Anda di halaman 1dari 22

1

UJI TEKNO-EKONOMI ALAT PENGERING TIPE TUNNEL


UNTUK PENGERINGAN MAKANAN TRADISIONAL
BATIAH DENGAN SUMBER ENERGI SURYA

Santosa*), Charmyn Chatib*), dan Dicki Zainawar**)


*)
Staf Pengajar Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Andalas
**)
Alumni Program Studi Teknik Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Andalas

ABSTRAK

Batiah merupakan makanan tradisional khas Sumatera Barat, mirip dengan


rengginang di Jawa. Telah dilaksanakan penelitian tentang pengeringan batiah
dengan alat pengering tipe lorong (tunnel) dengan sumber energi surya, di
Laboratorium Teknik Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Andalas Padang pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2006.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja alat pengering
tipe tunnel terhadap pengeringan batiah, menggunakan metode eksperimen
dengan tiga kali ulangan kemudian dilakukan analisis data dengan metode rataan.
Parameter yang diamati adalah (1) penurunan kadar air bahan selama
pengeringan, (2) laju penguapan air, (3) perubahan suhu selama pengeringan, (4)
waktu pengeringan, (5) kapasitas pengeringan, (6) kebutuhan energi, (7) efisiensi
penggunaan panas, dan (8) analisis biaya pengeringan.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa waktu pengeringan batiah adalah
8 jam, dengan kadar air awal 40,3 %, kadar air akhir 10,03 % dengan laju
penguapan 0,4 gram/jam. Laju energi yang dihasilkan dari kolektor adalah
10.877,076 kJ/jam, laju energi yang digunakan untuk memanaskan udara
pengering sebesar 2963,57 kJ/jam, laju energi untuk menguapkan air sebesar
2103,29 kJ/jam, dan laju energi sisa sebesar 5810,22 kJ/jam. Efisiensi
pengeringannya adalah 19,33 %, efisiensi pemanasan 27,25 %, sedangkan
efisiensi penguapan 70,97 %.
Biaya pokok pengeringan batiah Rp 3050,21/kg, BEP sebesar 446
kg/tahun, dan kualitas batiah yang dihasilkan oleh alat pengering tipe tunnel ini
lebih baik dari kualitas batiah yang dikeringkan oleh pengusaha secara tradisional
baik dari segi warna, aroma dan kebersihannya. Secara visual penampakan produk
lebih baik dari cara pengeringan secara tradisional.

Kata Kunci : Alat Pengering, Tekno-Ekonomi, Batiah


2

PENDAHULUAN

Batiah merupakan salah satu produk olahan yang sudah dikenal di


Sumatera Barat. Pada umumnya batiah diproduksi oleh masyarakat di Kabupaten
Lima Puluh Kota atau lebih tepatnya daerah Payakumbuh. Selain Payakumbuh,
masih ada lagi daerah yang memproduksi produk olahan ini, yaitu di Kabupaten
Tanah Datar khususnya di Nagari Rambatan. Produksi batiah di Nagari Rambatan
ini masih tergolong kecil, karena masyarakat yang membuatnya sangat sedikit
atau dengan jarak tempat usaha yang sangat jauh.
Di Payakumbuh, kebanyakan masyarakat memproduksi batiah dalam
skala industri-industri kecil, dengan menggunakan tenaga kerja ibu-ibu rumah
tangga yang sangat cekatan dan terampil. Tidak sedikit batiah berkualitas tinggi
yang telah dikemas dihasilkan dalam industri kecil ini. Dalam sehari pengolahan,
jika cuaca panas bisa menghasilkan 20 kg batiah basah, diperkirakan mencapai
puluhan bungkus. Tetapi jika hari hujan, kegiatan produksi akan terganggu karena
pengeringan tergantung pada sinar matahari. Jadi bisa dikatakan bahwa
permasalan yang paling utama dalam pengolahan produk olahan ini adalah
ketersediaan sinar matahari, karena pengolahannya dilakukan masih secara
tradisional.
Selain pada sinar matahari, yang menjadi permasalahan dalam
pengeringan batiah secara tradisional adalah kebersihan dan higienisnya produk.
Produk dapat terkontaminasi dengan debu dan kotoran serangga karena dijemur
secara terbuka di bawah sinar matahari, sehingga hasilnya tidak higienis lagi.
Agar produksi batiah terus meningkat dan higienis maka perlu dilakukan
penanganan yang baik terhadap produk olahan tersebut, dengan menggunakan alat
pengering buatan, tertutup, serta suhu pengering yang cukup tinggi.
Pengeringan merupakan salah satu metode paling banyak digunakan untuk
pengawetan produk. Tidak hanya produk pertanian, produk olahan kering seperti
batiah juga harus dikeringkan sebelum dilakukan pengolahan lebih lanjut.
Pengeringan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi kadar air produk sampai
tingkat tertentu sehingga dapat mencegah tumbuhnya jamur dan mikroorganisme
3

