Anda di halaman 1dari 5

Bagaimana amortisasi pada harta tak berwujud? 1.

Amortisasi atas pengeluaran harta tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai yang dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, dilakukan dengan metode garis luru s (straight-line method) dan atau metode saldo menurun (declining balance method) secara taat azas. 2. Tabel masa manfaat dan tarif amortisasi harta tak berwujud: Kelompok Harta Tak Berwujud Masa Manfaat Tarif Amortisasi Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok 1 4 tahun 25% 50% Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 tahun 5% 10% 3. Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya perluasan modal suatu perusahaan dibebankan pada tahun terjadinya pengeluaran atau diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi. 4. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan pengeluaran lain di bidang penambangan minyak dan gas bumi dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi. Metode satuan produksi dilakukan dengan menerapkan persentase amortisasi yang besarnya setiap tahun sama dengan persentase perbandingan antara realisasi penambangan minyak dan gas bumi pada tahun yang bersangkutan dengan taksiran jumlah seluruh kandungan minyak dan gas bumi di lokasi tersebut yang dapat diproduksi. Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang bersangkutan. 5. Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak penambangan selain minyak dan gas bumi, hak pengusahaan hutan, dan hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam lainnya, dilakukan dengan menggunakan metode satuan produksi paling tinggi 20% setahun. (contoh ) a. Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan hutan yang mempunyai potensi 10.000.000 ton kayu sebesar Rp 500.000.000,00 diamortisasi sesuai dengan persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam tahun yang bersangkutan. Jika dalam satu tahun pajak ternyata jumlah produksi mencapai 3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi yang tersedia, maka walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut mencapai 30% dari jumlah potensi yang tersedia, besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut paling tinggi adalah 20% dari pengeluaran atau sebesar Rp 100.000.000,00. Pengeluaran sebelum operasi komersial dikapitalisasi dan diamortisasi sesuai dengan tabel masa manfaat dan tarif amortisasi. Pengertian pengeluaran yang dilakukan sebelum operasi komersial adalah biaya-biaya yang dikeluarkan sebelum operasi komersial, misalnya, biaya studi kelayakan dan biaya produksi percobaan tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai, biaya rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor lainnya. Untuk pengeluaran operasional yang rutin ini tidak boleh dikapitalisasi tetapi dibebankan sekaligus pada tahun pengeluaran. Apabila terjadi pengalihan harta tak berwujud atau hak-hak lainnya, maka nilai sisa buku harta atau hak-hak tersebut dibebankan sebagai kerugian dan jumla yang diterima sebagai penggantian merupakan penghasilan pada tahun terjadinya pengalihan tersebut. (contoh) b. PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp 500.000.000,00. Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah sebanyak200.000.000 barel. Setelah produksi minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 barel, PT X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan harga

sebesar Rp 300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan kerugian dari penjualan hak tersebut dan pembukuannya adalah sebagai berikut: Harga perolehan Rp 500.000.000,00 Amortisasi yang telah dilakukan : 100.000.000 / 200.000.000 barel (50%) Rp 250.000.000,00 Nilai sisa buku harta Rp 250.000.000,00 Harga jual harta Rp 300.000.000,00 Dalam pembukuan, nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00 dicatat sebagai kerugian sedang harga jual sebesar Rp 300.000.000,00 dicatat sebagai penghasilan. 6. Apabila terjadi pengalihan harta dalam rangka bantuan sumbangan atau hibah berupa harta tak berwujud yang memenuhi syarat sebagai bukan Objek Pajak, maka jumlah nilai sisa buku harta tersebut tidak boleh dibebankan sebagai kerugian bagi pihak yang mengalihkan. Norma Penghitungan Penghasilan Neto adalah persentase tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto usaha atau pekerjaan bebas yang merupakan standar umum besarnya penghasilan neto yang dianggap normal atau wajar, yang dibuat dan disempurnakan terus-menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak. 1. Wajib Pajak dalam negeri orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, yang peredaran atau penghasilan brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp600.000.000,00. Besarnya batasan peredaran bruto dapat diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan. 2. Wajib Pajak yang bersangkutan wajib memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan. 3. Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyelenggarakan pencatatan sebagai pengganti tidak menyelenggarakan kewajiban pembukuan. 4. Apabila Wajib Pajak tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak, maka dianggap memilih menyelenggarakan kewajiban pembukuan. 6. Apabila ternyata Wajib Pajak tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau pembukuan atau bukti bukti pendukungnya, maka penghasilan netonya dihitung berdas arkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. Norma Penghitungan Khusus adalah persentase tertentu dari peredaran atau penghasilan bruto usaha untuk menghitung penghasilan neto dari Wajib Pajak tertentu yang tidak dapat dihitung berdasarkan ketentuan umum penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Norma Penghitungan Khusus Wajib Pajak tertentu ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 1. Perusahaan pelayaran dan penerbangan internasional. 2. Perusa haan asuransi luar negeri. 3. Perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi. 4. Perusahaan dagang asing. 5. Perusahaan yang melakukan investasi dengan pola bangun -guna-serah (buildoperate-transfer). 6. Wajib Pajak tertentu lainnya.

