Anda di halaman 1dari 11

Cerdika: Jurnal Ilmiah Indonesia, Oktober 2021, 1 (10), 1368-1376

p-ISSN: 2774-6291 e-ISSN: 2774-6534

Available online at http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika/index

K3 PEREKAM MEDIS DI BAGIAN PENYIMPANAN REKAM MEDIS


MASA PANDEMI COVID-19 RS X BANDUNG

Rizka Auliana Putri1*, Sandi Pebrian Gunawan2, Sali Setiatin3


Politeknik Piksi Ganesha Bandung1, 2, 3
raputri@piksi.ac.id1*, spgunawan@piksi.ac.id2, salisetiatin@gmail.com3

Abstrak
Received: 30-08-2021 Latar Belakang: Penyimpanan Rekam Medis merupakan
Revised : 20-10-2021 kegiatan menyimpan berkas Rekam Medis yang bertujuan
Accepted: 25-10-2021 untuk melindungi Rekam Medis dari kerusakan fisik
maupun isi dari Rekam Medis tersebut. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Perekam Medis di bagian
penyimpanan penting untuk meningkatkan efektifitas dan
produktifitas kerja pegawai sehingga dapat memberikan
pelayanan yang prima dan meningkatkan pelayanan
kesehatan rumah sakit.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
Perekam Medis di bagian penyimpanan berkas Rekam
Medis.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah dengan cara
wawancara, observasi dan studi pustaka.
Hasil: Berdasarkan hasil wawancara dari Perekam Medis
bagian penyimpanan diantaranya pelaksanaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) di bagian penyimpanan belum
terpenuhi dengan baik, masih ada tumpukan berkas Rekam
Medis di atas lemari penyimpanan, pelaksanaan SOP
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang belum
terealisasi dengan baik, ruang penyimpanan bersatu dengan
ruangan staf Perekam Medis lainnya.
Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian yang ditemukan
dapat disimpulkan bahwa risiko Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit “X” Bandung terdiri
dari bahaya biologis seperti terpapar debu, virus dan bakteri.
Kata kunci: K3; perekam medis; penyimpanan; rekam
medis.
Abstract
Background: Medical Record Storage is an activity to
store medical record files which aims to protect medical
records from physical damage and the contents of the
medical records. Occupational Health and Safety (K3)
Medical recorders in the storage section are important to
increase the effectiveness and productivity of employees'
work so that they can provide excellent service and
improve hospital
health services.

DOI : 10.36418/cerdika.v1i10.200 http://cerdika.publikasiindonesia.id/index.php/cerdika


Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

Objective: This study aims to determine the implementation


of Occupational Safety and Health (K3) of Medical
Recorders in the Medical Record file storage section.
Methods: This study uses a qualitative research method
with a case study approach. The data collection technique
used is by interview, observation and literature study.
Results: Based on the results of interviews from the
Medical Recorder in the storage section including the
implementation of Occupational Safety and Health (K3) in
the storage section that has not been fulfilled properly,
there are still piles of Medical Record files on the storage
cupboard, the implementation of Occupational Safety and
Health (K3) SOPs that have not been realized with good,
storage room united with other Medical Recorder staff
room.
Conclusion: Based on the results of the research found, it
can be concluded that the risks of Occupational Safety and
Health (K3) at Hospital "X" Bandung consist of biological
hazards such as exposure to dust, viruses and bacteria.
Keywords: K3; medical recorder; storage; medical
records.
*Correspondent Author : Rizka Auliana Putri
Email : raputri@piksi.ac.id

PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang


bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup yang sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Pembangunan
kesehatan masyarakat Indonesia yang optimal perlu didukung dengan memperolehnya
hak atas derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, meliputi sehat jasmani, rohani, dan
sosial. Masyarakat harus bebas dari penyakit atau kecacatan, maka dalam sistem
kesehatan nasional diupayakan pelaksanaan kesehatan yang bersifat terpadu, merata,
menyeluruh, dan terjangkau masyarakat luas. Kesehatan merupakan hak asasi manusia
dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
Indonesia (Indonesia, 2009).
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan rawat darurat, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang No.44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Kepmenkes, 2004). Menciptakan mutu pelayanan
kesehatan yang maksimal di rumah sakit, maka semua instansi harus saling mendukung
karena merupakan suatu kesatuan dalam rumah sakit. Salah satunya yaitu Rekam Medis
yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan dibidang kesehatan
(Permenkes, 2009).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang
Rekam Medis “Rekam Medis adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah
diberikan kepada pasien” (Permenkes, 2008). Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmani

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

136
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

maupun rohani dari tenaga kerja itu sendiri pada khususnya, dan manusia pada umumnya,
hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat adil dan makmur (Kani et al., 2013).
Menurut PP No. 50 Tahun 2012, Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya
disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan (Hasibuan et al., 2020).
Kerja dan penyakit akibat kerja.Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2016 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Rumah
Sakit Pasal 1 menyatakan bahwa K3RS adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi keselamatan dan kesehatan bagi sumber daya manusia rumah sakit, pasien,
pendamping pasien, pengunjung, maupun lingkungan rumah sakit melalui upaya
pencegahan kecelakan kerja dan penyakit akibat kerja di rumah sakit (Nurhaliza, 2019).
Undang undang nomor 36 tahun 2009 pasal 1 tentang kesehatan, menyatakan
bahwa upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan atau serangkaian kegiatan yang
dilakukan terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan
meningkatkan derajat masyarakat dan bentuk pencegahan penyimpanan, peningkatan
kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan atau
masyarakat (Indonesia, 2009).
Sehubung dengan adanya pernyataan tersebut maka rumah sakit yang termasuk
ke dalam kriteria tempat kerja, dengan adanya ancaman bahaya yang dapat menimbulkan
dampak kesehatan, harus menyelenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3). Terdapat beberapa bahaya potensial di rumah sakit khususnya ruang penyimpanan
yang dapat mengakibatkan penyakit dan kecelakaan kerja terhadap petugas. Menurut
(Wijaya et al., 2015) bahaya adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada
manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Macam - macam kategori bahaya
adalah bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya mekanik, bahaya elektrik, bahaya ergonomi,
bahaya kebiasaan, bahaya lingkungan, bahaya biologi, dan bahaya psikologi. Untuk
mencegah dan mengurangi bahaya keselamatan dan kesehatan khususnya terhadap
pekerja di bagian penyimpanan, salah satunya dengan menetapkan pedoman Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) di rumah sakit.
Rekam Medis memiliki peranan terciptanya pelayanan yang baik kepada
masyarakat dan tercapainya tertib administrasi di suatu Rumah Sakit. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 55 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis, Perekam Medis adalah seorang yang telah
lulus pendidikan Rekam Medis dan Informasi Kesehatan sesuai ketentuan peraturan
perundang undangan (Permenkes, 2013).
Pelaksanaan upaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bagian
penyimpanan berkas Rekam Medis di Rumah Sakit X Bandung berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan penulis pada masa praktek kerja lapangan selama dua (2) bulan
di Rumah Sakit tersebut belum optimal, hal tersebut dikarenakan terdapatnya bahaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja seperti bahaya biologis, bahaya mekanik dan bahaya
ergonomi serta masih banyak terdapat tumpukan-tumpukan berkas di dalam ruangan
penyimpanan yang memungkinkan mengganggu terhadap Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) Perekam Medis. Selain itu, dari wawancara yang dilakukan dengan Perekam
Medis di bagian penyimpanan, diketahui bahwa Perekam Medis di bagian penyimpanan
pernah hampir terjatuh dan tersayat dokumen Rekam Medis pada saat akan mengambil
dokumen di rak penyimpanan. Berdasarkan fenomena tersebut maka penulis tertarik
untuk mengkaji lebih dalam dengan menuangkan dalam judul artikel “K3 Perekam Medis
Di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19 Rs X Bandung”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pelaksanaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) Perekam Medis di bagian penyimpanan berkas Rekam Medis,
efektivitas kerja Perekam Medis di bagian penyimpanan serta untuk mengetahui
permasalahan apa saja yang ada dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Perekam

