FullBookManajemenPembangunanDaerah PDF
FullBookManajemenPembangunanDaerah PDF
net/publication/353446266
CITATIONS READS
0 1,865
16 authors, including:
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
SUSTAINABILITY VARIABLES AND INDICATORS SMALL ISLANDS: LITERATURE REVIEW View project
All content following this page was uploaded by Firdaus Firdaus on 25 August 2021.
Penulis:
Iskandar Kato, Ahmad Faridi, Erika Revida
Darwin Damanik, Robert Tua Siregar, Sukarman Purba
Unang Toto Handiman, Bonaraja Purba, Firdaus
Marto Silalahi, Ari Mulianta Ginting
Hengki Mangiring Parulian Simarmata, Ince Weya
Penerbit
Yayasan Kita Menulis
Web: kitamenulis.id
e-mail: press@kitamenulis.id
WA: 0821-6453-7176
IKAPI: 044/SUT/2021
Iskandar Kato., dkk.
Manajemen Pembangunan Daerah
Yayasan Kita Menulis, 2021
xiv; 208 hlm; 16 x 23 cm
ISBN: 978-623-342-132-4
Cetakan 1, Juli 2021
I. Manajemen Pembangunan Daerah
II. Yayasan Kita Menulis
Segala puji bagi Allah SWT Yang Maha Kuasa atas segala nikmat dan
berkahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan buku ini yang berjudul
Manajemen Pembangunan Daerah. Tujuan penulisan buku untuk
memberikan wawasan kepada para pembaca yang dengan berbagai latar
belakang disiplin ilmu dan pengetahuan bagi civitas akademik serta
menjadi bekal stakeholder dalam bidang pembangunan. Buku ini bisa
menjadi referensi bagi para praktisi, akademisi dan para jajaran
pemerintah kabupaten/kota.
Buku ini selesai atas kerja sama para penulis dari berbagai perguruan
tinggi negeri dan swasta yang telah menuangkan ilmu dan wawasannya
secara rapi serta pengalaman masing-masing dalam mejalankan amanah
Tri Dharma Perguruan Tinggi pada institusi masing-masing.
Kekompakan merupakan kunci utama dalam penyelesaian penulisan buku
ini.
Penulis menyadari bahwa buku tentu ada kekurangan namun berharap
agar buku memberikan sumbangsih dalam menambah deretan referensi
bagi pembangunan daerah di seluruh Indonesia. Akhirnya penulis
vi Manajemen Pembangunan Daerah
Penulis
Daftar Isi
1.1 Pendahuluan
Kesejahteraan merupakan harapan manusia hidup. Kesejahteraan merupakan
langkah awal menuju kebahagiaan. Setiap manusia mempunyai pandangan
yang berbeda tentang batasan kesejahteraan, karena setiap individu atau setiap
sesuatu kelompok manusia mempunyai kebutuhan yang berbeda satu sama lain
terhadap suatu barang dan/atau jasa. Manusia harus melakukan suatu tindakan
untuk mencapai kesejahteraan yang dibutuhkannya itu, sedemikian hingga,
setiap individu ata kelompok manusia akan mempunyai tindakan yang berbeda
satu sama lain untuk mencapai kesejahteraan yang dibutuhkan itu.
Kesejahteraan manusia ditentukan sampai seberapa jauh manusia dapat
memperoleh barang dan/atau jasa yang dibutuhkan. Negara adalah institusi yang
dihasilkan dari suatu perjanjian sosial (social contract) oleh sekelompok
manusia yang bersepakat membentuk suatu negara. Peran negara dalam hal ini
adalah menyediakan barang dan/atau jasa yang banyak dibutuhkan oleh warga
negaranya. Peran negara dalam penyediaan barang dan/atau jasa publik ini
kemudian diselenggarakan oleh pemerintah dalam bentuk suatu tindakan
pembangunan (Randy R. Wrihatnolo and Riant Nugroho Dwidjowijoto, 2013).
2 Manajemen Pembangunan Daerah
Berdasarkan hal tersebut jelas bahwa pembangunan itu proses perubahan kearah
lebih baik tersebut hanya terwujud dengan melibatkan, menggerakkan
manusianya baik dalam perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan serta
mengevaluasi hasilnya. Selain itu pembangunan merupakan suatu proses, ini
dimaksudkan bahwa setiap usaha pembangunan pasti memerlukan
kesinambungan pelaksanaan, dalam arti tanpa mengenal batas akhir meskipun
dalam perencanaannya dapat diatur berdasarkan azas skala prioritas dan suatu
tahapan tertentu. Seiring dengan perkembangan mengenai konsep dan
pelaksanaan pembangunan di berbagai negara. Indonesia juga mengalami
pergeseran paradigma pembangunan, baik dari strategi ekonomi, strategi people
centered, hingga pada strategi pemberdayaan masyarakat yang dikatakan suatu
alternatif dari model pembangunan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan
strategi dalam pembangunan daerah yang termuat dalam UU No 32 Tahun 2004
tentang pemerintah daerah.
Bab 1 Pengertian Manajemen Pembangunan 5
Dalam GBHN 1998 disebutkan bahwa arah dan kebijakan pembangunan daerah
adalah untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalakkan prakarsa dan
peranserta aktif masyarakat serta meningkatkan pendayagunaan potensi daerah
secara optimal dan terpadu dalam mengisi otonomi daerah yang nyata, dinamis,
serasi dan bertanggung jawab serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.
Karena itu penting dan sangat krusial untuk mewujudkan tercapainya
keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan
kepuasan batiniah sehingga keadilan dan pemerataan hasil-hasil pembangunan
merata di seluruh tanah air. Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian
diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
6 Manajemen Pembangunan Daerah
Keadilan. Misi, adalah alasan keberadaan kita sebagai bangsa, atau raison d’être.
Misi pembangunan Indonesia adalah sebagai sebuah negara-bangsa yang
merdeka, bersatu, dan berdaulat, di dalam kerangka kehidupan bersama umat
manusia di dunia. Visi dan Misi pembangunan Indonesia harus sama bagi setiap
organisasi dan masyarakat, namun aspirasinya dapat berlainan sesuai dengan
tempat dan kondisi masing-masing.
Manajemen pembangunan indonesia berlandasan yang berdasarkan Pancasila
dan UUD 1945 Strateginya yaitu manajemen proses pembangunan yang
mengusahakan (strategi) secara serasi dan berkaitan dengan trilogi
pembangunan (pertumbuhan ekonomi, pemerataan. dan stabilitas nasional)
yang pada akhirnya akan menunjang ketahanan nasional. Diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan
peraturan perundang-undangan pelaksana lainnya/turunannya, merupakan
kebiiakan yang bertujuan untuk mempercepat proses, yang pada akhirnya
diharapkan akan berpengaruh terhadap pencapaian hasil pembangunan yang
tepat guna dan hasil guna, dalam arti pembangunan yang dilaksanakan dapat
memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat untuk kelangsungan hidupnya
(suistainable community) dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem.
Pada tahap pelaksanaan rencana, seluruh OPD di pemerintah kabupaten/kota
merealisasikan rencana pembangunannya ke dalam kegiatan nyata sesuai
dengan tupoksinya masing-masing. Pelaksanaan rencana tersebut dapat dibagi
atas tiga bentuk kegiatan. Pertama, rencana dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
rutin dan swakelola yang dilakukan oleh setiap OPD. Kedua, rencana
dilaksanakan dengan bantuan pihak lain, seperti konsultan, kontraktor, atau
penyedia barang. Ketiga, rencana dilaksanakan oleh masyarakat dan swasta,
seperti kegiatan kebersihan, membangun rumah, kantor, toko, sekolah swasta,
pabrik, hotel, kolam renang umum, pertanian, peternakan, perikanan dan
sebagainya (Kaffah and Syaodih, 2018).
Konsep manajemen pembangunan (management of development) merupakan
sebuah perspektif dan istilah lain dari konsep administrasi pembangunan
(administration of development), karena melihat peran administrasi dalam
mewujudkan pembangunan (Esman, 1991). Karena itu pada dasarnya dapat
dikatakan bahwa masalah administrasi pembangunan adalah juga masalah
manajemen pembangunan.
Bab 1 Pengertian Manajemen Pembangunan 9
beberapa daerah yang juga berjalan baik, walau masih ditemukan berbagai
ketidakpuasan yang dilontarkan berbagai elemen, tapi itulah pembelajaran
menuju kedewasaan berpolitik bangsa ini (Siradjuddin, 2021).
adalah sebagai alat fiskal pemerintah daerah, merupakan bagian integral dari
keuangan negara dalam mengalokasikan sumbersumber ekonomi,
memeratakan hasil pembangunan dan menciptakan stabilitas ekonomi selain
stabilitas sosial politik (Sofi, 2020).
Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) sampai pada Rencana Kerja
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja SKPD), hal tersebut adalah merupakan
tata urutan hierarki yang bersifat bottom up-top down. Sebagaimanan juga
disebutkan di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (PERMENDAGRI) No.
54 Tahun 2010, tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2008
tentang tahapan, tata cara penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan
rencana pembangunan daerah. Pada umumnya perencanaan pembangunan
daerah di Indonesia mengenal empat pendekatan, sebagaimana juga disebutkan
di dalam PERMENDAGRI No. 54 Tahun 2010 Pasal 6, di antaranya adalah
teknokratis, partisipatif, politis dan top down- bottom up. Sebagaimana
diamanatkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional, bangsa ini harus memiliki sistem
perencanaan pembangunan yang jelas, baik untuk tingkat desa/kelurahan,
kabupaten/kota, provinsi hingga pusat. Untuk mewujudkan sistem tersebut
pemerintah telah membentuk musyawarahperencanaan pembangunan
(musrenbang). Melalui Musrenbang inilah dicari apa sebenarnya yang menjadi
keinginan dan kebutuhan rakyat. Walau akhirnya lebih banyak keinginan dan
kebutuhan yang tidak dapat direalisasikan ke dalam program-program nyata di
lapangan, namun sebagai alat adanya mekanisme penjaringan aspirasi rakyat,
musrenbang dinilai sebagai mediasi yang masih pantas untuk terus di jalankan.
Munculnya isu Good Governance dalam pembangunan di Indonesia
didorongoleh adanya dinamika yang menuntut perubahan-perubahan disisi
pemerintah atau pun disisi warga (Oktaviana Putri, Sirojuzilam and Kadir,
2018).
Perencanaan pembangunan daerah menurut Setianingsih (2015) merupakan
pedoman pelaksanaan pembangunan serta menjadi tolak ukur keberhasilan
pembangunan daerah. Salah satu aspek penting bagi keberhasilan perencanaan
pembangunan daerah adalah terdapatnya badan atau satuan kerja yang baik serta
adanya sistem informasi yang mendukung. Aplikasi berbasis sistem informasi
yang digunakan dalam perencanaan pembangunan daerahadalah Simrenda.
Keberadaan Simrenda diharapkan dapat meningkatkan kualitas perencanaan
pembangunan daerah, sehingga realisasi pembangunan dapat tercapai secara
optimal. Otonomi daerah memberikan kewenangan besar kepada pemerintah
14 Manajemen Pembangunan Daerah
daerah untuk mengelola urusan pemerintahannya sendiri. Hal ini menan- dai
bahwa terjadi transasi atau perpindahan ke- wenangan dari pemerintah pusat
kepada pe- merintah daerah. Adanya pelimpahan wewenang tersebut tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Melalui peraturan perundang-undangan tersebut dapat dilihat bahwa otonomi
daerah telah mem- berikan cara baru dalam proses pemerintahan daerah dengan
meletakkan kewenangan dan tanggung jawab yang besar kepada pemerintah
daerah. Kewenangan dan tanggung jawab yang besar ini diharapkan mampu
memberikan moti- vasi yang tinggi dalam meningkatkan potensi daerah
masing-masing. Otonomi daerah juga dapat diartikan sebagai semangat
mewujudkan pemerintahan daerah yang lebih mandiri, baik mandiri secara
politik maupun finansial. Pemberian kewenangan ini diharapkan mampu
meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dalam meningkatkan pemb-
angunan di daerahnya serta memiliki semangat kompetitif yang tinggi dengan
daerah lain dalam konteks pembangunan daerah.
Keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi,
perubahan struktur ekonomi pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar
sektor. Kenyataannya, pertumbuhan ekonomi yang cepat akan menimbulkan
tingkat ketimpangan pendapatan, jika tidak memperhatikan pertumbuhan
tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk yang
terus meningkat (Sukirno, 2006).
Muhammad Hudori Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian
Dalam Negeri saat membuka secara resmi Uji Publik Rancangan Peraturan
Menteri Dalam Negeri tentang Klasifikasi Kodefikasi dan Nomenklatur
Perencanaan dan Keuangan Daerah serta Rancangan Peraturan Menteri Dalam
Negeri tentang Sistem Informasi Pemerintahan Daerah pada Rabu, (17/7/2019)
di Hotel Bidakara Grand Pancoran Jakarta, mengatakan bahwa uji publik
memiliki arti penting bagi kita semua selain sebagai salah satu tahapan dalam
penyusunan Permendagri. “Acara ini merupakan momentum yang sangat
strategis bagi kita semua, mengingat bahwa pembangunan daerah bertujuan
untuk meningkatkan dan memeratakan pendapatan masyarakat; kesempatan
kerja; lapangan berusaha; akses dan kualitas pelayanan publik; daya saing
daerah; serta juga merupakan satu kesatuan dan bagian integral pembangunan
nasional,”. Lebih lanjut, Hudori mengatakan keberhasilan tujuan pembangunan
daerah sangat dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari proses pembangunan
daerah yang dimulai dari perencanaan hingga proses penganggaran. Untuk itu,
Hudori menilai diperlukan konsistensi perencanaan dan penganggaran
Bab 1 Pengertian Manajemen Pembangunan 15
khususnya memaknai arti pembangunan daerah saat ini yaitu daerah sendiri
yang membangun daerahnya bukan hanya pusat membangun daerah. “Untuk
mewujudkan konsistensi perencanaan dan penganggaran, dibutuhkan suatu
instrumen yang digunakan sebagai jembatan dalam menghubungkan proses
tersebut. Kodefikasi dan nomenklatur pembangunan dan keuangan daerah
diharapkan dapat menjadi instrumen yang dimaksud,” imbuh Hudori. Akan
tetapi, kata Hudori, selain menjaga konsistensi perencanaan dan penganggaran,
saat ini juga perlu diperhatikan juga berkaitan dengan perkembangan era
industri 4.0 di mana pemerintah dituntut untuk bersikap responsif, cepat, serta
adaptif terhadap perkembangan zaman (Prameswara, 2020).
