ABSTRAK
PENDAHULUAN
yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu, dan yang paling utama
adalah dapat memudahkan kita dalam proses penggorengan nantinya.
Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa umumnya industri kecil masih
melakukan pengeringan dengan memanfaatkan tenaga surya langsung.
Pengeringan secara tradisional ini dilakukan dengan meletakkan produk di atas
samia atau anyaman bambu terbuka. Metode ini dapat meningkatkan kehilangan
hasil karena dimakan serangga, atau binatang lainnya. Selain itu juga dapat
mengakibatkan produk tidak higienis. Kondisi ini menyebabkan mutu produk
yang dikeringkan sangat rendah.
Selanjutnya, sangat perlu dilakukan peningkatan produksi batiah dengan
cara membuat alat pengering, selain dapat mengatasi masalah yang timbul dalam
pengeringan secara langsung, juga dapat menghemat tenaga, waktu, dan hasilnya
lebih bersih. Adapun alat pengering yang digunakan untuk pengeringan batiah ini
adalah alat pengering tipe lorong (tunnel dryer).
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kualitas
pengeringan batiah dengan menggunakan energi surya. Usaha ini diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan industri kecil dan rumah tangga untuk melakukan
pengeringan batiah dengan alat pengering tersebut.
Secara terperinci, tujuan penelitian ini adalah :
1. Memberikan alternatif yang baik kepada pengusaha kecil agar dapat
menggunakan alat pengering tipe tunnel.
2. Melakukan uji teknis terhadap kinerja alat pengering tipe tunnel dengan
menggunakan produk olahan batiah.
3. Melakukan analisis ekonomi terhadap alat pengering tipe tunnel dengan
sumber energi surya.
4
PERLAKUAN
Dalam hal ini digunakan metode eksperimen dengan diameter bahan
adalah : 7 cm, yang dicetak dengan menggunakan cetakan berbentuk gelang
dengan ketebalan ± 7 mm. Dan dilakukan ulangan pengeringan sebanyak tiga kali.
PROSEDUR PERCOBAAN
1. Persiapan Alat
Alat pengering tipe tunnel dengan sumber energi surya.
2. Prosedur Penelitian
Batiah yang telah dicetak dengan diameter 7 cm, disusun di atas rak
pengering untuk dilakukan pengeringan sampai kadar air mencapai ± 10 %. Dan
kemudian dilakukan untuk ulangan kedua dan ketiga.
3. Penelitian Pendahuluan
Sebelum dilakukan penelitian utama terlebih dahulu dilakukan penelitian
pendahuluan, dengan tujuan untuk melihat kondisi alat dalam pengoperasian dan
untuk menghindari kesalahain-kesalahan pada penelitian utama.
Dengan penelitian pendahuluan ini, dapat mengetahui kapasitas alat,
bentuk, warna, aroma dan rasa batiah tersebut. Sehingga dapat dibandingkan
5
antara hasil pengeringan batiah cara tradisional dengan hasil pengeringan batiah
dengan alat pengering tipe tunnel ini.
Dengan menggunakan alat pengering tipe tunnel, ternyata kapasitas alat
dalam sekali pengeringan melebihi kapasitas penjemuran batiah dengan cara
tradisional, sedangkan rasa batiah yang diperoleh lebih renyah dari pengeringan
cara tradisional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil pengeringan lebih
baik daripada cara manual.
PENGAMATAN
1. Penentuan Kadar Air
a. Kadar air awal bahan
Pengukuran kadar air yang dilakukan sebelum bahan dikeringkan dengan
menggunakan rumus :
( Ma − Mb)
Ka 0 = x 100 %...................................................................(1)
( Ma − Mo)
dengan :
Ka 0 = kadar air awal bahan (% berat basah)
Ma = berat bahan dan cawan sebelum dimasukkan ke dalam oven (gram)
Mb = berat bahan dan cawan setelah dimasukkan ke dalam oven pada suhu
105oC selama 24 jam (gram)
Mo = berat cawan (gram)
b. Perubahan kadar air bahan
Perubahan kadar air bahan dihitung berdasarkan persentase berat basah
dan persentase berat kering dengan rumus :
Wa Wa
m = x 100 % = x 100 %.......................................(2)
Wt (Wa + Wd )
Wa 100 m
M = x 100 % = x 100 %........................................(3)
Wd (100 − m)
dengan :
Wa = berat air bahan (gram)
Wt = berat total bahan (gram)
Wd = berat bahan kering mutlak (gram)
m = kadar air w.b (wet basis)
M = kadar air d.b (dry basis)
6
2. Suhu
Pengamatan dilakukan terhadap suhu udara panas yang dialirkan ke dalam
kolektor, inlet, rak pengering, plenum dan outlet. Pengamatan dilakukan dengan
interval waktu setiap 30 menit. Alat yang digunakan untuk pengamatan suhu ini
adalah termometer bola basah dan bola kering. Dan untuk mengetahui
kelembaban udara digunakan termohigrometer. Pengamatan juga dilakukan pada
lingkungan sekitar untuk mengetahui suhu dan kelembaban udara pada
lingkungan sekitar.