yang dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu, dan yang paling utama
adalah dapat memudahkan kita dalam proses penggorengan nantinya.
Seperti yang telah diutarakan di atas, bahwa umumnya industri kecil masih
melakukan pengeringan dengan memanfaatkan tenaga surya langsung.
Pengeringan secara tradisional ini dilakukan dengan meletakkan produk di atas
samia atau anyaman bambu terbuka. Metode ini dapat meningkatkan kehilangan
hasil karena dimakan serangga, atau binatang lainnya. Selain itu juga dapat
mengakibatkan produk tidak higienis. Kondisi ini menyebabkan mutu produk
yang dikeringkan sangat rendah.
Selanjutnya, sangat perlu dilakukan peningkatan produksi batiah dengan
cara membuat alat pengering, selain dapat mengatasi masalah yang timbul dalam
pengeringan secara langsung, juga dapat menghemat tenaga, waktu, dan hasilnya
lebih bersih. Adapun alat pengering yang digunakan untuk pengeringan batiah ini
adalah alat pengering tipe lorong (tunnel dryer).
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah meningkatkan kualitas
pengeringan batiah dengan menggunakan energi surya. Usaha ini diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan industri kecil dan rumah tangga untuk melakukan
pengeringan batiah dengan alat pengering tersebut.
Secara terperinci, tujuan penelitian ini adalah :
1. Memberikan alternatif yang baik kepada pengusaha kecil agar dapat
menggunakan alat pengering tipe tunnel.
2. Melakukan uji teknis terhadap kinerja alat pengering tipe tunnel dengan
menggunakan produk olahan batiah.
3. Melakukan analisis ekonomi terhadap alat pengering tipe tunnel dengan
sumber energi surya.
4

BAHAN DAN METODE


WAKTU DAN TEMPAT
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Juli 2006 di Bengkel dan
Laboratorium Jurusan Teknologi Pertanian Universitas Andalas Padang.

BAHAN DAN ALAT


Bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah batiah yang telah
dicetak sebagai produk olahan yang akan dikeringkan, sedangkan alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengering tipe tunnel, timbangan,
termometer, blower keong untuk mengalirkan udara panas ke ruang pengering,
cetakan batiah, timbangan analitik, dan termohigrometer untuk mengukur
kelembaban pada alat pengering ini.

PERLAKUAN
Dalam hal ini digunakan metode eksperimen dengan diameter bahan
adalah : 7 cm, yang dicetak dengan menggunakan cetakan berbentuk gelang
dengan ketebalan ± 7 mm. Dan dilakukan ulangan pengeringan sebanyak tiga kali.

PROSEDUR PERCOBAAN
1. Persiapan Alat
Alat pengering tipe tunnel dengan sumber energi surya.
2. Prosedur Penelitian
Batiah yang telah dicetak dengan diameter 7 cm, disusun di atas rak
pengering untuk dilakukan pengeringan sampai kadar air mencapai ± 10 %. Dan
kemudian dilakukan untuk ulangan kedua dan ketiga.
3. Penelitian Pendahuluan
Sebelum dilakukan penelitian utama terlebih dahulu dilakukan penelitian
pendahuluan, dengan tujuan untuk melihat kondisi alat dalam pengoperasian dan
untuk menghindari kesalahain-kesalahan pada penelitian utama.
Dengan penelitian pendahuluan ini, dapat mengetahui kapasitas alat,
bentuk, warna, aroma dan rasa batiah tersebut. Sehingga dapat dibandingkan
5

antara hasil pengeringan batiah cara tradisional dengan hasil pengeringan batiah
dengan alat pengering tipe tunnel ini.
Dengan menggunakan alat pengering tipe tunnel, ternyata kapasitas alat
dalam sekali pengeringan melebihi kapasitas penjemuran batiah dengan cara
tradisional, sedangkan rasa batiah yang diperoleh lebih renyah dari pengeringan
cara tradisional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hasil pengeringan lebih
baik daripada cara manual.

