Anda di halaman 1dari 27

Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan

Aplikasi Keperawatan Transkultural Pada Kelompok Lansia

Dosen Fasilitator :

Dianis Wulansari, S.Kep.,Ns.,M.Kep., Ph.D

Disusun Oleh :

Kelompok 4/Kelas A4

Yuleni karath 131811133132 Auria Eka Setya P. 132111133119


Agnes Sagita 132111133039 Rozan Fatmala 132111133199
Agustin Novianatasari 132111133046 Lidya Adelia W. 132111133207
Aliya Shajali 132111133048 Intan Iswara 132111133208
Maulidha Nur K. 132111133102 Nur Rachma Saidha 132111133214
Fadhilah Aliyyah W. 132111133109 Yohanes Setiawan 132111133219
Aprilia Eka Riyani 132111133114

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan YME karena berkat dan rahmat-Nya penyusun masih
diberi kesehatan sehingga makalah yang berjudul “Aplikasi Keperawatan Transkultural
Pada Kelompok Lansia” ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada dosen pengampu mata kuliah “Psikososial
dan Budaya Dalam Keperawatan” yaitu Ibu Dianis Wulan Sari atas ilmu yang telah
diberikan dalam pembelajaran daring ini. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Psikososial dan Budaya Dalam Keperawatan. Makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan dan ilmu baru bagi pembaca sekaligus
penyusun makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kami meminta kritik dan saran yang dapat membangun kami
menjadi lebih baik kedepannya. Terima Kasih

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................................ ii
BAB 1............................................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................................ 3
BAB 2............................................................................................................................................ 4
TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................................. 4
2.1 Definisi Lansia .................................................................................................................. 4
2.2 Pendekatan Perawatan Lansia......................................................................................... 5
2.2.1 Pendekatan Fisik .......................................................................................................... 5
2.2.2 Pendekatan Psikis ......................................................................................................... 6
2.2.3 Pendekatan Sosial ......................................................................................................... 6
2.3 Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia .......................................................... 6
2.4 Konsep Keperawatan Transkultural ............................................................................... 7
2.5 Perawatan Menjelang Ajal ............................................................................................... 9
BAB III ....................................................................................................................................... 14
KASUS ....................................................................................................................................... 14
BAB IV ....................................................................................................................................... 15
PEMBAHASAN ........................................................................................................................ 15
4.1 Pengkajian ....................................................................................................................... 15
4.2. Diagnosa Keperawatan .................................................................................................. 16
4.3. Intervensi ........................................................................................................................ 16
4.4 Rencana Asuhan Keperawatan ...................................................................................... 17
BAB V......................................................................................................................................... 22
PENUTUP .................................................................................................................................. 22
5.2 Saran................................................................................................................................. 22
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................ 24

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk
pelayanan bio-psiko-sosial-spiritual yang komprehensif, ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia (Kusnanto, 2003). Ilmu keperawatan bukanlah ilmu pengetahuan
yang hanya melihat manusia sebagai objek. Namun, suatu kesatuan yang saling
berhubungan satu sama lain. Seorang perawat harus mampu menempatkan diri dalam
memberikan asuhan keperawatan yang baik kepada klien. Perawat harus bisa hadir dalam
kemajemukan yang ada di antara klien

Psikososial berkaitan dengan aspek psikologis dan sosial. Psikososial adalah


istilah yang menggambarkan hubungan antara situasi sosial seseorang dan kesehatan
mental/emosionalnya. Kebutuhan psikososial mengacu pada perpaduan antara psikologi
klinis dan pelayanan sosial, baik kebutuhan psikologis maupun sosial yang berkaitan
dengan kondisi mental. Misalnya hubungan antara ketakutan seseorang (psikologis)
tentang bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain di lingkungan sosialnya.
Psikososial menekankan hubungan yang erat dan dinamis, lingkungan di mana aspek
psikologis dari pengalaman seseorang (pikiran, perasaan, perilaku) terus-menerus
berinteraksi dengan pengalaman sosial yang ada seperti hubungan dengan orang lain,
tradisi, dan budaya (Ambarwati, 2017).

Setiap budaya memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaan ini harus dihormati
dan individu harus dilihat sebagai makhluk yang unik. Individu yang berasal dari etnis
yang sama mungkin berbeda secara budaya. Ras adalah klasifikasi sosial berdasarkan ciri
fisik seperti warna kulit. Demikian pula, ras mengungkapkan keanggotaan budaya
berdasarkan orang-orang yang memiliki identitas budaya yang sama (Albougami,
Pounds, & Alotaibi, 2016). Keanekaragaman budaya dapat menghalangi perawat untuk
memberikan perawatan yang memadai dan efektif, terutama jika perawat kurang

1
memiliki pengetahuan dan keterampilan untuk menilai dan melakukan intervensi dalam
perawatan kesehatan budaya pasien. Akibatnya, hubungan interpersonal yang tidak
memadai dan ketidakseimbangan antara pengobatan dan hasil yang diperoleh (Alizadeh
dan Chavan, 2016).

Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu
contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan
tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk
kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa
memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya
mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses
terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut
hubungannya dengan kesehatan.

Untuk menerapkan praktik keperawatan bersifat humanis, perawat perlu


memahami dasar teori dan praktik keperawatan berbasis budaya. Keberhasilan seorang
perawat dalam memberikan asuhan bergantung pada kemampuan untuk
mengintegrasikan konsep antropologis, sosiologis, dan biologis dengan konsep asuhan,
proses keperawatan, dan komunikasi interpersonal ke dalam konsep keperawatan lintas
budaya (Fawcett, 2005).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian dan ciri-ciri pada lansia?

2. Bagaimana pendekatan perawatan pada lansia?

3. Bagaimana perspektif transkultural dalam keperawatan?

4. Bagaimana konsep dan prinsip keperawatan transkultural?

5. Bagaimana asuhan keperawatan transkultural pada lanjut usia?

6. Bagaimana aplikasi keperawatan transkultural pada lansia?

2
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dan ciri-ciri pada lansia.

2. Mengetahui pendekatan perawatan pada lansia.

3. Mengetahui perspektif transkultural dalam keperawatan.

4. Mengetahui konsep dan prinsip keperawatan transkultural.

5. Mengetahui asuhan keperawatan transkultural pada lanjut usia.

6. Mengetahui aplikasi keperawatan transkultural pada lansia.

3
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Lansia


Menurut Peraturan Presiden Nomor 88 Tahun 2021, Lanjut usia adalah seseorang
yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas. Sedangkan menurut Prawitasari
(1994) Masa lanjut usia (lansia) adalah masa perkembangan terakhir dalam hidup
manusia. Dikatakan sebagai perkembangan terakhir oleh karena ada sebagian anggapan
bahwa perkembangan manusia berakhir setelah manusia menjadi dewasa. Menurut
Hurlock (2006) ciri-ciri lansia antara lain :

a. Periode kemunduran

Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor psikologis sehingga
motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia. Contohnya lansia
yang memiliki motivasi yang rendah dalam melakukan kegiatan, maka akan
mempercepat proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih lama terjadi

b. Penyesuaian yang buruk merupakan ciri-ciri lanjut usia

Lansia cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk sehingga dapat


memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Akibat dari perlakuan yang buruk tersebut
dapat membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk pula. Contoh: lansia yang tinggal
bersama keluarga sering tidak dilibatkan untuk pengambilan keputusan karena dianggap
pola pikirnya kuno, kondisi inilah yang menyebabkan lansia menarik diri dari lingkungan,
cepat tersinggung dan bahkan memiliki harga diri yang rendah.

c. Perbedaan individual pada efek menua

Setiap orang yang menjadi tua pasti berbeda karena mereka mempunyai sifat bawaan
yang berbeda pula, sosioekonomi, latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang
berbeda. Perbedaan kelihatan di antara orang-orang yang mempunyai jenis kelamin yang
sama, dan semakin nyata bila pria dibandingkan dengan wanita karena menua terjadi
dengan laju yang berbeda

4
d. Dinilai dengan kriteria yang berbeda

Pada waktu anak-anak mencapai remaja, mereka menilai lanjut usia dalam cara yang
sama dengan penilaian orang dewasa, yaitu dalam hal penampilan diri, apa yang dapat
dan tidak dapat dilakukannya. Hal tersebut merupakan dua kriteria yang amat umum
untuk menilai usia mereka banyak orang berusia lanjut melakukan segala apa yang dapat
mereka sembunyikan atau samarkan yang menyangkut tanda-tanda penuaan fisik dengan
memakai pakaian yang biasa dipakai orang muda dan berpura-pura

e. Stereotip pada orang lanjut usia

Pendapat klise yang telah dikenal masyarakat tentang lanjut usia adalah pria dan wanita
yang keadaan fisik dan mentalnya loyo, usang, sering pikun, jalannya membungkuk, dan
sulit hidup bersama dengan siapa pun, karena hari-harinya yang penuh manfaat telah
lewat, sehingga perlu dijauhkan dari orang-orang yang lebih muda.

2.2 Pendekatan Perawatan Lansia


2.2.1 Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian
terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya,
perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan
dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresifitasnya. Perawatan
fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:

- Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih
mampu melakukannya sendiri.

- Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami
kelumpuhan atau sakit. Perawat harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini,
terutama tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.

5
2.2.2 Pendekatan Psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala
sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu
yang cukup banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar lanjut usia merasa
puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat
bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat harus mendukung mental
mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak
menambah beban. Bila perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa
lanjut usianya.

2.2.3 Pendekatan Sosial


Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam
melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame
klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini
merupakan pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial
yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.

2.3 Prinsip Etika Pada Pelayanan Kesehatan Lansia


Beberapa prinsip etika yang harus dijalankan dalam pelayanan pada penderita usia lanjut
adalah (Kane et al, 1994, Reuben et al, 1996) :

a. Empati : istilah empati menyangkut pengertian : ”simpati atas dasar pengertian


yang dalam”. Istilah ini diharapkan upaya pelayanan geriatri harus memandang seorang
lansia yang sakit dengan pengertian, kasih sayang dan memahami rasa penderitaan yang
dialami oleh penderita tersebut. Tindakan empati harus dilaksanakan dengan wajar, tidak
berlebihan, sehingga tidak memberi kesan over-protective dan belas kasihan. Maka
semua petugas geriatri harus memahami proses fisiologis dan patologik dari penderita
lansia.

6
b. Non-maleficence and beneficence : Pelayanan geriatri didasarkan pada
keharusan untuk mengerjakan yang baik untuk penderita dan harus menghindari tindakan
yang menambah penderita (harm) bagi penderita. Terdapat adagium primum non nocere
(yang penting jangan membuat seseorang menderita). Dalam pengertian ini, upaya
pemberian posisi baring yang tepat untuk menghindari rasa nyeri, pemberian analgesik
(kalau perlu dengan derivat morfin) yang cukup, pengucapan kata-kata hiburan
merupakan contoh berbagai hal yang mungkin mudah dan praktis untuk dikerjakan.

c. Otonomi : suatu prinsip bahwa seorang individu mempunyai hak untuk


menentukan nasibnya dan mengemukakan keinginannya sendiri. Hak tersebut
mempunyai batasan, akan tetapi di bidang geriatri hal tersebut berdasar pada keadaan,
apakah penderita dapat membuat keputusan secara mandiri dan bebas. Jadi secara hakiki,
prinsip otonomi berupaya untuk melindungi penderita yang fungsional masih kapabel,
sedangkan non-maleficence dan beneficence lebih bersifat melindungi penderita yang
kapabel. Dalam berbagai hal aspek etik ini seolah-olah memakai prinsip paternalisme,
dimana seseorang menjadi wakil dari orang lain untuk membuat suatu keputusan.

d. Keadilan : yaitu prinsip pelayanan geriatri harus memberikan perlakuan yang


sama bagi semua penderita. Kewajiban untuk memperlakukan seorang penderita secara
wajar dan tidak mengadakan pembedaan atas dasar karakteristik yang tidak relevan.

e. Kesungguhan Hati : yaitu suatu prinsip untuk selalu memenuhi semua janji yang
diberikan pada seorang penderita.

2.4 Konsep Keperawatan Transkultural


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat
atau sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sudah sulit diubah. Transkultural
mengandung arti lintas budaya dimana budaya yang satu dapat mempengaruhi budaya
yang lain. Budaya merupakan salah satu perwujudan atau bentuk interaksi yang nyata
sebagai manusia yang bersifat sosial. Pola kehidupan yang berlangsung lama, diulang
terus menerus merupakan internalisasi dari nilai-nilai yang mempengaruhi pembentukan
karakter pola pikir, pola interaksi perilaku yang memiliki pengaruh pada pendekatan
intervensi keperawatan. Salah satu teori yang diungkapkan pada middle range theory

7
adalah Transcultural Nursing Theory (Leininger, 1978). Teori ini berasal dari disiplin
ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Dasar teori adalah
pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam
masyarakat. Leininger beranggapan penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien oleh perawat, bila tidak
terjadi cultural shock. Cultural shock akan dialami klien ketika kondisi perawat tidak
mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan ini menyebabkan
munculnya rasa ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi seperti pada
kasus nyeri.

Keperawatan transkultural merupakan area baru yang akhir-akhir ini sedang ditekankan
pentingnya budaya terhadap pelayanan keperawatan. Aplikasi teori dalam keperawatan
transkultural mengharapkan adanya kesadaran dan apresiasi terhadap perbedaan budaya.
Perbedaan budaya memberikan pengaruh dalam pemberian asuhan keperawatan yang

menuntut pada kemungkinan variasi pendekatan keperawatan dengan menghargai nilai


budaya individu. Oleh karena itu diharapkan perawat memiliki pengetahuan dan praktik
yang berdasarkan budaya secara konsep maupun dalam praktik keperawatan. Menurut
Leininger (2002) Transkultural keperawatan adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya
pada belajar dan praktik keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan
antara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya
kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan
keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia (Harmoko dan
Riyadi, 2016).

