (Kabupaten Pesisir Barat)
‘Total Sampel penelitian. 14
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung dan Biro Keuangan Provinsi
Lampung, 2020
Dari tabel tersebut diatas terlihat bahwa Kabupaten pesisir barat baru berdiri Tahun
2013, sehingga tidak mempunyai data keuangan tahun 2013, dikarenakan hal
tersebut maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini berjumlah 14 sampel
pemerintah daerah yaitu:
1. Kota Bandar Lampung
2. Kota Metro
3. Kabupaten Way Kanan
4. Kabupaten Lampung Barat
5. Kabupaten Tanggamus
6. Kabupaten Tulang Bawang
7. Kabupaten Tulang Bawang Barat
8. Kabupaten Mesuji
9, Kabupaten Pringsewu
10. Kabupaten Pesawaran
11, Kabupaten Lampung Utara
12. Kabupaten Lampung Tengah
13, Kabupaten Lampung Timur
14, Kabupaten Lampung Selatan4.1.2 Analisis Statistik Deskriptif
‘Tabel 4.2. menyajikan statistik deskriptif yang meliputi nilai minimum, maksimum,
rata-rata (mean), dan deviasi standar variabel penelitian.
Tabel 4.2. Statistik Deskriptif’
Variabel [ Minimum | Maksimum | Mean_[ Std. Deviation
KMD. 0,021 0,594] 0,106 OT
OP 2,000, 5,000] 4.329 0.974
WL 9,579 10,819 | 10,260 0,293,
LIQ 0,258] 101,271] 9,893 17,990
SZ 27,212 29,031 | 28,315, 0,359)
INV. 24,212 27,014 | 26,221 0.421
‘AGE 5,000 53,000] 21,429 14,420
Sumber: Data Lampiran, 2020.
Tabel 4.2 menyajikan statistik deskriptif yang meliputi nilai minimum, maksimum,
rata-rata, dengan jumlah pengamatan laporan hasil pemeriksaan atas laporan
keuangan pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung yang menjadi
‘observasi penelitian pada tahun 2013-2017 sebanyak 70 observasi.
Variabel kemandirian keuangan Pemerintah Daerah (KMD) yang diukur dengan
besarnya pendapatan asli daerah dibandingkan dengan pendapatan daerah yang
berasal dari sumber lain (pendapatan transfer) memiliki nilai tertinggi (maksimum)
sebesar 0,594 dan nilai terendah (minimum) sebesar 0,021, serta Nilai rata-rata
variabel kemandirian keuangan Pemerintah Daerah (KMD) pada tahun pengamatan
2013-2017 adalah 0,106, nilai ini menunjukan bahwa rata-rata rasio kemandirian
yang dimliki pemerintah daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung berkriteria
kurang, karena terletak pada 10-20 persentase kemandirian.45
Variabel Opini audit (OP), dengan tertinggi yaitu dengan skor 5 atau WTP dan
terendah terjadi pada tahun 2013 dengan skor 2 atau Tidak Wajar (TW) yang
dimiliki oleh Kabupaten Lampung Utara, serta nilai rata-rata variabel Opini audit
(OP) sebesar 4,329 ini menunjukkan bahwa Variabel Opini audit (OP) tergolong
baik, karena lebih besar dari nilai standar deviasi sebesar 0,974.
Variabel kemakmuran (WL) yang diukur dengan menggunakan logaritma PDRB
perkapita, memiliki nilai tertinggi (maksimum) 10,819, dan nilai_ terendah
(minimum) sebesar 9,579, serta nilai rata-rata variabel kemakmuran (WL) pada
tahun pengamatan 2013-2017 adalah 10,260 ini menunjukkan bahwa Variabel
kemakmuran (WL) tergolong baik, karena lebih besar dari nilai standar devia
sebesar 0,293.