16 Manajemen Pembangunan Daerah
Bab 2
Siklus Manajemen
Pembangunan
2.1 Pendahuluan
White, (1987), melihat pembangunan sebagai sebuah konsep normatif dan
merupakan eufemisme untuk perubahan, modernisasi, dan pertumbuhan. Di
Indonesia, kata pembangunan sudah menjadi sebuah jargon dan kata kunci
untuk segala aspek kehidupan. Pembangunan diartikan sebagai usaha untuk
memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Pembangunan seringkali
diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh suatu masyarakat dibidang
ekonomi.
Mengenai konsep pembangunan banyak diwarnai dari pemikiran dan literatur
ekonomi pembangunan, disamping didasarkan pada sumbangan pemikiran dari
perspektif sosial. Todaro and Smith (2020), mengatakan bahwa pembangunan
adalah proses multidimensional yang mencakup perubahan-perubahan penting
dalam struktur sosial, sikap masyarakat, lembaga-lembaga nasional, dan
akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengurangan kesenjangan, dan
pemberantasan kemiskinan absolut. Dalam pandangan ekonomi, pembangunan
juga sering didefinisikan sebagai suatu proses yang berkesinambungan dari
18 Manajemen Pembangunan Daerah
2. Organizing
Tahap kedua merupakan pengorganisasian. Pada tahap ini seorang
manajer lebih banyak berperan karena pada tahap ini dibutuhkan sosok
manajer sebagai seorang leader yang mengorganisir anak buahnya.
Menurut Tripathi, (2006) Definisi organizing adalah :“Organizing
means that managers coordinate the human and material resources of
the organisation.” Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa,
seorang manager bertugas untuk mengkoordinasi Sumber Daya
Manusia (SDM) dan menyesuaikanya dengan material yang tersedia.
Jadi, dalam melakukan organizing perlu adanya pembagian tugas
kepada SDM yang ada dan menyesuaikannya dengan material yang
tersedia. Hal tersebut perlu dilakukan agar ketercapaian planning dapat
efektif dan efisien sesuai dengan yang diharapkan.
3. Actuating
Tahap ketiga merupakan aplikasi atau pelaksanaan dari berbagai
planning yang sudah di organizing. Pada tahap ini tiap individu
melaksanakan tugas sesuai dengan posisinya. Tanggung jawab dari
setiap individu diperlukan dalam tahap ini. Menurut Tripathi, (2006)
Definisi actuating adalah : “Actuating means that managers motivate
and direct subordinates.” Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa,
seorang manajer perlu memotivasi anak buah (staff) yang sedang
bekerja sesuai dengan posisinya. Hal tersebut perlu dilakukan agar
anak buah merasa diperhatikan sehingga setiap anak buah dapat
bekerja maksimal. Jika pekerjaan dapat dilakukan dengan baik dan
maksimal maka, planning yang dibuat dapat mendekati keberhasilan.
4. Controlling
Menurut Tripathi, (2006) Definisi controlling adalah : “Controlling
means that managers attempt to ensure that there is no deviation from
the norm and plan.” Dari kutipan tersebut dapat diketahui bahwa,
Control disini dimaksudkan untuk membandingkan rencana (plan)
dengan hasil (result). Hal tersebut dimaksudkan agar hasil yang
diperoleh tidak jauh menyimpang dari apa yang telah direncanakan.
Jika rencana yang diperoleh sudah sesuai atau tidak terdapat
penyimpangan maka, siklus dapat dilanjutkan dengan membentuk
planning yang baru. Apabila rencana (plan) tidak sesuai dengan hasil
atau dapat dikatakan terjadi penyimpangan maka, pada tahap inilah
dilakukan sebuah control untuk mengevaluasi penyebab terjadinya
penyimpangan tersebut. Control disini diharapkan pula dapat dipakai
Bab 2 Siklus Manajemen Pembangunan 21
Di pihak lain kelompok yang setuju dengan campur tangan pemerintah dalam
pembangunan daerah mengemukakan pendapat-pendapat yang rnendukung
gagasan mereka, yakni:
1. Bila perekonomian dikendalikan oleh mekanisme pasar, akan timbul
keadaan yang menghambat perkembangan ekonomi di daerah yang
terbelakang dengan akibat, keseluruhan wilayah negara tidak
berkembang secara harmonis.
2. Dalam mekanisme pasar keputusan tentang lokasi kegiatan ekonomi
lebih banyak didasarkan pada metode coba-coba (trial and error).
Pengusaha tidak selalu mengetahui keadaan pasar yang sebenarnya,
sehingga tidak semua keputusan yang diambil merupakan keputusan
24 Manajemen Pembangunan Daerah
yang tepat dan efisien. Secara teoritis akhirnya akan dapat diambil
keputusan yang tepat akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup
lama. Dengan kata lain mekanisme pasar belum tentu pada akhirnya
menciptakan efisiensi yang yang optimal dalam menentukan kegiatan
ekonomi.
3. Campur tangan pemerintah sangat dibutuhkan oleh daerah-daerah
yang baru berkembang, mengingat efisiensi kegiatan ekonomi rnasih
rendah, sehingga kurang sanggup bersaing dengan daerah-daerah yang
sudah maju. Namun sifatnya sementara, jika daerah tersebut sudah
dapat berkembang clan bekerja secara efisien, diharapkan akan
mengembangkan diri dengan baik tanpa bantuan dari pemerintah.
4. Menghemat pengeluaran pemerintah untuk pembangunan daerah di
masa yang akan datang. Proses pembangunan yang sedang berjalan di
suatu daerah sebagai akibat adanya campur tangan pemerintah, akan
mendorong pembangunan daerah sekitar. Dengan demikian
mendorong adanya ekspansi kegiatan ekonomi pada berbagai daerah
pada waktu yang bersamaan. Tindakan seperti itu di samping
membantu pembangunan daerah yang terbelakang, sekaligus dapat
menghindari permasalahan yang dihadapi oleh daerah-daerah yang
sudah maju.
5. Mengingat tujuan pembangunan bukan hanya semata mata bersifat
ekonomi, tetapi juga bersifat sosial politik. Jika kegiatan ekonomi
hanya berpusat pada satu daerah, akan membawa masalah yang cukup
rumit. Daerah yang bersangkutan akan mengalami kesesakan yang
dapat menimbulkan banyak masalah, terutama masalah sosial. Untuk
menanggulangi masalah tersebut pemerintah harus mengeluarkan
biaya yang cukup besar. Permasalahan di atas akan dapat diatasi jika
proses pembangunan tidak terpusat hanya pada satu daerah, mefainkan
tersebar ke seluruh daerah. Pembangunan daerah yang miskin dapat
mengurangi kecepatan perkembangan di daerah-daerah maju, dengan
akibat dapat mengurangi masalah-masalah sosial yang akan dihadapi
di kemudian hari. Pernbangunan daerah di samping dapat
mempertahankan dan melestarikan kebudayaan daerah, di pihak lain
karena penduduk tidak lari ke daerah-daerah lain, mereka dapat
mengembangkan kebudayaan yang ada.
2. Fasilitator
Pemerintah daerah dapat rnempercepat pembangunan melalui
perbaikan lingkungan attitudinal di daerahnya. Ha! ini akan
mempercepat proses pembangunan dan prosedur perencanaan serta
pengaturan penetapan daerah (zoning) yang lebih baik.
3. Stimulator
Pemerintah daerah dapat menstimulasi penciptaan dan pengembangan
usaha melalui tindakan-tindakan khusus yang akan memengaruhi
perusahaanperusahaari untuk masuk ke daerah tersebut clan menjaga
agar perusahaanperusahaan yang teiah ada tetap berada di daerah
tersebut. Stimulasi ini dapat dilakukan dengan cara antara lain:
pembuatan brosur-brosur, pembangunan kawasan industri, pembuatan
Outlets untuk produk-produk industri kecil, membantu industri-
industri kecil melakukan pameran (Pasaribu, 2009)
3.1 Pendahuluan
Setiap manusia dalam menjalani kehidupannya dan untuk mencapai tujuannya
pasti memiliki perencanaan. Tanpa perencanaan yang baik, maka tujuan yang
diinginkan tidak akan tercapai dengan efisien dan efektif. Demikian halnya
dengan negara dan pemerintah daerah dalam mencapai tujuannya pasti memiliki
perencanaan, baik perencanan jangka pendek, menengah, maupun jangka
panjang. Pada dasarnya perencanaan adalah tugas pokok atau faktor utama dari
proses manajemen. Perencanaan pembangunan adalah tugas pokok dari
manajemen pembangunan. Tanpa perencanaan pembangunan, maka
manajemen pembangunan tidak akan dapat terlaksana dengan baik.
Perencanaan pembangunan dibutuhkan antara lain disebabkan terbatasnya
sumber-sumber daya pembangunan, kemampuan dan ruang dan waktu yang
dimiliki, sehingga dengan perencanaan pembangunan dapat dirumuskan
kegiatan dan program prioritas yang akan dilakukan berdasarkan potensi
sumber daya, kemampuan, ruang dan waktu yang dimiliki. Perencanaan
pembangunan adalah proses pengambilan keputusan dari sejumlah pilihan yang
tersedia yaitu program dan kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka
mencapai tujuan pembangunan yang akan dicapai dan yang telah ditentukan
sebelumnya.
32 Manajemen Pembangunan Daerah
Pada hakikatnya, dasar dari perencanaan pembangunan adalah tujuan yang akan
dicapai. Tujuan yang akan dicapai akan mengarahkan perencanaan
pembangunan yang akan disusun. Sanjaya (2015) menyatakan bahwa
perencanaan selalu dimulai dari penetapan tujuan yang akan dicapai dengan
melakukan analisis kebutuhan serta dokumen yang lengkap, kemudian
menetapkan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan
tersebut. Ketika merencanakan sesuatu, maka kegiatan dan program yang akan
dilakukan ditujukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan dengan efektif dan
efisien.
Pembangunan akan berhasil apabila masyarakatnya bisa hidup sejahtera. Hal ini
disebabkan bahwa pembangunan adalah proses perubahan terencana yang
secara sadar dilakukan oleh masyarakat atau sekelompok masyarakat dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Proses pembangunan meliputi
seluruh aspek kehidupan masyarakat baik sosial, ekonomi, politik, pertahanan
dan keamanan baik pada level makro (nasional), maupun mikro (kelompok
masyarakat). Dengan pembangunan diharapkan ada pertumbuhan dan
peningkatan taraf kehidupan masyarakat.
36 Manajemen Pembangunan Daerah
Tahap ini adalah awal dari proses penyusunan naskah atau rancangan
perencanaan pembangunan yang menjadi tugas pokok dan fungsi Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) untuk tingkat pusat, dan
Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) untuk tingkat daerah.
Sebagai perwujudan dari perencanaan partisipatif dan asas demokrasi, maka
sebelum sampai pada tahap penyusunan naskah atau rancangan perencanaan
pembangunan, maka dilakukan penjaringan aspirasi dan keinginan/kebutuhan
masyarakat tentang visi, misi, tujuan dan sasaran serta arah pembangunan.
Setelah dilakukan penjaringan aspirasi masyarakat, lalu tim penyusunan
perencanaan pembangunan menyusun rancangan awal dokumen perencanaan
pembangunan. Rancangan awal dokumen perencanaan pembangunan yang
telah disusun lalu dimusyawarahkan melalui Musyawarah Perencanaan
Pembangunan yang sering disebut dengan istilah Musrenbang. Adapun tujuan
Musrenbang adalah untuk mendapatkan masukan saran maupun kritik dari
masyarakat dan stakeholders (pihak yang berkepentingan) seperti tokoh-tokoh
masyarakat, tokoh pendidikan, alim ulama dan sebagainya
b. Tahap Penetapan Rencana
ditetapkan oleh Presiden dan Dewan Perwakilan Daerah (DPR) untuk nasional
dan Kepala daerah dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) untuk tingkat
daerah.
c. Tahap pengendalian pelaksanaan rencana
4.1 Pendahuluan
Era reformasi mengamanatkan perubahan perencanaan pembangunan yang
lebih baik dan melibatkan partisipasi masyarakat. Sejak disahkannya UU
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU KN) dan UU Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU SPPN).
Setiap pemerintah daerah dalam mempertahankan keberlanjutan pembangunan
ekonomi daerahnya diharapkan membawa dampak yang menguntungkan bagi
penduduk daerah sehingga perlu memahami bahwa manajemen pembangunan
daerah dapat memberikan pengaruh yang baik guna mencapai tujuan
pembangunan ekonomi yang diharapkan (Munthe et al, 2021). Perencanaan
adalah kunci penting untuk memulai sebuah program. Pada saat perencanaan,
pilihan-pilihan dibuat, langkah-langkah disusun untuk memandu agar kehendak
bisa digenggam pada waktu yang telah digariskan (Pudjianto, 2019).