Asumsi mendasar dari teori transkultural keperawatan adalah perilaku peduli. Tindakan
peduli dalam memberikan dukungan kepada individu secara utuh.Perilaku peduli
semestinya diberikan kepada manusia sejak lahir, dalam perkembangan dan
pertumbuhan, masa pertahanan sampai dikala manusia itu meninggal. Bentuk kepedulian
orang-orang di sekitar pasien/klien baik perawat yang bertugas, keluarga, dan masyarakat
di sekitar dapat mengembalikan semangat sembuh. Kesehatan fisik selalu berkorelasi
dengan kondisi manusia sebagai makhluk psikologis.

8
2.5 Perawatan Menjelang Ajal
Setiap makhluk hidup termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan.
Kehidupan manusia yang dimulai dari dalam kandungan, kelahiran hingga manusia
menjalani kehidupannya dan berakhir pada kematian. Perkembangan kehidupan manusia,
mulai dari lahir hingga mati merupakan hal yang dibutuhkan dalam mengidentifikasi
masalah kesehatan manusia.

Menurut KBBI, definisi mati adalah sudah hilang nyawanya; tidak hidup lagi
sedangkan kematian adalah perihal mati. Kematian adalah proses psikosomatis yang
melibatkan seluruh jiwa & raga pasien. Menurut Elisabeth Kuebler-Ross (EKB: 1926-
2004), tanda psikosomatis kematian adalah sekitar dua minggu menjelang kematian,
pasien bisa memperlihatkan tanda-tanda psikis berupa disorientasi mental: kekacauan dan
kekeliruan dalam daya pemikiran, perasaan dan pengamatannya, sehingga ia bisa
mengalami tiga gejala berikut:

1. Ilusi adalah kesalahan dalam membaca atau menafsirkan kesan atau stimulus
indrawi eksternal. Misalnya: bunyi angin dipersepsi sebagai suara orang menangis, harum
parfum sebagai bau mayat, rasa gatal sebagai adanya serangga di balik selimut, ada cacing
kecil dalam gelas susu, dll.

2. Halusinasi adalah produk internal imajinasi kita sendiri. Contoh dari


bayangan/gambaran (image) yang halusionis adalah gambaran gambaran yang muncul
saat kita bermimpi.

3. Delusi adalah produk dari “wrong thinking” (false belief). Pasien bisa mendadak
mempunyai “fixed ideas” bahwa ia sudah sembuh, lalu berusaha turun dari ranjang dan
menolak segala bantuan medis; atau ia merasa ada konspirasi tersembunyi untuk
meracuninya, bukan mengobatinya; atau ia akan sembuh bila pergi ke tempat/orang/obat
keramat tertentu padahal kondisinya jelas tidak memungkinkan. Ketiga gejala itu timbul
karena kondisi mental pasien yang makin menurun hingga ia kerap berada dalam kondisi
setengah sadar, seakan-akan setengah bermimpi. Selain tanda-tanda psikis di atas terdapat
juga tanda-tanda somatis yang menunjukkan bahwa saat ajal itu sudah semakin mendekat
beberapa di antaranya:

9
- Kulit kebiruan dan pucat, mulai dari ujung jari, kaki dan bibir lalu menjalar ke
bagian tubuh yang lains

- Denyut nadi tidak teratur dan lemah

- Nafas berbunyi keras dan kerap ngorok

- Penglihatan dan pendengaran mulai kabur.

EKB juga mengamati bahwa kematian adalah suatu proses. Dalam proses itu,
pasien cenderung mengalami lima tahap pergolakan emosional tertentu, yaitu :

- Tahap Pertama: Shock & Denial (Kaget & Penyangkalan)

- Tahap Kedua: Anger (Marah)

- Tahap Ketiga: Bargaining (Barter/Tawar-Menawar)

- Tahap Keempat: Depression (Sedih & Murung)

- Tahap Kelima: Acceptance (Penerimaan)

Salah satu peran perawat menurut Potter dan Perry (2010) adalah peran pemberi
perawatan dimana perawat memfokuskan asuhan pada kebutuhan kesehatan pasien secara
holistik, meliputi upaya mengembalikan kesehatan emosi, spiritual dan sosial. Sejalan
dengan tujuan dari perawatan paliatif, bahwa peran perawat dalam mempersiapkan pasien
menjelang ajal adalah pembimbing spiritual pasien, komunikator, fasilitator, dan pemberi
dukungan emosional keluarga. Bimbingan spiritual yang dimaksudkan adalah bimbingan
rohani dengan membacakan doa-doa sesuai dengan agama informan dan pasien. Sejalan
dengan pendapat Kozier, dkk. (2010), bahwa perawat memiliki tanggung jawab untuk
memastikan bahwa kebutuhan spiritual pasien diberikan baik melalui intervensi langsung
ataupun dengan mengatur akses terhadap individu yang dapat memberikan perawatan
spiritual. Milligan (2011) mengungkapkan pengkajian dan perawatan spiritual adalah
merupakan bagian integral dari peran perawat.