Variabel selanjutnya adalah likuiditas (LIQ) yang diukur dengan perbandingan aset
Jancar dengan kewajiban lancar, memiliki nilai tertinggi (maksimum) 101,271, dan
nilai terendah (minimum) sebesar 0,258, serta nilai rata-rata variabel likuiditas
(LIQ pada tahun pengamatan 2013-2017 adalah 9,893 ini menunjukkan bahwa
Variabel likuiditas (LIQ) tergolong kurang baik, karena lebih kecil dari nilai standar
deviasi sebesar 17,99.
Variabel ukuran pemerintah daerah (SZ) diukur dengan total aset yang dimiliki
pemerintah daerah, memiliki nilai tertinggi (maksimum) sebesar 29,031 yaitu pada
pemerintah daerah Kota Bandar Lampung pada tahun 2017, dan nilai terendah
(minimum) yaitu sebesar 27,212 dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Mesuji
pada Tahun 2013, serta nilai rata-rata variabel ukuran pemerintah daerah (SZ) pada
tahun pengamatan 2013-2017 adalah 28,315.Variabel selanjutnya adalah Investasi Pemerintah (INV) yang diukur dengan
logaritma belanja modal sebagai pengukuran investasi, memiliki nilai tertinggi
(maksimum) 27,014, dan nilai terendah (minimum) sebesar 24,212, serta nilai rata-
rata variabel Investasi Pemerintah (INV) pada tahun pengamatan 2013-2017 adalah
26,221 ini menunjukkan bahwa Variabel Investasi Pemerintah (INV) tergolong
baik, karena lebih besar dari nilai standar deviasi sebesar 0,421.
Variabel selanjutnya adalah Usia atau umur administratif pemerintah (AGE) yang
diukur dengan perhitungan selisih antara tahun diterbitkannya peraturan
perundangan pembentukan pemerintah daerah yang bersangkutan dengan tahun
penelitian, dari 14 pemerintah daerah yang menjadi tahun penelitian terdapat 2
pemerintah daerah yang paling awal berdiri pada tahun 1964 yaitu Kabupaten
Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Selatan.
4.2 Uji Asumsi Klasik
Persyaratan untuk bisa menggunakan persamaan regresi berganda adalah
terpenuhinya asumsi klasik, Untuk mendapatkan nilai yang efisien dan tidak bias
atau Best Linear Unbias Estimator (BLUE) dari satu persamaan regresi berganda,
maka perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui model regresi yang dihasilkan
memenuhi persyaratan asumsi klasik (Ghozali, 2013).
4.2.1 Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam model penelitian variabel
terdistribusi secara normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah model regresi
yang memiliki distribusi nilai residual normal atau mendekati normal. Uji47
normalitas data dalam penelitian ini menggunakan pengujian One-Sample
Kolmogorov Smimov test. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3. Hasil Uji Normalitas
‘Variabel KMD [oP [WL [ig [sz [INV TAGE,
N 7o| 70; To] 70] 7o| 70] 70
‘Mean (0.106 | 4.329 | 10.260 [9.893 [28.315 [26.221 [21.429
‘Std. Deviation o.111 | 0,974 | 0,293 [17,990 | 0.359 | 0.421 | 14.420
Kolmogorov-SmirnovZ | 1.279 [3.565 [0.558] 2.669 | 0.739 [0.752 [1.525
‘Asymp. Sig. Q-tailed) [0.059 | 0.000 [0.914 | 0.000 [0.646 [0.624 | 0.019.