DEPRESIASI, DEPLESI, DAN AMORTISASI


Pengeluaran dibedakan ke dalam dua kategori, yaitu pengeluaran investasi (capital expenditure) dan pengeluaran pendapatan (revenue expenditure). Pengeluaran pendapatan adalah pengorbanan untuk memperoleh pendapatan dalam perioda pengeluaran tersebut. Sedangkan pengeluaran investasi adalah pengorbanan untuk memperoleh aktiva yang manfaatnya dinikmati dalam jangka panjang (lebih dari setahun). Mengalokasi kos aktiva tetap selain tanah ke tahun-tahun yang menikmati jasa aktiva tetap tersebut dikenal sebagai penyusutan. Kalau yang dialokasi seperti itu adalah kos sumber alam, maka pengalokasiannya disebut deplesi; jika alokasinya untuk aktiva tak berwujud, maka disebut amortisasi. JUMLAH PENYUSUTAN Besar kecilnya penyusutan yang dibebankan setiap periode akuntansi dipengaruhi

oleh empat variabel kos, taksiran umur ekonomis, taksiran nilai residu, dan pola penggunaan aktiva tetap. a. Kos. Kos aktiva tetap meliputi harga faktur bersih yaitu setelah dikurangi potongan tunai bila ada, ditambah seluruh biaya yang dikorbankan sehubungan dengan perolehan aktiva tetap tersebut sampai dalam kondisi siap pakai. b. Taksiran umur ekonomis. Taksiran umur ekonomis adalah taksiran jumlah periode waktu yang diperkirakan dapat menerima manfaat aktiva tetap secara ekonomis. c. Taksiran nilai residu. Taksiran nilai residu adalah jumlah rupiah yang diharapkan dapat direalisasi pada saat aktiva tetap diberhentikan. Selisih antara kos dan taksiran nilai residu merupakan kos yang akan disusut (depreciable cost). d. Pola penggunaan. Agar dapat menandingkan biaya dengan pendapatan secara layak (proper matching costs against revenues), maka perlu dipertimbangkan pola penggunaan jasa aktiva tetap selama umur ekonomisnya. Biaya penyusutan periodik seharusnya mencerminkan pola penggunaan aktiva tetap setepat mungkin. METODE PENYUSUTAN Metode Garis Lurus (atas dasar waktu) Metode garis lurus menetapkan biaya penyusutan untuk masing-masing periode dengan jumlah yang sama dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Kos taksiran nilai residu Penyusutan per periode/tahun = Taksiran umur ekonomis Misalnya, mesin giling dengan kos sebesar Rp. 6.000.000. taksiran umur ekonomis 10 tahun, taksiran nilai residu Rp. 500.000. penyusutan per periode/tahun adalah: Rp6.000.000 Rp500.000 10 = Rp550.000. Kebaikan metode garis lurus adalah bahwa perhitungannya mudah. Metode ini cocok dipergunakan untuk aktiva tetap yang penggunaannya dari periode ke periode relatif sama, misalnya gedung kantor, meubelair kantor, dan air conditioner. Metode Jumlah Angka Tahun (Atas Dasar Waktu) Metode jumlah angka tahun mendasarkan pada suatu pemikiran yang menyatakan bahwa biaya yang berkaitan dengan penggunan aktiva tetap sebagian besar disebabkan oleh dua hal, yaitu biaya pemeliharaan dan penyusutan aktiva tetap. Metode ini merencanakan agar biaya periodik selama umur ekonomisnya dari tahun ke tahun selalu sama besar. Oleh karena itu, untuk mengimbangi biaya pemeliharaan yang semakin lama semakin besar, maka biaya penyusutan pada tahun-tahun pertama ditentukan lebih besar dari tahun-tahun berikutnya. Cara yang dipergunakan adalah sebagai berikut: 1. Masing-masing tahun diberi angka yang bobotnya sebesar sisa umur aktiva pada tahun yang bersangkutan. Misalnya, untuk aktiva tetap yang umur ekonomisnya 10 tahun, tahun pertama diberi angka 10, sebab sisa umur pada tahun pertama adalah 10 tahun. 2. Jumlahkan angka-angka tahun pada butir 1 di atas; 10 + 9 + 8 + 7 + 6 + 5 + 4 + 3 + 2 + 1 = 55 3. Penyusutan masing-masing tahun adalah dengan mengalikan depreciable cost dengan angka pecahan. Angka pecahan untuk suatu tahun tertentu adalah pembilangnya angka tahun yang bersangkutan dan penyebutnya jumlah angka tahun. Metode Output Produktif (atas dasar Prestasi) Metode output produktif mendasarkan pada teori bahwa aktiva tetap diperoleh untuk jasa yang ia sediakan dalam bentuk hasil produksi. Metode ini membutuhkan suatu