Perawat juga berperan dalam memberikan dukungan kepada keluarga pasien yang
menjelang ajal. Sejalan dengan penelitian Wright, Bourbonnais, Brajtman, Gagnon
(2011), menggambarkan bahwa kepuasan yang didapatkan perawat perawatan kritis pada
saat merawat pasien dan keluarga dalam perawatan akhir hidup adalah dengan hadir

10
mendampingi keluarga dan memberikan dukungan melewati fase tersebut. Penelitian Mc
Ilfatrick, Mawhinney, dan Gilmour (2010) mengatakan pendidikan dan pelatihan sangat
penting untuk meningkatkan kualitas paliatif dan perawatan akhir hidup bagi pasien.
Pengembangan perawat profesional perawatan paliatif memiliki potensi untuk mengatasi
beberapa tantangan yang ada dalam pemberian perawatan paliatif dan membantu
menjembatani kesenjangan antara spesialis juga generalis penyedia perawatan paliatif,
hal ini sangat penting untuk memberikan perubahan yang nyata dan berkelanjutan dalam
praktek.

End of life care (EOLC) adalah terminologi yang dipakai untuk mendeskripsikan
dukungan dan perawatan medis yang diberikan kepada pasien dalam menghadapi akhir
hayatnya. EOLC tidak hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
ketika pasien tiba-tiba mengalami henti napas dan henti jantung. Pada umumnya,
tindakan yang diberikan hanya berfokus pada protap teknis untuk mempertahankan hidup
pasien. Tidak jarang, upaya penyelamatan yang dilakukan tidak berhasil. Maka proses
kematian yang dialami oleh pasien yang seyogyanya lebih humanistik dan bermartabat
menjadi hilang. Pada fase akhir hayat, baik pasien maupun keluarga mengalami
penderitaan fisik dan psikis. Pasien mungkin saja mengalami rasa sakit yang hebat,
kesulitan bernapas, delirium, perasaan yang tidak berdaya, putus asa, rapuh dan tidak
menentu bahkan mengalami distress spiritual. Hal-hal tersebut tentu akan berdampak
pada kesejahteraan serta menjadi hambatan bagi pasien untuk melewati akhir hayat yang
bermakna.

Tujuan EOLC adalah meringankan penderitaan baik fisik, psikologis dan spiritual yang
dialami oleh pasien dan keluarganya melalui pengkajian secara komprehensif dan proses
kuratif yang agresif. Dengan mengurangi penderitaan misalnya mengurangi nyeri,
diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien yang sekarat untuk bisa
menghadapi kematian dengan tenang. Sedangkan bagi keluarga, mendapat informasi
yang adekuat serta mendapat dukungan psikologis akan membuat mereka lebih terbuka
dalam menerima kehilangan. Peran perawat dalam EOLC adalah memberikan perawatan,
memberikan informasi dan advokasi pasien dan keluarganya, mendorong refleksi dan
implikasi dari perawatan akhir hayat. Namun perawat sering menghadapi kesulitan
melaksanakan EOLC, khususnya dalam mengidentifikasi kapan fase menjelang ajal

11
dimulai, hambatan komunikasi dalam tim, dan perasaan bersalah karena gagal
menyelamatkan nyawa pasien.

Faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan End of Life Care (EOLC) Oleh Perawat

1. Personal/Internal Perawat Faktor personal perawat yang meliputi pengetahuan,


sikap, persepsi serta dilema etis mempengaruhi perawatan pasien yang mendekati akhir
hayat. Faktor personal tersebut memberikan kontribusi terhadap perilaku yang
ditunjukkan perawat dalam memberikan asuhan pada pasien yang menjelang ajal. Faktor
internal perawat yang mempengaruhi perawatan pada pasien menjelang ajal (EOLC)
yaitu umur, pengalaman kerja, pelatihan, tingkat pendidikan dan pengetahuan, kesadaran
diri dan distress moral. Perawat dengan pengalaman kerja lebih lama dinilai memberikan
perawatan EOL yang lebih baik kepada pasien menjelang ajal dibandingkan perawat yang
lebih muda (Lange, Thom, Kline, 2008). Level pendidikan dan jenis pelatihan paliatif
yang pernah diikuti meningkatkan kesiapan perawat dalam memberikan perawatan
EOLC.