PENGAMATAN
1. Penentuan Kadar Air
a. Kadar air awal bahan
Pengukuran kadar air yang dilakukan sebelum bahan dikeringkan dengan
menggunakan rumus :
( Ma − Mb)
Ka 0 = x 100 %...................................................................(1)
( Ma − Mo)
dengan :
Ka 0 = kadar air awal bahan (% berat basah)
Ma = berat bahan dan cawan sebelum dimasukkan ke dalam oven (gram)
Mb = berat bahan dan cawan setelah dimasukkan ke dalam oven pada suhu
105oC selama 24 jam (gram)
Mo = berat cawan (gram)
b. Perubahan kadar air bahan
Perubahan kadar air bahan dihitung berdasarkan persentase berat basah
dan persentase berat kering dengan rumus :
Wa Wa
m = x 100 % = x 100 %.......................................(2)
Wt (Wa + Wd )
Wa 100 m
M = x 100 % = x 100 %........................................(3)
Wd (100 − m)
dengan :
Wa = berat air bahan (gram)
Wt = berat total bahan (gram)
Wd = berat bahan kering mutlak (gram)
m = kadar air w.b (wet basis)
M = kadar air d.b (dry basis)
6

2. Suhu
Pengamatan dilakukan terhadap suhu udara panas yang dialirkan ke dalam
kolektor, inlet, rak pengering, plenum dan outlet. Pengamatan dilakukan dengan
interval waktu setiap 30 menit. Alat yang digunakan untuk pengamatan suhu ini
adalah termometer bola basah dan bola kering. Dan untuk mengetahui
kelembaban udara digunakan termohigrometer. Pengamatan juga dilakukan pada
lingkungan sekitar untuk mengetahui suhu dan kelembaban udara pada
lingkungan sekitar.
3. Waktu Pengeringan
Waktu pengeringan adalah waktu yang dipergunakan untuk mengeringkan
batiah sampai kadar air lebih kurang 10 %. Laju penguapan air ditentukan dengan
menggunakan rumus :
Wa uap
Wdot = ...................................................................................(4)
t
dengan :
Wdot = laju penguapan air (kg/jam)
Wa uap = jumlah total air yang diuapkan (kg)
t = waktu pengeringan (jam)
100( Ka 0 − Ka1 )
Wa uap = x Wd .............................................(5)
(100 − Ka 0 )(100 − Ka1 )
dengan :
Wa uap = jumlah total air yang diuapkan (kg)
Ka 0 = kadar air awal bahan (%)
Ka1 = kadar air akhir bahan (%)
Wd = berat kering mutlak (kg)
4. Laju Aliran Massa Udara Pengering
Laju aliran massa udara pengering ditentukan dengan rumus :
W dot
M dot = ............................................................................(6)
(H 3 − H 2 )
dengan :
M dot = laju aliran massa udara pengering (kg udara/jam)
Wdot = laju penguapan air (kg/jam)
H3 = kelembaban mutlak pada outlet (kg H2O/kg udara kering)
H2 = kelembaban mutlak pada ruang pengering (kg H2O/kg udara kering)
7

5. Kebutuhan Energi
Laju energi untuk memanaskan udara pengering dihitung dengan
menggunakan rumus :
Qup = M dot (h2 – h1) .........................................................................(7)
dengan :
Qup = laju energi untuk memanaskan udara pengering (kJ/jam)
h2 = enthalpi udara pada ruang pengering (kJ/kg uk)
h1 = enthalpi udara pada lingkungan (kJ/kg uk)

Laju energi untuk menguapkan air ditentukan dengan rumus :


Qw = W dot x hfg .................................................................................(8)
dengan :
Qw = laju energi panas yang dibutuhkan untuk penguapan air (kJ/jam)
Wdot = laju penguapan air (kg/jam)
hfg = panas laten penguapan air (kJ/kg H2O)

6. Efisiensi Penggunaan Panas


Efisiensi penggunaan panas terdiri dari :
a. Efisiensi pemanasan udara pengering
Efisiensi pemanasan udara pengering (Ep) ditentukan dengan rumus :
Q up
Ep = x 100 % ..........................................................................(9)
Qr
dengan :
Qup = laju energi untuk memanaskan udara pengering (kJ/jam)
Qr = laju energi panas input dari radiasi matahari (kJ/jam)
Qr = I x (Ak + Ar) x 3,6 ...............................................................(10)
dengan :
I = intensitas radiasi matahari (watt/m2)
Ak = luas penampang (m2)
Ar = luas rak pengering (m2) ; 3,6 adalah angka konversi , 1 watt = 3,6 kJ/jam
Catatan : intensitas radiasi matahari diukur dengan menggunakan alat
Solarimeter.
b. Efisiensi penguapan air
Efisiensi penguapan air adalah jumlah energi panas yang efektif digunakan
8