taksiran total satuan hasil dari aktiva tetap. Adapun penyusutan untuk setiap satuan hasil dihitung dengan cara membagi depreciable cost dengan taksiran total satuan hasil produksi. Penyusutan untuk setiap unit menurut perhitungan di atas dikalikan dengan jumlah satuan hasil produksi yang dihasilkan pada periode yang bersangkutan. Dengan demikian, maka penyusutan untuk masing-masing periode berfluktuasi sesuai dengan jumlah satuan hasil yang dihasilkan oleh aktiva tersebut. PEMBERHENTIAN AKTIVA TETAP Aktiva tetap yang menjadi subyek penyusutan seperti gedung, mesin, kendaraan, dan sebagainya, setelah umur ekonomisnya habis akan segera diberhentikan dan diganti dengan aktiva tetap sejenis yang baru. Ada dua jurnal yang harus dibuat pada waktu aktiva tetap itu diberhantikan yaitu: 1. Mencatat penyusutan untuk periode pemberhentian. Adapun jangka waktu yang menjadi dasar perhitungan (dalam hal penyusutan dilakukan dengan dasar waktu) adalah sejak awal periode pemberhentian sampai dengan tanggal periode pemberhentiannya. Biaya penyusutan mesin xxx Akum peny mesin xxx 2. Mencatat pemberhentian aktiva tetap dengan mendebit rekening akumulasi penyusutan sebesar jumlah penyusutan sampai tanggal pemberhentian dan mengkredit rekening aktiva tetap yang bersangkutan sebesar kos perolehannya. Akum peny mesin xxx Mesin xxx PELEPASAN AKTIVA TETAP Jika aktiva tetap dijual kembali, maka rugi atau untung akan timbul. Jika harga jual lebih besar daripada nilai bukunya, maka untung diakui, dan begitu pula sebaliknya. Jurnal yang dibuat jika aktiva tetap dijual di atas nilai buku adalah: Kas xxx Akum peny AT xxx Akt. Tetap xxx Untung pelepasan AT xxx Jurnal yang dibuat jika aktiva tetap dijual di bawah nilai buku adalah: Kas xxx Akum peny AT xxx Rugi pelepasan AT xxx Akt. Tetap xxx Jurnal yang dibuat jika aktiva tetap dijual sama dengan nilai buku adalah: Kas xxx Akum peny AT xxx Akt. Tetap xxx TUKAR TAMBAH AKTIVA SEJENIS Tukar tambah adalah transaksi pertukaran aktiva tetap antara perusahaan dan pihak luar (perusahaan lain). Perusahaan menyerahkan aktiva tetap lama dan menerima aktiva tetap baru dari pihak luar. Oleh karena aktiva tetap baru sudah barang tentu harganya lebih mahal daripada aktiva tetap lama, maka selisih harga ini akan dibayar dengan uang tunai. Jurnal yang dibuat ketika aktiva tetap ditukar adalah: Akt. Tetap (baru) xxx Akum peny AT (lama) xxx Akt. Tetap (lama) xxx Kas xxx

DEPLESI Deplesi merupakan alokasi kos perolehan sumber-sumber alam ke periode-periode yang menerima manfaat dari sumber itu. Biaya deplesi dihitung dengan metode satuan produksi yang berarti bahwa biaya deplesi merupakan fungsi jumlah satuan yang dieksploitasi selama satu periode. Deplesi untuk setiap unit dihitung dengan rumus sebagai berikut: Kos perolehan nilai residu Biaya Deplesi/unit = Taksiran unit yg tersedia Dan jurnal untuk mencatat biaya deplesi adalah: Biaya deplesi .. xxx Akum deplesi . xxx AMORTISASI Amortisasi adalah alokasi kos perolehan aktiva tidak berwujud ke priode-periode yang menerima manfaat dari aktiva tersebut. Amortisasi biasanya menggunakan metode garis lurus. Jurnal untuk mencatat Amortisasi pada akhir periode adalah sebagai berikut: Biaya amortisasi Hak Paten xxx Hak Paten xxx (contoh : Amortisasi hak paten) PENYAJIAN DI NERACA Aktiva tetap dilaporkan secara terpisah dari aktiva tidak berwujud dan sumber alam. Aktiva aktiva tetap selain tanah aktiva tak berwujud, dan sumber daya alam dinilai sebesar nilai bukunya, adapun tanh dinilai sebesar kos perolehannya. Penyajiannya urut berdasarkan kekekalannya. Tanah, misalnya, disajikan terlebih dahulu dari gedung dan dinilai sebesar kos perolehan.

Anda mungkin juga menyukai