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

Medis pada masa pandemi COVID-19 di Rumah Sakit X Bandung. Penelitian ini dapat
dijadikan kajian bagi pihak lain yang akan meneliti dan membahas masalah ini lebih
lanjut, juga dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan pertimbangan keputusan
khususnya dalam Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bagian penyimpanan Rekam
Medis di Rumah Sakit “X” Bandung.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan


studi kasus deskriptif (Sugiyono, 2016). Penelitian dilakukan di Rumah Sakit X Bandung
selama satu bulan dimulai dari Mei sampai Juni 2021. Informan dari penelitian ini adalah
5 (lima) Perekam Medis di bagian penyimpanan dan 1 (satu) kepala Rekam Medis.
Penelitian kualitatif merupakan metode penelitian yang digunakan untuk meneliti
pada objek yang alamiah (dimana lawannya adalah eksperimen) dimana penelitian ini
adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara triangulasi
(gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna daripada generalisasi.
Pendekatan studi kasus merupakan jenis pendekatan yang digunakan untuk
menyelidiki dan memahami sebuah kejadian atau masalah yang telah terjadi dengan
mengumpulkan berbagai macam informasi yang kemudian diolah untuk mendapatkan
sebuah solusi agar masalah yang diungkap dapat terselesaikan.
Data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara serta studi pustaka.
1. Observasi merupakan suatu prosedur yang terencana meliputi melihat dan
mencatat jumlah dan aktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah
yang kita teliti.
2. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dimana peneliti mendapatkan
keterangan secara langsung melalui lisan seorang narasumber (sasaran
penelitian).
3. Studi pustaka yaitu teknik yang digunakan dengan cara mengumpulkan atau
mengambil teori-teori dari buku ilmiah serta kajian-kajian pustaka.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian penulis melihat, Keselamatan dan Kesehatan Kerja


(K3) Perekam Medis di bagian penyimpanan belum terpenuhi dengan baik. Keselamatan
dan kesehatan kerja di Rumah Sakit X Bandung sendiri memiliki standar yang telah
ditetapkan. Sesuai dengan pelaksanaannya Rumah Sakit sudah menerapkan budaya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yakni dengan melakukan sosialisasi tentang
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) terhadap seluruh pegawai yang bekerja di Rumah
Sakit X Bandung, kepada pasien ataupun pengantar pasien dan pengunjung rumah sakit
juga diberikan informasi melalui media poster, banner dan pamflet, terlebih dalam situasi
sekarang dengan kasus COVID-19 yang belum mereda Rumah Sakit cukup ketat
menghimbau semua orang di lingkungan Rumah Sakit untuk menerapkan protokol
kesehatan yaitu memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan
dan membatasi mobilisasi dan interaksi (5M) untuk mencegah terjadinya penularan
COVID-19 . Rumah Sakit juga telah menerapkan sesuai dengan Kemenkes RI No 1087
Tahun 2010 yang menyatakan bahwa Rumah Sakit perlu memberikan informasi sarana
yang terkait Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), informasi tentang risiko bahaya

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

khusus di tempat kerja tersebut, SOP Kerja, SOP peralatan, dan SOP penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) (Kemenkes, 2010).
Sistem penyimpanan di Rumah Sakit X Bandung menggunakan sistem
penyimpanan sentralisasi. Sistem penyimpanan Rekam Medis menggunakan sentralisasi,
yaitu suatu sistem penyimpanan dengan cara menyatukan berkas Rekam Medis rawat
jalan, rawat darurat dan rawat inap kedalam satu folder tempat penyimpanan. Sehingga
penyimpanan berkas Rekam Medis tidak terpisah antara dokumen berkas Rekam Medis
rawat inap, rawat jalan maupun rawat darurat (Ritonga & Sari, 2019).
Berdasarkan hasil wawancara yang penulis lakukan dengan Perekam Medis di
bagian penyimpanan, terdapat beberapa risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
yang ditemui seperti:
1. Ada beberapa bahaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang ditemui dari
hasil penelitian ini yaitu bahaya biologis, bahaya mekanik dan bahaya ergonomi.
2. Masih adanya tumpukan-tumpukan berkas Rekam Medis di atas lemari penyimpanan
yang memungkinkan mengganggu dan menghambat kerja Perekam Medis. Hal
tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan kerja pada Perekam Medis seperti tertimpa
berkas yang menumpuk saat mengambil berkas Rekam Medis.
3. Rumah sakit memiliki SOP Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bagian Rekam
Medis namun dalam pelaksanaannya belum terealisasikan dengan baik, selain itu
belum adanya SOP yang mengatur khusus bagian penyimpanan.
Ruang penyimpanan masih menyatu dengan staf Perekam Medis. Sehingga
mengganggu aktivitas dan konsentrasi pegawai satu sama lain, yang mengakibatkan
pekerjaan menjadi terhambat dan mengalami keterlambatan penyelesaian.

B. Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang diambil dari Jurnal Ilmiah Ilmu Kesehatan :


Wawasan Kesehatan Volume 5 Nomor 2 Januari 2019 yang berjudul Pengaruh
Pelaksanaan K3 (Kesehatan Dan Keselamatan Kerja) Terhadap Tingkat Kecelakaan
Kerja Perekam Medis
: Pengumpulan data yang digunakan melalui kuesioner dan dilengkapi Studi Literatur
yang ditulis oleh Ria Khoirunnisa Apryani dan Desi Aryanti. Konsep dari penelitian ini
yaitu membahas tentang Pengaruh Pelaksanaan K3 Terhadap Tingkat Kecelakaan Kerja
Perekam Medis di Klinik Pratama Medika Antapani Bandung . Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengukur besarnya Pengaruh Pelaksanaan K3 Terhadap Tingkat
Kecelakaan Kerja Perekam Medis di Klinik Pratama Medika Antapani Bandung. Metode
penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kuantitatif dengan rancangan cross
sectional.
Hasil penelitian menjelaskan bahwa pengaruh variabel pelaksanaan K3
(Kesehatan Dan Keselamatan Kerja) terhadap variabel tingkat kecelakaan kerja sebesar
98,01% bernilai negatif (Berbanding Terbalik), Artinya pelaksanaan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) yang baik mampu meminimalisir atau menurunkan tingkat
kecelakaan kerja.
Peneliti mengambil jurnal tersebut karena memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaan penelitian di atas dengan penelitian ini yaitu membahas tentang K3
(Kesehatan Dan Keselamatan Kerja) Perekam Medis. Perbedaan dari penelitian ini
dengan penelitian Ria Khoirunnisa Apriyani dan Desi Aryanti adalah metode penelitian,
teknik pengumpulan data dan lokasi penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit X
Bandung. Tujuan penelitian yang dilakukan oleh Ria Khoirunnisa Apriyani dan Desi
Aryanti adalah untuk mengukur besarnya pengaruh pelaksanaan K3 (Kesehatan dan
Keselamatan Kerja) terhadap tingkat kecelakaan kerja perekam medis di Klinik Pratama
Medika Antapani Bandung (Apriyani & Aryanti, 2019), adapun penelitian yang

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376
dilakukan penulis membahas tentang K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) Perekam
Medis di Masa Pandemi COVID-19 di rumah

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

sakit X bandung, Bahaya dan risiko K3, serta pelaksanaan SOP K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) Perekam Medis.
Hasil dari wawancara yang penulis lakukan dengan Perekam Medis di bagian
penyimpanan di Rumah Sakit “X’ Bandung serta observasi yang dilaksanakan selama satu
(1) bulan Praktek Kerja Lapangan penulis menemukan beberapa permasalahan yang terjadi
terkait pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di bagian penyimpanan. Yaitu:

Adanya bahaya biologis, bahaya mekanik dan bahaya ergonomi


Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang K3 di Rumah Sakit
“X” Bandung terhadap Perekam Medis di bagian penyimpanan bahwa, ditemukan
beberapa bahaya seperti, bahaya biologis, bahaya mekanik dan ergonomi.
a. Bahaya Biologis
Bahaya biologis yang dapat terjadi kepada Perekam Medis di Bagian
penyimpanan antara lain yaitu paparan bakteri, virus terutama virus COVID-19 dari
pandemic yang sedang terjadi sekarang, karena berkas Rekam Medis berulang kali
keluar masuk ruang penyimpanan dari poli, dan debu yang menempel pada berkas
Rekam Medis berisiko menyebabkan telapak tangan gatal, batuk bersin, bahkan
infeksi. Upaya untuk meminimalisir terjadi nya bahaya ini Perekam Medis di bagian
penyimpanan sudah menggunakan APD seperti masker yang sesuai dengan standar
kesehatan. Namun ini belum cukup efektif untuk mencegah adanya risiko
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi para petugas, setidaknya petugas
penyimpanan juga menggunakan APD lain seperti sarung tangan supaya lebih
meminimalisir lagi terjadinya risiko biologis ini, sebaiknya petugas juga lebih sering
mencuci tangan setelah bekerja.