untuk menguapkan air dari bahan yang dikeringkan (batiah) dibagi dengan jumlah
energi panas yang diperlukan untuk memanaskan udara pengering, dengan rumus:
Qw
Eq = x 100 % ........................................................................(11)
Q up
dengan :
Eq = efisiensi penguapan air (%)
Q w = laju energi panas untuk penguapan air (kJ/jam)
Q up = laju energi untuk memanaskan udara pengering (kJ/jam)
Sedangkan, efisiensi pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
Qw
Ek = x 100 % .........................................................................(12)
Qr
dengan :
Ek = efisiensi pengeringan (%)
7. Kapasitas Pengeringan
Kapasitas pengeringan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
Wd tot
Kp = .....................................................................................(13)
t
dengan :
Kp = kapasitas pengeringan (kg/jam)
Wd tot = berat batiah hasil pengeringan (kg)
t = lama waktu pengeringan (jam)
8. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan untuk menghitung biaya pokok pengeringan
dengan menggunakan alat pengering tipe tunnel. Analisis ini dilakukan dengan
menggunakan rumus :
( BT / x) + BTT
BP = ......................................................................(14)
Kp
dengan :
BP = biaya pokok pengeringan (Rp/kg)
BT = biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = biaya tidak tetap (Rp/jam)
x = jam kerja pertahun (jam/tahun)
Biaya tetap pertahun meliputi penyusutan dan bunga modal, dengan
rumus :
9

P−S
D = .....................................................................................(15)
n
i
I = x (P + S) ............................................................................(16)
2
BT = D + I .......................................................................................(17)
dengan :
D = penyusutan (Rp/tahun)
I = bunga modal (Rp/tahun)
i = suku bunga bank tahunan (%/tahun)
P = harga awal alat (Rp)
S = harga akhir alat (Rp)
n = umur ekonomis (tahun)
Wop
L = .......................................................................................(18)
Wt
2%( P − S )
R = .............................................................................(19)
100 jam
W = V x I x H /1000 ....................................................................(20)
BTT = L + R + W.............................................................................(21)
dengan :
L = biaya tenaga kerja (Rp/jam)
R = biaya perbaikan dan perawatan (Rp/jam)
W = biaya pemakaian listrik (Rp/jam)
Wop = upah operator perhari (Rp/hari)
Wt = jam kerja perhari (jam/hari)
V = tegangan listrik (volt)
I = kuat arus listrik (A)
H = biaya listrik per kWh (Rp/kWh)
Titik impas produksi batiah dihitung dengan rumus :
BT
BEP = Hb  BTT  .................................................................(22)
Hj − − 
η  Kp 
dengan :
BEP = break event point atau titik impas produksi (kg batiah/tahun)
Hj = harga jual batiah (Rp/kg)
Hb = harga bahan baku untuk memproduksi 1 kg batiah (Rp/kg)
η = rendemen (kg batiah kering / kg batiah basah)
BTT = biaya tidak tetap (Rp/jam)
Kp = kapasitas pengeringan (kg/jam)
10

HASIL DAN PEMBAHASAN


PENELITIAN PENDAHULUAN
Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian
pendahuluan untuk melihat kondisi alat dalam pengoperasian, kadar air awal dan
kadar air akhir batiah, serta lama pengeringan. Data rata-rata hasil pengamatan
pengeringan batiah pada penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Penelitian Pendahuluan Pengeringan Batiah
Parameter Pengamatan Rata-Rata
Kadar air awal (%) 40,30
Kadar air akhir (%) 10
o
Suhu lingkungan ( C) 32,63
Suhu kolektor (oC) 48,01
o
Suhu plenum ( C) 54,07
o
Suhu outlet ( C) 47,09
RH lingkungan (%) 68,46
RH kolektor (%) 58,69
RH outlet (%) 70,39
RH plenum (%) 64,33
Lama pengeringan (jam) 8

Setelah dilakukan penelitian pendahuluan terhadap alat pengering tipe


tunnel ini diperoleh hasil pengeringan batiah yang cukup baik. Berdasarkan Tabel
1 dapat kita lihat bahwa untuk mengeringkan batiah dengan kadar air awal 40,30
% hingga kadar air akhir 10 % dibutuhkan waktu 8 jam, dengan suhu rata-rata
ruang pengering 54,07 oC.