3. Waktu Pengeringan
Waktu pengeringan adalah waktu yang dipergunakan untuk mengeringkan
batiah sampai kadar air lebih kurang 10 %. Laju penguapan air ditentukan dengan
menggunakan rumus :
Wa uap
Wdot = ...................................................................................(4)
t
dengan :
Wdot = laju penguapan air (kg/jam)
Wa uap = jumlah total air yang diuapkan (kg)
t = waktu pengeringan (jam)
100( Ka 0 − Ka1 )
Wa uap = x Wd .............................................(5)
(100 − Ka 0 )(100 − Ka1 )
dengan :
Wa uap = jumlah total air yang diuapkan (kg)
Ka 0 = kadar air awal bahan (%)
Ka1 = kadar air akhir bahan (%)
Wd = berat kering mutlak (kg)
4. Laju Aliran Massa Udara Pengering
Laju aliran massa udara pengering ditentukan dengan rumus :
W dot
M dot = ............................................................................(6)
(H 3 − H 2 )
dengan :
M dot = laju aliran massa udara pengering (kg udara/jam)
Wdot = laju penguapan air (kg/jam)
H3 = kelembaban mutlak pada outlet (kg H2O/kg udara kering)
H2 = kelembaban mutlak pada ruang pengering (kg H2O/kg udara kering)
7
5. Kebutuhan Energi
Laju energi untuk memanaskan udara pengering dihitung dengan
menggunakan rumus :
Qup = M dot (h2 – h1) .........................................................................(7)
dengan :
Qup = laju energi untuk memanaskan udara pengering (kJ/jam)
h2 = enthalpi udara pada ruang pengering (kJ/kg uk)
h1 = enthalpi udara pada lingkungan (kJ/kg uk)
untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan (batiah) dibagi dengan jumlah
energi panas yang diperlukan untuk memanaskan udara pengering, dengan rumus:
Qw
Eq = x 100 % ........................................................................(11)
Q up
dengan :
Eq = efisiensi penguapan air (%)
Q w = laju energi panas untuk penguapan air (kJ/jam)
Q up = laju energi untuk memanaskan udara pengering (kJ/jam)
Sedangkan, efisiensi pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
Qw
Ek = x 100 % .........................................................................(12)
Qr
dengan :
Ek = efisiensi pengeringan (%)
7. Kapasitas Pengeringan
Kapasitas pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Wd tot
Kp = .....................................................................................(13)
t
dengan :
Kp = kapasitas pengeringan (kg/jam)
Wd tot = berat batiah hasil pengeringan (kg)
t = lama waktu pengeringan (jam)
8. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan untuk menghitung biaya pokok pengeringan
dengan menggunakan alat pengering tipe tunnel. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan rumus :
( BT / x) + BTT
BP = ......................................................................(14)
Kp
dengan :
BP = biaya pokok pengeringan (Rp/kg)
BT = biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = biaya tidak tetap (Rp/jam)
x = jam kerja pertahun (jam/tahun)
Biaya tetap pertahun meliputi penyusutan dan bunga modal, dengan
rumus :
9
P−S
D = .....................................................................................(15)
n
i
I = x (P + S) ............................................................................(16)
2
BT = D + I .......................................................................................(17)
dengan :
D = penyusutan (Rp/tahun)
I = bunga modal (Rp/tahun)
i = suku bunga bank tahunan (%/tahun)
P = harga awal alat (Rp)
S = harga akhir alat (Rp)
n = umur ekonomis (tahun)
Wop
L = .......................................................................................(18)
Wt
2%( P − S )
R = .............................................................................(19)
100 jam
W = V x I x H /1000 ....................................................................(20)
BTT = L + R + W.............................................................................(21)
dengan :
L = biaya tenaga kerja (Rp/jam)
R = biaya perbaikan dan perawatan (Rp/jam)