b. Bahaya Mekanik
Bahaya mekanik yang sering terjadi terhadap Perekam Medis bagian
penyimpanan antara lain seperti sulitnya mengambil berkas yang tersimpan di rak
paling atas dikarenakan rak yang cukup tinggi, jarak antara rak satu dengan yang lain
terlalu berdekatan bahkan hanya cukup untuk satu orang sehingga susah untuk
menggunakan tangga dan keterbatasan ruang penyimpanan yang tidak cukup luas
bahkan berkas Rekam Medis dipisah menjadi 3 ruangan, selain itu bahaya mekanik
yang sering terjadi kepada Perekam Medis yaitu tersayat berkas Rekam Medis
dikarenakan berkas baru yang tajam. Rumah Sakit juga tidak menyediakan sarung
tangan khusus untuk meminimalisir risiko ini, karna memang menurut Perekam
Medis di bagian penyimpanan menggunakan sarung tangan ini sebenernya terasa
licin sehingga petugas merasa sarung tangan cukup mengganggu dalam segi
kenyamanan kerja saat pengambilan berkas Rekam Medis dan penggunaannya
dianggap terlalu ribet.

c. Bahaya ergonomi
Bahaya terakhir yang penulis temukan selama melakukan observasi dan
wawancara di Rumah Sakit “X” Bandung ini adalah bahaya ergonomi, cara kerja
yang salah serta lingkungan kerja yang tidak ergonomi sangat rentan menimbulkan
risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi para Perekam Medis di bagian
penyimpanan. Hasil dari observasi penulis menunjukan tinggi rak penyimpan berkas
Rekam Medis adalah 300 cm atau 3 m, sedangkan rata-rata tinggi dari petugas 165,6
dilihat dari tabel karakteristik dibawah ini:

Tabel 1. Data Karakteristik Perekam Medis di Bagian Penyimpanan


Petugas Tinggi Badan Berat Badan Usia
Petugas 1 175 60 46

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

Petugas 2 160 70 54
Petugas 3 166 66 44
Petugas 4 159 65 44
Petugas 5 168 70 57
Sumber : Data Primer, 2021

Berdasarkan tabel data 1 di atas terlihat adanya bahaya ergonomi yang


memungkinkan terjadi pada Perekam Medis di bagian penyimpanan, rak
penyimpanan yang cukup tinggi akan berisiko terhadap Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) petugas seperti tergelincir dan terjatuh saat pengambilan berkas di rak
bagian atas. Ditambah alat bantu yang tersedia di bagian penyimpanan seperti tangga
kayu dianggap kurang efektif bila digunakan saat bekerja karena akan berpengaruh
terhadap kecepatan pengambilan dan penyusunan kembali berkas Rekam Medis,
petugas lebih memilih menggunakan cara manual dengan memanjat rak dari pada
menggunakan tangga. Ada beberapa keluhan yang petugas rasakan akibat bahaya
ergonomi ini seperti gampang lelah, nyeri punggung, nyeri bahu dan nyeri leher.