PENELITIAN UTAMA
Analisis terhadap penelitian utama diperoleh berdasarkan rata-rata dari
tiga ulangan selama proses pengeringan batiah. Dari data yang diperoleh dapat
dilakukan analisis terhadap perubahan kadar air, suhu, waktu pengeringan, laju
penguapan, kebutuhan energi, dan efisiensi pengeringan. Batiah sebelum
dikeringkan didokumentasikan pada Gambar 4, setelah dikeringkan disajikan pada
Gambar 5, sedangkan alat pengeringnya disajikan pada Gambar 6 (tampak
samping) dan Gambar 7 (tampak depan).
11

Gambar 4. Batiah Sebelum Dikeringkan

Gambar 5. Batiah Setelah Dikeringkan


12

Gambar 6. Alat Tunnel Dryer Tampak Samping

Gambar 7. Alat Tunnel Dryer Tampak Depan

1. Penentuan Kadar Air


Kadar air awal bahan diperoleh dengan cara menggunakan metode oven.
Rata-rata kadar air awal batiah adalah 40,3 %.
Perubahan kadar air batiah dihitung berdasarkan persentase bobot basah
(wet basis). Grafik penurunan kadar air rata-rata batiah pada 3 ulangan dapat
dilihat pada Gambar 8.
13

50.00

40.00

Kadar Air
30.00

(%)
20.00

10.00

0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 8. Grafik Penurunan Kadar Air pada Pengeringan Batiah


Pada Gambar 8 terlihat bahwa penurunan kadar air pada awal proses
pengeringan berjalan cepat. Hal ini terjadi karena air bebas yang ada di
permukaan bahan masih banyak sehingga mudah menguap oleh udara pengering
yang melewati bahan. Menurut Henderson dan Perry (1982), makin basah
permukaan bahan dan semakin panas udara sekelilingnya, maka makin cepat
pergerakan air dari permukaan bahan ke udara sekelilingnya.
Proses pengeringan ini akan terus berlangsung hingga terjadi
keseimbangan, kadar air keseimbangan suatu bahan dipengaruhi oleh suhu yang
digunakan dalam pengeringan, dimana semakin tinggi suhu, kadar air bahan akan
lebih cepat mengalami keseimbangan hal ini sesuai menurut Thaib et al. (1988).
2. Laju Penguapan
Pengeringan batiah dengan menggunakan alat pengering tipe tunnel ini
diperoleh laju penguapan rata-rata 0,4 gram/jam. Hal ini menyatakan bahwa
penguapan yang terjadi pada bahan adalah 0,4 gram setiap jam. Untuk lebih
jelasnya laju penguapan rata-rata tiap jam dapat dilihat pada Gambar 9.
Seiring dengan penurunan kadar air bahan selama pengeringan, laju
penguapan akan menurun karena jumlah air bebas semakin berkurang. Pada laju
penguapan menurun ini, permukaan partikel bahan yang dikeringkan tidak lagi
tertutup oleh lapisan air, sehingga air terikat dalam sel akan mengalir ke
permukaan bahan, jika terus dikeringkan perubahan laju penguapan akan semakin
kecil.
14

0.80
0.70

Laju Penguapan
0.60

(gram / jam)
0.50
0.40
0.30
0.20
0.10
0.00
1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam )

Gambar 9. Grafik Laju Penguapan Batiah


Pada Gambar 9 disajikan grafik laju penguapan yang terus menurun. Hal
ini disebabkan karena semakin lama jumlah air yang diuapkan semakin sedikit,
sehingga penguapan yang terjadi akan semakin kecil.
Kecepatan pengeringan dipengaruhi oleh faktor suhu, kecepatan
volumetrik udara pengeringan dan ketebalan lapisan bahan yang dikeringkan.
Semakin besar perbedaan antara suhu pemanas dengan bahan yang dikeringkan,
semakin besar pula kecepatan pindah panas ke dalam bahan, sehingga laju
penguapan semakin cepat.
3. Pengukuran Suhu
Suhu lingkungan saat melakukan penelitian berkisar antara 30 – 34 oC
sedangkan suhu plenum antara 44 – 59 oC, suhu outlet 40 – 54 oC dan suhu
kolektor antara 42 – 56 oC.
Suhu rata-rata lingkungan yang diperoleh selama penelitian ini adalah 30 –
34 oC. Grafik perubahan suhu lingkungan rata-rata dapat dilihat pada Gambar 10.

36.0
35.0
34.0
33.0
Suhu o(C)

32.0
31.0
30.0
29.0
28.0
27.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 10. Grafik Pengamatan Suhu Lingkungan pada Pengeringan Batiah


15

Pada Gambar 10 terlihat bahwa suhu lingkungan tertinggi terjadi pada


pukul 13:00 WIB. Hal ini disebabkan karena tingginya intensitas cahaya matahari
pada jam tersebut. Sedangkan pada pukul 14:00 WIB sampai dengan 16:00 WIB
terjadi penurunan suhu, hal ini disebabkan karena intensitas penyinaran matahari
mulai berkurang, dan pada pukul 17:00 WIB terjadi kenaikan suhu karena
intensitas cahaya mataharinya cukup tinggi. Suhu rata-rata kolektor saat
pengeringan adalah 42 – 56 oC, grafik perubahan suhu disajikan pada Gambar 11.

