Anda di halaman 1dari 16

1

PENILAIAN SIFAT FISIK DAN MUTU GABAH TERHADAP PRODUKSI


BERAS DI KOTA PADANG SUMATERA BARAT

Santosa1, Charmyn Chatib1, dan Boi Halomoan2

ABSTRAK
Telah dilaksanakan penelitian di Kenagarian Bandar Pudiang, Kecamatan Kuranji,
Kota Padang Sumatera Barat, pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2005. Penelitian
tersebut dilakukan dengan tujuan : (1) mendapatkan deskripsi parameter fisik gabah, (2)
mendapatkan deskripsi parameter fisik beras, (3) mendapatkan tingkatan mutu gabah, dan
(4) mendapatkan tingkatan mutu beras yang dihasilkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) pada ketiga varietas padi dapat
diidentifikasikan karakteristik fisik bentuk dan ukuran dalam kelompok langsing dan
sangat panjang; bulk density gabah IR – 42 sebesar 0,55 kg/l, Cisokan sebesar 0,54 kg/l,
dan Saribu Gantang sebesar 0,54 kg/l; angle of repose untuk gabah IR – 42 sebesar 33,33
o
, Cisokan sebesar 28,67 o , dan Saribu Gantang sebesar 32,33 o; angle of friction untuk
gabah IR – 42 sebesar 25,67 o, Cisokan sebesar 22,33 o, dan Saribu Gantang sebesar
26,67 o, (b) pada ketiga varietas beras dapat diidentifikasikan karakteristik fisik bentuk
untuk IR – 42 dan Cisokan dikelompokkan dalam kelompok lonjong sedangkan untuk
Saribu Gantang dikelompokkan dalam kelompok langsing; karakteristik ukuran beras IR
– 42 dan Cisokan dikelompokkan dalam kelompok sedang, dan Saribu Gantang
dikelompokkan dalam kelompok panjang; bulk density beras IR – 42 sebesar 0,78 kg / l,
Cisokan sebesar 0,78 kg / l dan Saribu Gantang sebesar 0,78 kg / l; angle of repose untuk
beras IR – 42 sebesar 25,67 o, Cisokan sebesar 23,67 o, dan Saribu Gantang sebesar 27,00
o
; angle of friction untuk beras IR – 42 sebesar 20,33 o, Cisokan sebesar 19,33 o , dan
Saribu Gantang sebesar 21,67 o, (c) mutu dari gabah kering giling untuk ketiga varietas
gabah di Kota Padang termasuk ke dalam mutu II, dan (d) mutu dari beras yang
dihasilkan di Kota Padang diindikasikan termasuk ke dalam mutu IV.

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Beras merupakan golongan biji-bijian yang utama di dunia, mencakup sekitar
22,7 % dari luas pertanamannya atau 22,8 % dari total produksi biji-bijian di dunia. Beras
ditanam dilebih dari 122 negara di dunia yang sebagian besarnya merupakan negara-
negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia (Adiratma, 2004).

1
Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Andalas
2
Alumni Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Andalas
2

Usaha peningkatan produksi beras dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan


konsumsi dalam negeri serta untuk mengurangi jumlah beras impor yang setiap tahunnya
memerlukan devisa dalam jumlah yang cukup besar. Walaupun pada tahun 1984
Indonesia telah berhasil mencapai swasembada beras melalui perjuangan panjang yang
tidak sedikit hambatannya. Tingkat konsumsi beras per kapita penduduk Indonesia pada
tahun 1984 baru mencapai 117 kg / orang / tahun. Sementara pada tahun 2002 tingkat
konsumsi beras per kapita sudah mencapai sekitar 155 kg / orang / tahun (Prasetyo,
2003).
Dengan teknologi maju dan kultur teknis yang baik pada saat sekarang kita dapat
meningkatkan produksi gabah petani diatas 10 ton / ha. Untuk menunjang peningkatan
produksi gabah tersebut perlu adanya perbaikan-perbaikan dari cara pengolahan dan
penyediaan fasilitas-fasilitas pengolahan yang lebih baik, sehingga dengan demikian
sasaran untuk berswasembada pangan akan dapat dicapai (Bulog, 1981).
Menurut Andoko (2002) dan Adiratma (2004), beras atau gabah memiliki
beberapa arti yang penting bagi negara Indonesia antara lain (1) sebagai makanan pokok
penduduk mempunyai nilai gizi yang relatif lebih baik, (2) sebagai suatu komoditi yang
dapat dijadikan ukuran harga atau nilai kebutuhan lainnya, (3) dapat merupakan ukuran
prestise individu, keluarga, budaya seseorang atau bangsa, (4) bagi suatu pemerintah
merupakan ukuran kekuatannya sebagai alat tawar menawar politik untuk
mempertahankan kekuasaannya, dan (5) mempunyai nilai Pertahanan dan Keamanan
(HANKAM).
Untuk mengimbangi usaha peningkatan produksi padi, diperlukan pula
peningkatan dalam usaha perawatan pengolahan setelah panen yang disebut dengan
pascapanen, yang meliputi perontokan, pengeringan, pembersihan, penggilingan,
pengemasan, pengangkutan dan penggudangan / penyimpanan beras (Prasetyo, 2003).
Penanganan pascapanen yang dimulai dari tingkat petani merupakan titik awal
penting untuk menjamin peningkatan pendapatan dan kesejahteraan mereka. Kegagalan
penanganan pascapanen pada tingkat petani ini dapat mengakibatkan rendahnya mutu
hasil dan tingginya tingkat susut atau kehilangan hasil dan kerusakan gabah dan beras.
Secara umum petani telah mampu meningkatkan produksi pangannya khususnya
padi. Hal ini karena berbagai kegiatan teknik produksi sudah mendapat perhatian dan
3

diterapkan petani secara baik, sedangkan masalah setelah panen belum diperhatikan oleh
petani. Keadaan ini erat sekali hubungannya dengan tingginya kehilangan hasil dan
penurunan mutu.
Padi biasanya dipanen pada waktu kadar airnya masih cukup tinggi. Untuk
mencapai kualitas giling yang baik dipanen dengan kadar air berkisar antara 20 % sampai
26 %. Apabila padi dibiarkan turun kadar airnya sampai 20 % pada waktu panen, akan
terjadi creacking atau keretakan butir padi dan pada waktu penggilingan persentase patah
akan menjadi lebih besar. Sebaliknya, padi yang lebih tinggi kadar airnya pada waktu
panen, misalnya karena cuaca lembab akan menyebabkan bagian dalam padi akan
bertunas atau ditumbuhi jamur dan warnanya memucat (Tjiptadi dan Nasution, 1976).
Hasil gilingan juga dipengaruhi oleh varietas, bentuk, ukuran dan warna dari butir
gabah. Gabah yang berbutir panjang akan menghasilkan beras patah yang tinggi
dibandingkan dengan gabah yang berukuran pendek. Bentuk dan warna butir gabah
menentukan kualitas dari beras. Beras yang panjang dan putih jernih mengkilat
merupakan beras kualitas baik, sedangkan yang isinya berwarna putih susu tergolong
beras yang kurang baik kualitasnya.
Pratomo (1976) mengungkapkan bahwa sewaktu padi mengering, terjadi
penurunan kadar air dari bagian tengah butir yang mempunyai kandungan air lebih tinggi
ke bagian luar butir dengan kadar air lebih rendah, sehingga akhirnya tercapai
keseimbangan kandungan air dalam butir gabah.
Penggilingan dan pengolahan bijian sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik
dan mekanis, yaitu bentuk, ukuran, bulk density, angle of repose, dan angle of friction.
Hal ini sangat mempengaruhi bijian dalam penggilingan dan pengolahannya, terutama
dalam penyimpanan di gudang. Karakteristik mekanis yaitu pengaruh beban impact
terhadap bijian dan beban impact akan mempengaruhi bentuk beras yang dihasilkan serta
mutu beras yang dihasilkan.
Hasil dari penggilingan padi biasanya disimpan di dalam gudang. Sehingga selalu
diusahakan penyimpanan berupa padi dan gabah sejauh mungkin dari tempat
penyimpanan beras, karena beras mudah diserang hama beras tumbuk (Soemartono et al.,
1977). Pengolahan adalah mempersiapkan dan membuat padi / gabah menjadi beras.
4

Setiap tindakan dalam pengolahan padi bertujuan mendapatkan mutu dan rendemen hasil
yang tinggi. Makin tinggi mutu yang dihasilkan, makin tinggi nilai atau harganya.

TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mendapatkan deskripsi parameter fisik gabah,
(2) mendapatkan deskripsi parameter fisik beras, (3) mendapatkan tingkatan mutu gabah,
dan (4) mendapatkan tingkat mutu beras.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN


WAKTU DAN TEMPAT
Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Kenagarian Bandar Pudiang, Kecamatan
Kuranji, Kota Padang. Penetapan daerah ini sebagai daerah penelitian karena mempunyai
areal tanaman intensifikasi padi sawah yang terluas di Kota Padang dan daerah sebagai
penghasil produksi gabah yang terbesar di Kota Padang dengan luas 2.137,5 ha. Waktu
dari penelitian ini adalah mulai dari bulan Juli sampai dengan bulan Agustus 2005.
BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah padi / gabah dengan
kadar air giling 13 – 14 %, beras hasil penggilingan gabah. Alat-alat yang dipakai dalam
penelitian ini adalah timbangan duduk, satu unit penggilingan padi (rice milling),
polisher, alat pembersih gabah, vernier caliper, plastik, karung, alat tulis, dan peralatan
lainnya yang mendukung.
METODE PENELITIAN
Metoda penelitian ini dilakukan dua tahap. Tahap pertama mengadakan observasi
langsung atau survai ke daerah tempat penelitian untuk mendapatkan data mengenai jenis
atau varietas padi yang ada di daerah tersebut. Hasil survai tahap pertama ini akan
menetukan 3 contoh varietas yang akan diambil, yang terdiri dari varietas lokal yang
paling disukai penduduk dan varietas baru yang diintroduksikan pada petani setempat.
Tahap kedua adalah melakukan analisis sifat fisik dan mutu gabah serta beras yang
dilakukan di tempat penelitian. Setiap varietas gabah dan beras yang diamati dilakukan 3
kali ulangan.
5

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi karakteristik fisik dari gabah dan
beras. Karakteristik fisik tersebut adalah bentuk, ukuran, bulk density, angle of repose dan
angle of friction.
Pengamatan dilakukan dengan menggunakan sampel gabah dan beras dengan 3
varietas. Kemudian yang diamati adalah bentuk dan ukurannya.
Bentuk gabah dan beras dinyatakan dengan menggunakan panjang dan lebar dari
bijian. Yang dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Rasio diameter bijian = ( d major / d moderat )…………………….......... (1)
dengan : d major = panjang dari bijian (mm), dan d moderat = lebar dari bijian (mm).
Pengukuran tersebut dengan menggunakan vernier caliper. Berdasarkan
pengukuran gabah dan beras tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(1) Berbentuk langsing jika gabah dengan ratio > 3
(2) Berbentuk lonjong jika gabah dengan ratio >2 dan < 3
(3) Berbentuk bulat jika gabah dengan ratio < 2

Ukuran gabah dan beras dinyatakan dengan menggunakan panjang (dmajor), tebal
(dminor), dan lebar (dmoderat). Hal tersebut ditentukan dengan menggunakan vernier caliper.
Berdasarkan pengukuran, maka gabah dan beras dapat dikelompokkan sebagai berikut :
(1) Gabah sangat panjang jika dmajor > 7,5 mm
(2) Gabah panjang jika dmajor > 6,5 mm dan < 7,5 mm
(3) Gabah sedang jika dmajor > 5,5 mm dan < 6,5 mm
(4) Gabah pendek jika dmajor < 5,5 mm

Bulk density (BV, kg/l) dari bijian dapt dihitung dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
(W2 - W1 )
BV = ……………………………………………………. (2)
V
dengan : W1 = Berat tabung kosong (kg), W2 = Berat tabung kosong + berat gabah/beras
(kg), dan V = Volume tabung (l).
6

Angle of repose dari gabah dan beras dapat ditentukan dengan mengukur salah
satu sisi miring dari tumpukan bijian. Hal tersebut dapat ditentukan dengan cara
menuangkan gabah dan beras 1000 g di atas bidang datar. Berdasarkan kemiringan
tumpukan yang dihasilkan maka diukur kemiringannya atau angle of repose.
Angle of friction dari gabah dapat ditentukan dengan mengukur sudut kemiringan
dari kayu pada saat gabah mulai meluncur. Hal tersebut dapat ditentukan dengan cara
meletakan 25 biji gabah dan beras di atas permukaan kayu dan kemudian kayu
dimiringkan dan secara pelan-pelan diukur sudut kemiringan kayu pada saat gabah mulai
meluncur.