Masih adanya tumpukan-tumpukan berkas Rekam Medis di atas lemari


penyimpanan yang memungkinkan mengganggu dan menghambat kerja
Perekam Medis.
Masih adanya tumpukan-tumpukan berkas Rekam Medis yang tidak di dalam
rak penyimpanan, hal ini tentunya sangat mengganggu kinerja Perekam Medis
karena dapat mengakibatkan kecelakaan kerja seperti tertimpa berkas yang
menumpuk di atas rak penyimpanan pada saat pengambilan berkas Rekam Medis.
Adapun berkas – berkas yang sudah di retensi juga masih menumpuk dalam satu
ruangan dengan ruang penyimpanan, ditambah dengan berkas Rekam Medis yang
kembali dari poli juga ditumpuk di satu meja dengan alasan untuk disusun sebelum
dimasukan ke dalam rak penyimpanan, namun penumpukan berkas ini berdampak
terhadap ketersediaan berkas Rekam Medis, pencarian berkas Rekam Medis yang
belum di simpan ke dalam rak dan ditumpuk di meja membuat petugas penyimpanan
harus bekerja lebih dalam pencarian berkas. Risiko Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) lain yang mungkin dapat dialami petugas akibat penumpukan berkas di
ruang penyimpanan ini seperti batuk dan flu akibat paparan debu. Selain itu dampak
dari penumpukan berkas Rekam Medis ini adalah dapat mengakibatkan terjadinya
missfile atau berkas yang hilang serta penyediaan berkas di poliklinik dapat
membutuhkan waktu lebih lama karena berkas yang ditumpuk tidak sesuai dengan
urutan berkas yang ada sehingga dapat menimbulkan keluhan dari pasien.

Rumah Sakit memiliki SOP Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagian
Rekam Medis namun dalam pelaksanaannya belum terealisasikan dengan baik,
selain itu belum adanya SOP yang mengatur khusus di bagian penyimpanan.
Hambatan lainnya seperti tentang SOP, menurut Sailendra, (2015:11)
menyatakan “Standard Operating Procedure (SOP) merupakan panduan yang
digunakan untuk memastikan kegiatan operasional organisasi atau perusahaan
berjalan dengan lancar” (Sailendra, 2015). Rumah Sakit “X” Bandung memiliki SOP
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tetapi dalam pelaksanaannya belum
terealisasi dengan baik dan belum ada SOP khusus di bagian penyimpanan sehingga
efektivitas kerja pegawainya belum maksimal dalam melaksanakan pekerjaannya.

Ruang Penyimpanan Masih Menyatu Dengan Ruang Kerja Perekam Medis


Lainnya.

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

Ruang penyimpanan Rekam Medis masih menyatu dengan kantor atau ruang
kerja staf Rekam Medis lainnya. Hasil wawancara yang dilakukan dengan Perekam
Medis mengatakan bahwa hal ini cukup mengganggu baik untuk Perekam Medis di
bagian penyimpanan maupun perekam Medis lainnya, terutama di ruangan tersebut
terdapat pegawai casemix yang melakukan scanning dan memiliki berkas yang
cukup banyak dan menumpuk sehingga mengganggu akses jalan bagi Perekam
Medis bagian penyimpanan dalam pengambilan berkas. Keluhan Perekam Medis
dari ruang penyimpanan yang menyatu dengan ruang kerja Perekam Medis lainnya
seperti sempitnya ruang istirahat dan sering tersandung tumpukan dari hasil scanning
yang belum dikeluarkan dari ruangan penyimpanan. Menyatunya ruang
penyimpanan dengan kantor Rekam Medis juga dapat mengganggu konsentrasi
Perekam Medis satu sama lain yang mengakibatkan pekerjaan menjadi terhambat
dan mengalami keterlambatan penyelesaian. Hal ini dikarenakan ruangan casemix
belum cukup untuk menampung semua petugas dan berkas – berkasnya, sehingga
ada beberapa Perekam Medis di bagian casemix yang di tempatkan di ruangan staf
Rekam Medis yang menyatu dengan ruang penyimpanan. menurut (RI, 2006).
Tentang persyaratan ruang penyimpanan berkas Rekam Medis yaitu :
a. Ruang letaknya harus strategis, sehingga mudah dan cepat dalam pengambilan,
penyimpanan dan distribusi.
b. Harus ada pemisahan ruangan Rekam Medis aktif dan inaktif.
c. Hanya petugas penyimpanan yang boleh berada di ruang penyimpanan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang melakukan di Rumah Sakit “X” Bandung dapat
disimpulkan bahwa risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Rumah Sakit “X”
Bandung terdiri dari bahaya biologis seperti terpapar debu, virus dan bakteri. Bahaya
mekanik seperti tersayat map berkas Rekam Medis dan kejatuhan berkas Rekam Medis.
Bahaya ergonomi seperti terjatuh dan tergelincir dari rak penyimpan. Masih adanya
tumpukan-tumpukan berkas Rekam Medis yang tidak berada di dalam rak penyimpanan
seperti di atas lemari penyimpanan maupun di atas meja yang memungkinkan
mengganggu dan menghambat kerja Perekam Medis bahkan dapat menjadi menyebabkan
terjadinya kecelakaan kerja seperti tertimpa berkas saat pengambilan berkas Rekam
Medis.
Belum optimalnya dalam pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
yang bisa dilihat dari tidak adanya SOP khusus yang mengatur di bagian penyimpanan.
Belum terpenuhinya kebutuhan ruangan penyimpanan Rekam Medis, dikarenakan masih
menyatu dengan ruangan staf pegawainya dan masih ada tumpukan berkas Rekam Medis
yang inaktif di ruangan penyimpanan.