60.0
50.0

40.0
SuhuoC)
(

30.0

20.0

10.0

0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 11. Grafik Pengamatan Suhu Kolektor pada Pengeringan Batiah


Pada Gambar 11 terlihat penyebaran suhu pada kolektor cukup tinggi, hal
ini disebabkan karena sebagian besar radiasi surya diserap dan dipantulkan oleh
absorber. Kemudian radiasi surya ini terperangkap dalam bentuk kalor,
sehingga menyebabkan suhu dalam kolektor tinggi.
Suhu plenum adalah suhu yang digunakan untuk menguapkan air bahan
sampai mencapai kadar air yang diharapkan. Tingginya kualitas bahan yang
dikeringkan sangat dipengaruhi oleh suhu plenum. Suhu rata-rata plenum pada
penelitian ini adalah 44 – 59 oC. Grafik perubahan suhu plenum dapat dilihat pada
Gambar 12.

70.0
60.0
50.0
Suhu (oC)

40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 12. Grafik Pengamatan Suhu Plenum pada Pengeringan Batiah


16

Pada Gambar 12 terlihat bahwa suhu plenum lebih tinggi, karena plenum
terus menerus menerima panas yang diserap kolektor dari radiasi sinar matahari,
seiring dengan bertambahnya intensitas cahaya matahari yang diterima alat
pengering pada pukul 11:00 WIB sampai dengan 13:00 WIB. Suhu rata-rata
outlet yang diperoleh adalah 40 – 54 oC. Grafik perubahan suhu rata-rata pada
outlet dapat dilihat pada Gambar 13.

60.0
50.0

40.0
Suhu (oC)

30.0
20.0
10.0

0.0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 13. Grafik Pengamatan Suhu Outlet pada Pengeringan Batiah

Pada Gambar 13 terlihat bahwa suhu outlet lebih rendah daripada suhu
plenum, hal ini disebabkan karena udara panas yang keluar melalui outlet telah
bercampur dengan uap air yang keluar dari bahan yang dikeringkan.
4. Kelembaban Relatif (RH)
Kelembaban relatif (RH) lingkungan saat melakukan penelitian berkisar
antara 48 – 67 %, sedangkan RH plenum antara 53 – 65 %, RH outlet 52 – 78 % .

Kelembaban rata-rata lingkungan yang dicapai selama pengeringan


berkisar 48 – 67 %. Grafik perubahan kelembaban lingkungan dapat dilihat pada
Gambar 14.
17

80.00
70.00

Kelembaban Relatif
60.00
50.00

(%)
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 14. Grafik Pengamatan RH Lingkungan pada Pengeringan Batiah


Dari Gambar 14 terlihat bahwa kelembaban relatif lingkungan selama
proses pengeringan mengalami fluktuasi, dengan kelembaban relatif terendeh
terjadi pada jam ke 4 yaitu pada pukul 13:00 WIB. Proses pemanasan udara
menyebabkan turunnya kelembaban relatif lingkungan. Bila suhu meningkat,
maka kelembaban udara akan turun dan bila suhu menurun, maka kelembaban
udara akan terus meningkat (Taib et al., 1988). Kelembaban rata-rata plenum
selama penelitian berkisar 53 – 65 % Grafik perubahan kelembaban plenum dapat
dilihat pada Gambar 15.

70.00
60.00
Kelembaban Relatif

50.00
40.00
(%)

30.00
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 15. Grafik Pengamatan RH Plenum pada Pengeringan Batiah


Pada Gambar 15 terlihat bahwa persentase kelembaban relatif plenum
lebih rendah dari kelembaban lingkungan, hal ini disebabkan karena suhu
pada
18

plenum lebih tinggi, sehingga uap air akan mudah berkurang.


Kelembaban outlet yang diperoleh selama pengeringan berkisar 52 – 78
%. Grafik perubahan kelembaban outlet dapat dilihat pada Gambar 16.

90.00
80.00
Kelembaban Relatif 70.00
60.00
50.00
(%)

40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Waktu (jam)

Gambar 16. Grafik Pengamatan RH Outlet pada Pengeringan Batiah


Pada Gambar 16 terlihat bahwa kelembaban outlet lebih tinggi karena
pada outlet terjadi pencampuran uap air yang terdapat di udara dengan uap air
yang ada pada bahan.
5. Waktu Pengeringan
Waktu yang dibutuhkan oleh alat pengering tipe tunnel ini untuk
mengeringkan batiah sampai kadar air lebih kurang 10 % adalah sekitar 8 jam.