HASIL DAN PEMBAHASAN

PENELITIAN PENDAHULUAN
Dari perhitungan dan pengamatan pada penelitian pendahuluan didapatkan hasil
seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penelitian Pendahuluan pada Padi dan Beras
No Parameter yang Diukur Varietas IR - 42 Varietas Cisokan
1 Berat gabah sebelum digiling (kg) 50 50
2 Berat hasil penggilingan (kg) 33,45 34,10
3 Beras Kepala (%) 78,54 82,31
4 Beras patah (%) 19,16 16,16
5 Menir (%) 2,23 1,06
6 Butiran gabah (%) 0,02 0,03
7 Jumlah butiran gabah (Butir / 100 g) 1 2
8 Kadar air padi giling (%) 13,1 13,6
9 Bulk density padi (g / cm3) 0,585 0,617
10 Angle of repose padi (o) 30 29
11 Angle of friction beras (o) 26 30
12 Rasio diameter padi 3,27 3,52
13 Rasio diameter beras 2,92 2,86
14 D major padi (mm) 8,58 8,67
15 D major beras (mm) 6,30 6,20

Dari Tabel 1 terlihat bahwa parameter yang diukur masih ada yang belum
dilakukan untuk menentukan mutu dari gabah dan beras yang dihasilkan. Parameter yang
7

telah diukur pada penelitian pendahuluan hanya terdapat sebagian saja pada penilaian
mutu gabah dan beras yang dihasilkan berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (BSN).

PENELITIAN UTAMA
Sebelum dilakukan penelitian, terlebih dahulu dilakukan survey untuk
menentukan 3 contoh varietas yang diambil, varietas yang diambil adalah IR – 42,
Cisokan, dan Saribu Gantang. Ketiga varietas ini adalah varietas yang paling disukai oleh
penduduk.

KARAKTERISTIK FISIK
Dari pengamatan dan pengukuran yang dilakukan, diperoleh nilai rata-rata
diameter bijian, maksimum dan minimum dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Fisik Gabah dan Beras

Varietas
Karakteristik Fisik IR - 42 Cisokan Saribu Gantang
Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras
Nilai rata-rata rasio diameter 3,29 2,72 3,41 2,87 3,92 3,27
Maks. rata-rata rasio diameter 3,55 3,07 3,95 3,17 4,34 3,52
Min. rata-rata rasio diameter 2,98 2,51 3,06 2,66 3,65 2,99

Pada Tabel 2 dapat dilihat nilai rata-rata rasio diameter gabah untuk ketiga
varietas. Varietas IR – 42 yaitu 3,29, Cisokan yaitu 3,41 dan Saribu Gantang yaitu 3,92,
sehingga ketiga varietas gabah tersebut dikelompokkan dalam bentuk gabah langsing,
karena ketiga gabah tersebut mempunyai perbandingan panjang dan lebar di atas 3.
Hasil pengukuran dari beras diperoleh nilai rata-rata rasio diameter dari beras IR–
42 yaitu 2,72, Cisokan yaitu 2,87 dan Saribu Gantang yaitu 3,27, sehingga varietas beras
IR – 42 dan Cisokan dikelompokkan dalam beras lonjong karena mempunyai
perbandingan panjang dan lebar > 2 dan < 3, dan untuk varietas Saribu Gantang
dikelompokkan dalam beras langsing karena mempunyai perbandingan panjang dan lebar
> 3.
Dari pengamatan dan pengukuran yang dilakukan didapatkan rata-rata panjang,
panjang maksimum, dan panjang minimum dari padi adalah pada Tabel 3.
8