2. Faktor Pasien dan Keluarga Karakteristik pasien yang meliputi keadaan umum
pasien serta keterlibatan keluarga dan nilai-nilai kepercayaan yang dianut oleh pasien dan
keluarganya mempengaruhi perawat dalam melakukan perawatan EOLC. Nilai-nilai dan
kepercayaan pasien dan keluarga menentukan preferensi dalam penentuan perawatan
pasien menjelang ajal. Faktor yang mempengaruhi perawatan EOLC adalah faktor relasi
antara pasien, keluarga, perawat dan tim kesehatan dengan membangun kepercayaan,
memberikan informasi yang akurat, melibatkan dalam pengambilan keputusan serta
menghargai dan menghormati pasien dan keluarga. Melakukan EOLC di ruang intensif
berbeda dengan di ruang perawatan lain karena perbedaan karakteristik pasien dan situasi.

3. Lingkungan dan Sarana. Faktor penggunaan teknologi dan faktor lingkungan


mempengaruhi perawat dalam melaksanakan perawatan EOLC. Misalnya pada
lingkungan ICU penuh dengan kebisingan suara monitor dan instrumen sehingga dapat
mengurangi kualitas perawatan EOLC yang harus khidmat dan tenang. Lingkungan yang
tenang berkontribusi menciptakan suasana yang tenang dan perasaan damai bagi pasien
yang menghadapi akhir hayat.

12
Kondisi yang diharapkan dalam proses menghadapi kematian adalah dengan tidak
berlarut-larut, khusnul khotimah, dan pasrah. Hasil ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Hansdottir dan Halldorsdottir (2008) yang menyebutkan bahwa lansia
ingin mati secara natural, dalam kedamaian dan bermartabat. Tidak jarang jika pasien
lansia membutuhkan dukungan keluarga saat proses menjelang ajalnya sehingga
menginginkan rumah mereka untuk menghadapi kematian. Hal ini didukung oleh
penelitian Lee (2009) yang mengungkapkan bahwa lansia di Amerika berharap
meninggal di rumah mereka. Penelitian lainnya juga menyebutkan bahwa lansia ingin
menjalani tahap kematian dengan mudah tanpa penderitaan, menghindari ketergantungan
dan menghindari baring ditempat tidur dalam waktu yang lama. Lansia ingin menghadapi
kematian di rumah mereka sendiri dan menginginkan bersama anggota keluarga dalam
menghadapi kematiannya atau ada seseorang yang mau mendengarkan kisahnya sebelum
ajal menjemput. Peran perawat dalam membantu pasien menjelang ajal untuk meraih
kembali martabatnya dapat menjadi salah satu penghargaan terbesar dalam proses
keperawatan. Klien menjelang ajal harus dirawat dengan respek dan perhatian. Perawat
dapat berbagi penderitaan klien menjelang ajal dan melakukan intervensi untuk dapat
meningkatkan kualitas hidup pasien.

13
BAB III

KASUS

Klien Tn. D berusia 67 tahun, tinggal bersama istri dan kedua orang anaknya di Tegal,
Jawa Tengah. Pendidikan terakhir klien adalah SMP. Istri klien bernama Ny. E berusia
56 tahun, pendidikan terakhir SD. Klien dan sang istri adalah seorang petani dengan
penghasilan kurang lebih 1.500.000 setiap bulannya. Klien dan keluarganya beragama
Islam. Setiap harinya klien selalu melaksanakan shalat berjamaah bersama keluarga
kecilnya. Sehari-hari klien menggunakan bahasa Jawa dan Indonesia. Gaya hidup klien
terbilang kurang sehat, ia lebih menyukai makanan bersantan bahkan hampir setiap hari
ia mengkonsumsi makanan berbahan santan dan tidak suka mengkonsumsi air putih.

Tn. D terkena serangan stroke non hemoragik dan dirawat di ruang perawatan semi
intensif sebuah rumah sakit. Kesadaran pasien baik, namun pasien mengalami
kelumpuhan sisi kanan tubuhnya dan mengalami kesulitan bicara. Pasien menolak
bantuan perawat untuk memenuhi perawatan hariannya. Pasien merasa tidak percaya
dengan semua tindakan medis yang dilakukan perawat, dia lebih mempercayai orang
pintar yang berada di daerah asalnya. Pasien juga selalu ingin dirawat oleh istrinya,
sedangkan kebijakan rumah sakit anggota keluarga menunggu di ruang perawatan. Istri
pasien hanya boleh menemui pasien pada saat kunjungan. Istri pasien selalu menunggu
di luar ruang perawatan dan ingin membantu merawat suaminya.