6. Kapasitas Pengeringan
Kapasitas pengeringan diperoleh dari berat bahan kering total dibagi
dengan waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan. Dari hasil penelitian ini
diperoleh kapasitas pengeringan batiah yang cukup rendah yaitu 1,57 kg/jam.
7. Laju Energi
Laju energi rata-rata yang dibutuhkan selama pengeringan batiah dapat
dilihat pada Tabel 2.
19

Tabel 2. Laju Energi Rata-Rata yang Dihasilkan Selama Pengeringan Batiah


Laju Energi Ulangan Rata-Rata
I II III
Untuk memanaskan udara pengering (kJ/jam) 2962,43 2994,83 2933,45 2963,57
Untuk menguapkan air bahan (kJ/jam) 2104,12 2110,14 2095,61 2103,29
Yang dihasilkan (kJ/jam) 10.808,4 11.061,9 10.760,9 10.877,08
Sisa (kJ/jam) 5741,85 5956,93 5731,88 5810,22

Laju energi yang dihasilkan adalah jumlah laju energi yang dihasilkan oleh
kolektor dan ruang pengering pada pengeringan batiah yaitu sekitar 10.877,08
kJ/jam.
Laju energi untuk memanaskan udara pengering adalah energi yang
digunakan untuk memanaskan udara di ruang pengering yaitu 2963,57 kJ/jam
nilai ini sangat dipengaruhi oleh kelembaban relatif udara lingkungan, suhu
lingkungan dan suhu pengering. Semakin tinggi kelembaban relatif udara
pengering, maka semakin besar energi yang dibutuhkan untuk menurunkan
kelembaban relatif pada ruang pengering, untuk dapat menyerap uap air yang ada
dalam bahan. Semakin kecil perbedaan kelembaban relatif udara pengering
dengan kelembaban relatif udara lingkungan, maka makin besar energi yang
dibutuhkan untuk penguapan.
Laju energi untuk penguapan adalah sebesar 2103,29 kJ/jam, ini
merupakan energi yang dipakai untuk menguapkan air yang ada dalam bahan.
Semakin besar kelembaban relatif udara pengering, maka semakin besar energi
yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan. Semakin kecil RH udara
pengering dan semakin besar perbedaan tekanan uap air antara bahan dengan
udara maka semakin cepat proses pengeringan.
8. Efisiensi Alat Pengering
Efisiensi rata-rata pada alat pengering tipe tunnel ini dapat dilihat pada
Tabel 3.
20

Tabel 3. Efisiensi Rata-Rata Alat Pengering Tipe Tunnel pada Pengeringan Batiah
Efisiensi Ulangan Rata-Rata
I II III
Pemanasan (%) 27,41 27,07 27,27 27,25
Pengeringan (%) 19,47 19,08 19,44 19,33
Penguapan (%) 71,03 70,46 71,42 70,97
Efisiensi pengeringan pada alat pengering dipengaruhi oleh suhu serta
kelembaban mutlak udara pengering dan kelembaban mutlak udara lingkungan,
laju penguapan dan laju aliran udara pengeringan, permukaan dan tebalnya
lapisan bahan yang dikeringkan, kadar air bahan, dan lamanya pengeringan.
9. Analisa Biaya Pengeringan
Berdasarkan hasil perhitungan, maka biaya pokok pengeringan batiah
dengan menggunakan alat pengering tipe tunnel ini adalah Rp 3050,21/kg.
Dengan biaya tetap sebesar Rp 1.230.000,-/tahun dan biaya tidak tetap sebesar Rp
4148,20/jam.

KESIMPULAN DAN SARAN


KESIMPULAN
Dari penelitian pengeringan batiah menggunakan alat pengering tipe
tunnel dengan pemanfaatan cahaya matahari sebagai sumber energi panas, dapat
disimpulkan kadar air awal batiah adalah 40,3 %, waktu yang dibutuhkan 8 jam
untuk mencapai kadar air akhir 10 % - 13 % dan laju penguapan rata-rata 0,4
gram/jam dengan berat batiah rata-rata 23,28 gram berat basah, dan berat akhir
menjadi 15,45 gram.
Laju energi yang dipakai untuk memanaskan udara ruang pengering
2963,57 kJ/jam, laju energi untuk menguapkan air bahan 2103,29 kJ/jam, laju
energi yang dihasilkan sekitar 10.877,08 kJ/jam, dan laju energi yang tersisa
5810,22 kJ/jam. Efisiensi pengeringan 19,33 %, efisiensi pemanasan 27,25 % dan
efisiensi penguapan 70,97 %. Biaya pokok pengeringan Rp 3050,21/kg, BEP
sebesar 446,002 kg/tahun, dan kualitas batiah yang dihasilkan lebih baik dari pada
21

kualitas batiah yang dikeringkan secara tradisional baik dinilai dari kadar air,
kebersihan, warna, aroma, dan kerenyahannya.