Tabel 3. Karakteristik Fisik Ukuran Gabah dan Beras

Varietas
Karakteristik Fisik IR – 42 Cisokan Saribu Gantang
Gabah Beras Gabah Beras Gabah Beras
Nilai rata-rata d major (mm) 8,33 5,99 8,73 6,29 10,20 7,30
Maks. rata-rata d major (mm) 8,75 6,73 9,20 6,83 10,70 7,67
Min. rata-rata d major (mm) 8,05 5,65 8,28 6,02 9,68 6,85

Pada Tabel 3 dapat dilihat nilai rata-rata dari panjang gabah untuk varietas IR – 42
adalah 8,33 mm, Cisokan adalah 8,73 mm, dan Saribu Gantang adalah 10,20. Dari data
diatas dapat diklasifikasikan bahwa ketiga varietas gabah tersebut dalam kelompok gabah
sangat panjang karena d major > 7,5 mm. Ini sangat berpengaruh pada pengolahan dan
penggilingan bijian. Gabah yang berbutir panjang akan menghasilkan beras patah yang
tinggi dibandingkan dengan gabah yang berukuran sedang dan pendek.
Ukuran beras dari pengamatan dan pengukuran yang dilakukan didapatkan data
ukuran beras, yaitu nilai rata-rata panjang beras untuk varietas IR – 42 adalah 5,99 mm,
Cisokan adalah 6,29 mm dan Saribu Gantang adalah 7,30 mm. Dari data tersebut maka
beras untuk Varietas IR – 42 dan Cisokan dikelompokan menjadi beras sedang karena d
major > 5,5 mm dan < 6,5 mm sedangkan varietas Saribu Gantang dikelompokkan menjadi
beras panjang karena d major > 6,5 mm dan < 7,5 mm.
Bulk density untuk ketiga varietas gabah dan ketiga varietas beras dapat dilihat
pada Tabel 4 dan 5.
Tabel 4. Bulk Density (BV) Gabah
BV (kg/l) Rata – Rata
Gabah Varietas
1 2 3 BV (kg/l)
IR-42 0,55 0,54 0,55 0,55
Cisokan 0,54 0,54 0,54 0,54
Saribu Gantang 0,55 0,54 0,54 0,54
9

Tabel 5. Bulk Density (BV) Beras


BV (kg/l) Rata – Rata
Beras Varietas
1 2 3 BV (kg/l)
IR-42 0,79 0,78 0,78 0,78
Cisokan 0,78 0,77 0,78 0,78
Saribu Gantang 0,78 0,78 0,78 0,78

Bulk density untuk masing – masing bijian berbeda. Besar kecilnya bulk density
dipengaruhi oleh adanya benda asing seperti pasir, kerikil, dan jerami yang terdapat pada
bijian. Bulk density ini sangat bermanfaat untuk penentuan fasilitas, kapasitas gudang
penyimpanan gabah dan beras, dan indikator kemurnian gabah dan beras tersebut. Untuk
membedakan bulk density gabah dan beras lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 1.

0,9
0,8
0,7
0,6
0,5 Bulk Density Gabah ( kg / l )
0,4 Bulk Density Beras ( kg / l )
0,3
0,2
0,1
0
IR - 42 Cisokan Saribu Gantang

Gambar 1. Bulk Density Gabah dan Beras

Hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh angle of repose ketiga varietas gabah
dan ketiga varietas beras dapat dilihat pada Tabel 6. Angle of repose untuk jenis bijian
berbeda dan ini tergantung dari kehalusan dari permukaan bijian. Angle or repose padi
lebih besar dibanding jenis tanaman jagung dan beras.
10

Tabel 6. Angle of Repose Gabah dan Beras


Rata – Rata Rata – Rata
Varietas
Angle or Repose Gabah (o) Angle of Repose Beras (o)
IR-42 30,33 25,67
Cisokan 28,67 23,67
Saribu Gantang 32,33 27,00