Dalam menyelenggarakan pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah, wajib
membuat perencanaan yang menjadi bagian dari siklus atau mekanisme
penyelenggaraan pemerintah daerah. Jadi jelas, perencanaan adalah bagian dari
mekanisme penyelenggaraan pemerintahan.
44 Manajemen Pembangunan Daerah
4.2 Penganggaran
4.2.1 Pengertian dan Fungsi Penganggaran
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 disebutkan bahwa
anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai
instrument kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas perekonomian, serta pemerataan pendapatan dalam
rangka mencapai tujuan bernegara (Rahajeng, 2016).
Bab 4 Penganggaran Dalam Pembangunan 45
Dari pengertian anggaran di atas maka dapat diketahui beberapa fungsi anggaran
yaitu:
1. Instrumen Politik; anggaran adalah salah satu instrumen formal yang
mewujudkan bargaining eksekutif dengan tuntutan kebutuhan publik
yang diwakili oleh legislative.
46 Manajemen Pembangunan Daerah
Menurut Halim dan Iqbal (2019), ada beberapa fungsi utama penyusunan
anggaran, yaitu antara lain:
1. Menentukan penerimaan dan pengeluaran
2. Membantu dalam membuat kebijakan dan perencanaan
3. Mengesahkan pengeluaran yang akan datang
4. Menjadikan dasar pengendalian pendapatan dan pengeluaran
5. Sebagai standar dalam evaluasi kerja
6. Sebagai motivasi manajer dan karyawan
7. Mengkoordinir kegiatan dari berbagai macam tujuan.
Siklus anggaran adalah masa atau jangka waktu dimulai saat anggaran disusun
dengan saat perhitungan anggaran disahkan dengan undang-undang. Lamanya
siklus anggaran tergantung pada keadaan, anggaran sesuatu tahun siklusnya
48 Manajemen Pembangunan Daerah
tidak sama dengan anggaran tahun berikutnya dan berakhir siklus anggaran
tahun pertama bukan merupakan titik awal siklus anggaran tahun kedua. Tahun
anggaran adalah masa satu tahun untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan
anggaran itu atau waktu di mana anggaran tersebut akan
dipertanggungjawabkan.
Ada beberapa tahap-tahap dalam siklus anggaran, yaitu:
1. Tahap Penyusunan Anggaran
2. Tahap Pengesahan Anggaran
3. Tahap Pelaksanaan Anggaran
4. Tahap Pengawasan
5. Tahap Pengesahan Perhitungan Anggaran
Dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini bahwa tahapan perencanaan dan
penganggaran di Indonesia saling terhubung dan memengaruhi satu sama lain.
Alur pada diagram tidak mengalami perubahan sejak UU KN dan UU SPPN
ditetapkan pada 2003 dan 2004. Selain itu, dapat dilihat bahwa—idealnya—
penganggaran seharusnya merupakan refleksi dari program pemerintah yang
telah disusun dalam dokumen perencanaan. Namun pada kenyataannya, sinergi
perencanaan dan penganggaran tidak semudah dan sesederhana itu.
50 Manajemen Pembangunan Daerah
5.1 Pengantar
Penyerahan wewenang pada penguasa wilayah buat menata serta bertanggung
jawab pada aspek profesi biasa, kesehatan, pembelajaran, kultur, pertanian,
perhubungan, pabrik, serta perdagangan, penanaman modal, area hidup,
pertanahan, koperasi serta daya kegiatan ialah keterkaitan dari kebijaksanaan
desentralisasi serta independensi wilayah yang diatur dalam UU. 32 tahun 2004,
sebaliknya dalam aspek pertahanan keamanan, peradilan, moneter, pajak serta
agama sedang jadi wewenang penguasa pusat. dari kondisi di mana sebutan itu
dipakai dalam memandang kondisi. Pembangunan pada dasarnya tidak bisa di
lepaskan hubungannya dengan kondisi Negeri yang lagi membuat itu sendiri.
Banyak perkara yang dialami oleh negeri Indonesia dalam upaya tingkatkan
keselamatan masyarakatnya (Lasmarita Nugra Gesty*, 2016). Pembangunan
ekonomi di Indonesia ialah perihal yang“ berusia lanjut” bisa dibilang kalau“
pembangunan” menggambarkan kunci yang memastikan hidup matinya bangsa
Indonesia. Di Indonesia permasalahan masyarakat terkategori amat sungguh-
sungguh disamping ialah Negeri yang relatif belum aman dengan cara ekonomi
bila dibanding dengan negeri orang sebelah. Kepadatan masyarakat pula amat
besar serta kemajuan masyarakat yang terkategori amat kilat. Penerapan
58 Manajemen Pembangunan Daerah
Evsey Domar ilustrasinya. 2 ahli ekonomi yang membuat filosofi tiap- tiap ini,
nyata tidak dapat dibiarkan dalam asal usul. Buah pikiran dalam filosofi Harrod-
Domar berpusat dalam satu statment berarti kalau kunci perkembangan
ekonomi terdapat pada pemodalan. Dengan begitu, ada ekspektasi kepada
ekskalasi pemasukan warga serta kapasitas produktif yang senantiasa berkait
dengan persoalan seberapa besar laju ekskalasi pemodalan.
Walaupun tidak bebas dari kritik situ mari, Harrod- Domar dikira memecahkan
adat- istiadat Keynesian yang melalaikan variable- variabel waktu jauh, biarpun
sedang bertugas dengan kerangka dasar berasumsi yang diletakkan Keynes,
spesialnya hal anggapan full employment. Serta lebih berarti dari itu merupakan
kalau bentuk Harrod- Domar sudah member gagasan pada ilmuwan- ilmuwan
lain unttuk membuat kemajuan filosofi perkembangan modern yang seluruhnya
menaruh aspek modal serta pemodalan pada posisi vital dalam kenaikan
pemasukan, kapasitas penciptaan serta employment. Kita dapat memandang
dengan cara sejenak, kalau di Negeri bertumbuh, keinginan pemodalan
umumnya memanglah lebih besar dari keahlian warga membuat dana.
Karenanya, aduk tangan penguasa jadi telak di perlukan apabila pengganti yang
di seleksi merupakan perluasan angsuran perbankan dengan tingkatan kaum
bunga subsisdi. Bisa jadi sedikit menyimpang dengan bentuk Harrod- Domar
yang tidak memasukan elastis aduk tangan penguasa. Kita pula dapat
memandang relevansi untuk Indonesia pada cetak biru Repelita. Di mana
pembangunan Indonesia dibangun jadi zona industrialisasi serta membela
pemodalan megah. Namun zona itu berdiri pada pertanian di mana sektor itu
ialah zona favorit Indonesia kala itu. Serta memanglah terjalin, kala zona
pertanian itu berkembang hingga zona yang lain hendak jadi terdukung.
Semacam pariwisata serta yang lain. Tetapi belum seluruh di area Indonesia
telah balance, Serta perihal yang terjalin di Indonesia di mana pembangunan
pada dasarnya merupakan susunan ketidakseimbangan( disequilibrium).
Dengan cara simpel, pola pikir kemajuan tidak berbanding ini menyangkal
keharusan pemodalan dengan cara megah buat memompa tiap sector ekonomi
yang mempunyai pola ikatan komplementer. Dengan membuat rasio prioritas
pemodalan yang pas, perekonomian hendak berkeliling lalu serta hendak
berjalan menggunakan eksternalitas ekonomi ataupun social overhead capital.
Pembangunan ialah sesuatu wujud upaya yang dicoba oleh penguasa buat
memakmurkan orang. Dalam arti lain pembangunan ialah metode yang dicoba
oleh penguasa dengan berkelanjutan serta mencakup semua kehidupan warga,
bangsa serta Negeri buat menciptakan tujuan nasional. Dalam bumi yang terus
Bab 5 Pelaksanaan Pembangunan di Indonesia 61
ataupun apalagi bertugas di luar negara jadi daya kegiatan. Perihal ini
diakibatkan tidak terdapatnya alun- alun kegiatan yang pas ataupun kemampuan
meraka tidak cocok dengan pola perekonomian yang terdapat dalam warga.
Sementara itu di kota juga mereka serupa saja, apalagi tanpa terdapatnya
kemampuan yang dipunyai, sangat juga cuma jadi pegawai. Mereka inilah yang
dikala kembali ke warga justru sering mengganggu aturan warga yang terdapat(
Maryono, 2015). Pembangunan memanglah sama dengan pembaharuan, namun
pembangunan wajib mencermati situasi sosial adat warga yang dibentuk.
Janganlah hingga dengan dibentuk, malah terus menjadi membuat warga kian
tersingkirkan. Olehnya pembangunan wajib ditunjukan buat memaksimalkan
kemampuan, wawasan dan ketrampilan dengan memadankan antara kebutuhan
warga serta peranan penguasa. Janganlah hingga menunggu warga jadi lembu
memerah memeras para penanam modal. Marilah kita bangun diri sendiri,
membuat area serta membuat negeri bersama- sama.
6.1 Pendahuluan
Monitoring dan Evaluasi (monev) merupakan dua kegiatan terpadu dalam
rangka pengawasan atau pengendalian suatu program dalam pembangunan.
Meskipun merupakan satu kesatuan kegiatan, namun monitoring dan evaluasi
memiliki fokus yang berbeda satu sama lain. Monitoring dan evaluasi (monev)
merupakan unsur dari manajemen yang sangat penting dilaksanakan dalam
suatu organisasi swasta dan pemerintahan atau lembaga, terutama dalam upaya
untuk memastikan proses pelaksanaan kegiatan atau program pembangunan
yang sedang berjalan benar-benar on the track sesuai dengan tujuan rencana
kegiatan dan program yang telah direncanakan.
Monitoring merupakan sebuah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang pelaksanaan dari penerapan kebijakan yang telah diambil
terhadap program pembangunan. Dengan demikian, fokus dari pada kegiatan
monitoring adalah berdasarkan pada pelaksanaannya bukan berdasarkan hasil.
Artinya, monitoring dilakukan ketika kegiatan program pembangunan sedang
berlangsung guna mengetahui dan memastikan kesesuaian proses dan
capaiannya apakah telah sesuai dengan perencanaan atau untuk memeriksa
72 Manajemen Pembangunan Daerah
setidaknya dalam suatu periode (tahapan), sesuai dengan tahapan rancangan dan
jenis program yang dibuat dalam perencanaan dan dilaksanakan. Seperti yang
disampaikan Ismail (2014) bahwa evaluasi dilakukan pada tahap akhir dari
penilaian dan pengukuran serta di dalamnya memiliki unsur pertimbangan dan
keputusan terhadap suatu program berdasarkan standar atau kriteria yang telah
ditetapkan sebelum program tersebut berjalan. Dengan demikian, evaluasi
bertujuan untuk mengetahui apakah program itu mencapai sasaran yang
diharapkan atau tidak. Evaluasi lebih menekankan pada aspek hasil yang dicapai
(output).
Berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan secara periodik, sehingga alat dan
strategi monitoring dapat diperbaiki dan dikembangkan untuk lebih baik lagi.
Moerdiyanto, (2009) menyatakan keberhasilan suatu program dapat dilihat dari
kesesuaian antara perencanaan dan pelaksanaannya, terukur atau akuntabel
hasilnya, serta ada keberlanjutan aktivitas yang merupakan dampak dari
program itu sendiri. Melalui kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) maka
keberhasilan, dampak dan kendala pelaksanaan suatu program dapat diketahui.
Pernyataan yang sama dinyatakan Ojha (1998) bahwa monitoring dan evaluasi
merupakan sebuah proses yang berkesinambungan meliputi pengumpulan data,
proses dan pemilihan informasi mengenai implementasi program, progress yang
dicapai pada program tersebut sampai kepada dampak dan efek dari adanya
program tersebut.
Perbedaan antara monitoring dan evaluasi adalah monitoring dilakukan pada
saat program pembangunan masih berjalan, sedangkan evaluasi dapat dilakukan
baik sewaktu program pembangunan itu masih berjalan ataupun program itu
sudah selesai. Pelaku monitoring biasanya dilakukan oleh pihak internal
sedangkan evaluasi dilakukan oleh pihak internal maupun eksternal. Evaluasi
dilaksanakan untuk memperoleh fakta atau kebenaran dari suatu program
beserta dampaknya, sedangkan monitoring hanya melihat keterlaksanaan dari
program yang telah dilaksanakan, faktor pendukung, dan penghambatnya
(Moerdiyanto, 2009).
76 Manajemen Pembangunan Daerah
Monitoring Evaluasi
• Frekuensi pelaksanaan secara terus • Dilaksanakan 1-2 kali pada
menerus dan dijalankan selama pertengahan (mid-term evaluation)
pekerjaan sedang berlangsung. dan akhir pekerjaan (post
Tidak memperhitungkan hasil evaluation). Memperhitungkan
pengalaman masa lalu. hasil pengalaman masa lalu.