14
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Pengkajian
1. Faktor Teknologi

klien berada di ruang semi intensif di suatu rumah sakit

2. Faktor Agama dan Filsafah Hidup

• Agama yang diikuti yaitu islam

• Setiap harinya klien selalu melaksanakan shalat berjamaah bersama keluarga

3. Faktor Sosial dan Keterikatan Keluarga

Identitas Klien:

Nama : Tn. D

Usia : 67 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Sudah menikah

Pendidikan : Lulusan SMP

Pekerjaan : Petani

Penghasilan : Rp. 1.500.000

Mempunyai tanggungan 2 orang anak.

4. Faktor Nilai-nilai Budaya dan Gaya Hidup

● Gaya hidup pasien terbilang kurang sehat, dikarenakan ia lebih menyukai


makanan bersantan dan bahkan mengkonsumsinya setiap hari dan tidak suka
mengkonsumsi air putih.

15
● Pasien merasa tidak percaya dengan semua tindakan medis yang dilakukan
perawat, dia lebih mempercayai orang pintar yang berada di daerah asalnya.

5. Faktor Politik

Terdapat Kebijakan rumah sakit yang melarang anggota keluarga menunggu di dalam
ruang perawatan.

6. Faktor Ekonomi

Sumber biaya pengobatan Biaya dari penghasilan klien dan istrinya, karena klien tidak
mengikuti asuransi kesehatan.

7. Faktor Pendidikan

Klien merupakan lulusan SMP.

4.2. Diagnosa Keperawatan


A. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya perbedaan kultur,
menyebabkan sulitnya melakukan komunikasi dan edukasi.

B. Ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang


diyakini seperti tindakan medis tidak sehebat orang pintar.

4.3. Intervensi
Untuk mengubah kepercayaan klien terkait perawat. Pola rencana dalam melaksanakan
restrukturisasi budaya adalah:

1. Beri informasi pada klien menggunakan bahasa yang mudah dipahami klien

2. Beri kesempatan klien untuk memahami dan melaksanakan

3. Gunakan pihak ketiga, yaitu istri klien

4. Beri Informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

16
4.4 Rencana Asuhan Keperawatan

No Diagnosis Tujuan Kriteria Hasil Intervensi


Keperawatan

1. Gangguan Setelah Komunikasi Promosi Komunikasi: Defisit


Komunikasi dilakukan verbal Bicara (I.13492)
verbal b.d tindakan Ekspektasi:
Observasi:
perbedaan asuhan meningkat
kultur, keperawatan ● Monitor kecepatan,
(L.13118)
menyebabkan 3x24 jam, tekanan, kuantitas,

sulitnya diharapkan Kriteria Hasil: volume, dan diksi

melakukan gangguan bicara


● Kemam
komunikasi dan komunikasi ● Monitor progress
puan
edukasi. menurun kognitif, anatomis,
berbica
dan fisiologis yang
(D.0119) ra
berkaitan dengan
mening
bicara (mis: memori,
kat
pendengaran, dan
Bahasa)
● Monitor frustasi,
marah, depresi, atau
hal lain yang
mengganggu bicara
● Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik:

● Gunakan metode
komunikasi alternatif

17
(mis: menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan
komputer)
● Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis:
berdiri di depan
pasien, dengarkan
dengan seksama,
tunjukkan satu
gagasan atau
pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan
perlahan sambal
menghindari teriakan,
gunakan komunikasi
tertulis, atau meminta
bantuan keluarga
untuk memahami
ucapan pasien)
● Modifikasi lingkungan
untuk meminimalkan
bantuan
● Ulangi apa yang
disampaikan pasien
● Berikan dukungan
psikologis
● Gunakan juru bicara,

18
jika perlu

Edukasi:

● Anjurkan berbicara
perlahan
● Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara

Kolaborasi:

● Rujuk ke ahli patologi


bicara atau terapis

2. Ketidakpatuhan Setelah Tingkat Dukungan Kepatuhan


dalam dilakukan Kepatuhan Program Pengobatan
pengobatan b.d tindakan (L.12110) (I.12361)
sistem nilai yang asuhan
Ekspektasi : Observasi
diyakini seperti keperawatan
Meningkat.
tindakan medis 1x24 jam, ● Identifikasi kepatuhan

tidak sehebat diharapkan Kriteria Hasil : menjalani program

orang pintar. ketidakpatuhan pengobatan.