W = biaya pemakaian listrik (Rp/jam)
Wop = upah operator perhari (Rp/hari)
Wt = jam kerja perhari (jam/hari)
V = tegangan listrik (volt)
I = kuat arus listrik (A)
H = biaya listrik per kWh (Rp/kWh)
Titik impas produksi batiah dihitung dengan rumus :
BT
BEP = Hb BTT .................................................................(22)
Hj − −
η Kp
dengan :
BEP = break event point atau titik impas produksi (kg batiah/tahun)
Hj = harga jual batiah (Rp/kg)
Hb = harga bahan baku untuk memproduksi 1 kg batiah (Rp/kg)
η = rendemen (kg batiah kering / kg batiah basah)
BTT = biaya tidak tetap (Rp/jam)
Kp = kapasitas pengeringan (kg/jam)
10
PENELITIAN UTAMA
Analisis terhadap penelitian utama diperoleh berdasarkan rata-rata dari
tiga ulangan selama proses pengeringan batiah. Dari data yang diperoleh dapat
dilakukan analisis terhadap perubahan kadar air, suhu, waktu pengeringan, laju
penguapan, kebutuhan energi, dan efisiensi pengeringan. Batiah sebelum
dikeringkan didokumentasikan pada Gambar 4, setelah dikeringkan disajikan pada
Gambar 5, sedangkan alat pengeringnya disajikan pada Gambar 6 (tampak
samping) dan Gambar 7 (tampak depan).
11
50.00
40.00
Kadar Air
30.00
(%)
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
0.80
0.70
Laju Penguapan
0.60
(gram / jam)
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam )
36.0
35.0
34.0
33.0
Suhu o(C)
32.0
31.0
30.0
29.0
28.0
27.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
60.0
50.0
40.0
SuhuoC)
(
30.0
20.0
10.0
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
70.0
60.0
50.0
Suhu (oC)
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
Pada Gambar 12 terlihat bahwa suhu plenum lebih tinggi, karena plenum
terus menerus menerima panas yang diserap kolektor dari radiasi sinar matahari,
seiring dengan bertambahnya intensitas cahaya matahari yang diterima alat
pengering pada pukul 11:00 WIB sampai dengan 13:00 WIB. Suhu rata-rata
outlet yang diperoleh adalah 40 – 54 oC. Grafik perubahan suhu rata-rata pada
outlet dapat dilihat pada Gambar 13.
60.0
50.0
40.0
Suhu (oC)
30.0
20.0
10.0
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
Pada Gambar 13 terlihat bahwa suhu outlet lebih rendah daripada suhu
plenum, hal ini disebabkan karena udara panas yang keluar melalui outlet telah
bercampur dengan uap air yang keluar dari bahan yang dikeringkan.
4. Kelembaban Relatif (RH)
Kelembaban relatif (RH) lingkungan saat melakukan penelitian berkisar
antara 48 – 67 %, sedangkan RH plenum antara 53 – 65 %, RH outlet 52 – 78 % .
80.00
70.00
Kelembaban Relatif
60.00
50.00
(%)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
70.00
60.00
Kelembaban Relatif
50.00
40.00
(%)
30.00
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
90.00
80.00
Kelembaban Relatif 70.00
60.00
50.00
(%)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)
6. Kapasitas Pengeringan
Kapasitas pengeringan diperoleh dari berat bahan kering total dibagi
dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan. Dari hasil penelitian ini
diperoleh kapasitas pengeringan batiah yang cukup rendah yaitu 1,57 kg/jam.
7. Laju Energi
Laju energi rata-rata yang dibutuhkan selama pengeringan batiah dapat
dilihat pada Tabel 2.
19
Laju energi yang dihasilkan adalah jumlah laju energi yang dihasilkan oleh
kolektor dan ruang pengering pada pengeringan batiah yaitu sekitar 10.877,08
kJ/jam.
Laju energi untuk memanaskan udara pengering adalah energi yang
digunakan untuk memanaskan udara di ruang pengering yaitu 2963,57 kJ/jam
nilai ini sangat dipengaruhi oleh kelembaban relatif udara lingkungan, suhu
lingkungan dan suhu pengering. Semakin tinggi kelembaban relatif udara
pengering, maka semakin besar energi yang dibutuhkan untuk menurunkan
kelembaban relatif pada ruang pengering, untuk dapat menyerap uap air yang ada
dalam bahan. Semakin kecil perbedaan kelembaban relatif udara pengering
dengan kelembaban relatif udara lingkungan, maka makin besar energi yang
dibutuhkan untuk penguapan.