Sedangkan, Amsler, Findley & Ingram (2009) menyatakan ada beberapa tujuan
dari monitoring, yaitu:
1. Memastikan suatu proses apakah telah dilakukan sesuai prosedur yang
berlaku sehingga proses berjalan sesuai jalurnya (on the track);
2. Menyediakan probabilitas tinggi akan keakuratan data bagi pelaku
monitoring;
3. Mengidentifikasi hasil yang tidak diinginkan pada suatu proses dengan
cepat (tanpa menunggu proses selesai);
4. Menumbuhkembangkan motivasi dan kebiasaan positif pekerja.
Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa manfaat dari hasil monitoring dan
evaluasi (monev) dapat menjadi acuan untuk meningkatkan keterampilan
petugas monev dalam pengumpulan data secara akurat tentang pelaksanaan
program yang dimonitoring dan dievaluasi sehingga hasil analisisnya dapat
dijadikan sebagai bahan rekomendasi yang mendasari suatu kebijakan yang
akan diambil oleh pimpinan.
Bab 6 Monitoring dan Evaluasi Pembangunan 83
7.1 Pendahuluan
Bab ini akan membantu kita untuk memahami indikator – indikator
pembangunan sebagai alat ukur keberhasilan kinerja pembangunan. Pada bab
sebelumnya telah diuraikan mengenai makna pembangunan, perencanaan
pembangunan, dan tujuan pembangunan. Bagian ini akan menjelaskan indikator
pembangunan ekonomi, indikator pembangunan manusia, dan indikator
pembangunan berkelanjutan. Bagian pendahuluan akan menyampaikan
gambaran singkat capaian kinerja pembangunan Indonesia.
Perekonomian Indonesia merupakan salah satu ekonomi Negara berkembang di
dunia dan yang terbesar di Asia Tenggara. Sebagai anggota G20 dengan
penghasilan menengah ke atas, Indonesia digolongkan sebagai Negara industri
baru dan ekonomi terbesar ke-15 di dunia berdasar pada Produk Domestik Bruto
(PDB) nominal dan terbesar ke-7 dalam hal PDB. (G20, 2009) Pada tahun 2019
Indonesia diperkirakan mencapai PDB US$ 40 miliar. Pada tahun 2025
Indonesia diperkirakan akan melampaui angka PDB US$ 130 miliar. (News,
2019). Pasar domestik, belanja anggaran Pemerintah dan kepemilikan pada
Badan Usaha Milik Negara (141 perusahaan) menjadi penggerak utama
perekonomian Indonesia. Pengelolaan harga berbagai barang kebutuhan pokok
juga memiliki peran penting dalam ekonomi pasar Indonesia. Namun, kini,
90 Manajemen Pembangunan Daerah
lama sekolah penduduk umur 25 tahun ke atas meningkat 0,14 tahun, dari 8,34
tahun pada tahun 2019 menjadi 8,48 tahun pada tahun 2020. (BPS, 2020)
Harapan hidup bayi yang lahir pada tahun 2020 memiliki harapan hidup hingga
71,47 tahun, lebih lama 0,13 tahun dibandingkan dengan mereka yang lahir pada
tahun sebelumnya (BPS, 2020).
United Nation Development Program (UNDP) adalah Program Pembangunan
Perserikatan Bangsa – Bangsa yang didirikan dengan tujuan untuk memberikan
bantuan, terutama untuk meningkatkan pembangunan Negara-negara
berkembang. UNDP sudah mengelompokkan Indonesia menjadi Negara
dengan HDI tinggi. Pada tahun 2020 HDI Indonesia sebesar 0, 718 dan berada
pada posisi 107. Kondisi ini patut menjadi perhatian Pemerintah Indonesia
karena peringkat Indonesia masih tertinggal dengan beberapa Negara tetangga
Asean lainnya. Sebut saja Thailand yang mempunyai skor 0,777 masih
mengungguli Indonesia di posisi 79. Lebih lanjut lagi Malaysia di posisi 62,
dengan skor 0,810, Brunei Darusalam di posisi 47 dengan skor 0,838 dan
Singapura di posisi 11 dengan skor 0,938 (UNDP, 2020)
Ilustrasi tersebut sangat berbeda dengan ilustrasi kinerja pembangunan
ekonoimi. HDI merefleksikan keberhasilan kinerja pembangunan manusia.
HDI akan menunjukkan keberhasilan kinerja Pemerintah Indonesia dalam
membangun kualitas hidup dan harapan hidup manusia Indonesia.
Indikator pembanguan yang terakhir yang akan dibahas pada bab ini adalah
indikator tujuan pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development
Goals) biasa disingkat dengan SDGs. Indikator ini memiliki 17 tujuan
pembangunan yang berkelanjutan. SDGs fokus pada keberhasilan kinerja
dibidang sosial seperti tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan
sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender. SDGs juga menekankan
pembangunan dalam perbaikan ekonomi seperti energi bersih dan terjangkau,
pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, industri, inovasi dan infrastruktur,
berkurangnya kesenjangan, kemitraan untuk mencapai tujuan. Penekanan
SDGs dalam pembangunan lingkungan seperti air bersih dan sanitasi layak, kota
dan komunikasi berkelanjutan, konsumsi dan produksi yang bertanggung
jawab, penanganan perubahan iklim, ekosistem laut, dan ekosistem darat.
Terakhir SDGs dalam pembangunan hukum seperti perdamaian, keadilan, dan
kelembagaan yang tangguh. Tujuan pembangunan ini dapat dicapai jika seluruh
pemangku kepentingan yaitu Pemerintah, akademisi, perusahaan swasta dan
masyarakat memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan ke arah
yang lebih baik.
Bab 7 Indikator Pembangunan 93
Pembangunan dapat dimaknai berbeda oleh satu orang dengan orang lain,
wilayah yang satu dengan wilayah lainnya, Negara satu dengan Negara lainnya.
Pembangunan regional yang relevan bagi konteks Indonesia adalah
pembangunan dengan konsep “membangun dari pinggiran”. Konsep
“membangun dari pinggiran” muncul saat calon presiden Republik Indonesia Ir.
Joko Widodo (2014), menyampaikan serangkaian agendanya yang diberi judul
“Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka Negara kesatuan” (Riyadi dan Bratakusumah D. S, 2005).
GDP dapat dihitung dengan cara menjumlahkan seluruh aktivitas warga Negara
dalam suatu wilayah Negara, sementara GNP diukur dengan menjumlahkan
seluruh aktivitas warga Negara di dalam suatu bangsa. Oleh karena itu untuk
menghitung GNP mempertimbangkan aktivitas ekonomi warga Negara asing di
suatu Negara dengan aktivitas warga Negara tersebut di Negara lain. Selisih
aktivitas ekonomi atau Net Factor Payment (F) merupakan selisih penerimaan
yang di dapat dari Negara lain dikurangi dengan pengeluaran yang dibayarkan
untuk warga Negara asing. Selisih aktvitas ekonomi tersebut dinamakan.
GDP dan GNP dapat diformulasikan sebagai berikut : (S, 2019) GDP = C + I +
G + (X - M)
GNP = C + I + G + (X-M) + F
Penjelasan : C = Consumption atau pengeluaran perorangan atau keluarga
I = Investation atau pembelian barang modal
G = Gevernment expenditure atau belanja Pemerintah
X = Export atau penjualan barang ke luar negeri
M = Import atau pembelian barang dari luar negeri
Sementara Negara yang sangat miskin umumnya memiliki harapan hidup yang
rendah, angka kematian yang tinggi dan kondisi kesehatan yang tidak
memuaskan. (Morris, 1978) GNP tidak dapat diharapkan menjadi ukuran yang
baik untuk mengukur pencapaian kualitas hidup (Physical Quality of Life).
Tidak ada hubungan langsung antara tingkat pertumbuhan GNP dengan harapan
hidup, tingkat kematian, kematian bayi, dll. Rata-rata GNP per kapita, atau rata
- rata pendapatan yang dapat dibelanjakan dan dapat dirasakan oleh kelompok
sosial dalam proporsi yang sangat tidak seimbang. Kelompok masyarakat yang
paling miskin mungkin tidak mendapat banyak manfaat dari peningkatan
pendapatan nasional. Beberapa kelompok bahkan mungkin mengalami
penurunan pendapatan riil. Bahkan jika uang dibagikan kepada kelompok –
kelompok termiskin, tidak ada jaminan bahwa uang tersebut akan dibelanjakan
barang untuk meningkatkan asupan kalori atau meningkatkan kesejahteraan
fisik penduduk (Morris, 1978). Ada sejumlah upaya yang dilakukan untuk
mengukur kesejahteraan fisik dengan cara lain. Penggunaan ukuran yang
didasarkan pada asumsi bahwa ada hubungan yang erat antara asupan gizi dan
kesehatan dengan kualitas hidup.
Jumlah bayi yang mengalami kematian (Angka Kematian Bayi) dan harapan
hidup pada usia satu tahun (Angka Harapan Hidup) dapat digunakan sebagai
indikator yang mencerminkan kondisi kesehatan masyarakat, kecukupan gizi,
kecukupan pendapatan, dan kualitas penanganan lingkungan. Angka kematian
bayi tidak secara mutlak mencerminkan tingkat kecukupan gizi tetapi dapat
dipicu oleh faktor lain misalnya ketersediaan air bersih, kondisi kesehatan
lingkungan dan kondisi kesejahteraan ibunya. Sedangkan harapan hidup pada
umur satu tahun tidak secara mutlak mencerminkan tingkat gizi dan kualitas
lingkungan. Tingkat melek huruf dapat digunakan untuk mengukur tingkat
keterampilan dan kesejahteraan yang berpengaruh terhadap keberhasilan
pembangunan.
berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal
yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusia. HDI
digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah Negara adalah Negara
maju, Negara berkembang atau Negara terbelakang dan juga untuk mengukur
pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. HDI digunakan
untuk melakukan pemeringkat kinerja pembangunan berbagai Negara di dunia.
Berdasarkan HDI nya Negara – Negara di dunia ini dikelompok menjadi empat,
yaitu (Arsyad L., 2016):
Kelompok Negara dengan tingkat pembangunan manusia yang rendah (low
human development), bila memiliki nilai HDI antara 0,350 – 0,549.
Kelompok Negara dengan tingkat pembangunan manusia yang sedang
(medium human development), bila memiliki nilai HDI antara 0,550 – 0,699.
Kelompok Negara dengan tingkat pembangunan manusia yang tinggi (high
human development), bila memiliki nilai HDI antara 0,700 – 0,799.
Kelompok Negara dengan tingkat pembangunan manusia yang sangat tinggi
(very high human development), bila memiliki nilai HDI antara 0,800 – 1,000.
Menghitung Indeks Komponen
Setiap komponen HDI distandardisasi dengan nilai minimum dan maksimum
sebelum digunakan untuk menghitung IPM. Rumus yang digunakan sebagai
berikut. (BPS, 2015)
Dimensi Kesehatan
Indeks Kesehatan = (AHH – AHH min) / (AHH maks – AHH min)
Dimensi Pendidikan
Indeks HLS = (HLS – HLS min) / (HLS maks – HLS min)
Indeks RLS = (RLS – RLS min) / (RLS maks – RLS min)
Indeks Pendidikan = (Indeks HLS + Indeks RLS) / 2
Dimensi pengeluaran
In Pengeluaran = (In Pengeluaran – In pengeluaran min) /
(In Pengeluaran maks – In Pengeluaran min)
HDI dihitung sebagai rata-rata geometrik dari indeks kesehatan, pendidikan, dan
pengeluaran.
104 Manajemen Pembangunan Daerah
SDGs berpijak pada empat pilar: (1) pilar Sosial, pembangunan manusia untuk
perbaikan kualitas kehidupan sosial; (2) pilar Ekonomi, pembangunan ekonomi
untuk peningkatan pendapatan per kapita; (3) pilar Lingkungan, pembangunan
pengelolaan lingkungan termasuk Keanekaragaman hayati. (4) pilar Hukum.
Keempat pilar ditopang oleh landasan institusi tata-kelola. Keempat pilar dan
landasan institusi ini bertumpu pada 17 SDGs yang diurai dalam 169 sasaran
dan 241 indikator yang saling memengaruhi. Masing – masing pilar saling
memengaruhi pilar lainnya dalam hubungan serasi, utuh, lestari dan berlanjut.
SDGs menempatkan manusia sebagai pelaku sentral dan penikmat hasil
pembangunan yang bertujuan untuk kesejahteraan manusia atau human
wellbeing. (Alisjahbana and Murniningtyas, 2018)
Untuk memudahkan pelaksanaan dan pemantauan, tujuh belas tujuan SDGs
dikelompokkan ke dalam empat pilar yaitu;
1. Pilar pembangunan sosial: meliputi Tujuan 1, 2, 3, 4 dan 5
2. Pilar pembangunan ekonomi: meliputi Tujuan 7, 8, 9, 10 dan 17
3. Pilar pembangunan lingkungan: meliputi Tujuan 6, 11, 12, 13, 14 dan
15
4. Pilar pembangunan hukum dan tata kelola: meliputi Tujuan 16
108 Manajemen Pembangunan Daerah
Bab 8
Pembangunan Antarwilayah
Secara Berimbang
8.1 Pendahuluan
Pembangunan wilayah adalah upaya mencapai pembangunan berimbang
(balance development). Isu pembangunan wilayah atau daerah berimbang yaitu
tidak mengharuskan adanya kesamaan tingkat pembangunan antar daerah
(equally developed), juga tidak menuntut pencapaian tingkat industrialisasi
wilayah atau daerah yang seragam, juga bentuk-bentuk keseragaman pola dan
struktur ekonomi daerah, atau juga tingkat pemenuhan kebutuhan dasar (self
sufficiency) setiap wilayah atau daerah. Pembangunan yang berimbang adalah
terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas
pembangunan setiap wilayah atau daerah yang beragam (Basmar, Purba,
Nugraha, et al., 2021; Purba, Purba, et al., 2021; Purba, Rahmadana, et al.,
2021).