BIBLIOGRAFI

Apriyani, R. K., & Aryanti, D. (2019). Pengaruh Pelaksanaan K3 (Kesehatan Dan


Keselamatan Kerja) Terhadap Tingkat Kecelakaan Kerja Perekam Medis. Jurnal
Ilmiah Ilmu Kesehatan: Wawasan Kesehatan, 5(2), 253–257.
Hasibuan, A., Purba, B., Marzuki, I., Mahyuddin, M., Sianturi, E., Armus, R., Gusty, S.,
Chaerul, M., Sitorus, E., & Khariri, K. (2020). Teknik Keselamatan dan Kesehatan
Kerja. Yayasan Kita Menulis.
Indonesia, R. (2009). Undang-undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan. Jakarta Republik Indones.
K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19
RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376
Kani, B. R., Mandagi, R. J. M., p Rantung, J., & Malingkas, G. Y. (2013). Keselamatan

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137
Rizka Auliana Putri, Sandi Pebrian Gunawan, Sali Setiatin /Cerdika: Jurnal Ilmiah
Indonesia, 1(10), 1368-1376

Dan Kesehatan Kerja Pada Pelaksanaan Proyek Konstruksi (Studi Kasus: Proyek Pt.
Trakindo Utama). Jurnal Sipil Statik, 1(6).
Kemenkes, R. I. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan RI No 1087 Tentang Standar
Kesehatan dan Keselamatan Kerja diRumah Sakit. Standar Kesehatan Dan
Keselamatan Kerja DiRumah Sakit.
Kepmenkes, R. I. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1204.
MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit ….
Nurhaliza, S. (2019). Pengetahuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Oleh Perawat di
Rumah Sakit.
Permenkes. (2009). Undang-Undang RI No. 44 Tahun 2009 Pasal 1.
Permenkes, R. I. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
269/MenKes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis. Jakarta: Kementerian Kesehatan
RI.
Permenkes, R. I. (2013). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 55
Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis. Jakarta,
Indonesia.
RI, D. (2006). Pedoman Penyelenggaraan & Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di
Indonesia Revisi II. REVISI II.
Ritonga, Z. A., & Sari, F. M. (2019). Tinjauan Sistem Penyimpanan Berkas Rekam Medis
Di Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik Tahun 2019. Jurnal Ilmiah Perekam
Dan Informasi Kesehatan Imelda (JIPIKI), 4(2), 637–647.
Sailendra, A. (2015). Langkah-langkah praktis membuat SOP. Yogyakarta: Trans Idea
Publishing.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. PT Alfabet.
Wijaya, A., Panjaitan, T. W. S., & Palit, H. C. (2015). Evaluasi Kesehatan dan
Keselamatan
Kerja dengan Metode HIRARC pada PT. Charoen Pokphand Indonesia. Jurnal
Titra, 3(1), 29–34.

© 2021 by the authors. Submitted for possible open access publication under the
terms and conditions of the Creative Commons Attribution (CC BY SA)
license (https://creativecommons.org/licenses/by-sa/4.0/).

K3 Perekam Medis di Bagian Penyimpanan Rekam Medis Masa Pandemi COVID-19


RS X Bandung

137

Anda mungkin juga menyukai