Angle of repose juga dipengaruhi oleh kadar air dari bijian. Gabah yang kadar air
20 % akan lebih besar angle of repose jika dibandingkan terhadap gabah dengan kadar air
14 %. Manfaat angle of repose penting untuk konstruksi fasilitas gudang penyimpanan
pada bijian.
Hasil pengukuran yang dilakukan diperoleh angle of friction untuk ketiga varietas
gabah dan ketiga varietas beras dapat dilihat pada Tabel 7. Angle of friction untuk jenis
bijian berbeda dan ini tergantung dari kehalusan dari permukaan bijian. Angle of friction
padi lebih besar di banding jenis tanaman jagung dan beras.
Tabel 7. Angle of Friction Gabah dan Beras
Rata – Rata Rata – Rata
Varietas
Angle or Friction Gabah (o) Angle of Friction Beras (o)
IR-42 25,67 20,33
Cisokan 22,33 19,33
Saribu Gantang 26,67 21,67

Angle of friction juga dipengaruhi oleh kadar air dari bijian. Gabah yang kadar air
20 % akan lebih besar angle of friction jika dibandingkan terhadap gabah dengan kadar
air 14 %. Manfaat angle of friction penting untuk pembongkaran dan fasilitas
penyimpanan pada bijian.
Untuk membedakan angle of repose dan angle of friction gabah dan beras lebih
jelas dapat dilihat pada Gambar 2.
11

35
30
25
IR - 42
20
Cisokan
15
10 Saribu Gantang

5
0
Gabah Beras Gabah Beras
Angle of Repose Angle of Friction

Gambar 2. Angle of Repose dan Angle of Friction Gabah dan Beras

Persyaratan untuk menentukan mutu gabah dapat dilihat pada Tabel 8.


Tabel 8. Standar Mutu Gabah SNI No. 01 – 0007 – 1987
Mutu
No Komponen Mutu Satuan
I II III
1 Kadar Air (Maks) % 14 14 14
2 Butir Hampa (Maks) % 1 2 3
3 Butir Kuning / Rusak (Maks) % 2 5 7
Butir Hijau / Mengapur
4 % 1 5 10
(Maks)
5 Butir Merah (Maks) % 1 2 4
6 Benda Asing (Maks) % - 0,5 1
7 Gabah Varietas Lain (Maks) % 2 5 10
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN)

Hasil pengukuran nilai parameter mutu gabah dapat dilihat pada Tabel 9.
12

Tabel 9. Hasil Pengukuran Nilai Parameter Mutu Gabah


Varietas
Parameter
IR – 42 Cisokan Saribu Gantang
Rata-Rata Kadar Air (%) 12,75 13,01 12,97
Butir Hampa (g dalam 100 g) 0,53 0,88 0,97
Butir Kuning / Rusak (g dalam 100 g) 1,04 0,23 0,79
Butiran Hijau / Mengapur (g dalam 100 g) 0,20 0,15 0,13
Butiran Merah (g dalam 100 g) 0,16 0,16 0,15
Benda Asing (g dalam 100 g) 0,03 0,03 0,02
Gabah Varietas Lain (g dalam 100 g) 0,21 0,16 0,23

Untuk jelasnya, parameter mutu gabah hasil penelitian disajikan pada Gambar 3.

1,2

1
Butir Hampa ( % )
0,8 Butir Kuning ( % )
Nilai ( % )

Butir Hijau ( % )
0,6
Butir Merah ( % )

0,4 Benda Asing ( % )


GVL ( % )
0,2

0
IR - 42 Cisokan Saribu Gantang

Varietas Gabah
Gambar 3. Butir Hampa, Butir Kuning, Butir Hijau, Butir Merah, Benda Asing, dan
Gabah Varietas Lain (GVL) pada Varietas IR – 42, Cisokan, dan Saribu
Gantang

Pembersihan gabah dari kotoran dan gabah hampa perlu dilakukan agar
memenuhi persyaratan standar mutu gabah yang telah ditetapkan oleh Bulog untuk
pengadaan pangan dalam negeri dan menurut Suparyono dan Setyono (1997), di dalam
standar mutu gabah kadar kotoran dan gabah hampa maksimal adalah 3 %.
Butiran hijau / mengapur ini didapatkan karena ada gabah yang dipanen pada saat
masih belum masak kuning atau ada yang masih muda dan menurut Prasetyo (2003), padi
yang dikonsumsi disarankan dipanen saat masak kuning. Pemanenan padi pada saat
masak susu akan banyak butir hijau padi yang patah.
13