● Verbali
dalam Terapeutik
(D.0114) sasi
pengobatan kemaua ● Buat komitmen
menurun n menjalani program
mematu pengobatan dengan
hi baik.
progra ● Buat jadwal

19
m pendampingan
perawat keluarga untuk
an atau bergantian menemani
pengob pasien selama
atan menjalani program
mening pengobatan, jika perlu.
kat ● Dokumentasikan
● Verbali aktivitas selama
sasi menjalani proses
mengik pengobatan.
uti ● Diskusikan hal-hal
anjuran yang dapat
mening mendukung atau
kat menghambat
● Perilak berjalannya program
u pengobatan.
mengik ● Libatkan keluarga
uti untuk mendukung
progra program pengobatan.
m
perawat
Edukasi
an/peng
obatan ● Informasikan program

membai pengobatan yang harus

k dijalani.

● Perilak ● Informasikan manfaat

u yang akan diperoleh

menjala jika teratur menjalani

nkan program pengobatan.

anjuran ● Anjurkan keluarga

membai untuk mendampingi


dan merawat pasien

20
k selama menjalani
program pengobatan.
● Anjurkan pasien dan
keluarga melakukan
konsultasi ke
pelayanan kesehatan
terdekat, jika perlu.

21
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Transcultural Nursing atau keperawatan transkultural adalah suatu area/wilayah keilmuan


budaya pada proses belajar dan praktik keperawatan berbasis pada kebudayaan atau
kultur dengan memandang perbedaan dan kesamaan antara budaya dengan menghargai
asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan.
Ilmu berfungsi untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan
budaya kepada manusia. Pada era global ini nilai-nilai kultural menjadi sesuatu yang
darurat dan penting dalam setiap tindakan perawatan. Selain nilai kultural, kita juga harus
memahami bahwa dampak dari globalisasi adalah pertumbuhan perilaku ekonomi dunia
dan pasar global.

Dalam membangun hubungan dengan klien, komunikasi yang kurang biasanya terjadi
pada hubungan interkultural, sehingga keterampilan manajemen impresi merupakan hal
penting bagi perawat. Dalam proses penegakan asuhan keperawatan, perawat harus
memperhatikan latar belakang pasien dalam hal budaya. Khususnya pada pasien yang
lanjut usia atau pasien terminal, mereka akan lebih menjunjung tinggi nilai nilai budaya
dalam kehidupan sehari-hari. Asuhan keperawatan yang direncanakan oleh perawat harus
disesuaikan dengan latar belakang budaya pasien masing-masing. Hal tersebut dapat
memudahkan pasien dalam menerima asuhan keperawatan. Sehingga diharapkan dapat
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan.

5.2 Saran
Berdasarkan hasil makalah yang telah kami buat mengenai Aplikasi Keperawatan
Transkultural Pada Kelompok Lansia, didapatkan kesimpulan sebagai berikut :

a. Bagi Pembaca

Dengan adanya makalah ini, kami berharap pembaca dapat memahami mengenai
aplikasi keperawatan transkultural pada kelompok lansia. Selain itu, diharapkan makalah

22
ini dapat menjadi manfaat bagi para pembaca sebagai sarana pembelajaran selain dari
sumber-sumber yang ada (jurnal, internet, buku, dan lain-lain).

b. Bagi Perawat

Sebagai perawat diharapkan dapat memahami bahwa setiap orang memiliki


budaya yang berbeda-beda, sehingga perawat lebih siap menghadapi pasien dengan
karakter yang beragam secara profesional. Tidak hanya itu, perawat juga diharapkan
dapat lebih menghargai beraneka ragamnya budaya yang dimiliki pasien.

23
DAFTAR PUSTAKA

FIRDAUS, EZA KEMAL (2015) GAMBARAN KESEPIAN DAN CARA LANSIA


MENGATASI KESEPIAN DI BALAI PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA
DEWANATA CILACAP. Bachelor thesis, UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
PURWOKERTO.

Hardiningsih, Ita (2021) IDENTIFIKASI FAKTOR KEMANDIRIAN LANSIA


DALAM PEMENUHAN ACTIVITIES OF DAILY LIVING (ADL).
Undergraduate thesis, Universitas Muhammadiyah Surabaya.

Nurlaily, A. P. (2020). Modul teori Keperawatan Transkultural.

Prawitasari, J. E. (1994). Aspek sosio-psikologis lansia di Indonesia. Buletin Psikologi,


2(1), 27-34.

Setyawati, A. (2023). BAB 3 HUBUNGAN DAN MODEL KEPERAWATAN


DALAM KEPERAWATAN TRANSKULTURAL. Keperawatan Transkultural,
25.

24

Anda mungkin juga menyukai