Dalam proses pembangunan ekonomi nasional, tidak terlepas dari
pembangunan ekonomi daerah atau regional. Pembangunan ekonomi daerah
adalah proses yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengelola
sumberdaya yang ada dan membentuk pola kemitraan pemerintah daerah dan
sektor swasta dalam menciptakan lapangan kerja baru dan perangsang
110 Manajemen Pembangunan Daerah
Tujuan geografi pertanian menurut Singh dan Dhilon (1984) dalam Muta’ali,
Marwast dan Christanto (2018) yaitu :
a) Perbedaan macam-macam pertanian yang tersebar di muka bumi dan
fungsinya dalam spasial.
b) Tipe-tipe pertanian yang dikembangkan di daerah tertentu, persamaan
dan perbedaan dengan daerah lain.
c) Menganalisa pelaksanaan sistem pertanian dan proses perubahannya.
d) Arah dan isi perubahan dalam pertanian.
e) Batas wilayah-wilayah produksi hasil panen dan kombinasi hasil
panen atau perusahaan pertanian
f) Menghitung dan menguji tingkat perbedaan antar wilayah
g) Identifikasi wilayah yang produktivitas pertaniannya lemah; dan
h) Mengungkap wilayah pertanian yang stagnasi, transisi, dan dinamis.
Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan
migrasi baik yang disponsori pemerintah (transmigrasi) atau migrasi spontan.
Alasannya adalah apabila mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi
suatu daerah tidak dapat di jual ke daerah lain yang membutuhkan. Akibatnya
adalah ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggi,
sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.
4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerah di mana
konsentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya
akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan
lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Contohnya adalah
terdapatnya sumberdaya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya
minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral lainnya. Terdapat lahan yang
subur juga turut memengaruhi, khususnya menyangkut pertumbuhan kegiatan
118 Manajemen Pembangunan Daerah
pertanian. Meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut dan udara, juga ikut
memengaruhi konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah.
5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah
Alokasi dana ini bisa berasal dari pemerintah maupun swasta. Pada sistem
pemerintahan otonomi maka dana pemerintah akan lebih banyak dialokasikan
ke daerah sehingga ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung
lebih rendah. Untuk investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan
pasar. Di mana keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan
kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta. Keuntungan
lokasi ditentukan oleh biaya transpor baik bahan baku dan hasil produksi yang
harus dikeluarkan pengusaha, perbedaan upah buruh, konsentrasi pasar, tingkat
persaingan usaha dan sewa tanah. Oleh karena itu investai akan cenderung lebih
banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
dengan melihat apa yang terjadi dengan output total di satu pihak, dan jumlah
penduduk di pihak lain, pertumbuhan ekonomi mecakup GDP total dan
pertumbuhan penduduk (Ashoer et al., 2021; Damanik et al., 2021; Faried et al.,
2021; Munthe et al., 2021).
Suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan jika tingkat kegiatan
ekonominya meningkat atau lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Dengan
katalain, pertumbuhannya baru terjadi jika jumlah barang dan jasa secara fisik
yang dihasilkan perekonomian tersebut bertambah besar pada tahun-tahun
berikutnya (Sukirno, 2004). Pertumbuhan ekonomi dapat mengindikasikan
keberhasilan pembangunan ekonomi di suatu wilayah dalam kehidupan
masyarakat, sehingga penting untuk melakukan penghitungan pada
pertumbuhan ekonomi. Salah satu cara untuk menghitungnya adalah dengan
menghitung nilai uang. Nilai uang tersebut terdapat pada produk domestik bruto
(PDB) (B. Purba et al., 2019; Bonaraja Purba et al., 2019; Purba, 2019a, 2020a;
Siagian et al., 2020).
berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar (Adisasmita, 2013;
Damanik et al., 2021; Nainggolan et al., 2021; Rahmadana et al., 2021; R. T.
Siregar et al., 2021).
PDRB per kapita merupakan gambaran nilai tambah yang bisa diciptakan oleh
masing-masing penduduk akibat dari adanya aktivitas produksi. Nilai PDRB per
kapita didapatkan dari hasil bagi antara total PDRB dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. PDRB memiliki manfaat sangat banyak dalam menentukan
kebijakan pembangunan ekonomi wilayah. Beberapa manfaatnya antara lain
sebagai indikator tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan per kapita,
kemakmuran, kenaikan dan penurunan daya beli masyarakat, tingkat inflasi dan
delfasi, menggambarkan kondisi ekonomi yang terjadi, tetapi juga
menggambarkan perekonomian dimasa lalu dan kemungkinan-kemungkinan
prediksi perubahan dimasa yang akan datang (Sjafrizal and Elfindri, 2008;
Adisasmita, 2013; Muta’ali, 2019).
1) Pendekatan Pengeluaran
PDB dan PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor
produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu negara atau daerah
dalam jangka waktu tertentu. Balas jasa yang dimaksudkan adalah upah dan
gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya belum dipotong pajak
penghasilan dan pajak langsung lainnya.
9.1 Pendahuluan
Keterkaitan desa dan kota merupakan aspek yang penting untuk mewujudkan
pembangunan wilayah berkelanjutan. Desa dan kota memiliki peran dan fungsi
masing-masing dalam mendukung aktivitas ekonomi yang potensial pada
wilayah tertentu. Untuk mencapai keseimbangan dan keterkaitan desakota yang
saling menguntungkan, maka sangat diperlukan identifikasi fungsi desa dan
kota pada suatu wilayah serta menentukan keterkaitan di antaranya.
Rural urban (rurban) linkage merupakan konsep pengembangan wilayah yang
menitikberatkan pada keseimbangan antara desa dan kota dalam menjalankan
fungsinya untuk kegiatan ekonomi, sosial, dan sebagainya. (Tacoli, C, 2003)
menjelaskan bahwa keterkaitan positif pada desa dan kota dapat berupa
keterkaitan ke belakang (backward) dan keterkaitan ke depan (forward).
Terjadinya keterkaitan tersebut ditandai dengan adanya pergerakan,
perpindahan, atau aliran (flow) manusia, produksi, komoditas, modal, serta
informasi antar wilayah (Sietchiping, R, 2014).
Keterkaitan desa-kota dapat mensinergikan seluruh sektor ekonomi yang
berkembang pada wilayah tertentu dan bukan hanya pada sektor unggulan
sehingga konsep ini sangat berpihak pada keadilan dan kesejahteraan
masyarakat lokal (Berdegue, 2015) . Namun, pada kenyataannya, pembangunan
124 Manajemen Pembangunan Daerah
seharusnya tidak ada perbedaan perlakuan dalam memberikan pelaya nan antara
masyara kat perdesaa n dan perkotaan, misalnya terhadap standar pelayanan
kebutuhan dasar, standar pelayanan prasarana, standar pelayanan teknologi
dasar. Kesimpulan sementara ini terhadap terjadinya kesenjangan secara umum
disebabkan oleh ketidakseimbangan kemampuan dan kesempatan yang
diperoleh antara masyarakat perdesaan dan perkotaan.
Terdapat dugaan bahwa masyarakat perdesaan di Indonesia mempunyai posisi
yang kurang diuntungkan dari adanya berbagai kebijaksanaan pemerintah, yang
kurang memihak, yang menyebabkan proses produksi dan kapitalisasi tidak
berkembang secepat ya ng terjadi di perkotaan. Disamping itu di perdesaan juga
sering terjadi migrasi sumberdaya manusia ke daerah lain yang lebih maju.
Akibatnya secara keseluruhan respons terhadap proses pembangunan tidak
optimal, walaupun input kesempatan yang diberikan kepada masyarakat
mungkin sama dengan kesempatan yang diberikan terhadap masyarakat di
daerah perkotaan.
Kecenderungan ini dapat diubah jika alokasi sumberdaya pembangunan dan
proses manajemennya dapat diarahkan secara seimbang kepada masyarakat
perdesaan agar tingkat kesenjangan kesejahteraan masyarakat perdesaan dan
perkotaan berkurang. Salah satu hipotesis yang diajukan adalah jika produksi
dan produktivitas di perdesaan lebih berkembang, akan terjadi diversifikasi yang
selanjutnya akan diikuti dengan peningkatan pendapatan dan tabungan di
masyarakat, sehingga terjadi akumulasi modal dan peningkatan teknologi di
rnasyarakat. Salah satu faktor utama yang dapat menyebabkan timbulnya
percepatan peningkatan produksi dan produktivitas yang mendorong perluasan
kesempatan kerja, peningkatan pendapatan dan tabungan, serta kapitalisasi di
masyarakat perdesaan adalah jika terjadi keterkaitan ekonomi yang erat dengan
arus perdagangan dengan pihak luar (Kakazu, n.d.).
Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan dan perubahan struktur ekonomi
perdesaan dapat terjadi bila terdapat kemampuan masyarakat untuk menjual
produk dan jasa ke pasaran luar kawasan, terjadi transaksi ekonomi antar
produsen dan pembeli, antar sektor usaha, antar daerah, bahkan dengan negara
lain (Suparmini, 2007). Proses rekayasa keterkaitan inilah yang diduga sebagai
landasan upaya meningkatkan dan mengubah kehidupan masyarakat perdesaan
menjadi lebih berkembang, karena kegiatan produksi dapat memperbesar
pendapatan masyarakat, mengubah pola pendapatan dan pengeluaran keluarga
yang makin setara dengan masyarakat kota, atau dikatakan sebagai kehidupan
yang modern.
126 Manajemen Pembangunan Daerah
masyarakat yang menonjol. Faktor gotong royong ini dapat mendekatkan rasa
kekeluargaan yang memperat hubungan, memperat solidaritas antara anggota
masyarakat satu dengan yang lainnya. Demikian pula dengan factor pendidikan,
umumnya pendidikan di pedesaan lebih rendah di banding dengan masyarakat
perkotaan.
Hal ini juga menyebabkan perbedaan antara perkembangan masyarakat desa
dan kota. Masyarakat dengan Pendidikan yang lebih maju akan mendorong
perkembangan masyarakat lebih cepat, begitu pula sebaliknya. Faktor ekonomi,
perkembangan perekonomian di pedesaan lebih rendah dibanding perkotaan,
hal ini dapat di ketahui missal dari besarnya income perkapita masyarakat
pedesaan. Oleh karena itu kebutuhan sehari-hari lebih sederhana disebabkan
kemampuan untuk membeli barang-barang kebutuhannya. Kota tergantung
pada desa dalam memenuhi kebutuhan bahan pangan, seperti beras, sayuran,
buah-buahan, daging, dan ikan. Desa juga merupakan sumber tenaga kerja kasar
bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota, misalnya buruh bangunan dalam
proyekproyek perumahan, proyek pembangunan atau perbaikan.
Produksi merupakan suatu proses atau kegiatan ekonomi untuk menghasilkan
barang atau jasa tertentu dengan memanfaatkan sektor-sektor produksi dalam
waktu tertentu. Membuat produk di dalam perusahaan merupakan kegiatan yang
cukup penting dan sangat menentukan. Dalam pandangan sistem penggolongan
administrasi “kota” di lihat sebagai pusat dominasi bertingkat dari atas ke bawah
melalui sistem administrasi Negara. Melihat realitas ini jelas sekali bahwa kota
berkedudukan di atas, sedangkan sedangkan desa di tempatkan di posisi bawah.
Hal ini dapat dilihat dari bentuk hubungan di mana masyarakat pedesaan dan
perkotaan bukanlah dua komunitas yang terpisah satu sama lain. Akan tetapi,
keadaan yang wajar di antara keduanya terdapat hubungan yang erat, bersifat
ketergantungan. Sebab antara desa dan kota terdapat hubungan yang saling
membutuhkan. Kota tergantung pada desa dalam memenuhi kebutuhan bahan
pangan, seperti beras, sayuran, buah-buahan, daging, dan ikan. Desa juga
merupakan sumber tenaga kerja kasar bagi jenis-jenis pekerjaan tertentu di kota,
misalnya buruh bangunan dalam proyek-proyek perumahan, proyek
pembangunan, atau perbaikan jalan raya, dan jembatan. Perkembangan
perbedaan biasanya diidentifikasi dengan perkembangan kota-kota besar, dan
pertanian di desa sebagai daerah tempat bercocok tanam yang mempunyai
hubungan tetap dengan kota. Perjalanan evolusi kebudayaan sering dimulai dari
pusat-pusat khusus desa, yang menuntutnya menjadi kota besar. Desa pun tidak
128 Manajemen Pembangunan Daerah
jarang dikunjungi secara berkala oleh sebagian tokoh-tokoh penting dari kota
yang memiliki kepentingan terhadap desa ini.
Relasi kota dan desa juga dapat terorganisasi melalui mekanisme pasar yang di
tempat tersebut terjadi tukar-menukar bahan yang menjadi produksi khusus
desadesa di pasar daerah. Dalam sistem pasar yang besar, desa merupaka seksi-
seksi yang dibuat pasar “jaringan”, yang menghubungkan desa dengan daerah
luar yang lebih luas. Kegiatan perekonomian masyarakat lapisan bawah
merupakan ekonomi rakyat. Ekonomi pedesaan pada dasarnya merupakan
ekonomi rakyat. Menurut Ginandjar kartasasmi (1995 : 17) dalam (Syukur,
2018) ekonomi rakyat adalah kehidupan ekonomi seadanya dengan mengelola
dan memanfaatkan sumber daya alam setempat, yang memiliki ciri-ciri (1)
bersifat tradisional; (2) skala usahanya kecil dan (3) subsisten. Karena itu, dalam
ekonomi rakyat, produksi diarahkan untuk konsumsi sendiri, kegiatan atau
usahanya bersifat sekedar untuk bertahan hidup. Jika terdapat kelebihan hasil
produksi atas kebutuhannya sendiri, maka kelebihan tersebut akan dijual ke
pasar. Dengan demikian produksi belum ditujukan untuk kepentingan pasar.