Kadar air gabah di antara 13 – 14 % akan memberikan rendemen beras yang


tinggi dan menurut Tjiptadi dan Nasution ( 1976), rendemen beras yang tinggi yang
terdapat di Indonesia dipengaruhi oleh kadar air gabah yang berada di antara 13 – 14 %.
Benda asing yang terdapat pada sampel gabah disebabkan oleh adanya kotoran
debu dan pasir pada saat pemanenan. Pembersihan dilakukan untuk menghilangkan
benda asing dan kotoran lainnya sehingga dapat memperpanjang daya simpan, juga
mempertinggi efisiensi pengolahan hasil serta harga penjualan (Prasetyo, 2003).
Dari data yang diperoleh, dan standar gabah yang berlaku, maka dapat
disimpulkan bahwa gabah yang dihasilkan di Kota Padang termasuk mutu II. Hal yang
menyebabkan mutu gabah tersebut tidak termasuk mutu I adalah karena faktor
kandungan benda asing yang terdapat pada gabah.
Hasil pengukuran nilai parameter mutu beras yang dihasilkan dari penggilingan
gabah yang diproduksi di Kota Padang, dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Hasil Pengukuran Nilai Parameter Mutu Beras
Varietas
Parameter
IR – 42 Cisokan Saribu Gantang
Rata-Rata Kadar Air (%) 13,06 13,13 13,05
Butir Patah Besar (%) 17,12 21,77 16,94
Butir Utuh (%) 62,47 59,75 61,01
Beras Kepala (%) 79,59 81,52 77,95
Butir Patah (%) 16,21 13,87 17,31
Butir Menir (%) 1,12 1,23 1,16
Butir Merah (%) 0,01 0,38 0,36
Butir Kuning / Rusak (%) 2,22 2,23 2,25
Butir Mengapur / Hijau (%) 0,09 0,50 0,13
Benda Asing (%) 0,03 0,03 0,03
Butir Gabah (butir / 100 g) 2 2 2
Campuran Varietas Lain (%) 0,26 0,16 0,58

Untuk lebih jelas persyaratan khusus mutu beras yang telah didapatkan dapat
dilihat pada Gambar 4.
14

90
80
70
60 Beras Kepala ( % )
50 Butir Utuh ( % )
Nilai

40 Butir Patah ( % )
30 Butir Gabah ( Butir / 100 g )
20
10
0
IR - 42 Cisokan Saribu Gantang

Varietas Beras

Gambar 4. Nilai Beras Kepala, Butir Utuh, Butir Patah, dan Butir Gabah pada Varietas
IR 42, Cisokan, dan Saribu Gantang

Menurut Tjiptadi dan Nasution (1976), beras pecah dan beras menir yang terjadi
pada proses penggilingan gabah selain disebabkan oleh keadaan bahannya juga
dipengaruhi oleh faktor alat pengolah.
Butir hijau yang terdapat pada beras didapatkan karena pada saat pemanenan
gabah masih ada yang muda. Menurut Prasetyo (2003), pada saat penggilingan gabah
ada beras yang mengapur dan berwarna hijau yang rapuh dan mudah patah.
Benda asing yang terdapat pada sampel beras disebabkan karena adanya debu sisa
dari penggilingan dan sisa dari malai padi yang terikut pada saat penggilingan. Menurut
Badan Standar Nasional tentang beras semakin sedikit benda asing yang terdapat pada
beras maka kualitas beras tersebut semakin baik / tinggi.
Standar mutu beras giling SNI No. 01 – 6128 -1999 dapat dilihat pada Tabel 11.
15