Sumber: Hasil Output SPSS, 2020
Dari tabel 4.3 menunjukkan bahwa nilai sig kolmogorov-Sminorv memperlihatkan
bahwa terdapat variabel yang tidak memenuhi syarat uji normalitas dalam
penelitian ini yaitu variabel OP, LIQ dan AGE yang mempunyai nilai sig 0,000,
0,000 dan 0,019 lebih kecil dari «
= 0,05, untuk itu peneliti_melakukan
unstandarized seluruh variabel penelitian, sehingga hasil uji normalitas kedua
seperti berikut:
Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Ke-dua
N 70
Mean O.110
Std. Deviation 0,094
Kolmogorov-Smirnov Z 1,100
symp. Sig. (2-tailed) 0.119
Sumber: Hasil Output SPSS, 2020
Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,119 lebih
besar diatas level signifikansi 0,05, sehingga dapat dinyatakan bahwa data dalam
penelitian ini telah terdistribusi dengan normal, selanjutnya melakukan perhitungan
dengan menggunakan data telah terdistribusi normal,48
4.2.2 Hasil Uji Multikolinearitas
Muttikolinearitas terjadi jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,10 yang berarti terjadi
hubungan yang cukup besar antara variabel bebas dan tidak ada korelasi antar
variabel independen yang nilainya lebih dari 95% (kofisien lemah tidak lebih besar
dari 5) jika VIF lebih besar dari 10. Apabila VIF kurang dari 10 dapat dikatakan
bahwa variabel independen yang digunakan dalam model adalah dapat dipercaya
dan objektif,
‘Tabel 4.5. Hasil Uji Multikolinearitas
7 Collinearity Statistics
Variabel Tolerance [VIF
OP, 0,961 | __1,040
WL 0
LIQ 0,876, 1141
SZ 0,567 |__1.763
INV 0,812 1,231
AGE 0,631 | 1.586
Sumber: Hasil Output SPSS, 2020
Berdasarkan uji multikolinearitas pada Tabel 4.5 di atas, dapat dilihat bahwa hasil
pethitungan nilai tolerance menunjukkan bahwa variabel opini audit (OP),
kemakmuran (WL), likuiditas (LIQ), ukuran pemerintah daerah (SZ), investasi
(INV), dan usia pemerintah daerah (AGE) memiliki nilai tolerance lebih dari 0,10
(10%) yang artinya bahwa Korelasi antar variabel bebas tersebut nilainya Kurang
dati 95%, dan hasil dari varian inflanation factor (VIF) menunjukan bahwa opini
audit (OP), kemakmuran (WL), likuiditas (LIQ), ukuran pemerintah daerah (SZ),
investasi (INV), dan usia pemerintah daerah (AGE) kurang dari 10, Dimana, jika
nilai tolerance lebih dari 0,10 atau 10% dan nilai VIF kurang dari 10, maka dalam49
pengujian data tersebut tidak terdapat korelasi antar variabel bebas atau tidak terjadi
multikolonearitas.
4.2.3 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji. heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik heteroskedastisitas yaituadanya ketidaksamaan
varian dari residual untuk semua pengamatan pada model regresi. Prasyarat yang
harus terpenuhi dalam model regresi adalah tidak adanya gejala heteroskedas
itas.
Untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat ada
tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antar SRESID dan ZPRED dimana
sumbu X adalah Y yang telah diprediksi, dan sumbu x adalah residual (Y predil
— Y sesungguhnya) yang telah di-studentized (Ghozali, 2013)
epee acti
Gambar 4.1. Uji Heteroskedastisitas
Sumber: Data Lampiran 3, 2020.
Gambar 4.1 menunjukan hasil pengujian heteroskedastisitas pada tampilan grafik
scatterplots bahwa titik-titik tidak berkumpul dan menyebar secara acak baik di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi heteroskidastisitas pada model regresi pada penelitian ini.50
4.2.4 Hasil Uji Autokorelasi
Autokorelasi merupakan korelasi antara anggota observasi yang disusun menurut
waktu dan tempat. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi autokorelasi,
Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antara variabel
pengganggu pada periode tertentu dengan variabel pengganggu periode
sebelumnya. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi akan dilakukan
pengujian Durbin- Watson (Dw_test).
Tabel 4.6. Hasil Uji Autokorelasi
usta | Durbin-Watson | 4-dU,
1,680 1,940 2,32
Sumber: Data Lampiran 4, 2020
Kriteria pengujiannya sebagai berikut:
a. Jikad < 4dL, berarti ada autokorelasi posiitif
b. Jika d > 44L, berarti ada autokorelasi negatif
c. Jika dU