Sifat tradisional ekonomi rakyat ditandai dan jenis usahanya melestarikan
usahanya yang telah dirintis pendahulunya. Bentuk usahanya bersifat
perseorangan dan teknologi yang digunakan masih relative sederhana. Kecilnya
skala usaha yang dilakukan di sebabkan terbatasnya modal dan peralatan yang
di gunakan.
Teori pusat pertumbuhan yang mulai berkembang sejak tahun 1950 ini secara
garis besar menetapkan beberapa konsep sebagai berikut (Perroux dalam
Glasson, 1978):
1. Propulsive industry, industri sebagai pemicu perkembangan. Suatu
perusahaan propulsip (propulsive firm) dicirikan sebagai perusahaan
yang antara lain relatif besar dan menimbulkan dorongan-dorongan
pertumbuhan yang nyata kepada lingkungannya;
2. Circular and cumulative causation, proses yang memungkinkan
akumulasi perkembangan;
3. Multiplier effect, menurut teori ini ketimpangan dapat diatasi oleh
trickling down process and spread effect.
Namun demikian, menurut (Alkadri et al, 1999) konsep ini mempunyai banyak
kelemahan dan keterbatasan, di antaranya;
1. Kerangka permasalahan dikembangkan dalam mengatur masyarakat
industri dan cenderung tidak melihat problem spesifik wilayah,
khususnya wilayah pedesaan yang didominasi sektor pertanian;
2. Rendahnya kapasitas penyerapan tenaga kerja karena industri yang
dikembangkan di pusat-pusat pertumbuhan merupakan industri padat
modal, sehingga kenaikan dalam kapasitas produksi tidak menciptakan
kesempatan kerja yang seimbang;
3. Dalam hubungan pusat-pinggiran, efek balik (backwash effect) sering
bekerja Iebih cepat daripada efek pemancaran (spread effect), sehingga
kesenjangan wilayah semakin melebar. Kondisi ini terjadi karena (a)
kurang jelasnya hirarki kota-kota; (b) wilayah pinggiran tidak
memiliki kekuasaan untuk mengendalikan sumber dayanya;
4. Kegagalan teori pusat pertumbuhan dalam meminimalisir kesenjangan
adalah karena trickle down effect dan spread effect tidak terjadi yang
diakibatkan karena aktivitas industri (perkotaan) tidak mempunyai
hubungan dengan basis sumberdaya di wilayah hinterland (perdesaan).
Selain itu respon pertumbuhan dipusat tidak cukup menjangkau
wilayah hinterland karena hanya untuk melengkapi kepentingan
hirarki kota.
Dari uraian di atas, konsep agropolitan ini memberikan hal-hal yang positif
dalam konsep pengembangan wilayah, menurut Friedmann (1975) di antaranya:
1. Menyeimbangkan pendapatan desa dan kota dengan memperbanyak
kesempatan kerja produktif dan memadukan kegiatan-kegiatan
pertanian dengan kegiatan non-pertanian;
2. Merangkai distrik agropolitan menjadi jaringan regional, dengan cara
membangun dan memperbaiki sarana untuk menciptakan hubungan
antar wilayah agropolitan dan antara wilayah agropolitan dengan kota-
kota yang lebih besar;
3. Melayani dan mendorong kegiatan-kegiatan pembangunan pertanian
(agribisnis) di wilayah sekitarnya.
Namun, Konsep ini juga pada tataran implementatif hanya berjalan (efektif)
pada tahap-tahap awal saja hampir di sebagian besar wilayah Indonesia (Holis
Y.M, 2017). Kontinuitas, outcomes dan impact dari konsep pembangunan
dengan pendekatan kewilayahan tersebut cenderung tidak dapat tercapai.
Hal ini karena :
1. Pemutusan hubungan antar sektor perkotaan dengan perdesaan karena
khawatir akan terjadinya eksploitasi (tidak melihat segi positif
perkotaan);
2. Sistem wilayah yang tertutup terhadap intervensi dari luar hampir
mustahil dilakukan dan bahkan akan mendistorsi konsep
pengembangan wilayah terpadu wilayah perkotaan dan perdesaan;
3. Konsep ini memerlukan koordinasi baik secara vertikal dan horizontal,
sementara sistem pemerintahan dan otonomi daerah menimbulkan
permasalahan koordinasi tersebut.
10.1 Pendahuluan
Membahas dan mendiskusikan fenomena kemasyarakatan dan lingkungan
perkotaan sangat menarik karena daya tarik atau daya dorongan masyarakat
bermigrasi ke kota. Kompleksitas permasalahan lingkungan perkotaan
menuntut masyarakat perkotaan harus menampilkan kinerja maksimal dalam
setiap kegiatan mereka. Permasalahan lingkungan perkotaan sangat beraneka
ragam, misalnya masalah persampahan, perparkiran, pengelolaan wilayah
perkotaan dan masalah lainnya. Perpindahan masyarakat dan barang
membutuhkan ruang atau wilayah baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi
kualitas. Pengelolaan wilayah perkotaan membutuhkan dukungan dan
partisipasi masyarakat karena struktur ruang wilayah, pola ruang wilayah dan
pemanfaatan ruang wilayah berhadapan langsung dengan kehidupan
masyarakat. Kemampuan partisipasi masyarakat, pemerintah, dunia usaha,
dunia pendidikan dan masyarakat madani lainnya menjadi pilar utama bagi
pemanfaatan ruang wilayah perkotaan.
Partisipasi dapat berupa memberikan saran dan masukan serta ide pemikiran
termasuk mematuhi peraturan perundangan yang berkaitan rencana tata ruang
138 Manajemen Pembangunan Daerah
wilayah dan rencana detail wilayah yang ditetapkan pemerintah. Dalam praktek
masih ditemukan misalnya pemanfaatan badan jalan untuk berjualan, parkir
tidak tertib, mendirikan tempat usaha dengan tidak memperhatikan tempat
parkir pelanggan dan sebagainya. Ruang wilayah perkotaan tidak mungkin
bertambah bila tidak ada penambahan wilayah yang diperoleh dari daerah
tetangga. Pengalihan fungsi ruang wilayah akan bertambah besar jumlahnya
yaitu memenuhi kebutuhan pemangku kepentingan wilayah perkotaan.
Lingkungan perkotaan akan berhadapan langsung dengan berbagai kegiatan
masyarakat yang menggunakan ruang wilayah perkotaan. Adanya pasar
tradisional di wilayah perkotaan adalah contoh kecil yang memberikan dampak
bagi lingkungan perkotaan baik dari sisi dari keberhasilan lingkungan, tempat
parkir kenderaan pembeli, kemacetan lalu lintas, maupun kegiatan lainnya.
Hampir semua kegiatan atau aktivitas masyarakat perkotaan memiliki hubungan
dengan keberadaan ruang wilayah perkotaan. Kegiatan sosial budaya, kegiatan
olah raga, kegiatan pemerintahan, kegiatan pendidikan, kegiatan usaha dan
kegiatan lainnya membutuhkan keberadaan dan keberdayaan lingkungan
perkotaan.
Pembangunan daerah khususnya sumber daya lingkungan fisik dan lingkungan
non fisik merupakan bahan penyusunan rencana kerja perangkat daerah yang
berhubungan dengan keberadaan lingkungan. Berkaitan dengan rencana
pembangunan daerah, Sjafrizal (2015) yang menyatakan bahwa “Untuk tingkat
daerah, penyusunan anggaran dilakukan berdasarkan Program Pembangunan
Daerah (PROPEDA) atau Rencana Strategis Daerah (Renstrada) yang disusun
sekali 5 tahun. Karena rencana pembangunan adalah untuk 5 tahun, maka
sifatnya menjadi lebih umum, sedangkan anggaran yang bersifat tahunan
memerlukan program dan kegiatan yang lebih rinci.” Merencanakan
pembangunan daerah harus memperhatikan aspek lingkungan sehingga
keberlangsungan dan kelestarian lingkungan menjadi faktor penting dalam
konsep struktur ruang, pola ruang, dan kemanfaatan ruang wilayah. Mengelola
dan memanfaatkan ruang kewilayahan perkotaan harus memperhatikan
berbagai aspek kelestarian lingkungan seperti aspek daya tampung wilayah,
kepadatan penduduk, kuantitas dan kualitas pemanfaatan ruang kewilayahan
dan aspek kehidupan lainnya. Dampak nyata dari ketidakpedulian aspek
lingkungan fisik dan non fisik ruang wilayah dapat memberikan pengaruh bagi
kerusakan lingkungan seperti bencana alam (banjir,longsor), bencana non alam
(seperti penyakit tertentu sebagai akibat sampah yang bertumpuk) maupun
bencana sosial (seperti kemacetan lalu lintas, terjadi kawasan kumuh) dan
bencana lainnya. Keterbatasan ruang wilayah perkotaan akan memberikan
Bab 10 Manajemen Lingkungan Perkotaan 139
dan organisasi privat (dunia usaha, dunia industri, dunia pendidikan dan lainnya)
harus saling melengkapi dan saling mendukung.
Ruang wilayah perkotaan adalah lahan yang digunakan berbagai organisasi,
manusia, tumbuhan, hewan dan pengguna lainnya. Keseimbangan dan
kelestarian alam dan lingkungan menjadi elemen utama dalam pemanfaatan
lahan yang tersediaan. Lingkungan alam (termasuk lahan di dalamnya) sangat
perlu diperhatikan semua pengguna dan penerima manfaat dari menggunakan
lahan itu. Menggelola lahan untuk berbagai peruntukan organisasi publik dan
organisasi privat perlu memperhatikan norma perundangan yang mengatur yang
terdapat rencana tata ruang dan kewilayahan. Komitmen dan konsisten
pemangku kepentingan pengelolaan dan pemanfaatan ruang wilayah menjadi
sendi utama sehingga kelestarian dan daya dukung lahan atau ruang wilayah
dapat memberikan sumbangan berartinya dalam kegiatan pemerintahan,
pembangunan dan kegiatan kemasyarakatan lainnya. Perkembangan organisasi
publik dan privat serta kebutuhan lahan bagi manusia menjadi dasar pengatur
dan strategi pengelolaan pemanfaatan lingkungan lahan atau ruang wilayah
perkotaan itu sendiri. Komitmen dan konsistensi menaati norma perundangan
tentang rencana tata ruang dan wilayah adalah fondasi utama dalam manajemen
pengelolaan lingkungan perkotaan. Namun demikian, tahapan perumusan
kebijakan tata ruang, pemanfaatan dan pengawasan serta umpan balik dari
pengelolaan lingkungan perkotaan juga bersinergi dengan pemanfaatan
lingkungan lahan atau ruang wilayah itu sendiri.
Pada tahapan perumusan pembangunan daerah termasuk pembahasan rencana
tata ruang dan wilayah diharapkan mendapatkan masukan dari seluruh
pemangku kepentingan lingkungan perkotaan itu. Masukan, kritik, saran dan ide
pemikiran tentang tata ruang lingkungan perkotaan menjadi bangun dasar untuk
memperkuat kegunaan lingkungan bagi semua warga perkotaan. Sebagaimana
dikatakan Marto Silalahi, dkk (2020) bahwa “Kebutuhan masyarakat dibahas
didiskusikan Mulai kegiatan musyawarah pembangunan tingkat rukun tetangga,
tingkatan rukun warga, tingkatan lingkungan dan akhirnya menjadi satu
kesatuan dibahas dalam musyawarah tingkat desa dan tingkat pemerintah
Kecamatan.” Lahan atau ruang wilayah perkotaan adalah rumah tempat semua
warga kota yang bermukim dan berusaha di wilayah perkotaan itu.
Ketidakseimbangan atau kerusakan ingkungan wilayah akan memberikan
dampak besar dari semua warga perkotaan baik berdampak langsung maupun
tidak langsung. Bersahabat dengan ruang wilayah atau lahan lingkungan
perkotaan harus terus dikomunikasikan sehingga timbul kesadaran kolektif
Bab 10 Manajemen Lingkungan Perkotaan 141
dan memberhasilkan visi dan misi pemerintah daerah yang telah disusun dalam
peraturan daerah. Untuk mengujudnyatakan visi dan misi daerah maka
perangkat daerah menyusun rencana kerja pembangunan daerah dengan
memperhatikan berbagai faktor pendukung dan faktor lainnya. Salah satu faktor
yang harus diperhatikan dalam penyusun rencana kerja pembangunan daerah
adalah kelestarian dan keberlangsungan sumber daya alam dengan tetap terjaga
dengan baik. Menguatamakan faktor kelestarian lingkungan menjadi dasar
utama bagi penyusun rencana kerja pembangunan daerah. Membangunan
kelestarian dan keseimbangan lingkungan, dapat diibaratkan dengan
membangunan rumah dan keluarga. Lingkungan wilayah perkotaan menjadi
suatu rumah bagi warga masyarakat bermukim dan istirahat di rumah besar
lingkungan itu. Keberhasilan pembangunan lingkungan wilayah perkotaan
membutuhkan dukungan dan partisipasi semua warga masyarakat yang berada
di lingkungan itu. Menjaga kelestarian dan keseimbangan lingkungan wilayah
perkotaan menjadi sumber daya perkotaan dalam pelaksanaan pembangunan
perkotaan.