Tabel 11. Standar Mutu Beras Giling SNI No. 01 – 6128 -1999
Mutu
No Komponen Mutu Satuan
I II III IV V
1 Derajat Sosoh (Min) % 100 100 100 95 85
2 Kadar Air (Maks) % 14 14 14 14 15
3 Beras Kepala (Min) % 100 95 84 73 60
Butir Utuh (Min) % 60 50 40 35 35
4 Butir Patah (Maks) % 0 5 15 25 35
5 Butir Menir (Maks) % 0 0 1 2 5
6 Butir Merah (Maks) % 0 0 1 3 3
7 Butir Kuning/Rusak (Maks) % 0 0 1 3 5
8 Mutir Mengapur (Maks) % 0 0 1 3 5
9 Benda Asing (Maks) % 0 0 0.02 0.05 0.2
10 Butir Gabah (Maks) (butir/100 g) 0 0 1 2 3
Campuran Varietas Lain
11 % 5 5 5 10 10
(Maks)
Sumber : Badan Standardisasi Nasional (BSN)
Dari data yang diperoleh, dan standar beras yang berlaku, maka diindikasikan
bahwa beras yang dihasilkan di Kota Padang termasuk mutu IV. Besarnya nilai
komponen beras kepala, butir menir, butir kuning / rusak, benda asing, dan butir gabah
menyebabkan mutu beras tersebut berada pada mutu IV, bukan mutu yang lebih tinggi
dari IV.

KESIMPULAN

(1) Pada ketiga varietas padi dapat diidentifikasikan karakteristik fisik bentuk dan ukuran
dalam kelompok langsing dan sangat panjang. Bulk density gabah IR – 42 sebesar
0,55 kg / l, Cisokan sebesar 0,54 kg / l dan Saribu Gantang sebesar 0,54 kg / l. Angle
of repose untuk gabah IR – 42 sebesar 33,33 o, Cisokan sebesar 28,67 o
Saribu
Gantang sebesar 32,33 o. Angle of friction untuk gabah IR – 42 sebesar 25,67 o,
Cisokan sebesar 22,33 o dan Saribu Gantang sebesar 26,67 o.
(2) Pada ketiga varietas beras dapat diidentifikasikan karakteristik fisik bentuk untuk IR
– 42 dan Cisokan dikelompokkan dalam kelompok lonjong sedangkan untuk Saribu
Gantang dikelompokkan dalam kelompok langsing. Karakteristik ukuran beras IR –
42 dan Cisokan dikelompokkan dalam kelompok sedang dan Saribu Gantang
dikelompokkan dalam kelompok panjang. Bulk density beras IR – 42 sebesar 0,78 kg
16

/ l, Cisokan sebesar 0,78 kg / l dan Saribu Gantang sebesar 0.78 kg / l. Angle of


repose untuk beras IR – 42 sebesar 25.67 o, Cisokan sebesar 23,67 o Saribu Gantang
sebesar 27,00 o. Angle of friction untuk beras IR – 42 sebesar 20,33 o, Cisokan sebesar
19,33 o dan Saribu Gantang sebesar 21,67 o.
(3) Mutu dari gabah kering giling untuk ketiga varietas gabah di Kota Padang termasuk
ke dalam mutu II.
(4) Mutu dari beras yang dihasilkan di Kota Padang termasuk ke dalam mutu IV.

DAFTAR PUSTAKA

Adiratma, R.E. 2004. Stop Tanaman Padi. PT. Penebar Swadaya. Jakarata.

Andoko, A. 2002. Budi Daya Padi Secara Organik. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.

Badan Urusan Logistik (BULOG). 1981. Diskusi Pasca Panen Padi dan Palawija. Bogor

Prasetyo, Y. T. 2003. Bertanam Padi Gogo Tanpa Olah Tanah. PT. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Pratomo, M. 1976. Teknik Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Mekanisasi


Pertanian. Fakultas Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian. IPB. Bogor

Soemartono, B. Samad, dan R. Hardjono. 1977. Bercocok Tanam Padi. CV. Yasaguna.
Jakarta.

Suparyono dan A. Setyono. 1997. Mengatasi Permasalahan Budi Daya Padi. PT.
Penebar Swadaya. Jakarta.

Tjiptadi, W dan Z. Nasution. 1976. Padi dan Pengolahannya. Bagian Teknologi


Penanaman Departemen Teknologi Hasil Pertanian. Bogor

Catatan :
Makalah ini telah dimuat pada jurnal :
Santosa, Charmyn Chatib, Boi Halomoan. 2006. Penilaian Sifat Fisik dan Mutu Gabah
terhadap Produksi Beras di Kota Padang, Sumatera Barat. Jurnal Teknologi Pertanian
Andalas. Vol. 10. No. 2, September 2006 : 1-13.

Anda mungkin juga menyukai