SARAN
Berdasarkan pengamatan selama penelitian maka disarankan untuk
menambah luas ruang pengering agar laju energi yang tersisa dapat dimanfaatkan
secara maksimal sehingga akan menambah kapasitas alat pengering dan dapat
dilakukan pengeringan multi produk.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M. 1982. Aktifitas Air dan Kerusakan Bahan Makanan. Penerbit Agritech.
Yogyakarta.
Almanda, Deni. 1997. Prospek PLTS di Indonesia. Elektro Indonesia. Jakarta.
Boothumjinda et al. 1983. Field Test of Solar Rice Dryers in Thailand.
Proceedings of the Solar World Forum, Perth, Australia, P. 1258 – 1263.
Chatib, Charmyn. 1992. Karakteristik Pengeringan Buah Nangka dan Nenas
pada Berbagai Tingkat Suhu dan Kecepatan Aliran Udara. Program
Pascasarjana, IPB, Bogor.
Eissen, W. and W. Muhlbauer. 1983. Development of Low – Cost Solar Grape
Dryers. Procedings of the Conference on “Sechage Solaire Et
Development Rural”, Bordeaux, France, P. 299/300.
Exell, R. H. B. 1980. Basic Design Theory for a Simple Solar Rice Dryer.
Renewable Energy Review Journal, Vol. 1, No. 2, P. 1 – 14.
Gamella, N. 2001. Teknologi Pembuatan Batiah. Laporan Praktek Kerja
Lapangan. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.
Henderson, S. M. dan R. L. Perry. 1982. Agricultural Process Engineering. Third
Edition. The AVI Publishing Company. Ins Wertport USA.
Kamaruddin, Dyah, Nelwan, dan Manulu. 1999. Recent Development of GHE
Solar Drying in Indonesian Grass Roots Project. Procedings of the First
Asian – Australia Conference (ADC `99) Bali, Indonesia, October 24 – 27,
1999.
Kamau, I. N. 1982. Sun – Drying of Coffee Under Different Water Proof Covering
Materials. Kenya Coffee, P. 258 – 260.
22

Muhlbauer, W., A. Esper. 1999. Solar Drying. In : Cigr Hand Book of


Agricultural Engineering Vol. V. Energy and Biomass Engineering. Editors
: Kitani, O., T. Jungbluth, R. M. Pert U., A. Ramdani, Asae, P. 53 – 66.
Pratomo, Muchji. 1987. Teknik Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen
Mekanisasi Pertanian. IPB. Bogor.
Sagara, K. Abdullah, dan A. Syarief. 2001. Pengeringan Bahan Olahan dan
Hasil Prtanian. Fameta. IPB. Bogor.
Sarmidi, Amin. 2002. Alat Pengering Tenaga Matahari dan Biomassa. Direktorat
TPI-BPP Teknologi. Jakarta.
Suryanto, Hadi. 1998. Teknologi Solar Dryer untuk Pengeringan Ikan Hasil
Tangkapan Nelayan di Sumatera Barat. Fakultas Pertanian. Universitas
Andalas. Padang.
Syarief, R. dan H. Halid. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Penerbit Arcan.
Jakarta.
Tambunan, Armansyah. 2003. Teknik Konversi Energi Surya untuk Sistem
Thermal, FATETA, IPB Bogor.
Thaib, et al. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT.
Melton Putra. Jakarta.
Villaruel, R., E. Caro and K. Dippon. 1996. A Solar Dryer for Coconuts Costs
Less than Fifteen Dollars. Gate Question Answer Information, Vol. 2, P.
30.
Zainuddin, Dahnil. 1989. Solar Teknik I. Universitas Andalas. Padang.

Catatan :
Makalah ini telah dimuat pada jurnal :
Santosa, Charmyn Chatib, dan Dicki Zainawar. 2008. Uji Tekno – Ekonomi Alat
Pengering Tipe Tunnel untuk Pengeringan Makanan Tradisional Batiah dengan
Sumber Daya Energi Surya. Jurnal Teknologi Pertanian Andalas. Vol. 12. No. 1,
Maret 2008 : 94 – 108.

Anda mungkin juga menyukai