Pemanfaatan lingungan alam dan sosial menjadi faktor penentuk keberhasilan
rencana pembangunan sektor lainnya. Sebagai contoh, hampir tidak mungkin
dilakukan pembangunan pemukiman/perumahan masyarakat apabila lahan atau
tanahnya tidak ada lagi. Alih fungsi lahan dapat dijadikan sarana membangunan
pemukiman/perumahan masyarakat itu. Namun alih fungsi lahan itu harus
dilakukan analisa dan kajian komprehensif baik untung maupun ruginya.
Lingkungan alam dan sosial memiliki keseimbangannya sendiri dan apabila
keseimbangan itu sudah tidak terganggu misalnya, maka ditunggu saja kapan
akan terjadi banjir, longsor atau dampak negatif lainnya.
Masukan dan ide pemikiran dari semua masyarakatt dapat dijadikan bahan
masukan dalam penyusunan rencana kerja pembangunan berbagai sektor yang
diamanatkan perundangan yang berlaku. Sebagaimana pendapat Safi”i (2009)
yang menyatakan bahwa “Sebenarnya partisipasi masyarakat merupakan input
utama dalam merumuskan berbagai agenda kebijakan yang akan diambil oleh
pemerintah.” Mengelola lingkungan kewilayahan khususnya perkotaan
sejatinya dilakukan dengan memperhatikan berbagai faktor secara
komprehensif. Pertambahan atau menambah wilayah perkotaan hampir tidak
mungkin dilakukan apabila daerah atau wilayah tetangga tidak bersedia
memberikan wilayahnya dibeli. Penambahan hanya mungkin bila pemerintah
kota dapat melakukan reklamasi pantai atau daerah pesisirnya. Membiayai
Bab 10 Manajemen Lingkungan Perkotaan 143
11.1 Pendahuluan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
telah mencantumkan secara jelas tujuan dan arah kehidupan berbangsa. Pada
alinea ke 4 disebutkan bahwa salah satu tujuan berdirinya bangsa Indonesia
adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat yang adil dan makmur.
Proses pencapaian masyarakat yang sejahtera dibarengi dengan adil dan
makmur maka dibutuhkan proses yang dinamakan pembangunan. Pertumbuhan
ekonomi merupakan indikator yang paling sering digunakan dalam mengukur
tingkat kesejahteraan masyarakat (Huang and Ho, 2017).
Pembangunan tersebut dapat dilihat dari berbagai sektor dan aspek yang ada
dalam negara Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis
Indonesia bahwa 2/3 luas wilayah didominasi oleh lautan dan 1/3 merupakan
daratan. Terbentang dari Sabang hingga Merauke, Indonesia adalah negara
kepulauan dan pesisir dengan total pulau sebesar 17.499 pulau. Hal ini membuat
Indonesia menjadi negara dengan kepulauan dan pesisir terbesar di dunia
(Pratama, 2020). Kondisi geografis dan karakteristik wilayah yang dikelilingi
150 Manajemen Pembangunan Daerah
oleh pulau, pesisir dan lautan merupakan kekayaan alam sendiri yang dapat
menjadi modal dalam proses pembangunan nasional.
Terlebih dalam tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB) yang meliputi
dimensi pembangunan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang komprehensif
serta saling terkait antara satu dengan yang lain menyebutkan bahwa salah satu
tujuan dalam ke 14 menyebutkan bahwa pelestarian dan pemanfaatan secara
berkelanjutan sumber daya kelautan dan sumber daya untuk pembangunan
berkelanjutan ditetapkan oleh Pemerintah (Badan Pusat Statistik, 2020). Hal ini
berarti bahwa pengelolaan dalam pembangunan juga harus memperhatikan
aspek sumber daya kelautan termasuk wilayah pesisir yang ada di Indonesia.
Namun di tengah tingginya potensi sumber daya di daerah pesisir namun
terdapat beberapa ancaman perubahan iklim terhadap wilayah pesisir yang
membawa konsekuensi buruk. Berubahnya morfologi pantai, kemudian
ancaman terancam-Nya banyak pulau-pulau kecil, intrusi air laut pada sumber
daya air, memanasnya tingkat suhu di laut dan gelombang ekstrem yang terjadi
membawa dampak nyata terhadap pembangunan berkelanjutan yang ada di
wilayah pesisir. Wilayah pesisir juga mengalai ancaman perubahan iklim yang
berasal dari kenaikan muka air laut yang berdampak terhadap ekologi pesisir
dan lautan. Permasalahan ini diperburuk dengan pola dan tren pembangunan
manusia di wilayah pesisir yang berdampak terhadap terancamnya
kesinambungan pembangunan di wilayah pesisir.
Pada Bab ini akan dijelaskan konsep, teori dan praktik empiris terkait dengan
strategi pembangunan yang mandiri dan berkesinambungan di daerah pesisir.
Lebih lanjut dalam bab ini lebih lanjut akan dilakukan telaah berbagai macam
alternatif kebijakan yang dapat ditempuh untuk mendukung pembangunan yang
terdapat di wilayah pesisir demi terciptanya pembangunan yang mandiri dan
berkesinambungan. Hal ini semoga dapat menambah khazanah keilmuan yang
dapat digunakan oleh praktisi, akademisi dan berbagai pihak terkait dengan
strategi pembangunan wilayah pesisir yang mandiri.
Bab 11 Strategi Pembangunan Pesisir Mandiri 151
Kendala lain yang dialami oleh masyarakat di wilayah pesisir adalah fakta
bahwa tingkat kemiskinan yang tinggi di masyarakat wilayah pesisir. Tingkat
kemiskinan yang tinggi tersebut disebabkan oleh ketergantungan sumber daya
terhadap pesisir dan laut. Masyarakat di wilayah pesisir justru banyak
melakukan kegiatan perekonomian yang mendorong kualitas sumber daya yang
dapat menurunkan sumber daya dan menangkap ikan dengan cara yang dapat
menghancurkan ekosistem itu sendiri. Permasalahan lain adalah konflik dalam
penataan dan penggunaan ruang di wilayah pesisir. Konflik tersebut terjadi
karena belum adanya jelas pengaturan ataupun peraturan yang dapat dijadikan
bentchmark terhadap berbagai sektor yang berada di wilayah pesisir. Penurunan
kualitas lingkungan yang terjadi secara merata di ekosistem di wilayah pesisir
juga menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan pembangunan di
wilayah pesisir. Di samping adanya faktor eksternal seperti perubahan iklim
secara global juga menjadi ancaman serius terhadap keberlangsungan
pembangunan di wilayah pesisir (Lasabuda, 2013).
Kendala lain yang menurut penulis menjadi suatu permasalahan yang pelik
dalam pembangunan wilayah di daerah pesisir adalah persinggungan
pengelolaan sumber daya hanya terjadi antara pemerintah daerah, namun hal
tersebut terjadi juga antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. Friksi
tersebut juga terjadi antara pemerintah daerah dengan pihak swasta atau pihak
lain terutama dalam pengelolaan sumber daya yang ada di wilayah pesisir.
Contoh kongkret persinggungan antara kepentingan tersebut adalah
pemanfaatan sumber daya di pesisir terkait pengelolaan sumber daya kelautan
dalam hal penangkapan ikan yang ada di wilayah pesisir (Ginting, 2013).
Bab 11 Strategi Pembangunan Pesisir Mandiri 153
multiple use zone di mana dalam wilayah pesisir ini terdapat lebih dari dua jenis
sumber daya alam dan jasa lingkungan serta dalam wilayah tersebut terdapat
dua macam pemanfaatan kawasan; (2) karakteristik dan variasi dari sumber
daya di wilayah pesisir secara ekologis yang saling berkaitan antara satu dengan
lainnya termasuk ekosistem dan lahan; dan (3) wilayah di pesisir yang
merupakan tempat tinggal dari satu kelompok etnis masyarakat yang memiliki
perbedaan pekerjaan atau mata pencaharian.
Perencanaan pembangunan wilayah pada prinsipnya adalah ditujukan untuk
daerah atau wilayah tersebut dalam melaksanakan pembangunan wilayah
berdasarkan potensi yang dimiliki wilayah tersebut. Meskipun daerah pesisir
memiliki karakteristik yang berbeda dengan kawasan daratan, namun landasan
teoretis dalam hal pembangunan wilayah relatif sama.
Ada beberapa komponen yang menjadi landasan teori dalam teori pembangunan
yaitu (Presiden Republik Indonesia, 2011):
a. Adanya pusat, wilayah pelayanan dan jaringan transportasi
b. Secara hierarkis terdapat pusat besar, pusat menengah dan pusat kecil
c. Timbulnya pusat ataupun sumber pertumbuhan sebagai penggerak
pembangunan
d. Terdapat mata rantai ke depan dan belakang
e. Trickcling down effect dan polarisasi.
f. Penentuan kawasan
g. Wilayah homogen dan perencanaan yang derivasi dan
h. Fungsi pusat kota sebagai simpul jasa distribusi, sub koordinasi simpul
jasa distribusi dan orientasi pemasaran secara geografis.
Lebih lanjut menurut Fabianto dan Berhitu (2014) menegaskan bahwa strategi
pengembangan dan pembangunan masyarakat di wilayah pesisir dapat
dilakukan dengan melewati dua pendekatan yaitu pendekatan bersifat struktural
dan non struktural. Pendekatan struktural dilakukan dengan melakukan
pendekatan secara makro yang berfokus kepada penataan sistem dan struktur
sosial politik. Pendekatan ini menggunakan peranan instansi yang berwenang
untuk mengelola wilayah pesisir laut. Peranan masyarakat sangat penting
namun kurang menjadi perhatian penting karena peranan institusi lebih
menonjol. Sasaran utama pendekatan struktural terletak kepada tertatanya
struktur dan sistem hubungan antara semua komponen di wilayah pesisir.
Pendekatan ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan
Bab 11 Strategi Pembangunan Pesisir Mandiri 155
luar pemerintah untuk mengelola sumber daya di wilayah pesisir agar tercipta
keadilan, keseimbangan dan keberlanjutan. Tujuan akhir yang hendak dicapai
adalah pengelolaan dan pembangunan di wilayah pesisir termasuk pulau-pulau
kecil dapat dikelola secara terintegrasi dengan berbagai jenis bentuk
perencanaan sektoral, mengurangi tumpang tindih pengelolaan, menurunkan
konflik dan kewenangan serta memberikan suatu bentuk kepastian hukum di
wilayah pesisir.
Lebih menurut Adam (2012) proses pembangunan di wilayah pesisir harus
memperhatikan 3 variabel yang penting yaitu lingkungan, sosial dan ekonomi.
Ketiga variabel ini harus menjadi faktor utama dalam melakukan pembangunan
di wilayah pesisir. Aspek ekonomi, lingkungan dan sosial tidak dapat berdiri
secara sendiri dan masing-masing. Wilayah pesisir harus dilakukan
pembangunan secara terpadu dan menyeluruh disebabkan karena
ketergantungan pembangunan di wilayah pesisir terhadap keberadaan sumber
daya. Salah satu sumber daya dalam yang ada di wilayah pesisir hilang atau
rusak dapat berdampak terhadap terganggunya stabilitas dan keberlanjutan
pembangunan di wilayah pesisir. Sehingga pembangunan dan pengelolaan di
wilayah pesisir harus memperhatikan variabel lingkungan, sosial dan ekonomi
(Lihat Gambar 11.2).
Lingkungan Ekonomi
Sosial
Praktik empiris terkait strategi pengelolaan dan pembangunan yang mandiri dan
berkesinambungan di dalam membangun daerah atau wilayah di pesisir menjadi
hal penting. Hal ini disebabkan wilayah pesisir yang merupakan peralihan antara
wilayah darat dan laut dalam konteks pembangunan dan pengelolaannya sangat
bergantung terhadap kondisi sumber daya yang terdapat di wilayah pesisir.
Berbagai problem muncul dalam pengelolaan dan pembangunan di wilayah
pesisir antara lain kerusakan lingkungan, eksploitasi berlebihan, konflik dalam
pemanfaatan ruang, tumpang tindih pengelolaan di wilayah pesisir dan lain
sebagainya. Untuk itu dibutuhkan strategi pembangunan di wilayah pesisir agar
tercipta pembangunan yang mandiri dan berkelanjutan. Pembangunan dan
pengelolaan di wilayah pesisir pada prinsipnya harus didekatkan dengan potensi
yang dimiliki oleh wilayah tersebut, lalu dilakukan pendekatan yang terintegratif
antara variabel sosial, ekonomi dan lingkungan. Hal ini harus ditekankan agar
pembangunan dan pengelolaan sumber daya di wilayah pesisir tetap
memberikan dampak terhadap masyarakat, meningkatkan perekonomian di
wilayah pesisir namun tetap menjaga pembangunan yang berlanjutan di wilayah
pesisir.
158 Manajemen Pembangunan Daerah
Bab 12
Manajemen dan Pelayanan
Publik
12.1 Pendahuluan
Pelayanan publik adalah elemen penting dalam penyelenggaraan pemerintah
dan wajib dilakukan pemerintah sebagai bentuk kepedulian kepada masyarakat.
Pelayanan publik merupakan pemberian layanan keperluan masyarakat yang
mempunyai kepentingan kepada organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata
cara yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Pelayanan publik menjadi
gambaran tugas penyelenggaraan pemerintah dimulai dari daerah sampai ke
tingkat pusat. Pelayanan publik sebagai indikator kinerja pemerintah untuk
melayani masyarakat (Revida et al., 2021).