Laju energi untuk penguapan adalah sebesar 2103,29 kJ/jam, ini
merupakan energi yang dipakai untuk menguapkan air yang ada dalam bahan.
Semakin besar kelembaban relatif udara pengering, maka semakin besar energi
yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan. Semakin kecil RH udara
pengering dan semakin besar perbedaan tekanan uap air antara bahan dengan
udara maka semakin cepat proses pengeringan.
8. Efisiensi Alat Pengering
Efisiensi rata-rata pada alat pengering tipe tunnel ini dapat dilihat pada
Tabel 3.
20
Tabel 3. Efisiensi Rata-Rata Alat Pengering Tipe Tunnel pada Pengeringan Batiah
Efisiensi Ulangan Rata-Rata
I II III
Pemanasan (%) 27,41 27,07 27,27 27,25
Pengeringan (%) 19,47 19,08 19,44 19,33
Penguapan (%) 71,03 70,46 71,42 70,97
Efisiensi pengeringan pada alat pengering dipengaruhi oleh suhu serta
kelembaban mutlak udara pengering dan kelembaban mutlak udara lingkungan,
laju penguapan dan laju aliran udara pengeringan, permukaan dan tebalnya
lapisan bahan yang dikeringkan, kadar air bahan, dan lamanya pengeringan.
9. Analisa Biaya Pengeringan
Berdasarkan hasil perhitungan, maka biaya pokok pengeringan batiah
dengan menggunakan alat pengering tipe tunnel ini adalah Rp 3050,21/kg.
Dengan biaya tetap sebesar Rp 1.230.000,-/tahun dan biaya tidak tetap sebesar Rp
4148,20/jam.
kualitas batiah yang dikeringkan secara tradisional baik dinilai dari kadar air,
kebersihan, warna, aroma, dan kerenyahannya.
SARAN
Berdasarkan pengamatan selama penelitian maka disarankan untuk
menambah luas ruang pengering agar laju energi yang tersisa dapat dimanfaatkan
secara maksimal sehingga akan menambah kapasitas alat pengering dan dapat
dilakukan pengeringan multi produk.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, M. 1982. Aktifitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Penerbit Agritech.
Yogyakarta.
Almanda, Deni. 1997. Prospek PLTS di Indonesia. Elektro Indonesia. Jakarta.
Boothumjinda et al. 1983. Field Test of Solar Rice Dryers in Thailand.
Proceedings of the Solar World Forum, Perth, Australia, P. 1258 – 1263.
Chatib, Charmyn. 1992. Karakteristik Pengeringan Buah Nangka dan Nenas
pada Berbagai Tingkat Suhu dan Kecepatan Aliran Udara. Program
Pascasarjana, IPB, Bogor.
Eissen, W. and W. Muhlbauer. 1983. Development of Low – Cost Solar Grape
Dryers. Procedings of the Conference on “Sechage Solaire Et
Development Rural”, Bordeaux, France, P. 299/300.
Exell, R. H. B. 1980. Basic Design Theory for a Simple Solar Rice Dryer.
Renewable Energy Review Journal, Vol. 1, No. 2, P. 1 – 14.
Gamella, N. 2001. Teknologi Pembuatan Batiah. Laporan Praktek Kerja
Lapangan. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.
Henderson, S. M. dan R. L. Perry. 1982. Agricultural Process Engineering. Third
Edition. The AVI Publishing Company. Ins Wertport USA.
Kamaruddin, Dyah, Nelwan, dan Manulu. 1999. Recent Development of GHE
Solar Drying in Indonesian Grass Roots Project. Procedings of the First
Asian – Australia Conference (ADC `99) Bali, Indonesia, October 24 – 27,
1999.
Kamau, I. N. 1982. Sun – Drying of Coffee Under Different Water Proof Covering
Materials. Kenya Coffee, P. 258 – 260.
22
Catatan :
Makalah ini telah dimuat pada jurnal :
Santosa, Charmyn Chatib, dan Dicki Zainawar. 2008. Uji Tekno – Ekonomi Alat
Pengering Tipe Tunnel untuk Pengeringan Makanan Tradisional Batiah dengan
Sumber Daya Energi Surya. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. Vol. 12. No. 1,
Maret 2008 : 94 – 108.