Pemerintah sebagai penyedia layanan harus melayani masyarakat dengan baik
dan optimal sehingga menghasilkan pelayanan publik sesuai dengan harapan
masyarakat. Pelayanan berupa barang, jasa, dan pelayanan administrasi kepada
masyarakat yang merupakan hak dari setiap masyarakat. Pelayanan yang
diberikan merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintah. Pelayanan
publik yang baik menjadi harapan masyarakat. Pelayanan yang diberikan
menjadi patokan baik atau buruknya pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Keberhasilan pelayanan publik akan menjadi citra positif bagi kinerja
160 Manajemen Pembangunan Daerah
pemerintah. Semakin baik pelayanan yang diberikan maka akan semakin tinggi
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah (Tussholiqah, 2014;Simarmata,
Simarmata and Saragih, 2018).
Pelayanan publik diatur dalam Undang-Undang Pelayanan Publik yaitu
Undang-Undang No.5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Dalam
memberikan pelayanan publik, pemerintah harus mendahulukan kepentingan
masyarakat terlebih dahulu dibandingkan kepentingan pribadi maupun
golongan (Undang-Undang RI No.5, 2014). Undang-Undang No 25 Tahun
2009 pasal 5 dijelaskan bahwa standar pelayanan menjadi patokan yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan pelayanan dan sebagai acuan
dalam menilai kualitas pelayanan yang merupakan kewajiban dan janji
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam pelayanan yang
berkualitas, mudah, efektif, dan dapat diukur (Undang-Undang No.25, 2009).
Dalam melaksanakan pelayanan publik, pemerintah perlu menerapkan
manajemen agar pelayanan yang diberikan lebih optimal dan sesuai dengan
harapan masyarakat. Manajemen pelayanan publik dilakukan dengan cara
menyusun rencana, mengarahkan, melakukan koordinasi serta menyelesaikan
pelayanan sehingga tercapai tujuan pelayanan publik yang telah ditetapkan.
Untuk mengoptimalkan pelayanan publik beberapa faktor yang harus
diperhatikan seperti kepemimpinan, budaya organisasi, kelembagaan, tata kerja
atau standar operasional prosedur, standar pelayanan, pengelolaan pengaduan
masyarakat, pengendalian atau evaluasi, sarana dan prasarana pelayanan publik,
dan penggunaan teknologi informasi. Beberapa aspek yang digunakan dalam
pelayanan publik yang diterapkan pada instansi pemerintah seperti function,
conformance, reliability, serviceability, dan assurance (Tussholiqah,
2014;Revida et al., 2021).
Tata kerja atau Standar Operasional Prosedur (SOP) yang diterapkan menjadi
media utama dalam organisasi. Tata kerja menjalankan seluruh kegiatan dalam
organisasi agar teratur dan terarah. Dengan adanya standar operasional
diharapkan organisasi mampu mengukur kinerja dari pegawainya sesuai dengan
tujuan yang telah ditetapkan.
5. Standar Pelayanan
Dalam pelayanan publik, sarana dan prasarana sangat penting untuk mendukung
terlaksananya pelayanan yang baik kepada masyarakat. Sarana dan prasarana
yang baik akan membantu pelayanan publik dan memberikan kenyamanan
kepada masyarakat.
9. Teknologi Informasi
Menurut Parasuraman dkk yang dikutip oleh beberapa ahli bahwa kualitas
layanan terdiri dari 10 dimensi. Di mana kesepuluh dimensi tersebut adalah
(Hosseini, Zadeh and Bideh, 2013; Simarmata, 2017; Halim et al., 2021; Sahir
et al., 2021).
1. Access, kemudahan pegawai untuk dihubungi atau ditemui, lokasi
fasilitas jasa yang mudah dijangkau, waktu antre yang tidak terlalu
170 Manajemen Pembangunan Daerah
13.1 Pendahuluan
Pembangunan pada hakekatnya adalah upaya sistematis dan terencana oleh
masing-masing maupun seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu
keadaan yang buruk menjadi keadaan yang baik, serta keadaan yang baik
menjadi keadaan yang lebih baik dengan memanfaatkan berbagai sumber daya
alam yang tersedia secara maksimal, efisien, dan efektif dengan tujuannya untuk
meningkatkan kualitas hidup sumber daya manusia (SDM) secara
berkelanjutan. Upaya sistematis dan terencana ini tentu berisi langkah-langkah
strategis, taktis dan praktis, karena masing-masing negara memiliki usia
kedaulatan, sumber daya alam (SDA) maupun sumber daya manusia (SDM)
andalan yang di milikinya dan tantangan yang berbeda-beda.
Bangsa Indonesia, secara khusus tujuan pembangunan nasional telah digariskan
dalam Pembukaan Undang Undang Dasar (UUD) 1945, yaitu untuk:
melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan
kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan
keadilan sosial. Tujuan pembangunannya sangat jelas terlihat dari isi UUD 1945
174 Manajemen Pembangunan Daerah
13.3 RPJM
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
adalah tahapan ketiga dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 yang telah ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 17
Tahun 2007. Dengan berpayung kepada UUD 1945 dan UU No. 17 Tahun 2007
tentang RPJP tadi, RPJMN 2015- 2019, disusun sebagai penjabaran dari Visi,
Misi, dan Agenda (Nawa Cita) Presiden/Wakil Presiden, Joko Widodo dan
Muhammad Jusuf Kalla, dengan menggunakan Rancangan Teknokratik yang
telah disusun Bappenas dan berpedoman pada RPJPN 2005-2025.
Tahun 2015, Indonesia memasuki tahap ketiga dalam rencana menengahnya
yang tertuang dalam RPJMN 2015-2019. Bertepatan dengan ini juga, Indonesia
memiliki presiden baru Ir. H. Joko Widodo sebagai presiden Republik Indonesia
dan kemudian memiliki rumusan kerja untuk masa kerjanya yang tertuang
dalam Nawa Cita, sehingga RPJMN 2015-2019 dapat dijabarkan dalam gambar
Kerangka Kebijakan Pembangunan 2015-2019 dapat dilihat pada Gambar 14.1
sebagai berikut:
RPJMN merupakan penjabaran dari visi, misi dan program Presiden yang
penyusunannya berpedoman pada RPJPN, yang memuat strategi pembangunan
Nasional, kebijakan umum, program Kementerian/Lembaga dan lintas
Kementerian/Lembaga, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka
ekonomi makro yang mencangkup gambaran perekonomian secara menyeluruh
termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka
regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat indikatif.
Untuk menuju sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM)
dalam sistem pembangunan nasional dan tujuan hakiki dalam membangun,
pembangunan nasional Indonesia lima tahun ke depan perlu memprioritaskan
pada upaya mencapai kedaulatan pangan, kecukupan energi dan pengelolaan
sumber daya alam. Seiring dengan itu, pembangunan lima tahun ke depan juga
harus makin mengarah kepada kondisi peningkatan kesejahteraan daerah
maupun nasional, kesejahteraan warganya berkepribadian dan berjiwa gotong
royong, dan masyarakatnya memiliki keharmonisan antar kelompok sosial antar
etnis dan budaya, dan postur perekonomian makin mencerminkan pertumbuhan
178 Manajemen Pembangunan Daerah
Selain dari kedua alasan tersebut, perhatian yang sangat terbatas dalam
menyusun strategi dan perencanaan pembangunan daerah diperkuat
pula oleh adanya kekurangan tenaga ahli yang diperlukan untuk
menjalankan usaha tersebut.
Makin lama makin disadari bahwa dua alas an yang pertama yang dikemuka
kan di atas adalah kurang tepat karena ternyata (i) adanya perencanaan pem
barlgunan negara belum menjamin akan wujudnya pembangunan yang
seimbang dan optimal diberbagai daerah dan (ii) rencana pembangunan daerah
bukanlah ukuran mini dari rencana pembangunan nasional. Pengalaman
program pembangunan di berbagai negara menunjukkan bahwa rencana
pembangunan nasional belum dapat menciptakan proses regionalisasi
pembangunan yang effisien ke berbagai daerah. Bahkan di beberapa negara
usaha tersebut telah menciptakan ketidak seimbangan pembangunan yang
bertambah serius di antara berbagai daerah. Oleh sebab itu makin lama makin
banyak orang yang berkeyakinan akan pentingnya program pembangunan yang
disusun oleh Pemerintah Daerah. Kesadaran ini merupakan salah satu faktor
yang meningkatkan kepopuleran dari pelaksanaan perencanaan pembangunan
daerah. (Sukirno, 2006).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dalam system nasional tidak
terlepas dari yang namanya pembangunan infrastruktur di mana pembangunan
infrastruktur di bagi menjadi pembangunan infrastruktur fisik dan sosial.
Infrastruktur fisik dan sosial adalah dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar
fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi
sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan
agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini umumnya merujuk
kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur
seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, bandara,
kanal, waduk, tanggul, pengelolaan limbah, perlistrikan, telekomunikasi,
pelabuhan secara fungsional, infrastruktur selain fasilitasi akan tetapi dapat pula
mendukung kelancaran aktivitas ekonomi masyarakat, distribusi aliran produksi
barang dan jasa sebagai contoh bahwa jalan dapat melancarkan transportasi
pengiriman bahan baku sampai ke pabrik kemudian untuk distribusi ke pasar
hingga sampai kepada masyarakat. (Putra, 2018).
182 Manajemen Pembangunan Daerah
SDR (2020) ‘Rankings The overall performance of all 193 UN Member States’.
Available at: https://dashboards.sdgindex.org/rankings, diakses 30 Juni
2021.
Seers, D. (1977) The Meaning of Development dalam Charles K. Wilbar (ed.),
The Political Economy of Development and Under Development. New
York: Random House.
Setianingsih, B. (2015) ‘Efektivitas Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah
(Simrenda) (Studi Pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota
Malang)’, Jurnal Administrasi Publik Mahasiswa Universitas Brawijaya,
3(11), pp. 1930–1936.
Setiawan, F. (2019) ‘Pengaruh Teori Pembangunan Dunia Ke -3 Dalam’, Jurnal
Ilmu Sosial, Politik dan pemerintahan, 8(2), pp. 59–69.
Shinta, A. (2011) Manajemen pemasaran. Malang: UB Press.
Siagian, S. P. (2005) Filsafat Admistrasi. Jakarta : Gunung Agung.
Siagian, S. P. (2005). Administrasi Pembangunan (Konsep, Teori, dan
Strateginya). Jakarta: Bumi Aksara.
Siagian, S.P., (2003). Administrasi Pembangunan: Konsep, Dimensi, dan
Strateginya. Jakarta: Bumi Aksara.
Sietchiping, R, K., J.,. Zhang, X.Q.,. Augustinus, C.,.&. Raf Tuts, 2014. Role of
Urban–Rural Linkages in Promoting Sustainable Urbanization.
Environment and Urbanization Asia 5, 219–234.
Simarmata, H. M. P. (2017) ‘Pengaruh Kualitas Jasa, Citra Perusahaan dan
Tingkat Suku Bunga Terhadap Keputusan Pengambilan Kredit Mikro’,
Murni Sadar, 7(1), pp. 16–31.
Simarmata, H. M. P., Simarmata, P. P. and Saragih, D. Y. (2018) ‘Pengaruh
Lingkungan Kerja Dan Motivasi Terhadap Kinerja Aparatur Sipil Negara
Di Lingkungan Kantor Wali kota Pematangsiantar’, Jurnal EK&BI, 1(2),
pp. 69–75.
Siradjuddin, Z. (2021) Program Reformasi, Jawaban Tuntutan Pembangunan?
Available at: http://kotaku.pu.go.id/view/2511/program-reformasi-
jawaban-tuntutan-pembangunan? (Accessed: 15 June 2021).
Sjafrizal and Elfindri (2008) Ekonomi regional: Teori dan aplikasi. Baduose
Media.
Daftar Pustaka 197
sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/aturan/APARATUR_SIPIL_NEGARA_(
ASN).pdf%5Cn.
UNDP (2020) ‘”Human Development Report 2020”.’
UNESCO. (1982). “Asia and Pacific Programme of Education Innovation
Development Coping with Drop Out: A Handbook”. Bangkok: UNESCO
Regional Offices for Education in Asia and Pacific.
Uno, B. H. (2006). Perencanaan Pemberian Pembelajaran. Jakarta: Aksara.
Wasono, Agung dan Muhammad Maulana. (2018). "Tinjauan Kritis
Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan di Indonesia," Working
Paper 27, Kementerian PPN/ Bappenas, Australian Government, dan
Knowledge Sector Initiative
White, B. (1987) ‘Manajemen Pembangunan Untuk Negara Berkembang,
Cetakan Pertama, Alih Bahasa Rusyanto L’, Simatupang, LP3ES, Jakarta.
Wibowo, E. (2008) ‘PERENCANAAN DAN STRATEGI PEMBANGUNAN
DI INDONESIA’, Ekonomi dan Kewirausahaan Vol., 8(1), pp. 16–24.
Wikipedia (2020) ‘”Economic of Indonesia”’.
Wirapraja, A. et al. (2021) Manajemen Pemasaran Perusahaan. Medan:
Yayasan Kita Menulis.
Wirawan. (2012). Evaluasi: Teori, Model, Standar, Aplikasi, dan Profesi,
Jakarta: Rajawali Pers.
Wrihatnolo, R Randy, dan Riant Nugroho Dwidjowijoto (2005) “Manajemen
Pembangunan Indonesia,” Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Yuliadi, I. (2014) ‘Potensi Pembangunan Masyarakat Pesisir Selatan Diy
Masalah Dan Tantangannya’, Inferensi, 6(2), p. 479. doi:
10.18326/infsl3.v8i2.479-500.
Zubaedi (2013) ‘PENGEMBANGAN MASYARAKAT; WACANA DAN
PRAKTI’. PT. Fajar Interpratama Mandiri, p. 270.
200 Manajemen Pembangunan Daerah
Biodata Penulis